Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. DISPEPSIA

Dispepsia ditujukan kepada nyeri berulang, bersifat kronik dan

rasa tidak nyaman di daerah perut atas yang dapat berupa mual, muntah,

rasa penuh di perut terutama setelah makan, cepat kenyang, sendawa,

dan kadang beberapa klinisi menyatakan disertai rasa terbakar/tidak

nyaman didaerah retrosternal yang terasa sampai ke leher (heartburn).

Istilah dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata

yaitu “dys” (jelek) dan “peptein” (pencernaan). Dispepsia merupakan

suatu symptom bukan diagnosis. (5,8,15,29)

2.1.1. Etiologi

Penyebab dispepsia dapat diklasifikasikan sebagai organik dan

fungsional. Pada dispepsia yang organik, ada 3 penyebab yang paling

sering menyebabkan dispepsia adalah ulkus lambung/duodeni, refluks

gastro-esofagus/Gastroesofageal Reflux Disease (GERD), dan kanker

lambung (keganasan). Penyebab lain dari dispepsia organik ini sangat

jarang, obat-obatan tertentu seperti NSAIDs, calcium channel blockers,

methylxanthine, alendronate, orlistat, supplement pottassium, acarbose,

dan antibiotik tertentu seperti erytromisin and metronidazole dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan dispepsia. Hampir 60% pasien yang mengalami dispepsia

tidak diketahui penyebabnya, dan dinyatakan sebagai dispepsia

fungsional (idiopatik) , dan sering juga disebut dispepsia nonulkus.

Dispepsia fungsional dikatakan bila dijumpai setidaknya 3 bulan gejala-

gejala dispepsia tapi tidak dijumpai kelainan organik ataupun sistemik

yang bisa menjelaskan penyebab dari gejala tersebut. Patofisiologi dari

dispepsia fungsional ini masih belum jelas. Beberapa penyakit di luar

sistem gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom

dispepsia, seperti gangguan kardiak ( iskemia inferior, / infark miokard ),

penyakit tiroid dan sebagainya (5,8,15,29)

2.1.2. Manifestasi klinis

Ada tiga pola manifestasi klinis yang sering dijumpai pada

dispepsia: (Kriteria dari consensus Rome II)

1. Ulkus like dispepsia, gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di

epigastrik yang terlokalisasi dan akan berkurang dengan

pemberian antasida

2. Dysmotility like dispepsia, gejala didominasi rasa mual, muntah,

rasa penuh terutama setelah makan dan cepat kenyang.

3. Dispepsia non spesifik (campuran) karena tidak ada gejala yang

khas.

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta

dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian

Universitas Sumatera Utara


akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa

tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan

sendawa dan suara usus yang keras. Pada beberapa penderita, makan

dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa

mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,

mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

Pada konsensus Rome III, dinyatakan gejala dispepsia fungsional

terdiri dari 4 gejala spesifik yang berasal dari gastroduodenal yaitu :

- Rasa penuh setelah makan

- Cepat kenyang

- Nyeri uluhati

- Rasa terbakar di uluhati

Setidaknya satu dari gejala ini harus muncul dalam 3 bulan terakhir dan

dalam 6 bulan setelah didiagnosis. Gejala lain bisa ada atau tidak seperti

bloating, mual, muntah, belching, rasa terbakar. Banyak penelitian yang

menemukan bahwa ada hubungan antara infeksi H.pylori dan dispepsia

fungsional, namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara

prevalensi dan beratnya gejala dispepsia yang ditemukan antara pasien-

pasien yang positif terinfeksi H.pylori dengan pasien dispepsia yang tidak

terinfeksi H.pylori.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 : Criteria Rome III pada dispepsia fungsional

2.2. Helicobacter pylori

H.pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk spiral sedikit

melengkung dengan 2-6 unipolar flagella. Bakteri ini ujungnya bulat

tumpul dengan panjang sekitar 2,5 - 4,0 µm dan lebar 0,5 – 1,0 µm.

Dinding selnya halus terdiri dari glycocalyx dengan tebal 40 nm, bakteri

Universitas Sumatera Utara


ini kadang mengandung bakteriophage. Panjang flagella 2,5 µm dan

tebal diameter 30nm (1,2,3)

Gbr. 2.1 Helicobacter pylori

(3)
Gbr. 2.2 : Scanning mikrograph electron dari H. pylori (warna biru) David Mc carthy/photo researches inc.

Universitas Sumatera Utara


2.2.1. Epidemiologi

Studi epidemiologi terhadap H.pylori yang dilakukan di wilayah

Asia Pasifik, mendapatkan bahwa ada variasi yang sangat luas dari

prevalensi infeksi H.pylori diantara negara, berbagai suku didalam suatu

negara. Secara umum laju prevalensi ini lebih tinggi di negara-negara

kurang berkembang. Prevalensi infeksi dari H.pylori ini berhubungan

kuat dengan kondisi sosio-ekonomi. Prevalensi pada dewasa

pertengahan mencapai 80% di negara-negara berkembang, bila

dibanding dengan negara-negara industri yang berkisar 20-50%. Di Iran

prevalensi infeksi oleh H.pylori sekitar 71%, (dari anak-anak sampai

dewasa), di India sekitar 79%, di Vietnam sekitar 75%. Sedangkan di

negara maju seperti Australia lebih rendah hanya sekitar 15%. Diantara

negara-negara di Asia tenggara dilaporkan prevalensi ini sekitar 36% di

Malasya, 31% di Singapura,dan 57% di Thailand. Secara umum dapat

dikatakan, negara-negara dengan prevalensi infeksi H.pylori yang tinggi

mempunyai resiko yang tinggi pula untuk perkembangan kanker

lambung. Phenomena ini mungkin karena perbedaan dalam faktor

genetik dari host atau faktor virulensi dari strain H.pylori di masing-

masing wilayah. Di setiap negara dilihat adanya perbedaan laju

prevalensi diantara daerah yang berbeda geografinya juga diantara suku-

suku yang berbeda.(1,3,23,24)

Walaupun secara umum sudah disepakati bahwa infeksi oleh HP

telah menurun, tapi data-data yang mensuport pernyataan ini masih

Universitas Sumatera Utara


sangat terbatas. Pada penelitian di profinsi Guangzhou di China, secara

umum didapat infeksi HP ini menurun dari 62,5% tahun 1993 menjadi

47% pada tahun 2003. Di Australia prevalensi pada anak usia 1-4 tahun

sekitar 4% dan meningkat menjadi 23% pada orang berusia 50-59

tahun.(25,26)

Pada penelitian di New Delhi, India ada peningkatan prevalensi

seiring bertambahnya usia. Bukti baru-baru ini mengindikasikan bahwa

pada kebanyakan negara di Asia, laju infeksi H.pylori ini menurun pada

dekade tahun terakhir. Ini karena adanya perhatian besar yang diberikan,

penentuan diagnosa yang tepat dari H.pylori dan peningkatan

penggunaan terapi eradikasi. Penurunan prevalensi H.pylori ini

dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi yang semakin baik di Asia.

Sehingga konsekuensinya, infeksi oleh H.pylori pada masa kanak-kanak

yang berkurang, akan mengurangi juga prevalensi pada generasi muda

dan selanjutnya menurunkan prevalensi pada seluruh penduduk. (1,3,16,24)

2.2.2. Transmisi

Transmisi dari H.pylori dapat terjadi melalui cara :

1. Rute person to person

Manusia diketahui merupakan satu-satunya reservoir bagi H.

pylori, kontak person to person dipercaya merupakan rute

transmisi yang paling utama bagi penularan infeksi H.pylori.

Kontak personal yang dekat antara orang tua ke anaknya, saudara

Universitas Sumatera Utara


sekandung, suami dengan istri merupakan faktor resiko untuk

transmisi infeksi ini. Brenner et al.(2006) mendapati prevalensi

infeksi lebih tinggi pada wanita yang suaminya positif terinfeksi

HP dibandingkan pada wanita yang suaminya tidak rerinfeksi.

Person to person transmisi ini dapat terjadi melalui berbagai cara

yaitu, lewat feces, muntah.

2. Rute oral-oral

DNA dari H.pylori dapat dideteksi pada saliva penderita yang

positif terinfeksi H.pylori dengan PCR. Juga telah terdeteksi pada

plak gigi pasien yang terinfeksi H.pylori.

3. Rute fecal-oral

Bakteri H.pylori telah dideteksi pada kultur feces orang yang

terinfeksi dan DNA nya dengan PCR. Parsonet et al (1999)

mendokumentasikan kemungkinan peran feses pada penyebaran

dari H.pylori ke lingkungannya.

4. Waterborne transmisi

Penelitian pada penduduk China dan Amerika latin menemukan

bahwa sumber air yang digunakan untuk mandi dan kebutuhan

sehari-hari bisa dihubungkan dengan infeksi H.pylori.

Universitas Sumatera Utara


5. Transmisi iatrogenic

Penggunaan endoscopy pada saluran pencernaan atas dapat

menjadi sumber infeksi iatrogenik karena proses desinfeksi yang

tidak benar.(1,3,30)

2.2.3. Pathogenesis

Pada kondisi normal, mukosa lambung terlindung dengan baik dari

infeksi bakteri. Satu gambaran yang menakjubkan dari H.pylori ini

kemampuannya untuk bertahan dan membentuk kolonisasi di suasana

lambung yang sangat asam dengan pH antara 4 - 6,5. H.pylori

membutuhkan suatu mekanisme untuk melindungi dirinya pada keadaan

yang sangat asam (acute acid shock) dengan mekanisme yang unik

sehingga dapat tetap hidup dan berkembang pada pH sekitar 5,5. Bakteri

H.pylori mempunyai sifat adaptasi yang sangat tinggi terhadap kondisi ini,

dengan bentuk tubuhnya yg unik yang memungkinkan memasuki mukosa

lambung, kemudian berenang dan menetap di mukosa lambung,

selanjutnya melekatkan diri ke sel-sel epitel lambung dan menghindar

dari sistem respon imun tubuh dan kemudian terjadi persisten kolonisasi

di lambung sampai kemudian menyebar. Gen dari H.pylori dapat

berubah-ubah terus menerus selama proses kolonisasi pada host

dengan cara mengimport sepotong kecil DNA asing dari H.pylori strain

lain selama proses infeksi persisten berlangsung. Setelah dicerna,

bakteri tersebut harus menghindar dari kerja lambung untuk

menghancurkannya dan kemudian memasuki lapisan mukosa lambung.

Universitas Sumatera Utara


Urease yang dihasilkan oleh H.pylori dan daya motilitasnya sangat

penting pada tahap infeksi ini, dimana urease ini akan menghidrolisa

urea menjadi karbon dioksida dan ammonia, dan dengan cara inilah

bakteri ini dapat bertahan pada lingkungan lambung yang asam. Aktifitas

enzim ini diatur oleh suatu pintu masuk pH-urea channel yang khas yaitu

“Ure I” yang akan terbuka pada pH rendah dan menutup saat masuknya

urea pada kondisi netral. Sedangkan motility penting pada kolonisasi

dimana flagella dari bakteri bisa beradaptasi terhadap suasana

lambung.(23,24)

Mayoritas strain dari H.pylori mensekresi exotoxin yang disebut

vacuolating cytotoxin VacA. Toxin ini dengan sendirinya masuk kedalam

membrane dari sel epitel lambung dan membentuk sebuah “hexameric

anion selectif”. VacA ini juga menyerang membrane mitokondria yang

menyebabkan lepasnya cytochrome “c” dan menginduksi apoptosis.

Analisa tentang VacA toxin ini masih diperdebatkan, perannya dalam

menimbulkan penyakit sangat rumit. Di negara-negara barat varian dari

VacA gen tertentu dihubungkan dengan penyakit yang lebih berat.

Infeksi oleh H.pylori ini akan menyebabkan inflamasi di lambung

yang berlangsung terus menerus . Respon inflamasi ini pada awalnya

terdiri dari rekruitmen neutrofil, selanjutnya limfosit T dan B, sel plasma,

dan makrofag teraktifasi, dan diikuti kerusakan dari sel-sel epitel

lambung. Sejak H.pylori menginvasi mukosa lambung, respon imun host

teraktivasi saat bakteri melekat ke sel-sel epitel ini. Bakteri kemudian

Universitas Sumatera Utara


berikatan dengan molekul MHC kelas II pada permukaan sel epitel ini

dan menginduksi apoptosis. Perubahan yang lebih jauh pada sel-sel

epitel ini tergantung pada protein yang dikode pada cytotoxin associated

antigen A (CagA) kedalam sel epitel lambung. CagA protein ini

merupakan suatu immunoprotein yang di kode oleh cag gen yang dimiliki

oleh hampir 50-70% dari strain H.pylori, dan merupakan suatu marker

munculnya PAI genomic. Strain yang membawa Cag-PAI disebut

sebagai CagA+ strain, dan sering teridentifikasi pada pasien karena

kemampuannya untuk menginduksi suatu titer antibodi yang cukup

bermakna untuk melawan CagA marker protein. Epitel lambung dari

orang yang sudah terinfeksi dengan H.pylori akan menyebabkan

naiknya kadar dari IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF α. Diantaranya, IL-8

mempunyai peran yang nyata sebagai suatu neutrofil activating

chemokine yang diekspresikan oleh sel epitel lambung. Respon ini

tergantung dari aktifitas dari nuclear factor-κβ (NF-κβ) dan respon awal

faktor transkripsi dari activity protein 1 ( AP-1). (3,23,24)

Infeksi H.pylori menginduksi suatu sistemik respon imun humoral

dari mukosa. Antibodi yang dihasilkan tidak dapat mengeradikasi infeksi

yang terjadi, malah berperan dalam kerusakan jaringan lambung.

Diketahui beberapa pasien yang terinfeksi H.pylori memiliki respon

autoantobodi yang secara langsung melawan H+/ K+-ATP ase dari sel-sel

parietal lambung yang berhubungan dengan meningkatnya atropi dari

korpus lambung. Selama proses respon imun, subgroup dari sel-sel T

Universitas Sumatera Utara


yang berbeda muncul, sel- T ini berperan dalam melindungi mukosa dan

membantu membedakan bakteri patogen dan komensal. Sel-sel

Immature T helper (Th) mengekspresikan CD4 dapat berdiferensiasi

kedalam 2 subtipe fungsional, yaitu Th1: mensekresikan IL-2 dan

interferon γ, Th2: mensekresi IL-4, IL-5, IL-10. Th2 sel menstimulasi

respon sel B terhadap ekstraseluler patogen, sedangkan Th1 sebagian

besar terinduksi sebagai respon terhadap intraselular pathogen.(3,23,24)

Kerusakan pada sel-sel epitel lambung juga disebabkan reaktif

oksigen dan spesies nitrogen yang dihasilkan oleh neutrofil yang

teraktifasi. Inflamasi kronis juga meningkatkan sel-sel epitel turn-over dan

apoptosis yang mungkin karena efek gabungan dari kontak langsung Fas

yang dimediasi antara epitel dan Th1 dan interferon-γ.

2.2.4 Infeksi HP dan disfungsi endotel

Ada beberapa kemungkinan teori yang dikemukakan bagaimana

mekanisme yang mendasari peran kausal infeksi H.pylori dan disfungsi

endotel. Bakteri ini dapat memiliki efek langsung pada struktur dan fungsi

sel endotel vaskular. Ekstrak dari H.pylori dilaporkan dapat menginduksi

gangguan proliferasi dan apoptosis dan menurunkan viabilitas dari kultur

vaskular sel endotel. Kemungkinan berikutnya adalah pengaruh infeksi

H.pylori terhadap gizi. Infeksi dari H.pylori dapat menyebabkan

malabsorpsi folat, vitamin B6, dan vitamin B12. Gangguan pada absorbsi

nutrisi ini bisa mengakibatkan kegagalan metilasi oleh 5-metil-

Universitas Sumatera Utara


tetrahydrofolic asam sehingga terjadi keadaan yang disebut

hyperhomocysteinanemia, yang merupakan keadaan yang toksik bagi sel

endotel.(17,18,21)

Gbr. 2.3. Mekanisme host terhadap pathogenesis dari infeksi HP ( from : N Engl Journal
2
Med 2002)

Universitas Sumatera Utara


Menurut O’Connor,S (2001) produk mikroorganisme yang berupa

endotoksin bersifat virulen pada host, endotoksin ini jika masuk kedalam

sirkulasi darah akan menimbulkan suatu “echo” suatu keadaan

teraktifasinya sel-sel yang berhubungan dengan ateroma dan terjadi

pelepasan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α. Sitokin ini juga akan

merangsang keluarnya protein fase akut seperti fibrinogen. H.pylori

merupakan bakteri yang mempunyai endotoksin berupa lipopolisakarida

(LPS) yang mengandung fucosilated oligosaccharide antigen, dan diduga

LPS ini berhubungan dengan patogenesitas dari strain H.pylori karena

merupakan antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun spesifik dan

non spesifik dan melibatkan sistem toll-like reseptor (TLR-4). Antigen dari

bakteri ini (lewis antigen) memperlihatkan variasi antigen yang nyata


(19,20,24).
yang diperkirakan berperan dalam immun evasion

2.2.5. Diagnosis Helicobacter pylori

Pemeriksaan diagnostik untuk memastikan adanya infeksi oleh

H.pylori penting dilakukan karena tindakan eradikasi dapat mencegah

terjadinya komplikasi seperti keganasan lambung. Ada beberapa metode

diagnostik untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori yang telah

berkembang saat ini. Secara mendasar pemeriksaan diagnostik

dibedakan atas penggunaan biopsi melalui endoskopik (metode invasif)

dan tanpa endoskopik (non invasif)

Universitas Sumatera Utara


a. Metode non invasif

Tes serologi merupakan tehnik non invasif pertama yang dipakai

untuk mendeteksi anti H. pylori IgG pada serum penderita. Infeksi H.pylori

pada mukosa lambung akan menyebabkan respon imun baik lokal

maupun sistemik. Pada awalnya IgM antibodi titer yang meningkat

sementara, kemudian diikuti meningkatnya IgA dan IgG yang akan

bertahan sepanjang infeksi berlangsung. Antibodi ini dapat di deteksi

dengan ELISA atau secara latex aglutinasi . Test serologi ini murah,

cepat, mudah untuk dikerjakan. Test serologi ini tidak dapat digunakan

untuk memantau hasil terapi eradikasi, karena titer antibodi H.pylori akan

menurun setelah 12 bulan. Penggunaan NSAIDs juga dilaporkan akan

mengurangi akurasi dari ELISA. Ada 2 faktor dari bakteri ini yang telah

diidentifikasi sebagai pathogenic marker yang dihubungkan dengan ulkus

peptik yaitu : Cag A dan VacA.(29,31,32) Sensitifity dari tes serologi cukup

tinggi sekitar 90-100, namun spesifisitinya bervariasi antara 76-96%,

khususnya bila prevalensi dari H.pylori rendah.(33)

Urea Breath Test (UBT) merupakan metode yang paling sensitif

dan spesifik untuk mendeteksi H.pylori dan memantau hasil eradikasi.

Prinsip C urea breath test didasarkan pada prinsip urea yang sudah

dilabel dengan carbon 13 (13C) atau carbon 14 (14C ), dimana karbon ini

akan segera dihidrolisa seluruhnya oleh enzim urease yang dihasilkan

bakteri, karbon dioksida yang berlabel ini kemudian akan diabsorbsi

sepanjang mukosa lambung dan selanjutnya melalui sirkulasi sistemik

Universitas Sumatera Utara


diekskresikan sebagai CO2 pada ekspirasi pernafasan. False positif

jarang terjadi, mungkin terjai karena tehnik menelan yang salah dari

pasien, gagal menelan isotop dengan cepat sehingga urea dihidrolisis

oleh bakteri di oroparingeal. Obat-obatan yang diketahui dapat

menginhibisi infeksi dari H.pylori merupakan penyebab hasil yang false-

negatif atau equifocal termasuk didalamnya antibiotik, bismuth, proton

pump inhibitor (PPi), dan dosis tinggi dari H2 reseptor antagonis, dan

pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan tersebut

selama 4 minggu sebelum dilakukan urea breath test.(5,29,32)

Gbr 2.4 : The urea breath test (Sleisinger and Fordtran’s :Gastrointestinal and liver Disease, ninth edition)

Helicobacter pylori stool antigen (HpSA) merupakan suatu

immunoassay untuk mendeteksi adanya antigen yang lepas di feses

pasien yang terinfeksi oleh H.pylori. HpSA merupakan tes noninvasif,

Universitas Sumatera Utara


simple, dan biayanya murah. HpSA kurang sensitif bila dibandingkan

dengan UBT, namun test ini sangat ideal dikerjakan bila UBT tidak dapat

dilakukan. Beberapa penelitian melaporkan sensitifity dan spesifisity dari

HpSA ini mirip dengan UBT (>90%), test ini banyak dilakukan pada studi

epidemiologikal untuk mendeteksi infeksi H.pylori pada anak-anak.(5,31,32)

Sensitifitas tes HpSA ini dipengaruhi PPIs, Bismuth, dan antibiotik, obat-

obatan ini dapat menurunkan bacterial load. Sehingga penggunaan obat-

obatan tersebut harus diperhatikan saat akan dilakukan tes HpSA ini.

Untuk mengurangi hasil yang negative palsu sebaiknya penggunaan

obat PPi sebaiknya dihentikan 1 – 2 minggu sebelum tes, dan antibiotik

dan bismuth 4 minggu sebelum tes. (16,33,34)

Keterbatasan dari test ini karena merupakan suatu test kualitatif

untuk mendeteksi adanya antigen dari H.pylori pada feses, bukan

merupakan suatu tes untuk mendeteksi adanya antigen secara kuantitatif,

sehingga tes ini juga tidak dapat digunakan untuk menilai tingkat

keparahan dari penyakit gastritis. Hasil test yang negatif tidak

menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi H.pylori pada orang tersebut,

karena test ini mempunyai sensitifitas 91-98% dan spesifisitas 94-99%.

Diperlukan test diagnostik lain untuk hasil yang masih meragukan.(53)

Deteksi antigen dari H.pylori pada feses dilakukan untuk diagnosis

adanya infeksi H.pylori dan untuk memantau terapi eradikasi.(34,36) Prinsip

dari test ini dengan menggunakan polyclonal atau monoconal anti-

H.pylori menangkap antibodi yang diserab ke sumur-sumur yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara


Sebaiknya menunggu paling tidak 4 minggu atau lebih setelah

pengobatan eradikasi selesai untuk melihat apakah pengobatan berhasil

dan pasien sudah benar-benar sembuh.(16)

b. Metode Invasif

Bakteri H.pylori dapat dideteksi dari hasil biopsi endoskopi dengan

cara:

Histologi : Pemeriksaan histologi dari biopsi endoskopi antral

lambung yang sering digunakan untuk mendeteksi H.pylori. Cara ini

memerlukan biaya yang besar, butuh keahlian dan hasilnya juga tidak

dapat segera diketahui. Akurasi dari hasil pemeriksaan histologi ini juga

sangat bergantung dari pengalaman pemeriksa.(29,36) Hasil biopsi ini

biasanya diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin atau dengan eosin

saja, namun pewarnaan tambahan seperti Giemsa, Genta, Gimenez,

Warthin-Starry Silver, Creosyl violet diperlukan untuk mendeteksi infeksi

yang minimal dimana bakteri H.pylori tidak ditemukan dan untuk melihat

morfologi yang khas dari H.pylori. Keunggulan yang penting dari

pemeriksaan histologi ini, bila catatan riwayat penyakit tersedia, bahan

biopsi bisa dilakukan kapan saja. Spesimen biopsi dari bagian lain dari

lambung juga bisa diawetkan dengan formalin untuk kemudian diperiksa

hanya jika antral histologi tidak meyakinkan.(16,31,32,)

Universitas Sumatera Utara


(16)
Table 2.2 Diagnostic tests for Helicobacter pylori.

Pemeriksaan histologi dianggap sebagai baku emas untuk identifikasi

adanya infeksi dengan sensitifity dan spesifisity yang mendekati 95%

bahkan hampir 98%. Direkomendasikan untuk mendapatkan dua

spesimen biopsy dari bagian antrum, dua dari bagian fundus, dan satu

bagian dari incisura lambung untuk meningkatkan sensitifitasnya (33,34)

Urease tes adalah tes kualitatif untuk mendeteksi infeksi H.pylori,

yang didasarkan pada prinsip adanya urease dari H.pylori akan

menghidrolisa urea sehingga pH akan meningkat dan terjadi perubahan

warna pada pH indikator. Hasil yang positif dapat diinterpretasikan dalam

1 – 2 jam (disimpan pada suhu 37oC atau diatas suhu ruangan) dan harus

dilaporkan negatif setelah 24 jam. Hasil yang positif palsu dapat terjadi

setelah 24 jam karena urease lain yang dihasilkan oleh organisme dalam

lambung.(29,31) Keuntungan dari cara ini simpel, cepat, dan caranya mudah

Universitas Sumatera Utara


dikerjakan. Saat ini banyak kit komersial yang tersedia dimana sensitifitas

dan spesifitasnya hampir sama jika dikerjakan dengan tepat sesuai

instruksi dari pabrik. Selain itu, sensitifitas dari tes ini juga tidak

dipengaruhi oleh ukuran dari spesimen jika ukuran yang didapat tidak

memadai.(29) Spesifisitas dari tes ini antara 95-100% dan positif palsu

jarang terjadi, sedangkan sensitifitasnya dilaporkan sekitar 90-95% tapi

akurasinya bisa terganggu oleh adanya darah dalam lambung, dan dalam

penggunaan obat-obatan seperti antibiotik, bismuth, dam PPIs. (33)

Kultur terhadap bakteri H.pylori dari spesimen biopsi mempunyai

spesifisitas hampir 100% jika hasilnya positif, namun hal ini tidak rutin

dilakukan. Sebab kultur sangat sulit dilakukan, biayanya mahal, dan

biasanya dilakukan penentuan kepekaan antibiotik terhadap pasien yang

gagal dan tidak berespon pada pengobatan eradikasi lini kedua.(16) Kultur

mikrobiologi dari H.pylori walau sangat spesifik tapi juga paling tidak

sensitif karena organisme ini membutuhkan persyaratan yang rumit untuk

tumbuh. Spesimen harus disimpan dan dikirim dalam dalam larutan garam

fisiologis, atau dalam medium semi solid (mis: Stuart’s medium pada suhu

-4oC ) bila penyimpanan lebih dari 24 jam kemudian ditumbuhkan pada

agar darah menggunakan selektif dan non selektif medium pada suasana

mikroaerofilik. Kultur membutuhkan waktu dan pengalaman serta dedikasi

untuk persiapan spesimen. Setidaknya kultur ini berperan penting dalam

penentuan sensitifitas antibiotik sebelum memulai pengobatan ataupun

pada pengobatan yang gagal.(29,33)

Universitas Sumatera Utara


Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode sensitif

untuk mendeteksi H.pylori dari biopsi mukosa lambung, namun ini tidak

dikerjakan rutin untuk diagnosa klinik. Biasanya PCR dilakukan pada riset

yang bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri bila kultur yang biasa susah

dilakukan, juga saat mendeteksi feses atau air minum pada suatu daerah

untuk menentukan jenis organisme pada suatu studi epidemiologi, juga

untuk testing kepekaan antibiotik di jaringan.(33,36)

2.3. DISLIPIDEMIA

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai

dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma.

Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah peningkatan kadar

kolesterol total, LDL-c terutama jenis LDL kecil padat (small dense LDL),

dan trigliserida serta penurunan kadar HDL-c. Dislipidemia merupakan

salah satu faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular

ataupun aterosklerosis. Penyakit kardiovaskular merupakan masalah

global penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting di negara-

negara maju bahkan di Indonesia. Kelainan dasarnya adalah terjadinya

disfungsi endotel berlanjut menjadi aterosklerosis dengan pembentukan

plak pada arteri. (37)

Pada penelitiannya Damjanov SK et all menyatakan bagaimana

mekanisme infeksi H.pylori berperan pada proses atherogenesis , infeksi

Universitas Sumatera Utara


H.pylori memproduksi proinflamasi faktor dalam jumlah berlebihan,

seperti interleukin-6 (IL-6) ,tumor necrosis faktor alpha (TNF-a) dan akut

fase reaktan (misalnya fibrinogen dan C reaktif protein), cross-mimikri

antara H.pylori dan protein host, menyebabkan terjadinya kerusakan

vaskular yang dimediasi proses imun dan disfungsi endotel dan modifikasi

serum profil lipid, infeksi H.pylori juga meyebabkan oksidasi dari LDL-c,

kelainan pada hemostasis, invasi bakteri langsung pada plak

aterosklerosis.(22) IL-6 diketahui dapat meningkatkan glukoneogenesis di

hati dan sintesis dari trigliserida, TNF-a dapat menghambat lipoprotein

lipase dan merangsang aktifitas lipogenesis di hati menyebabkan

mobilisasi lipid dari jaringan dan peningkatan serum trigliserida dan

menurunkan konsentrasi HDL-cl, bagaimana hal ini terjadi masih belum

jelas, kemungkinan karena mediasi sitokin tertentu yang dapat

memodulasi aktivitas enzim dan reseptor ekspresi dan menginduksi stres

oksidatif, yang mempengaruhi metabolism kolesterol tapi hypotesis ini

membutuhkan penjelasan lebih lanjut. (22)

Pada keadaan fisiologis, lapisan endotel merupakan barier antara

faktor-faktor yang ada pada sirkulasi dan sel-sel lapisan intima dan lapisan

media arteri. Lapisan endotel bersifat antikoagulan dan fibrinolitik karena

menghasilkan plasminogen aktivator yang bekerja menghambat efek

faktor koagulasi seperti fibrinogen dan Plasminogen Activator Inhibitor

(PAI-1). Lapisan endotel juga menghasilkan Nitric Okside (NO) yang

bersifat vasodilator dan mencegah terjadinya migrasi dan proliferasi

Universitas Sumatera Utara


smooth muscle cell (SMC). Adanya peningkatan asam lemak bebas dan
(38)
lipoprotein dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan endotel ini. .

Kerusakan endotel menyebabkan menghilangnya fungsi sawar sebagai

pengatur masuknya berbagai zat, dan mengakibatkan perubahan dalam

katabolisme dan mobilisasi lemak dalam dinding arteri. Dalam hal ini

makrofag berperan dalam absorbsi dan merombak lipoprotein plasma.

Pengikatan makromolekul lemak dan protein dalam sel menyebabkan

permeabilitas sel berkurang sehingga terjadi penumpukan kompleks

lemak secara progresif. Penimbunan lemak ini merupakan salah satu

mekanisme terbentuknya sel busa (foam cell) sebagai mekanisme

terbentuknya aterosklerosis. (39)

2.3.1 Metabolisme Lipid

Lemak bersifat insolubel dalam darah karenanya diperlukan suatu

transport untuk mengangkutnya berupa suatu kompleks makromolekuler

yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berupa lipid yang bersifat hidrofobik

(trigliserida dan kolesterol ester) di bagian inti dan lipid yang lebih polar

(fosfolipid dan kolesterol bebas) pada bagian luar serta protein khusus

yang bersifat amfipatik yaitu apolipoprotein pada permukaannya.(37,38)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5: Struktur dari lipoprotein. Lipoprotein berbentuk spheris dengan inti yang hidrofobik
dan permukaan yang amphiphilik.

Lipoprotein dapat dibedakan berdasarkan densitas, komposisi,

ukuran partikel dan mobilitas elektroforesisnya. Sifat fisik dari lipoprotein

berbeda pada kandungan protein, trigliserida dan kolesterol dan

merefleksikan perannya masing-masing dalam metabolisme lipid.

Densitas dari partikel-partikel dalam lipoprotein ditentukan oleh

kandungan dari protein dan trigliserida didalamnya. Ada 4 jenis

lipoprotein utama yang telah terindentifikasi kilomikron, VLDL, LDL, dan

HDL. Lipoprotein dengan kandungan tinggi trigliserida dan rendah protein

(kilomikron dan VLDL) lebih padat dibanding lipoprotein yang

mengandung tinggi protein dan rendah trigliserida (HDL). Apolipoprotein

disintesa terutama di sel-sel hepatosit dan enterosit. Lipoprotein terlibat

membawa lipid kedalam jaringan untuk disimpan atau digunakan sebagai

Universitas Sumatera Utara


sumber energi. Kilomikron dibentuk di usus dari diet lemak yang kita

makan, VLDL dibentuk di hati kaya akan trigliserida yang dimetabolisme

setelah masuk ke sirkulasi. Melalui kerja dari lipoprotein lipase (LPL)

partikel ini akan merontokkan trigliserida dan kolesterol ester dan diubah

menjadi lipoprotein yang lebih padat dengan persentase kolesterol yang

tinggi. Interaksi dengan LPL, menyebabkan kilomikron dan VLDL

kehilangan trigliserida, lebih padat, protein relative kaya akan kolesterol

dan kadar kilomikron remnant dan LDL akan meningkat. Partikel ini

kemudian dimetabolisme di dalam sel, kilomikron di hati dan sumsum

tulang, dan LDL oleh sel-sel hati. LDL bertugas sebagai sumber

kolesterol utama di jaringan.38

Tabel : 2.3 Klasifikasi lipoprotein plasma

Universitas Sumatera Utara


2.4 Kerangka Konsep

Infeksi kronis Helicobacter pylori

Gangguan di saluran cerna dapat berupa


Gangguan diluar
gastritis kronis, ulkus peptikum, ulkus
saluran cerna

Respon imun terhadap inflamasi kronis akan


memproduksi proinflamasi faktor yang
berlebihan seperti (IL-6, TNF-α, APR)

Disfungsi endotel dan


perubahan/modifikasi serum profil lipid

ATHEROSKLEROSIS

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai