MM eritrosit
1.1 definisi & morfologi
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya darah
pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada
seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah.
Eritrosit berbentuk seperti piringan yang
bikonkaf dengan cekungan di bagian
tengahnya. Eritrosit mempunyai garis
tengah 8 µm, ketebalan 2 µm di tepi luar, dan
ketebalan 1 µm di bagian tengah. Bentuk
eritrosit yang bikonkaf menghasilkan luas
permukaan yang lebih besar untuk difusi O2
menembus membran dibandingkan dengan
bentuk sel bulat dengan volume yang sama.
Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat
berdifusi antara bagian paling dalam sel dan
eksterior sel. (Sherwood, 2011)
Membran eritrosit juga sangat lentur
sehingga eritrosit dapat mengalami
deformitas secara luar biasa sewaktu mengalir satu per satu melewati celah kapiler yang
sempit dan berkelok-kelok. Dengan kelenturan membran tersebut, eritrosit dapat
menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa pecah selama proses tersebut berlangsung.
Ciri anatomik terpenting yang memungkin eritrosit mengangkut oksigen adalah adanya
hemoglobin di dalamnya. (Sherwood, 2011)
Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim glikolitik
dan enzim karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam menghasilkan energi
yang dibutuhkan untuk mekanisme transpor aktif yang berperan dalam
mempertahankan konsentrasi ion yang sesuai di dalam sel. Enzim karbonat anhidrase
berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat mengubah CO2 yang dihasilkan dari
proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3-), yaitu bentuk utama
pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi dari hasil proses glikolisis
karena eritrosit tidak memiliki mitokondria. (Sherwood, 2011)
1.2 pembentukan
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum
tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel
yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat
meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit
(CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah
merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin.
Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah
dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik.
Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam
sel eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang
halus.Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan
sitoplasmanya berwarna biru.Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam
keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari
seluruh jumlah sel berinti
Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan
kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma
sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak
menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast.Jumlahnya dalam
keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat
tampak daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel
lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna
biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan.Jumlah sel ini
dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini
kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung
lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa
warna biru dari RNA.Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.
Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti
sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian
proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi.
Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga
mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini
eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom.Retikulum yang terdapat di dalam sel
ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini
juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa.
Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan
bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini.
Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit
selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah
normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-
8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi.
Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena
mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama
beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan
bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama
beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi
Plasmodium hingga di makan oleh Parasit.
-Retikulosit:
Ukuran ± 8 – 12 µm, Inti tidak ada, Bergranula halus sisa RNA, Pewarnaan Vital
Staining (BCB), N = 0,5 – 1,5 per 1000 eritrosit
1. Kelainan Ukuran
Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 µm dan volumenya ≥ 100 fL
Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL
Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
2. Kelainan Warna
Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya
Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya
Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya
lebih gelap.
3. Kelainan Bentuk
Mikrosit:
Biasanya pada Anemi Def Fe
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia).
Pada pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada:
Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik, Hemosiderosis
pulmoner idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik
Makrosit:
Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folat
Gambaran makrositik berarti volume eritrosit lebih besar dari normal. Dapat
ditemukan pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang vit.B12 atau asam
folat, anemia setelah perdarahan akut, atau anemia karena penyakit hati kronik. Dari
data pemeriksaan darah ditemukan MCV > 94 fl
Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme, Malnutrisi,
Anemia pernisiosa, Leukimia
Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari kondensasi atau
presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin synthesis
Hipokrom:
eritrosit pucat ditengah >1/3nya, Normal 10 Kurangnya Hb, Pada anemia Def Fe
Eliptosit:
eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu), Osmotic
fragility meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi, Kolesterol
dipinggir
Target Cell:
eritrosit yang gelap di tengah, Normal 2 Akibat cytoplasmic aturation Defects dan
liver disease
Crenated Cell:
eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada saat
pengeringan apusan
Stomatocyt:
eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya sodium dalam
sel dan menurunnya potassium
Sferosit:
eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil, tebal,Akibat developmental defect
Sickle Cell:
eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing
- Nama lain: Drepanocyt
- Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan
kurang oksigen di udara
2. MM hemoglobin
2.1 Definisi
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di
dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-
paru ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2009).
2.2 Pembentukan
Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan
protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta
yang sangat berlipat-lipat. Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang
mengandung besi, dengan masing-masing gugus terikat dengan satu rantai polipeptida
pada bagian globin. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan dengan
secara reversibel dengan satu molekul O2. Karena kandungan besinya, hemoglobin
tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami
deoksigenasi. (Sherwood, 2011)
Sintesis heme
Sintesis heme merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak langkah
enzimatik dan melibatkan 2 kompartemen, yaitu mitokondria dan sitosol. Sintesis heme
terutama terjadi di dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan kondensasi glisin dan
succinyl-CoA yang kemudian diubah menjadi asam 5-aminolevulinik (ALA) oleh enzim
asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase. Kemudian, asam 5-aminolevulinik mengalami
serangkaian reaksi pada sitoplasma sampai akhirnya menjadi Ko-proporfirinogen dan
masuk kembali ke mitokondria dan menjadi protoprofirinogen. Kemudian,
protoprofirinogen diubah menjadi protoporfirin dan bergabung dengan besi yang diangkut
oleh transferin menjadi heme. Transferin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai
reseptor transferin. (Hoffbrand, 2013) (www.themedicalbiochemistrypage.org/heme-
porphyrin.html diakses pada 23 Oktober 2014)
Sintesis globin
Globin merupakan protein yang terbentuk dari asam-asam amino yang disintesis di
ribosom. Kelompok gen α-globin berada pada kromosom 16, sedangkan kelompok gen β-
globin berada pada kromosom 11.
3. MM anemia
3.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer.
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah
dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada
pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
3.2 Klasifikasi
3.3 Patofisiologi
4. MM defisiensi besi
4.1 Definisi
Anemia defisiensi besi terjadi ketika tubuh menyimpan besi terlalu rendah untuk
mendukung sel darah merah yang normal (RBC) berproduksi. Besi yang tidak memadai
diet, penyerapan zat besi terganggu, perdarahan, atau kehilangan zat besi tubuh dalam
urin mungkin menjadi penyebabnya. Besi keseimbangan dalam tubuh biasanya diatur
dengan hati-hati untuk memastikan bahwa besi yang cukup diserap dalam rangka untuk
mengkompensasi kekurangan besi dalam tubuh.
4.2 Etiologi
1. Faktor makanan
Daging merupakan sumber zat besi heme, yang kurang dipengaruhi oleh konstituen diet
yang dengan jelas mengurangi bioavailabilitas dari besi non heme ini. Prevalensi
anemia defisiensi besi rendah di wilayah geografis di mana daging merupakan
konstituen penting dari diet. Di daerah di mana daging jarang, kekurangan zat besi
adalah hal yang lumrah.
2. Pendarahan
untuk alasan apapun menghasilkan penurunan besi. Jika kehilangan darah yang cukup
terjadi, anemia defisiensi besi terjadi kemudian (lihat gambar di bawah). Kehilangan
darah secara tiba – tiba dapat menghasilkan anemia posthemorrhagic yang normositik.
Sumsum tulang dirangsang untuk meningkatkan produksi hemoglobin, sehingga
depleting zat besi dalam tubuh menyimpan. Setelah mereka habis, sintesis hemoglobin
terganggu dan eritrosit hipokromik diproduksi.
3. Malabsopsi
Achlorhydria berkepanjangan dapat menghasilkan kekurangan zat besi karena
kondisi asam yang diperlukan untuk melepaskan besi besi dari makanan. Kemudian,
dapat chelated dengan mucins dan zat lainnya (misalnya, asam amino, gula, asam
amino, atau amida) untuk tetap larut dan tersedia untuk penyerapan di usus dua belas
jari lebih basa. Pati dan makan tanah liat hasil malabsorpsi besi dan besi Anemia
defisiensi. Permintaan khusus diperlukan untuk memperoleh riwayat baik pati atau
makan tanah liat karena pasien tidak sukarela informasi.
Operasi pengangkatan luas dari usus kecil proksimal atau penyakit kronis
(misalnya, sariawan tidak diobati atau sindrom celiac) dapat mengurangi penyerapan
zat besi. Jarang, pasien yang tidak memiliki riwayat malabsorpsi memiliki anemia
kekurangan zat besi dan gagal untuk menanggapi terapi besi oral. Kebanyakan hanya
yang patuh dengan terapi.
Kelainan genetik memproduksi kekurangan zat besi telah ditunjukkan pada
hewan pengerat (sex-linked anemia [sla] tikus, anemia mikrositik [mk] tikus, Belgrade
tikus). Fenomena ini belum jelas ditunjukkan pada manusia; jika ada, itu mungkin
jarang menyebabkan anemia defisiensi besi.
4.3 Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai
baik di klinik maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai
saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada tabel
afrika Amerika latin indonesia
Laki-laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
4.4 Patofisiologi
Deplesi besi
Deplesi besi merupakan tahapan awal dari ADB. Berbagai proses patologis yang
menyebabkan kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan diri yaitu dengan
meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah
penurunan ferritin serum dan besi dalam sumsum tulang berkurang.
4.7 tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab
dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.
Pemberian preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.
Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah :
1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
a. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphate
(preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif). Dosis
anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.
b. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih
besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi
parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti: Intoleransi
terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat rendah,
penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan darah banyak,
kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, defisiensi besi fungsional
relatif.
3. Pengobatan lain
a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
berasal dari protein hewani.
b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorposi besi
c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah. Diberikan hanya
pada keadaan anemia yang sangat berat atau disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Jenis darah yang diberikan adalah PRC
untuk mengurangi bahaya overload.
Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:
*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang,
masih ada perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada
defisiensi asam folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika
dijumpai keadaan tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan
yang tepat.
4.8 pencegahan
Populasi tertentu beresiko cukup tinggi untuk defisiensi zat besi untuk menjamin
pertimbangan untuk terapi profilaksis besi. Ini termasuk wanita hamil, wanita dengan
menorrhagia, [11] konsumen dari diet vegetarian yang ketat, bayi, [12] gadis remaja,
dan donor darah secara teratur.
Wanita hamil telah diberi besi tambahan sejak Perang Dunia II, sering dalam bentuk
semua tujuan kapsul mengandung vitamin, kalsium, dan zat besi. Jika pasien anemia
(hemoglobin <11 g / dL), mengelola besi pada waktu yang berbeda dari hari dari
kalsium karena kalsium menghambat penyerapan zat besi.
Suplemen zat besi dari makanan bayi yang menganjurkan. Bayi prematur
membutuhkan suplementasi zat besi lebih dari bayi cukup bulan. Bayi disapih awal dan
susu sapi diberi makan membutuhkan lebih besi karena konsentrasi tinggi kalsium
dalam susu sapi menghambat penyerapan zat besi. Biasanya, bayi menerima besi dari
sereal yang diperkaya. Besi tambahan hadir dalam susu formula komersial.
Suplementasi zat besi dalam populasi yang hidup pada diet sebagian besar
vegetarian disarankan karena bioavailabilitas yang lebih rendah dari besi anorganik dari
besi heme. Penambahan zat besi untuk bahan makanan pokok di negara-negara makmur
di mana daging adalah bagian penting dari diet adalah nilai dipertanyakan dan mungkin
berbahaya. Gen untuk hemochromatosis familial (gen HFE) adalah lazim (8% dari
populasi putih AS). Besi tubuh berlebih ini mendalilkan menjadi penting dalam etiologi
penyakit arteri koroner, stroke, karsinoma tertentu, dan gangguan neurodegenerative
karena besi penting dalam pembentukan radikal bebas.
4.9 komplikasi
Komplikasi seperti pada anemia yang lain apabila anemianya berat maka akan timbul
komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi lain
yang mungkin terjadi adalah komplikasi dari traktus gastrointestinal berupa keluhan
epigastric distress atau stomatis.
4.10 prognosis
Anemia defisiensi besi adalah gangguan yang mudah diobati dengan hasil yang
sangat baik; Namun, hal itu mungkin disebabkan oleh kondisi yang mendasarinya
dengan prognosis buruk, seperti neoplasia. Demikian pula, prognosis dapat diubah oleh
kondisi komorbiditas seperti penyakit arteri coroner. Pengobatan yang segera dan
memadai pasien dengan anemia defisiensi besi dibutuhkan untuk pasien dengan gejala
seperti kondisi komorbiditas.
Anemia kekurangan zat besi kronis jarang menyebabkan kematian langsung;
Namun, anemia defisiensi besi sedang atau berat dapat menghasilkan hipoksia cukup
untuk memperburuk gangguan paru dan jantung yang mendasari. Kematian pada
hipoksia telah diamati pada pasien yang menolak transfusi darah karena alasan agama.
Jelas, dengan perdarahan cepat, pasien mungkin meninggal akibat hipoksia yang
berhubungan dengan anemia posthemorrhagic.
Pada anak-anak, tingkat pertumbuhan dapat melambat, dan kemampuan untuk
belajar menurun dilaporkan. Pada anak-anak muda, anemia defisiensi besi yang berat
dikaitkan dengan quotient rendah kecerdasan (IQ), kemampuan berkurang untuk
belajar, dan tingkat pertumbuhan suboptimal.