Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN PONS

Disusun oleh:
Sonia Veronika Angelina
I4061212002

Pembimbing:
dr. Sabar Nababan, Sp.S
dr. Dyan Roshinta Laksmi Dewi, Sp.S
dr. Simon Djeno, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:


Perdarahan Pons

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Neurologi

Telah disetujui,
Pontianak, Maret 2022

Pembimbing, Penulis

dr. Sabar Nababan, Sp.S Sonia Veronika Angelina

1
BAB I
PENYAJIAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. LAS
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 001590xx
Tanggal Lahir / Usia : 3 Agustus 1982/ 39 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Rais A. Rahman RT/RW 00/00
Pekerjaan : Supir
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : Selasa, 8 Maret 2022 (17.19 WIB)
Tanggal Periksa : Kamis, 10 Maret 2022

1.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Pasien Tn. LAS datang ke IGD RSUD Dr. Soedarso dengan
keluhan nyeri kepala berat (skor VAS 7).
2. Onset
Keluhan pasien muncul tiba-tiba sejak pagi hari tanggal 8 Maret
2022.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Tn. LAS berumur 39 tahun datang diantar keluarganya
dengan keluhan nyeri kepala berat ke IGD RSUD Dr. Soedarso pada
Selasa, 8 Maret 2022 pukul 17.19 WIB. Hasil anamnesis pada pasien
menunjukkan keluhan awal nyeri kepala berat (skala nyeri VAS 7) disertai
sesak, sulit bicara dan menelan sejak pagi, dan muntah. Keadaan pasien
ketika datang tampak lemas. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan
tekanan darah 177/122 mmHg (hipertensi emergensi), takikardia (nadi
120x per menit), takipnea (nafas 24x per menit), dan kelemahan anggota
gerak sebelah kanan. Ekstremitas kanan mampu melawan gaya berat dan

2
melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa (derajat kekuatan otot
4).
4. Riwayat Penyakit Dahulu, Pengobatan, dan Alergi
Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
penyakit seperti hipertensi dan diabetes melitus disangkal. Riwayat
pengobatan disangkal. Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adik pasien (laki-laki) pernah dirawat di RSUD Dr. Soedarso
akibat stroke kurang lebih setahun yang lalu selama sebulan kemudian
meninggal dunia.
6. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien bekerja sehari-hari sebagai supir dan memiliki riwayat
merokok sejak SMA. Riwayat konsumsi alkohol disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Gelisah
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 146/125 mmHg
Frekuensi Nadi : 109 kali/menit, regular (takikardia)
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,2oC
Saturasi Oksigen : 97%
BB : 54 kg
TB : 166 cm
IMT : 19,6 kg/m2 (normal)
2. Status Generalisata
Kepala : Normocephale
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP normal
KGB : Pembesaran KGB (-)
Pulmo

3
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri baik statis maupun dinamis
 Palpasi : Fremitus taktil normal, massa (-), nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: Suara nafas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
 Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: S1, S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
 Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus normal 12 kali per menit
 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
 Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-/-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-/-)
3. Status Neurologis
a. Motorik
Gerakan
+ +

+ +

Kekuatan Otot
4 5

4 5

Tonus Otot
+N +N

+N +N

4
Atrofi Otot
- -

- -

Klonus
Kaki Kaki Kiri
Kanan
- -

b. Refleks Fisiologis
+↑ +N

+↑ +N

c. Refleks Patologis
Refleks Patologis Kanan Kiri
Chaddock + -
Babinski + -
Oppenheim - -
Gordon - -
Hoffman Trommer + -

d. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


Pemeriksaan Hasil
Kaku kuduk -
Brudzinski I -
Brudzinski II -

e. Tes Provokasi Nyeri


Pemeriksaan Hasil
Kernig sign -/-
Lasegue sign -/-

5
f. Sensibilitas: normal pada seluruh ekstremitas
g. Otonom: DC terpasang
h. Pemeriksaan Nervus Cranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I Olfaktorius Daya penciuman Baik Baik
N. II Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Lapang pandang Baik Baik
N. III Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke Baik Baik
medial
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Ref. cahaya langsung + +
Ref. cahaya konsensual + +
N. IV Troklearis Strabismus divergen – –
Gerakan mata ke lateral Baik Baik
bawah
Strabismus konvergen – –
N. V Trigeminus Deviasi rahang – –
Kekuatan otot rahang Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Dagu Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Refleks Kornea Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. VI Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen – –

6
N. VII Fasialis Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut + +
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 Tidak Tidak
anterior dilakukan dilakukan
N.VIII Nistagmus Tidak Tidak
Vestibulotroklearis dilakukan dilakukan
Daya Pendengaran Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N.IX Daya kecap lidah 1/3 Tidak Tidak
Glossopharyngeus posterior dilakukan dilakukan
N. X Vagus Refleks muntah + +
Suara serak/lemah + +
N. XI Accesorius Otot bahu, leher Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N. XII Hipoglossus Artikulasi Kurang Jelas
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah Deviasi ke Kiri
Trofi otot lidah Eutrofi
Fasikulasi lidah -

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Elektrolit (08/03/2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Na+ 138,48 mmol/L 135 – 147 mmol/L
K+ 3,53 mmol/L 3,50 – 5,0 mmol/L
Cl- 95,48 mmol/L 95 – 105 mmol/L
7
Ca 1,12 mmol/L 1,00 – 1,50 mmol/L

2. Darah Lengkap (08/03/2022)


Parameter Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 9,21 x 10^3 / µL 4,5 – 11 x 10^3 / µL
Eritrosit 5,30 x 10^6 / µL 4,6 – 6,0 x 10^6 / µL
Hemoglobin 17,0 g/dL 12,0 – 16,0 g/dL
Hematokrit 50,2 % 36 - 54 %
MCV 94,7 fl 82 – 92 fl
MCH 32,1 pg 27 – 31 pg
MCHC 33,9 g/dL 32 – 37 g/dL
Trombosit 74 x 10^3 / µL 150 – 440 x 10^3 / µL

3. Kimia Darah (08/03/2022)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Gula darah
123 mg/dL 1 – 150 mg/dL
sewaktu
Ureum 25,9 mg/dL 13 – 43 mg/dL

4. Antigen SARS-CoV-2 (08/03/2022)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Antigen SARS-
Negatif Negatif
CoV-2

8
5. Foto Thorax PA (08/03/2022)

Deskripsi:
Jantung tidak membesar, cardiothoracic ratio < 50%
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Trakea relatif di tengah. Kedua hilus tidak menebal.
Corakan vascular kedua paru masih baik. Tidak tampak infiltrat/
nodul.
Lengkung diafragma dan sinus kostofrenikus normal.
Tulang-tulang dinding dada yang tervisualisasi optimal kesan
intak.

Kesan:

9
Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru.
6. MSCT Scan Cerebral Tanpa Kontras Intravena (08/03/2022)

Deskripsi:
Tampak lesi hiperdens batas relatif tegas HU 67 ukuran
1,3x1,3x1,7 cm (volume 2,8 cc) di pons.
Tampak lesi hipodens batas tegas di periventrikel lateralis kiri.
Sulci cerebri dan fissura Sylvi tidak melebar.
Thalamus dan medulla oblongata tak tampak kelainan.
Sistem ventrikel dan sisterna tidak melebar. Tidak tampak
pergeseran garis tengah.

10
Tampak perselubungan yang menutupi sinus maksilaris dan
ethmoidalis kiri.
Tampak air cell mastoid berkurang disertai perselubungan di
mastoid bilateral.
Kedua orbita tidak tampak kelainan.
Tulang-tulang kesan intak.

Kesan:
ICH volume 2,8 cc di pons.
Infark di periventrikel lateralis kiri.
Sinusitis maksilaris kiri dan ethmoidalis kiri.
Mastoiditis bilateral.

1.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra , nyeri kepala berat (VAS 7),
Parese N. IX dan X
Diagnosis Topis : Hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologis : ICH di pons
Diagnosis Tambahan : Hipertensi emergensi

1.6 Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologi
1. Edukasi pasien agar tidak banyak bergerak dan duduk, tidak makan
dan minum serta banyak beristirahat.
2. KIE kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita
pasien dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
3. Konsultasi ke bagian Gizi.
b. Terapi Farmakologi
1. Ranitidin 2x50 mg i.v
2. Mecobalamin 3x500 mcg i.v
3. Furosemid 1x40 mg i.v
4. Citicoline 2x500 mg i.v

11
5. Manitol 4x125 cc gtt 60 (tappering off)
6. Nicardipin syringe pump tanpa diencerkan
- 3 mg jika sistolik > 250 mmHg
- 2 mg jika sistolik 160-199 mmHg
- 1 mg jika sistolik 130-159 mmHg
- Stand by jika sistolik < 130 mmHg
7. Alprazolam 1x 0,25 mg p.o
8. Asam Traneksamat 3x500 mg i.v
9. Aminofluid 2x500 mL gtt 20

1.7 Prognosis
Ad vitam : ad malam
Ad sanationam : ad malam
Ad fungsionam : ad malam

12
1.8 Follow Up Perkembangan Pasien
Hari, Tanggal Catatan Perkembangan Pasien
Rabu, 09 Maret 2022 Subjective Objective
14.00 WIB Pasien sulit menelan dan KU: CM
sulit bicara. Kesadaran: E4M6V5
TD: 140/115 mmHg
HR: 100×/menit
SPO2: 96%
T: 36,2°C
Pupil isokor 3mm/3mm
RCL: (+/+)
4 5
+ 4 5+
+ +
RCTL: (+/+)

G=

K=

+ +N
RF = ↑
+ +N
Refleks ↑
Patologis =
Babinski +/-
Chaddock +/-
Hoffman Tromner +/-

- -
A=
- -

Klonus -/-

13
Sensibilitas DBN
Parese nervus IX dan X
DC terpasang
Assessment Planning
1. Terapi lanjut
2. Manitol 4x125 cc gtt 60
(tapering off)
3. Asam traneksamat 3x500
mg i.v
4. Nicardipin srynge pump
tanpa diencerkan:
1. Dx:
- 3 mg jika sistolik > 250
- Hemiparese dextra
mmHg
- Parese Nervus IX, X
- 2 mg jika sistolik 160-199
2. DT: Hemisfer
mmHg
sinistra
- 1 mg jika sistolik 130-159
3. DE: ICH di pons
mmHg
- Stand by jika sistolik < 130
mmHg
5. Aminofluid 2x500 mL gtt
20
6. O2 2-4 lpm
7. Konsul gizi
Kamis, 10 Maret 2022 Subjective Objective
11.30 WIB Pasien gelisah dan tidak KU: CM
tidur sejak semalam. Kesadaran: E4M6V5
Pasien muntah saat TD: 146/125 mmHg
minum air. HR: 109×/menit
SPO2: 97%
T: 34,7 °C
Pupil isokor
+ +
+ +

14
3mm/3mm
RCL: (+/+)
4 5
RCTL: (+/+)
4 5

G=

K=

+ +N
RF = ↑
+ +N

Refleks
Patologis
Babinski +/-
Chaddock +/-
Hoffman Tromner +/-
- -
A= - -

Klonus -/-
Sensibilitas DBN
Parese nervus IX dan X
DC terpasang
Assessment Planning
1. Dx: -
- Hemiparese dextra
- Parese Nervus IX, X
2. DT: Hemisfer
sinistra
3. DE: ICH di pons

15
Keadaan Pasien Saat Keluar RS:
Meninggal < 48 jam
Pasien tiba-tiba mengalami henti nafas dan henti jantung
pada pukul 13.30 WIB hari Kamis, 10 Maret 2022.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke
a. Definisi1
Stroke adalah manifestasi klinis akut akibat disfungsi neurologis
pada otak, medulla spinalis, dan retina baik sebagian atau menyeluruh
yang menetap selama 24 jam atau menimbulkan kematian akibat
gangguan pembuluh darah. Stroke yang disebabkan oleh infark
(dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi, patologi, atau bukti lain
yang menunjukkan iskemi otak, medulla spinalis, atau retina) disebut
stroke iskemik. Stroke perdarahan dapat disebabkan oleh perdarahan
intrakranial atau subaraknoid. Perdarahan intrakranial terjadi pada
parenkim otak maupun ventrikel tanpa didahului trauma, sementara
perdarahan subaraknoid terjadi di rongga subaraknoid (antara
membran araknoid dan piamater). Sementara itu, transient ischemic
attack (TIA) didefinisikan sebagai disfungsi neurologis sementara
akibat iskemia fokal termasuk iskemi retina dan medulla spinalis,
tanpa bukti adanya infark.

b. Epidemiologi1

16
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
nasional stroke adalah 8,3 per 1.000 penduduk. Prevalensi stroke
tertinggi dijumpai di Aceh (16,6 per 1000 penduduk) dan terendah di
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Terdapat 13 provinsi dengan
prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional. Hasil Riskesdas
2013 didapatkan prevalensi stroke nasional naik 50% menjadi 12,1 per
1000 penduduk. Di Aceh, prevalensi menurun menjadi 10,5 per 1000
penduduk. Tetapi, terjadi kenaikan yang signifikan di beberapa daerah
seperti Sulawesi Selatan dari 7,4 menjadi 17,9, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dari 8,4 menjadi 16,9, Sulawesi Tengah dari 10,0
menjadi 16,6 dan Jawa Timur dari 7,7 menjadi 16 per 1000 penduduk.
Berdasarkan data stroke registry tahun 2012-2014, sebanyak 67% dari
total stroke adalah iskemik, dan 33% lainnya adalah stroke hemoragik.

c. Faktor Resiko1,2,3
Faktor resiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Umur
Semakin tua umur lebih mungkin terjadinya stroke. Resiko
semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak
terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas.
b) Jenis Kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon
esterogen yang berperan dalam mempertahankan kekebalan
tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung
pada proses ateroskerosis. Namun, setelah perempuan tersebut
mengalami menopouse, besar risiko terkena stroke antara laki-
laki dan perempuan menjadi sama.
c) Ras

17
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan
kematian pada ras kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik,
serta Hispanik dibandingkan kulit putih. Menurut Price dan
Wilson (2006), orang Amerika keturunan Afrika memiliki
angka resiko yang lebih tinggi daripada orang Kaukasia.
Dengan kata lain, orang berkulit hitam lebih beresiko terkena
stroke. Orang kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi
daripada orang berkulit putih karena berkaitan dengan
konsumsi garam
d) Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu risiko stroke di
kemudian hari. Untuk memperkirakan adanya faktor genetik
penyebab stroke dapat dilakukan anamnesis riwayat keluarga
pasien stroke. Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi,
sebagian besar penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke
dalam keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu
proses terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya stroke.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan
bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu
hubungan antara faktor genetis dengan tidak berfungsinya
lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria.
2) Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a) Hipertensi
Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu
dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel
endotel (dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami
tekanan tinggi. Jika proses tekanan berlangsung lama, dapat
menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah
sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah.
b) Diabetes Melitus

18
c) Obesitas
Penyempitan pembuluh darah akibat penimbunan lemak di
sepanjang pembuluh darah dapat menyebabkan aliran darah
kurang lancar dan memicu terjadinya aterosklerosis atau
penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada akhirnya
beresiko terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya
diakibatkan oleh plak-plak yang menempel pada dinding
pembuluh darah
d) Dislipidemia
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis
karena kolestrol tidak dapat langsung larut dalam darah dan
cenderung menempel di pembuluh darah, akibatnya kolestrol
membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan
akhirnya memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan
serangan jantung) dan ke otak (menyebabkan stroke).
e) Fibrilasi Atrium
f) Stenosis Arteri Karotis
g) Hiperfibrinogemia
h) Penyakit Jantung lainnya
i) Pasca Stroke
j) Sickle Cell Anemia
k) Hiperhomosisteinemia
l) Kurang Aktivitas Fisik
m) Penyalahgunaan Obat
n) Stress Mental Fisik
Stress umumnya menyebabkan mudah marah, mudah
tersinggung, susah tidur dan tekanan darahnya tidak stabil.
Marah menyebabkan pencarian listrik yang sangat tinggi dalam
saraf. Marah yang berlebihan akan melemahkan bahkan
mematikan fungsi sensoris dan motorik serta dapat mematikan
sel otak. Stress juga dapat meningkatkan kekentalan darah yang
akan berakibatkan pada tidak stabilnya tekanan darah. Jika

19
darah tersebut menuju pembuluh darah halus diotak untuk
memasok oksigen ke otak , dan pembuluh darah tidak lentur
dan tersumbat, maka hal ini dapat mengakibatkan resiko
terkena serangan stroke.
o) Migrain
p) Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan koagulabilitas darah,
viskositas darah, kadar fibrinogen, mendorong agregasi
platelet, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan
hematokrit, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan
kolesterol LDL. Berhenti merokok dapat memperbaiki fungsi
endotel. Perokok pasif berisiko sama dengan perokok aktif.
q) Konsumsi Alkohol
r) Pemakaian Konstrasepsi Hormonal
d. Klasifikasi
1. Stroke Iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan
darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang
mengarah ke otak, atau embolus (kotoran) yang terlepas dari
jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang berada di luar
tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau stroke
iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun,
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri).
Hal inilah yang terjadi pada hampir dua pertiga insan stroke
iskemik. Emboli cenderung terjadi pada orang yang mengidap
penyakit jantung (misalnya denyut jantung yang cepat tidak teratur,
penyakit katub jantung dan sebagainya) secara rata-rata seperempat
dari stroke iskemik disebabkan oleh emboli, biasanya dari jantung
(stroke kardioembolik) bekuan darah dari jantung umumnya
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya
fibrilasi atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub buatan

20
dan kerusakan katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi di
dalam jantung (di kenal sebagai endocarditis) dan pembedahan
jantung. Penyebab lain seperti gangguan darah, peradangan dan
infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke iskemik,
dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda.namun,
penyebab pasti dari sebagian stroke iskemik tetap tidak di ketahui
meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang mendalam.
Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak, meskipun
sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak.
Beberapa stroke iskemik di hemisfer tampaknya bersifat ringan
(Sekitar 20% dari semua stroke iskemik) stroke ini asimptomatik
(tidak bergejala, hal ini terjadi ada sekitar sepertiga pasien usia
lanjut) atau hanya menimbulkan kecanggungan, kelemahan ringan
atau masalah daya ingat. Namun stroke ringan ganda dan berulang
dapat menimbulkan cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia.
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom
intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang
paling mematikan, tetapi relatif hanya menyusun sebagian kecil
dari stroke total, 10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5%
untuk perdarahan subaraknoid. Biasanya kejadianya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat.

e. Gambaran Klinis1
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak

21
yang terkena, keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang
terkena selain bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral
1) Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
- Transient ischemic attack (TIA) Timbul hanya sebentar selama
beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan
atau tanpa pengobatan. Serangan bisa muncul lagi dalam wujud
sama, memperberat atau malah menetap.
- Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND) Gejala timbul
lebih dari 24 jam.
- Progressing stroke atau stroke inevolution Gejala makin lama
makin berat (progresif) disebabkan gangguan aliran darah
makin lama makin berat
- Sudah menetap atau permanen
2) Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan
daerah otak yang terkena.
- Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik,
kesadaran menempatkan posisi.
- Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra
dan memori
- Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
- Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi,
fungsi fisik, intelektual.
Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun
beberapa gangguanyang dialami pasien yaitu :
- Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
- Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh
sebelah).
- Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa),
disartria (bicara tidak jelas).

22
Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK yang
mengindikasikan adanya peningkatan volume di dalam
kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil, pusing dan pupil edema.
f. Diagnosis1
1) Anamnesis
Terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
pasien saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual,
muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual,
penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi,
diabetes, dan lain-lain).
2) Pemeriksaan fisik
Meliputi penilaian A-B-C, nadi, saturasi oksigen dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala
akibat jatuh saat kejang, bruit karotis dan sifon, dan tanda distensi
vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan toraks
(jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
3) Pemeriksaan neurologik dan skala stroke
Pemeriksaan neurologik terutama pemeriksaan saraf
kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke
yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of
Health Stroke Scale) (kelas I, peringkat bukti B).

23
Gambar 1. Algoritma Stroke Gajah Mada

Gambar 2. Siriraj Stroke Score

4) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan segera dilakukan
pada setiap pasien stroke akut di ruang gawat darurat meliputi
pemeriksaan CT-scan tanpa kontras (kelas I, peringkat bukti B),
kadar gula darah, elektrolit serum, tes fungsi ginjal,
elektrokardiografi (EKG), penanda iskemik jantung, hitung darah
lengkap (termasuk trombosit), PT / INR, aPTT, fibrinogen (kelas I,
peringkat bukti B). Pada pasien tertentu, diperlukan pemeriksaan
tes fungsi hati, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, tes
kehamilan, analisis gas darah, foto rontgen toraks (sebagian besar
pasien stroke tidak memerlukan foto rontgen toraks pada evaluasi
awal (kelas III, peringkat bukti B), pungsi lumbal bila ada dugaan
perdarahan subaraknoid, sedangkan bila CT-scan tidak
menunjukkan adanya perdarahan (sebagian besar pasien stroke tak
memerlukan lumbal pungsi) (AHA / ASA, kelas IV peringkat bukti
B), elektro-ensefalografi (EEG) bila ditemukan kejang dan
pemeriksaan kemampuan menelan.
g. Tatalaksana1
1) Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status
neurologik, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen

24
dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologik
yang nyata (kelas III, peringkat bukti C). Pemberian suplemen
oksigen sangat dianjurkan untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94% (kelas I, peringkat bukti C), oksigen tidak disarankan untuk
pasien yang tidak hipoksia (kelas III, peringkat bukti B). Perbaiki
jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan
napas (kelas I, peringkat bukti C). Intubasi ETT (endo tracheal
tube) atau LMA (laryngeal mask airway) diperlukan pada pasien
dengan hipoksia (pO2 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan
terpasang tidak lebih dari 2 minggu, kalau lebih dari 2 minggu
maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
2) Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
Koreksi hipotensi dan hypovolemia untuk menjaga perfusi
sistemik sistem organ. (kelas I, peringkat bukti C). Berikan cairan
kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan
hipotonik seperti glukosa). Dianjurkan pemasangan CVC (central
venous catheter), dengan tujuan di samping dapat memantau
kecukupan cairan, juga dapat sebagai sarana untuk memasukkan
cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5–12 mmHg. Optimalisasi
tekanan darah (lihat tata laksana khusus). Bila tekanan darah
sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat
diberikan obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 140 mmHg. Pemantauan jantung (cardiac
monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke iskemik (kelas I, peringkat bukti B). Bila terdapat
adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsul
kardiologi). Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari
penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin

25
normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi (kelas I, peringkat bukti C).
3) Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap pasien dengan risiko edema
serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala
dan tanda neurologik pada hari-hari pertama setelah serangan
stroke (kelas I, peringkat bukti B). Bila ditemukan tanda
peningkatan TIK berdasarkan klinis atau CT-scan, dapat
dipertimbangkan pemberian manitol. Tata laksana pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial meliputi : Tinggikan posisi kepala
20–30°. Hindari penekanan vena jugular. Hindari pemberian cairan
glukosa atau cairan hipotonik. Hindari hipertermia. Jaga
normovolemia. Osmoterapi atas indikasi: Manitol 0.25–0.50
gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4–6 jam dengan target
 310 mOsm/L. (kelas IV, peringkat bukti C). Osmolalitas
sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi. Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35–40
mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan
tindakan operatif. Paralysis neuromuscular yang dikombinasi
dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi peningkatan ICP
dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal dan tekanan
vena akibat batuk, suction, bucking ventilator (kelas III, peringkat
bukti C). Obat nondepolarized lebih baik digunakan, seperti
vencuronium atau pancuronium yang sedikit berefek pada histamin
dan memblokade ganglion (kelas III, tingkat bukti C). Pasien
dengan kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan pelemas otot
sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternatif. Kortikosteroid
tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tekanan
tinggi intrakranial pada stroke iskemik. Namun, dapat diberikan
bila diyakini tidak ada kontraindikasi (kelas IV, peringkat bukti A).
Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat

26
stroke iskemik serebelar (kelas I, peringkat bukti B). Tindakan
bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik (kelas I,
peringkat bukti B).
4) Penanganan transformasi hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi
perdarahan asimtomatik (kelas III, peringkat bukti B). Terapi
transformasi perdarahan yang besar sama dengan terapi stroke
perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral
dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.
5) Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5–
20mg dilanjutkan oleh fenitoin loading dose 15–20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum
teratasi maka perlu dirawat di ICU. Pemberian antikonvulsan
profilaktik pada pasien stroke iskemik tanpa kejang tidak
dianjurkan (kelas IV, peringkat bukti C). Pada stroke perdarahan
intraserebral tidak perlu diberikan obat antiepilepsi profilaksis
(kelas IV, peringkat bukti B).
6) Pengendalian suhu tubuh
Setiap pasien stroke yang disertai febris harus diobati
dengan antipiretik dan diatasi penyebabnya. Berikan Asetaminofen
500-650 mg bila suhu lebih dari 38ºC (kelas I, peringkat bukti C).
dan obat penurun panas lainnya. Pada pasien febris atau berisiko
infeksi, harus dilakukan kultur dan apusan (trakeal, darah dan urin)
dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa
cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik.

B. Perdarahan Pons4,5

27
Pons adalah bagian dari batang otak yang menyampaikan sinyal saraf dari
otak besar dan otak kecil ke seluruh organ tubuh. Lebih lanjut, saraf kranial V-
VIII berasal dari pons yang mengontrol pusat vital tidak disengaja, pernapasan
(intensitas dan frekuensi), dan siklus tidur-bangun. Dengan demikian, patologi
masif pada pons dapat mengindikasikan prognosis yang buruk karena fungsi-
fungsi penting ini. Perdarahan pontine primer (PPH) menyumbang sekitar 5%
-
10% dari perdarahan intrakranial, dan tingkat kematian secara keseluruhan
dalam studi baru-baru ini adalah 40% -50%. Banyak faktor yang
mempengaruhi
prognosis PPH, terutama tingkat kesadaran dan ukuran hematoma. Perdarahan
pada pons dengan perdarahan kecil pun dapat segera menyebabkan koma.
Diperkirakan 6-10% kejadian perdarahan intraserebral bertempat di pons dan
memiliki insiden ± 3 per 100.000 orang.

28
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berumur 39 tahun dengan keluarganya dengan keluhan


nyeri kepala berat, sesak, sulit bicara dan menelan, dan muntah. Pada pemeriksaan
namnesis didapatkan keluhan awal nyeri kepala berat (skala nyeri VAS 7) disertai
sesak, sulit bicara dan menelan sejak pagi, dan muntah. Keadaan pasien ketika
datang tampak lemas. Hasil pemeriksaan fisik awal menunjukkan tekanan darah
177/122 mmHg (hipertensi emergensi), takikardia (nadi 120x per menit), takipnea
(nafas 24x per menit), dan kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Pemeriksaan
motorik pada pasien juga menunjukkan ekstremitas atas dan bawah sebelah kanan
lebih lemah, terdapat peningkatan refleks fisiologis, dan munculnya refleks
patologis, yaitu Babinski, Chaddock dan Hoffman Trommer. Terdapat parese
nervus kranialis IX dan X yang ditandai adanya refleks muntah dan suara
serak/lemah. Selain itu, terdapat deviasi lidah ke kiri saat dijulurkan.
Algoritma Gajahmada menunjukkan hasil stroke perdarahan karena
menunjukkan hasil 2 dari 3 kriteria positif, yaitu nyeri kepala (+) dan refleks
Babinski (+), sedangkan penurunan kesadaran (-).
Perhitungan Siriraj Stroke Score menunjukkan hasil:
Skor Siriraj = (2,5 x Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Sakit Kepala) +
(0,1 x Diastole) – (3 x Atheroma) – 12
= (2,5x0) + (2x1) + (2x1) + (0,1x122) – (3x1) – 12
= 0 + 2 + 2 + 12,2 -3 – 12
= 1,2
dengan hasil SSS > 1 merupakan stroke hemoragik.
Pada pemeriksaan foto thoraks AP, tidak tampak kelainan pada jantung
maupun paru pasien. Pada pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa kontras,
didapatkan adanya perdarahan intrakranial dengan volume 2,8 cc di pons, infark
di periventrikel lateralis kiri, sinusitis maksilaris kiri dan ethmoidalis kiri serta
mastoiditis bilateral.
Tatalaksana non medikamentosa berupa edukasi pasien agar tidak banyak
bergerak dan duduk, tidak makan dan minum serta banyak beristirahat, KIE

29
kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita pasien dan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, dan konsultasi ke bagian Gizi.
Sedangkan tatalaksana medikamentosa berupa Ranitidin 2x50 mg intravena,
Mecobalamin 3x500 mcg intravena, Furosemid 1x40 mg intravena, Citicoline
2x500 mg intravena, Manitol 4x125 cc gtt 60, Nicardipin syringe pump,
Alprazolam 1x0,25 mg, Asam Traneksamat 3x500 mg intravena dan Aminofluid
2x500 mL gtt 20.
Ranitidin merupakan golongan antagonis reseptor H2 yang berguna untuk
menghindari resiko tukak lambung.[6] Mecobalamin merupakan salah satu jenis
vitamin B12 untuk mengobati neuropati perifer dengan memperbaiki gangguan
metabolisme asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf. Mecobalamin
merupakan sejenis koenzim B12 endogen yang memegang peranan penting dalam
proses methylation. Sebagai koenzim methionine synthase, berperan dalam proses
sintesis methionine dari sel serta berperan dalam sintesis nucleic acid dan protein.
Mecobalamin juga dapat meningkatkan axonal transport dan regenerasi akson
serta memulihkan perlambatan transmisi sinaps dengan meningkatkan eksitabilitas
saraf dan memperbaiki berkurangnya neurotransmiter asetilkolin.[7] Citicoline
sebagai neuroprotektan pada level neuronal adalah memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesis phosphatidylcholine yang merupakan komponen
utama membran sel pada otak.[8] Furosemide merupakan golongan obat diuretika
kuat yang terkadang digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi
yang resisten terhadap terapi tiazid.[9] Manitol merupaan obat untuk mengobati
edema serebral.[10] Nicardipin merupakan antagonis kalsium menghambat arus
masuk ion kalsium melalui saluran lambat membran sel yang aktif. Golongan ini
mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel otot polos pembuluh darah, sehingga
mengurangi kemampuan kontraksi miokard, pembentukan dan propagasi impuls
elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler sistemik atau koroner.[11] Alprazolam
merupakan golongan Benzodiazepin diindikasikan untuk pengobatan jangka
pendek pada ansietas berat tetapi penggunaan jangka panjang sebaiknya dihindari.
Golongan ini memiliki masa kerja yang lebih pendek. Alprazolam diberikan
kepada pasien agar dapat beristirahat karena pasien tidak bisa tidur dan tampak
gelisah.[12] Asam Traneksamat merupakan antifibrinolitik yang menghambat

30
proses fibrinolysis sehingga bermanfaat untuk mencegah perdarahan.[13]
Aminofluid berfungsi untuk melengkapi kebutuhan air, elektrolit, asam amino,
lemak dan kalori pada pasien yang memerlukan nutrisi vena sentral karena nutrisi
oral atau enteral tidak mencukupi atau tidak memungkinkan.[14]

31
BAB IV
KESIMPULAN

Tn. LAS berusia 39 tahun mengalami perdarahan intrakranial di pons dan


memiliki beberapa faktor resiko seperti jenis kelamin, riwayat keluarga, hipertensi
dan kebiasaan merokok. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya nyeri kepala berat, kesulitan bicara dan menelan, muntah, hipertensi
emergensi, peningkatan nadi dan pernapasan, serta kelemahan anggota gerak
sebelah kanan. Hasil pemeriksaan neurologis ditemukan penurunan kekuatan
ekstremitas kanan, peningkatan refleks fisiologis ekstremitas kanan, refleks
patologis Babinski (+), Chaddock (+), dan Hoffman Tromner (+) pada ekstremitas
kanan. Hasil CT Scan kepala tanpa kontras menunjukkan adanya ICH di pons
dengan volume 2,8 cc, infark di periventrikel lateralis kiri, sinusitis maksilaris dan
ethmoidalis kiri dan mastoiditis bilateral.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Hk.01.07/Menkes/394/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Stroke.
2. P2PTM Kemenkes RI. Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah. 2019.
Available from: http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/faktor-
risiko-stroke-yang-tidak-bisa-diubah.
3. P2PTM Kemenkes RI. Faktor Risiko Stroke yang Dapat Diubah. 2019.
Available from: http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/faktor-
risiko-stroke-yang-dapat-diubah.
4. Wang Sophie S, et. al. Management of Brainstem Hemorrhages. Swiss Med
Wkly. 2019;149: w20062. Published 05 April 2019. doi:
10.4414/smw.2019.20062.
5. Sripontan,S. Good Outcome in a Patient with Massive Pontine Hemorrhage.
Asian J Neurosurg. 2019. 14(3): 992-995. doi: 10.2103/ajns.AJNS_295_1.
6. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Antagonis Reseptor-H2. Badan
Informasi Obat Nasional. 2015. Available from:
https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-sistem-saluran-cerna-0/13-antitukak/131-
antagonis-reseptor-h2.
7. Suryamiharja A. Peranan Vitamin B12 Methylcobalamin dalam Neurologi.
Medicinus. 2016; 29(1): 3.
8. Praja DS, Hasmono D, Syifa N. Studi Penggunaan Obat Neuroprotektan pada
Pasien Stroke Iskemik. Pharmacy. 2013; 10(2): 147-49.
9. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Diuretika Kuat. Badan Informasi Obat
Nasional. 2015. Available from: https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-
kardiovaskuler-0/25-diuretika/252-diuretika-kuat.
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Manitol. Badan Informasi Obat
Nasional. 2015. Available from: https://pionas.pom.go.id/monografi/manitol.

33
11. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Antagonis Kalsium. Badan Informasi
Obat Nasional. 2015. Available from: https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-
sistem-kardiovaskuler-0/24-anti-angina/242-antagonis-kalsium.
12. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Benzodiazepin. Badan Informasi Obat
Nasional. 2015. Available from: https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-
saraf-pusat/41-hipnosis-dan-ansietas/412-ansietas/benzodiazepin.
13. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Asam Traneksamat. Badan Informasi
Obat Nasional. 2015. Available from:
https://pionas.pom.go.id/monografi/asam-traneksamat.
14. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Asam Amino, Karbohidrat, Emulsi
Lemak dan Elektrolit. Badan Informasi Obat Nasional. 2015. Available from:
https://pionas.pom.go.id/monografi/asam-amino-karbohidrat-emulsi-lemak-
dan-elektrolit.

34

Anda mungkin juga menyukai