Anda di halaman 1dari 4

Nyeri Ulu Hati

Oleh Deriyan Sukma Widjaja, 0906554270



Daerah ulu hati (epigastrium) adalah daerah perut bagian tengah atas yang terletak di dalam
angulus infrasternal. Nyeri di daerah ulu hati sering dikenal dengan sebutan dispepsia.
3

Dispepsia merupakan sekumpulan gejala (sindrom) yang berasal dari saluran gastrointestinal
bagian atas; istilah tersebut digunakan untuk mendeskripsikan nyeri abdomen atas atau rasa tidak
nyaman yang sering memburuk setelah makan, cepat kenyang, rasa perut penuh dan kembung, serta
mual.
2
Dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari
penyebabnya.
3

Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya
termasuk pula penyakit pada lambung. Selain itu, beberapa penyakit di luar sistem gastrointestinal
dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia, seperti gangguan kardiak (iskemia
inferior / infark miokard), penyakit tiroid, obat-obatan, dan sebagainya.
3


Tabel. 1 Penyebab Dispepsia
3

Esofago-gastro-duodenal Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan
Obat-obatan Antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotik
Hepato-bilier Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sfingter
Odii
Pankreas Pankreatitis, keganasan
Penyakit sistemik lain Diabetes mellitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan,
penyakit jantung koroner / iskemik
Gangguan fungsional Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome
Berdasarkan hasil pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi pada 591 kasus dispepsia di
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1994, 49,91% dispepsia disebabkan oleh gastritis
dan 28,43% dispepsia merupakan dispepsia fungsional (secara struktural normal).
3

Gastritis
Gastritis didefinisikan sebagai inflamasi pada lambung dan memiliki ciri khas secara histologik,
bukan secara klinik. Hal ini disebabkan karena mayoritas orang dengan inflamasi gaster tidak
mengalami gejala sama sekali (asimptomatik).
2

Berdasarkan Update Sydney System, gastritis digolongkan mejadi 3 tipe, yakni : non-atropik,
atropik, dan bentuk khusus (tabel terlampir).
2
Selain pembagian tersebut, terdapat suatu bentuk
kelainan pada gaster yang digolongkan sebagai gastropati, sebab secara histopatologik tidak
menggambarkan radang.
3,4


Etiologi
Jutaan agen etiologik dapat menyebabkan gastritis, tetapi penyebab yang paling umum adalah
infeksi Helicobacter pylori.2

Mikroorganisme lain seperti Mycobacterium tuberculosis,
cytomegalovirus, herpes virus, jamur (misalnya Candida species), atau parasit, jarang sekali
menginfeksi mukosa gaster, kecuali pada pasien immuno compromised.
3,4

Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik, setelah ditemukan
autoantibody terhadap faktor intrinsik dan terhadap secretory canalicular structure sel parietal pada
pasien dengan anemia pernisiosa (anemia yang terjadi akibat kekurangan vitamin B12). Pasien yang
terinfeksi Helicobacter pylori mempunyai antibodi terhadap secretory canalicular structure sel
parietal.
3

Diagnosis
Pemeriksaan fisik dan anamnesis tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi.
Gambaran endoskopi yang dapat ditemui adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion,
pendarahan, dan edematous rugae (edema pada lipatan atau keriput pada dinding gaster). Pada
pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan perubahan morfologi. Selain itu pada pemeriksaan
histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman Helicobacter pylori.
2



Dispepsia Fungsional
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dispepsia adalah nyeri atau
rasa tidak nyaman yang berpusat pada bagian atas abdomen.
3
Pada banyak pasien, penyebab
dispepsia adalah idiopatik, akibatnya disebut sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non-
ulkus.
2

Berdasarkan konsensus Roma III, definisi dari dispepsia fungsional adalah suatu keadaan yang
memenuhi kriteria berikut ini
2
:
1. Adanya satu atau lebih dari berikut ini : rasa kenyang yang tidak nyaman setelah makan,
cepat kenyang, nyeri epigastrik, dan rasa panas di bagian epigastrium.
2. Tidak ada bukti dari suatu penyakit struktural yang dapat menjelaskan gejala tersebut.
Kriteria tersebut harus dipenuhi selama 3 bulan sebelumnya dengan munculnya gejala pertama
kali setidaknya 6 bulan sebelum diagnosis.
2

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1). Dispepsia tipe seperti ulkus, yang
lebih dominan adalah nyeri epigastrik; 2). Dispepsia tipe seperti dismotilitas, yang lebih dominan
adalah keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang; 3). Dispepsia tipe non-spesifik,
tidak ada keluhan yang dominan.
3


Overlap Syndromes
3

Pada klinis praktis, terdapat kecenderungan gejala yang tumpang tindih antara kasus dispepsia,
kasus refluks gastroesofageal (keduanya berasal dari saluran cerna bagian atas), dan kasus irritable
bowel syndrome.

Patofisiologi
Patofisiologi yang potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam
lambung, infeksi Heliobacter pylori, dismotilitas GI, dan hipersensitivitas viseral.
3

Sekresi asam lambung
3

Rata-rata sekresi asam lambung normal, diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam.
Heliobacter pylori (Hp)
3

Infeksi Heliobacter pylori belum sepenuhnya dimengerti dan diterima.
Dismotilitas gastrointestinal
3

Terjadi perlambatan pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus).
Meskipun demikian, proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks,
sehingga hangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
Disfungsi regional lambung
2

Terdapat penurunan relaksasi dan akomodasi fundus posprandial pada 40% pasien dengan
dispepsia fungsional. Gangguan akomodasi lambung proksimal berhubungan dengan perasaan
mudah kenyang dan penurunan berat badan dan mungkin berhubungan dengan defek nervus
vagus.
Distribusi makanan dalam lambung terjadi dengan perpindahan yang cepat dari lambung
proksimal ke lambung distal. Perpindahan lambung proksimal yang cepat setelah makan
menyebabkan makanan dalam jumlah yang besar segera masuk ke dalam antrum dan tinggal
untuk waktu yang lebih lama. Derajat ketidaknyamanan abdomen yang terjadi berkaitan dengan
tingkat gangguan akomodasi pada lambung proksimal dan distensi antral.
Ambang rangsang persepsi
3

Dispepsia fungsional kemungkinan memiliki hipersensitivitas viseral melalui studi
menggunakan balon yang didistensikan di gaster dan duodenum.
Disfungsi autonom
3

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal
lambung waktu menerima makanan sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan
rasa cepat kenyang.
Aktivitas mioelektrik lambung
2,3

Terdapat disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi pada 40% pasien
dengan dispepsia fungsional. Meskipun demikian, EGG tidak dilakukan karena merupakan alat
yang tidak efektif dalam manajemen dispepsia.
Hormonal
3

Peran hormonal belum jelas, tetapi terdapat penurunan kadar hormon motilin yang
menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Selain itu, progesterone, estradiol, dan
prolaktin dalam beberapa percobaan mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat
waktu transit gastrointestinal.
Diet dan faktor lingkungan
3

Intoleransi makanan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus
kontrol.
Psikologis
3

Stres akut dapat mempengaruhi fungsi GI, seperti adanya penurunan kontraktilitas lambung
mendahului mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres
kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial.

Daftar Pustaka
1. Andreoli TE, Barash PG, Behrman R, Blackburn GL, Blacklow NR, et al. Kamus
Kedokteran Dorland. 29
th
Edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
2. Yamada T, Alpers DH, Kalloo AN, Kaplowitz N, Owyang C, et al. Textbook of
Gastroenterology. 5
th
Edition. UK : Willey-Blackwell; 2009. p. 925-7, 1005-6.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4
th
Edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2006. p. 285, 335,
352-3.
4. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 2
nd
Edition. Stuttgart: Thieme;
2009.p.154.





Tabel diambil dari Yamada T, et al. Textbook of Gastroenterology. 5
th
Edition. UK : Willey-
Blackwell; 2009. p. 1006.

Anda mungkin juga menyukai