Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI USIA 65 TAHUN DENGAN MASSA PARU KIRI,


DIABETES MELITUS TIPE II, ANEMIA RINGAN NORMOSITIK
NORMOKROMIK, DAN HIPONATREMIA NORMOOSMOLAR

Diajukan guna memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Penyakit


Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:

Muhammad Mufaiduddin

22010120220096

Dosen Pembimbing

Dr. dr. K. Heri Nugroho H.S., Sp.PD-KEMD, FINASIM

Residen Pembimbing

dr. Aulia Faris Akbar Pulungan

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhammad Mufaiduddin

NIM : 22010120220096

Fakultas : Kedokteran

Judul : Seorang Laki-laki Usia 65 Tahun dengan Massa Paru Kiri,


Diabetes Melitus Tipe II, Anemia Ringan Normositik
Normokromik, dan Hiponatremia Normoosmolar

Bagian/SMF : Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Penguji : Dr. dr. K. Heri Nugroho H.S., Sp.PD-KEMD, FINASIM

Pembimbing : dr. Aulia Faris Akbar Pulungan

Semarang, 29 November
2021

Residen Pembimbing Dosen Pembimbing

dr. Aulia Faris Akbar Pulungan Dr.dr. K. Heri Nugroho H.S., Sp.PD-KEMD, FINASIM

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus besar “Seorang
Laki-laki Usia 65 Tahun Dengan Massa Paru Kiri, Diabetes Melitus Tipe II,
Anemia Ringan Normositik Normokromik, dan Hiponatremia Normoosmolar”.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam
menempuh kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. dr. K. Heri Nugroho H.S., Sp.PD-KEMD, FINASIM selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan
masukan yang berharga.
2. dr. Aulia Faris Akbar Pulungan, selaku residen pembimbing yang telah
memberikan masukan, petunjuk, serta bantuan dalam penyusunan tugas
ini.
3. Pasien Tn. J atas keramahan dan keterbukaannya dalam kegiatan
penyusunan laporan
4. Keluarga dan teman-teman coass dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Semarang, 29 November 2021

Penulis

3
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 65 tahun
Alamat : Banyumanik, Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Driver online
Status Pernikahan : Menikah
Masuk RS : 04 November 2021
Ruang : Bangsal Rajawali 2B
No. CM : C896xxx
Pembiayaan : BPJS

1.2 DAFTAR MASALAH

No. Masalah aktif Tanggal No. Masalah pasif Tanggal


1. Massa paru kiri 12/11/21

2. Diabetes Melitus tipe II 12/11/21


dengan overweight
3. Anemia ringan 12/11/21
normositik
normokromik
4. Hiponatremia 12/11/21
Normoosmolar

1.3 DATA DASAR


ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 12 November 2021 di Ruang Rawat Inap
Bangsal Rajawali 2B RSUP DR Kariadi Semarang jam 09.15 WIB.

4
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Sesak napas
Pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke RSDK dengan keluhan utama
sesak napas. Sesak napas sudah dikeluhkan oleh pasien sejak 4 bulan yang lalu.
Keluhan semakin memberat sejak 2 bulan yang lalu. Sesak napas dirasakan terus
menerus tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas. Sesak napas yang dialami pasien
membuat pasien tidak dapat bekerja dan aktivitas seperti biasanya. Sesak tidak
dipengaruhi posisi, saat duduk atau berbaring sesak dirasakan sama. Sesak napas
semakin memberat saat pasien batuk keras. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk
yang dialami sejak 4 bulan, batuk disertai dahak, 1 bulan ini dahak warna
kecoklatan kadang dahak berwarna merah jika batuk keras, dahak tidak berbusa,
dan dahak berbau busuk. Pasien juga merasa nyeri di dada kiri seperti ditusuk jika
menarik napas dan posisi miring ke kiri, nyeri tidak menjalar ke rahang dan
lengan kiri. Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 4 bulan yang lalu
sebesar ± 25 kg. BAB tidak ada keluhan tetapi pasien sering BAK terutama di
malam hari (>5x). Keluhan lainnya seperti mual, muntah, keringat malam hari,
demam, nyeri kepala, dan sulit menelan disangkal.
Pasien mengaku sebelum 4 bulan merupakan seorang yang gemuk dan
cenderung menyukai makanan manis daripada makanan asin. Pasien juga merasa
sering mudah lapar dan buang air kecil terutama di malam hari (>5x). Pasien
menyangkal adanya keluhan seperti badan lemas, kesemutan, dan mata kabur. 2
Minggu SMRS pasien periksa ke poli Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND)
dengan dokter spesialis penyakit dalam dan pasien dicurigai adanya massa pada
paru kiri. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi karena keterbatasan
sarana dan prasarana. Saat ini pasien merasakan keluhan sesak napas sudah
berkurang namun keluhan batuk-batuk semakin memberat.
Riwayat Penyakit Dahulu

 Terdapat riwayat kencing manis sejak 3 bulan yang lalu, rutin


mengonsumsi obat penurun gula (obat diminum 2 kali sehari sebelum
makan, nama obat tidak ingat) dan kontrol rutin setiap bulan di klinik
terdekat
 Riwayat tensi tinggi disangkal
 Riwayat radiasi disangkal
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
 Riwayat kontak erat dengan penderita COVID-19 disangkal
 Riwayat flek paru disangkal

5
 Terdapat riwayat merokok sejak pasien SD (±3 bungkus rokok/hari) dan
berhenti sejak pasien sakit

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal
 Riwayat keluarga dengan sakit paru disangkal
 Riwayat keluarga dengan kencing manis disangkal
 Riwayat keluarga dengan tensi tinggi disangkal
 Riwayat keluarga dengan keganasan disangkal
 Tidak ada tetangga yang sedang isolasi mandiri COVID-19
 Tidak ada tetangga sekitar rumah yang menjalani pengobatan selama 6
bulan rutin

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang supir driver online di Semarang, sudah menikah masih
tinggal dengan istri dan cucunya. Pembiayaan Rumah Sakit ditanggung BPJS.
Kesan : Sosial ekonomi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 November 2021 di Ruang Rawat
Inap Bangsal Rajawali 2B RSUP Dr. Kariadi pukul 09.30 WIB.
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5=15
Tanda Vital
 Tekanan darah : 110/60 mmHg
 Denyut nadi : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 Laju pernafasan : 20 x/menit, irama dan kedalaman napas normal
 Suhu : 36,7 C (aksiler)
 VAS :2
 Saturasi oksigen : 96% free air
Antropometri
 Berat badan : 70 kg
 Tinggi Badan : 166 cm
 IMT : 25,5 kg/m2 (overweight)

Kepala : Mesosefal, turgor kulit cukup, malar rash (-), edema (-)

6
Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-),
edema palpebra (-/-), mata cowong (-/-), katarak (-/-),
ptosis (-/-), strabismus (-/-)
Hidung : Deformitas (-/-), discharge (-/-), epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (-/-),

Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa kering (-),


perdarahan gusi (-), faring hiperemis (-), uvula di tengah
(+), tonsil T1-T1 hiperemis (-), bau aseton (-), atrofi papil
lidah (-), stomatitis (-)
Telinga : Deformitas (-/-), discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),
fistula (-/-)

Kulit : Turgor kulit cukup, pucat (-), ikterik (-)


Leher : Simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-),
pembesaran kelenjar tiroid (-/-), distensi vena leher (-),
JVP R+1, bruit (-), retraksi SCM (-/-), suprasternal (-)
Thoraks : Simetris, bentuk normal, retraksi (-), sela iga melebar (-)
Paru Depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kiri menurun setinggi SIC 3-4 linea
midclavicularis kiri
Perkusi : Redup setinggi SIC 3-4 linea
midclavicularis kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+ menurun)
setinggi SIC 3-4 linea midclavicularis kiri,
suara tambahan (-)
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kiri menurun setinggi VT 3-5 linea
scapularis sinistra
Perkusi : Redup setinggi VT 3-5 linea
scapularis sinistra
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+ menurun),
setinggi VT 3-5 linea scapularis sinistra,
suara tambahan (-/-)

7
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di spatium intercostalis V di linea mid
clavicularis sinistra, thrill (-), pulsasi parasternal (-),
pulsasi epigastrial (-), kuat angkat (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas = spatium intercostalis II linea parasternal
sinistra
Batas kiri = sesuai ictus cordis
Batas kanan = linea parasternal dekstra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : BJ I-II murni, bising (-), gallop (-), pericardial friction
rub (-), suara jantung menjauh (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, hiperemis (-), rash (-), jejas (-), sikatrik
(-), striae (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit (-)
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), defans
muscular (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Jaundice -/- -/-
Cappilary refill time -/- -/-
Koilonikia -/- -/-

8
Gambaran Klinis Sputum Pasien (12 November 2021)

(Sputum kental bewarna coklat)


PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan laboratorium (04 November 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Ket


Hematologi
Hemoglobin 11.6 g/dl 13.2-17,3 L
Hematokrit 35 % 32-62
Eritrosit 4.05 10^6 /uL 4.4 – 5.9 L
MCH 28.6 Pg 27.0 – 32.0
MCV 86.4 fL 76 – 96
MCHC 32.2 g/dL 29.0 – 36.0
Leukosit 14.3 10^3/uL 3.8 – 10.6 H
Trombosit 396 10^3/uL 150 – 400
RDW 12.6 % 11.6 – 14.8
MPV 9.9 fL 4.0 – 11.0
Eosinofil 1 % 1-3
Basofil 0 % 0-2
Batang 0 % 2-5 L
Segmen 65 % 50-70
Monosit 10 % 2-10
Limfosit 24 % 25-40 L
Kimia Klinik
GDS 328 mg/dl 80 - 160 H
SGOT 31 U/L 15-34

9
SGPT 34 U/L 15-60
LDH 340 U/L 120-246 H
Albumin 3.3 g/dl 3.4-5.0 L
Ureum 39 mg/dl 15 – 39
Kreatinin 1.3 mg/dl 0.6 – 1.3
Magnesium 0.6 mmol/L 0.74-0.99 L
Calcium 2.0 mmol/L 2.12-2.52 L
Elektrolit
Natrium 126 mmol/L 136 – 145 L
Kalium 4.0 mmol/L 3.5 – 5.0
Chlorida 83 mmol/L 98 – 105 L

 Osmolaritas: 2 x (Na+K) + GDS/18 + Ur/6 = 2 x (126+4) + (328/18) +


(39/6) = 284,7 mosm/kg (normoosmolar)

 Pemeriksaan BGA Kimia (6 November 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Ket


Measured 37 C
pH 7.467 - 7.37 – 7.45 H
pCO2 39.4 mmHg
pO2 60.6 mmHg 83 – 108 L
Calculated temp 36.7 C
FIO2 32.0 %
pH (T) 7.472 - 7.37 – 7.45 H
pCO2 (T) 38.9 mmHg 35 – 45
pO2 (T) 59.4 mmHg 83 -108 L
HCO3- 27.9 mmol/L 22 – 29
TCO2 29.1 mmol/L 23 – 27 H
Beecf 4.1 mmol/L
BE(B) 3.9 mmol/L (-2) - (+3) H
SO2c 92.6 % 94% - 98% L
A-aDO2 121.4 mmHg
RI 2.0 -
 Kesan: BGA darah vena

10
 Pemeriksaan Kimia klinik serial

Kimia Klinik
Tanggal 5/11/21 6/11/21 8/11/21 9/11/21 10/9/21 11/11/21

GDS 258 mg/dl 288 mg/dl 233 mg/dl 107 mg/dl 71 mg/dl 83 mg/dl

HbA1C 13.9

 Pemeriksaan Urin Rutin (7 November 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan


Warna Kuning muda -
Kejernihan Jernih -
Berat jenis 1.006 - 1.003-1.025
pH 5.5 - 4.8-7.4
Protein Negatif mg/dL Negatif
Reduksi Negatif mg/dL Negatif
Urobilinogen Normal mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif mg/dL Negatif
Aseton Negatif mg/dL Negatif
Nitrit Negatif - Negatif
Epitel 5.2 Epitel 10- /uL 0.0-40.0
15/LPK
Epitel tubulus 2.1 /uL 0.0-6.0
Lekosit 2.0 /uL 0.0-20.0
Lekosit
1-3/LPB
Eritrosit 7.6 /uL 0-25
Eritrosit 0-
1/LPB
Kristal 0.0 /uL 0-10
Granula kasar 0 /LPK Negatif

11
Granula halus Negatif /LPK Negatif
Silinder hialin Negatif /uL Negatif
Silinder epitel Negatif /LPK Negatif
Silinder eritrosit Negatif /LPK Negatif
Silinder leukosit Negatif /LPK Negatif
Mucus Benang /uL 0.00-0.50
mucus:
positif
Yeast cell 0.2 /uL 0.0-25.0
Bakteri 7.9 /uL 0-100
Sperma 0.0 /uL 0.00-3.00
Kepekatan 8.2 mS/cm 3-27

 Pemeriksaan Kimia Klinik (8 November 2021)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan


Glukosa Puasa 233 mg/dL 80 - 109: Baik; H
110 - 125:
Sedang; >= 126:
Buruk; GDP
terganggu bila
110<=GDP< 140
Glukosa PP 2 jam 253 mg/dL 80 - 140: Baik H
145 - 179: Sedang
>= 180: Buruk
HbA1C 13.9 % Diabetes >= 6.5 H
Prediabetes: 5.7-
6.4
Normal < 5.7
Cholesterol Total 92 mg/dL < 200 L
Trigliserid 78 mg/dL < 150
HDL Cholesterol 18 mg/dL 40-60 L
12
LDL Direk 58 mg/dL 0-100
Asam Urat 4.0 mg/dL 2.6-6.0

 Pemeriksaan Rapid Test Covid 19 (4 November 2021)


Hasil: Rapid Test Covid 19 (antigen) negative

 Pemeriksaan Elektrokardiografi (4 November 2021)

Deskripsi

- Irama sinus
- Frekuensi 100x/menit
- Normoaksis
- Gelombang P mitral (-), P pulmonal (-), durasi gelombang P 0.08 detik
- Interval PR 0.12 s
- Kompleks QRS 0.11 s, gelombang Q patologis (-), poor R wave
progression (-)
- Segmen ST isoelektrik, QTc 441 msec
- Gelombang T tall (-), T inverted (+) pada V1
- Gelombang U (-)
- Kesan: Sinus rhythm (borderline abnormal)

13
 Pemeriksaan Rontgent Thorax (6 November 2021)

Kesan:
 Cor tak membesar
 Opasitas bentuk dan tepi ireguler disertai bercak disekitarnya pada
lapangan tengah bawah paru kiri, cenderung massa paru kiri
disertai infiltrate disekitarnya

14
 Pemeriksaan MSCT Thorax tanpa kontras (9 November 2021)

15
Kesan:
 Cavitating mass berdinding tebal disertai infiltrat disekitarnya pada
segmen 1/2,3,4,5 paru kiri yang menyebabkan penyempitan cabang
bronkus superior kiri  DD/ Aspergilloma
 Multiple limfadenopati pada regio highest mediastinum kanan kiri,
lower paratrakhea kanan kiri, subaortic, subcarinal dan hilar kiri
(ukuran terbesar ± 1.7 x 1.8 cm pada subaortic)
 Infiltrat pada segmen 1/2,6,8,9,10 paru kiri  cenderung
bronkopneumonia
 Fibrosis pada segmen 1,3 paru kanan

1.4 DAFTAR ABNORMALITAS


1. Sesak napas
2. Batuk berdahak
3. Nyeri dada kiri
4. Penurunan berat badan (± 25 kg)
5. Polidipsi
6. Poliuria
7. Riwayat diabetes melitus (3 bulan, terapi dengan obat yang diminum
2x/hari sebelum makan)
8. IMT: overweight (25,5 kg/m2)
9. Pemeriksaan fisik paru didapatkan adanya stem fremitus menurun, perkusi
redup, dan suara dasar vesikuler menurun setinggi SIC 3-4 linea
midclavicularis sinistra (dada depan) dan VT 3-5 linea scapularis sinistra
(dada belakang)
10. Hb rendah (11.6 g/dL) dengan MCV (86.4 fL) dan MCH (28.6 Pg) normal
11. Eritrosit rendah (4.05 106/uL)
12. Leukosit tinggi (14.3 103/uL)
13. GDS tinggi (328 mg/dl)
14. LDH tinggi (340 U/L)
15. Natrium rendah (126 mmol/L) dengan normoosmolaritas (284,7 mosm/kg)
16. Glukosa puasa tinggi (233 mg/dL)
17. Glukosa PP 2 jam tinggi (253 mg/dL)
18. HbA1C tinggi (13.9%)
19. Foto rongent thorax (6 November 2021): opasitas bentuk dan tepi ireguler
disertai bercak disekitarnya pada lapangan tengah bawah paru kiri
20. MSCT Thorax tanpa kontras (9 November 2021): gambaran massa dan
infiltrat paru kiri, serta multiple limfadenopati

16
Analisis sintesa:
1-4, 9, 12, 14, 19-20 Massa paru kiri
5-8, 13, 16-18  Diabetes mellitus tipe II dengan overweight
10-11  Anemia ringan normositik normokromik
15  Hiponatremia Normoosmolar

1.5 DAFTAR MASALAH

No Masalah aktif Tanggal No. Masalah pasif Tanggal


.
1. Massa paru kiri 12/11/21

2. Diabetes Melitus 12/11/21


tipe II dengan
overweight
3. Anemia ringan 12/11/21
normositik
normokromik
4. Hiponatremia 12/11/21
Normoosmolar

17
1.6 RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem 1. Massa paru kiri

Assessment : - Etiologi: keganasan, pneumonia, TB paru

Rencana Awal

Dx : Tes Cepat Molekuler (TCM), kultur sputum, pemeriksaan


histopatologi

Rx : - Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv


- Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
- N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
- Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg +
salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
- O2 nasal kanul 3 lpm

Mx : Keluhan sesak napas, Saturasi oksigen, dan respiratory rate


setiap 8 jam

Ex : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang diagnosis


pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pemeriksaan
penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis

Problem 2. Diabetes mellitus tipe II dengan Overweight

Assessment : - Komplikasi: makrovaskular (diabetic foot), dan


mikrovaskular (retinopati diabetes, neuropati diabetes,
nefropati diabetes)

Rencana Awal

Dx : Funduskopi, pemeriksaan neurologi (tes neuropati diabetik


(monofilament test)), mikroalbumin, pemeriksaan ankle
brachial indeks

Rx : - Metformin 500 mg/8 jam po


- Injeksi Glargine 7 IU jam 22.00 WIB
- Diet 1.425 kalori/hari

Mx : GDS pagi, HbA1c per 3 bulan, dan BB tiap bulan

Ex : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien

18
mengalami kencing manis yang harus dipantau rutin
dalam pengobatan
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
pasien harus rutin meminum obat kencing manis, rutin
kontrol memeriksakan gula darah, dan menjaga pola
makan (tidak makan manis-manis terlalu banyak), serta
aktivitas fisik untuk mencegah komplikasi di organ lain.
- Menjelaskan kepada pasien dan kelurga tentang efek
samping obat berupa tanda hipoglikemi (bisa terjadi
gejala seperti berdebar-debar, keringat berlebih,
kebingungan)
- Menjelaskan kepada pasien dan kelurga untuk
melakukan aktivitas fisik Ketika dirumah secara teratur
dilakukan 3—5 hari seminggu selama sekitar 30— 45
menit, dengan total 150 menit per minggu, dengan jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Problem 3. Anemia Ringan Normositik Normokromik

Assessment : Etiologi: anemia penyakit kronik, anemia


perdarahan

Rencana Awal

Dx : Retikulosit

Rx : -

Mx : Pemeriksaan darah rutin per minggu

Ex : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa saat ini


pasien menderita anemia ringan
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien
mengalami penurunan kadar Hb dalam darah dan perlunya
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui
penyebabnya
Problem 4. Hiponatremia Normoosmolar

Assessment : Renal loss, non renal loss

Rencana Awal

19
Dx : Elektrolit urin

Rx : - NaCl caps 3x500 mg po

Mx : Kadar Natrium tiap 3 hari

Ex : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien


dengan kondisi kekurangan natrium dalam tubuh pasien akan
merasakan haus dan bibir atau mulut kering maka dari itu
diberikan cairan untuk menyeimbangkan elektrolit tubuh

20
CATATAN PERKEMBANGAN

Problem I. Massa Paru Kiri


13 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang, batuk-batuk belum berkurang dengan dahak warna
coklat
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 81x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, TB Paru
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : usul TTB (transthoracal biospsy)
Cek TCM – menunggu hasil
14 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang, batuk-batuk belum berkurang dengan dahak warna

21
coklat
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 114/67 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 78x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, TB Paru
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : rencana TTB (transthoracal biospsy)
Cek TCM – menunggu hasil
15 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas semakin berkurang, batuk-batuk berkurang dengan dahak warna
coklat dan terkadang putih
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular

22
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, TB Paru
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : rencana TTB (transthoracal biospsy)
Cek TCM – menunggu hasil
16 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas (-), masih batuk-batuk dengan dahak warna coklat dan terkadang
putih, demam
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 38,5 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)

23
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
TCM TB : Negatif
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : rencana TTB (transthoracal biospsy) tanggal 18/11/2021
Rapid test antigen COVID-19 H-1 pre operasi
Pengecatan khusus spesimen, suspek aspergilloma
17 November 2021, 12.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas (-),batuk-batuk dengan dahak warna coklat dan terkadang putih
sudah berkurang, demam (-)
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 122/75 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 95% room air
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba

24
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
Rapid test COVID-19 (Antigen) : Negatif
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : Broncoscopy biopsi tanggal 18/11/2021 jam 12.00
Rapid test antigen COVID-19 H-1 pre operasi
Pengecatan khusus spesimen, suspek aspergilloma
Premed di OK
Puasa 6 jam preoperasi
Infus RL 20 tpm
GDS 1 jam pre operasi, target kurang dari 200 mg/dl
Cek studi koagulasi
Cek elektrolit ulang
Konsul ICU
18 November 2021, 14.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk berdahak coklat semakin berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 123/69 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra

25
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
Lab 18/11/21 :
- Natrium 135
- Kalium 4.3
- Chlorida 97
Bronkoskopi : Mukosa peradangan disertai pus purulen warna putih kental di
lobus superior paru kiri
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra Post
bronkoskopi
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : Pemeriksaan BTA, gram, jamur
Kultur jamur, aerob, anaerob
Periksa sitologi dan histopatologi AP
19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk kadang-kadang dengan dahak bewarna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)

26
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan mikrobiologi bilasan bronkus 18/11/21 :
- Pewarnaan BTA : BTA negatif, epitel 0-1/LP, leukosit > 25/LPK
- Pewarnaan Gram : diplococcus gram positif (+), kuman batang gram
negative (+)
- Pewarnaan jamur : yeast cell (-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra Post
bronkoskopi
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : Tunggu hasil analisis sampel post biopsy
Hari ini pulang

Problem II. Diabetes Melitus tipe II dengan overweight


13 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 81x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)

27
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer
14 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 114/67 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 78x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer

28
15 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas semakin berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
GD I 06.00 : 105 mg/dl, GD II 08.00 : 216 mg/dl
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer

16 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B


S : Demam
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 38,5 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
29
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer

17 November 2021, 12.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak (-), demam (-), batuk-batuk sudah berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 122/75 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 95% room air
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
30
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer

18 November 2021, 14.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak (-), demam (-), batuk berdahak coklat semakin berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 123/69 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
GD I 18/11/21 :114mg/dl
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I:-

19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak (-), demam (-), batuk kadang-kadang dengan dahak warna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/84 mmHg
RR : 25x/menit

31
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : Hari ini pulang

Problem III. Anemia ringan normositik normokromik


13 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 81x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
32
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-

14 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 114/67 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 78x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-

15 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak napas semakin berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis

33
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-

16 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B


S : Demam
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 38,5 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
34
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-

17 November 2021, 12.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak (-), Demam (-), batuk-batuk sudah berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 122/75 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 95% room air
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-

18 November 2021, 14.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak (-), Demam (-), batuk-batuk berdahak coklat semakin berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 123/69 mmHg

35
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-
19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), Demam (-), batuk-batuk kadang-kadang dahak bewarna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba

36
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-

Problem IV. Hiponatremia Normoosmolar


13 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 81x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po

14 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B


S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 114/67 mmHg
RR : 22x/menit
37
Nadi : 78x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
15 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas semakin berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar

38
P : NaCl caps 3x500 mg po
16 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Demam
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 38,5 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
17 November 2021, 12.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk-batuk sudah berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 122/75 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 95% room air
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),

39
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
18 November 2021, 14.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk-batuk berdahak semakin berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 123/69 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk kadang-kadang dengan dahak bewarna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis

40
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po

41
BAB II
PEMBAHASAN

A. Massa Paru
Pasien datang dengan keluhan sesak napas terus menerus sejak 4
bulan dan memberat sejak 2 bulan, sesak tidak dipengaruhi cuaca,
aktivitas, dan posisi saat duduk ataupun berbaring. Pasien juga mengeluh
batuk berdahak sejak 4 bulan yang lalu. Pada pasien juga terdapat nyeri
dada kiri serta penurunan berat badan sebesar 25 kg dalam 4 bulan.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan didapatkan adanya stem fremitus
menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler menurun di paru kiri
setinggi SIC 3-4 (paru depan) dan VT 3-5 (paru belakang). Pasien sudah
dilakukan pemeriksaan x foto thorax dan MSCT Thoraks tanpa kontras.
Hasil foto thoraks menunjukkan adanya opasitas bentuk dan tepi ireguler
disertai bercak disekitarnya pada lapangan tengah bawah paru kiri
sedangkan MSCT menunjukkan adanya gambaran massa dan infiltrat paru
kiri, serta multiple limfadenopati.
Melihat hasil anamnesis, pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan
maka massa paru kiri yang dialami pasien lebih cenderung kepada massa
paru ganas. Hal ini tampak dari progresivitas penyakit sejak onsetnya
cukup cepat, pasien juga terdapat penurunan berat badan. Faktor risiko
massa ganas paru pada pasien diantaranya berhubungan dengan kebiasaan
pasien yang merokok sejak pasien SD. Namun dalam hal ini perlu digali
lebih lagi mengenai faktor risko lainnya. Pada massa paru yang mengarah
kepada keganasan perlu diketahui apakah merupakan tumor primer atau
metastasis. Sehingga pemeriksaan lebih lanjut untuk investigasi tumor
sangat penting pada pasien ini.
Pada paru-paru dapat terjadi gangguan pertumbuhan sel yang
menyebabkan perkembangbiakan sel tidak terkontrol dan akhirnya
membentuk suatu massa yang dikenal sebagai suatu tumor. Tumor pada

42
paru dapat merupakan tumor primer paru atau dikenal sebagai kanker paru
dan metastasis dari keganasan organ diluar paru.
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas atau epitel bronkus yang ditandai dengan adanya sel ganas
dengan pertumbuhan sel tidak normal dan merusak jaringan sekitar.
Kanker paru belum diketahui dengan pasti penyebabkan, namun beberapa
faktor risiko misalnya merokok, paparan polutan, kerentanan genetik akan
meningkatkan kejadian terjadinya kanker paru.1
Pada kanker paru dibagi menjadi 2 tipe utama yakni small cell lung
cancer (SCLC) yang merupakan jenis sel yang kecil-kecil banyak dan
memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat sehingga cepat membesar,
sangat erat kaitannya dengan perokok. Penanganan pada tipe ini cukup
berespon baik dengan tindakan kemoterapi dan rasioterapi. Dalam
stadiumnya bibagi menjadi 2 yakni stage terbatas jika hanya melibatkan 1
sisi paru, dan stage luas jika sudah meluas dari 1 hemithorax atau ke oragn
lainnya. Tipe selanjutnya adalah non-small cell lung cancer (NSCLC)
yang merupakan pertumbuhan sel tunggal tapi sering menyerang lebih dari
satu daerah paru, mecakup adenocarcinoma, carcinoma sel skuamosa,
karsinoma adenoskuamosa dan Large cell Ca. Stadium NSCLC dibagi
menurut sistem TNM sebagai berikut :2

43
Penegakkan diagnosis diawali dengan anamnesis yang lengkap,
pemeriksaan fisik biasanya normal pada tumor kecil, pada tumor besar
dapat disertai dengan atelectasis akibat kompresi bronkus, efusi pleura
atau penekanan vena kava, pada 50% pasien NSCLC dan 25% pasien
SCLC didapatkan adanya sindrom vena kava. Pemeriksaan penunjang
yang mendukung dapat dilakukan pemeriksaan bronkoskopi diagnostik
untuk mengambil sel jaringan yang akan dibiopsi, melihat keadaan dalam
paru-paru misalnya mukosa tumor. FNAB dilakukan bila biopsy intra
bronkial tidak dilakukan misalnya posisi lateral atau basal serta tumor
mudra berdarah karena hasil bilasan dan biopsy saja bisa memberikan fail
negative.

44
Modalitas penatalaksanaan bisa menggunakan multimodality terapi yakni
dengan :
- Pembedahan : indikasi pada NSCLC stadium I dan II, terapi kombinasi
dengan kemo adjuvant pada NSCLC stadium IIIA. Serta indikasi
kegawatan bedah misalnya disertai SVCS berat
- Radiasi
- Kemoterapi : syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor paru,
dengan prinsip pemilihan obat regimen : terapi berbasis platinum (sisplatin
atau karboplatin), respon objektif satu obat antikanker sebesar 15%,
toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala WHO, terapi dihentikan taau
diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian terjadi progresivitas
tumor
Tumor sekunder/ metastasis adalah keganasan pada paru yang
disebabkan oleh penyebaran sel ganas dari organ/ tempat lain. Metastasis
pada paru dapat melalui :
- Penyebaran langsung dari pusat primer: yang melibatkan paru, pleura,
maupu struktur mediastinum. Biasanya sering didapati pada Ca tiroid, Ca
esophagus, timoma, limfoma
- Penyebaran hematogen : dari emboli tumor ke arteri paru atau arteri
bronkial, biasanya ada nodul pada paru umumnya sering pada tumor
primer yang memiliki neovaskularisasi banyak. Sering pada Ca mamae,
Ca intestinal, Ca ginjal, willms tumor, dan neuroblastoma
- Penyebaran melalui limfe : melibatkan paru, pleura, maupun kelenjar geah
bening paru, biasanya terjadi melalui duktus thoracicus dengan
keterlibatan retrograde kelenjar getah bening hilus dan parenkim paru.
Umumnya tumor yang metastasis dengan cara ini adalah Ca tiroid, Ca
mamae ca pancreas dan ca prostat.
Gejala adanya metastasis biasnaya adanya dispneu akibat efusi,
obstruksi atau kerusakan jaringan. Dapat terjadi hemoptisis. Pada
gambaran x ray akan tampak sebagai lesi noduler (miler  ca tiroid, ca

45
mamae; coin lesion sarkoma, seminoma, canon ball); limfangitis, efusi
pleura, dan intraalveolar atau endobronchial.

B. Diabetes Melitus tipe II


1. Definisi, Faktor Risiko, dan Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 sebelumnya disebut dengan “noninsulin-dependent
diabetes” atau “adult onset diabetes”. DM tipe 2 berhubungan dengan
defisiensi insulin relatif dan resistensi insulin perifer yang
menyebabkan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. 3-
5

Gambar 1. Faktor Risiko DM Tipe 2.6

Faktor risiko DM tipe 2 melibatkan kombinasi yang kompleks dari


faktor genetik, metabolik, dan lingkungan yang saling berinteraksi
satu sama lain. Non-modifiable risks (etnis dan riwayat keluarga atau
kecenderungan genetik) memiliki pengaruh yang kuat terhadap
individu untuk terkena DM tipe 2, namun studi epidemiologi
menunjukkan bahwa banyak kasus DM tipe 2 dapat dicegah dengan
memperbaiki faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi, seperti
obesitas, aktivitas fisik yang rendah, dan pola makan yang tidak sehat.
Aktivitas fisik yang rendah dan gaya hidup sedenter berhubungan
dengan obesitas dan DM tipe 2, dimana kaitannya dengan peningkatan
46
marker dari inflamasi kronik derajat rendah. Dalam kondisi tersebut,
mediator inflamasi seperti Interleukin 1 (IL-1), C-Reactive Protein
(CRP), Tumor Necrosis Factor alpha (TNF-α) akan dilepaskan ke
aliran darah dan jaringan sehingga menginduksi peradangan
metabolik. IL-1 terlibat dalam respon autoimun terhadap sel beta
pancreas, menghambat fungsi dan meningkatkan apoptosis sel beta.6-8

Gambar 2. The Egregious Eleven.3,7

Gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin (resistensi


insulin) pada sel otot dan hati. Pada DM tipe 2, kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya.9
Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa
pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa),
dan otak (resistensi insulin) yang ikut berperan menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Sebelas organ penting dalam gangguan
toleransi glukosa (egregious eleven) perlu dipahami karena
memberikan konsep dasar:3
- Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan
patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.

47
- Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada
kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.
- Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi.
Hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven),
yaitu:1,10
- Kegagalan sel beta pancreas  Berkurangnya sel beta pankreas
menyebabkan sekresi insulin turun. Dalam keadaan nutrisi berlebih
seperti obesitas, hiperglikemia sering terjadi dan menyebabkan
resistensi insulin dan inflamasi kronis. Dalam kondisi tersebut, sel
beta pankreas rentan rusak oleh inflamasi dan stress.9
- Disfungsi sel alfa pancreas  Sel alfa berfungsi pada sintesis
glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma
akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa
hati (hepatic glucose production) dalam keadaan basal meningkat
secara bermakna dibanding individu yang normal.
- Sel lemak  Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis
dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar
asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)) dalam plasma.
Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga
mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoksisitas.
- Otot  Pada individu dengan DM tipe 2 terdapat gangguan kinerja
insulin yang multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh
gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
- Hepar  Resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis, sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh hepar (hepar glucose production) meningkat.

48
- Otak  Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada
individu obesitas baik yang DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru
meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak.
- Kolon/Mikrobiota  Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon
berkontribusi dalam keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus
terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas,
sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan
berlebih akan berkembang DM.
- Usus halus  Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh
lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang
dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan oleh 2 hormon, yaitu
glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide (GIP). Pada individu dengan DM tipe 2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon
inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Saluran pencernaan
juga memiliki peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
enzim alfa glukosidase yang akan memecah polisakarida menjadi
monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus, sehingga berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan.
- Ginjal  Ginjal memfiltrasi sekitar 163gram glukosa sehari.
Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
Kembali melalui peran enzim sodium glucose co-transporter
(SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10%
sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urin. Pada individu DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-1,

49
sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa didalam tubulus
ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.
- Lambung  Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan
konsekuensi kerusakan sel beta pankreas. Penurunan amilin
menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan peningkatan
absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa postprandial.
- Sistem Imun  Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi
respons fase akut (disebut sebagai inflamasi derajat rendah,
merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate) yang
berhubungan kuat dengan patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan
degan komplikasi seperti dilipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi
sistemik serajat rendah berperan dalam induksi stress pada
endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk
insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan
penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kornik
derajat rendah pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar, dan
otot.

PEMBAHASAN:
Pada pasien ini didapatkan faktor risiko terjadinya DM Tipe 2 yaitu
obesitas dan pola makan yang tidak sehat seperti menyukai makan-
makanan yang manis. Berdasarkan hal tersebut, maka kemungkinan
besar patofisiologi terjadinya DM Tipe 2 pada pasien akibat adanya
resistensi insulin.

2. Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2


Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan bahan plasma darah
vena. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

50
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM tipe 2 dan
perlu dipikirkan adanya DM tipe 2 apabila terdapat keluhan, seperti:3
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada perempuan.

Tabel 1. Kriteria Penegakan Diagnosis DM Tipe 2 3


HbA1c Glukosa Glukosa Plasma 2
(%) Darah Puasa Jam Setelah TTGO
(mg/dL) (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-Diabetes 5,7—6,4 100—125 140—199
Normal <5,7 70—99 70—139

Adapun kriteria untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2,


yaitu: 3,11
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa (GDP) ≥126 mg/dl. Puasa
adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
yang dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5
menit. Setelah itu, pasien diminta untuk berpuasa kembali sampai
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa. Meskipun TTGO lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktiknya sangat jarang
dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu (GDS) ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya).
51
 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).

Gambar 3. Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan


Toleransi Glukosa 3
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) dengan
kriteria sebagai berikut: 3
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2 jam < 100 mg/dL.

52
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa
plasma puasa < 100 mg/dL.
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

PEMBAHASAN:
Pada pasien ini terdiagnosis sebagai DM Tipe 2 karena memenuhi
beberapa kriteria penegakan diagnosis DM Tipe 2:
- GDP : 233 mg/dl (≥126 mg/dl)
- GDPP : 253 mg/dl (≥200 mg/dl) 2 jam
- GDS : 328 mg/dl (≥200 mg/dl) dengan keluhan klasik (poliuria,
polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya)
- Pemeriksaan HbA1c : 13,9% (≥6,5%)

3. Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2


Lima pilar pengelolaan DM:
a. Pengaturan Makanan
Prinsip pengaturan diet pada penderita DM tipe 2 adalah
menu seimbang sesuai kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing pasien dengan perhitungan kebutuhan kalori sebesar 25-30
kal/kgBB ideal, serta perlu ditekankan pentingnya keteraturan
jadwal, jenis, dan jumlah makanan terutama bagi penderita DM
tipe 2 yang mengkonsumsi obat yang meningkatkan sekresi
insulin atau terapi insulin. Komposisi makanan yang dianjurkan
terdiri dari: 3,7,12
 Karbohidrat: 45-65% total asupan energi (karbohidrat non-
olahan berserat tinggi, dibagi dalam 3x makan/hari)

53
 Lemak: 20-25% kebutuhan kalori (batasi lemak jenuh dan
lemak trans seperti daging berlemak dan susu fullcream,
konsumsi kolestrol < 200 mg/hari)
 Protein: 10-20% total asupan energi (seafood, daging tanpa
lemak. ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe)
 Natrium: <1500 mg (pada hipertensi, natrium dibatasi secara
individual)
 Serat: 20-35 g/hari (kacang-kacangan, buah, sayuran, dan
karbohidrat tinggi serat)
 Pemanis alternatif: tetap perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b. Aktvitas Fisik
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3—5 hari
seminggu selama sekitar 30— 45 menit, dengan total 150 menit
per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intensitas
sedang (50—70% denyut nadi maksimal seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang). Jika tidak ada
kontraindikasi dianjurkan melakukan resistance training (latihan
beban) 2—3 kali/per minggu. 3
c. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Berikut merupakan
ilustrasi yang menggambarkan target terapi dari masing-masing
regimen:6

54
Gambar 4. Target terapi 7
Patogenesis hiperglikemia yang kompleks memberikan
pemahaman yang memunculkan beberapa obat, tidak hanya
berfokus pada insulin secretagogue (sulfonilurea, glinid) dan
insulin itu sendiri. Regimen obat dengan mekanisme kerja sebagai
insulin sensitizer seperti metformin dan tiazolidinedion (TZD)
memiliki target kerja pada jaringan adiposa, otot, dan hepar.
Patogenesis hiperglikemia yang lain yaitu berkaitan dengan efek
inkretin dimana glukosa yang ditelan akan memicu respons insulin
yang lebih besar. Efek ini dapat ditingkatkan dengan pemberian
regimen agonis reseptor GLP-1. Hormon inkretin akan segera
dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga diperlukan DPP-4
inhibitor agar hormon inkretin dapat bekerja lebih lama.
Peningkatan efek inkretin melalui regimen agonis reseptor GLP-1
dan DPP-4 inhibitor ini dapat bekerja pada otak, pankreas, dan
saluran cerna. Untuk menghambat absorbsi glukosa dalam usus,
bisa menggunakan regimen alfa-glukosidase inhibitor. Selain itu,
analog amilin (pramlintide) memiliki efek anorektik, menunda

55
pengosongan lambung sehingga dapat memperlambat absorbsi
glukosa pada usus halus, dan menghambat pelepasan glukagon.
Regimen ini memiliki target kerja pada lambung, otak, dan sel alfa
pankreas. 3,6,13 Adapun regimen yang bekerja pada organ ginjal yaitu
obat yang menghambat kinerja SGLT-2, sehingga dapat
menurunkan reabsorbsi glukosa di tubulus ginjal. 3

56
57
Tabel 2. Profil Obat Antihiperglikemia 14-15
Golongan Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Biguanide Metformin Menurunkan produksi - Efektivitas: tinggi - Efek samping GI: dispepsia, diare
glukosa hati - Risiko hipoglikemia rendah - Defisiensi vitamin B12
(glukoneogenesis) dan - ↓ kejadian penyakit kardiovaskuler - Kontraindikasi pada gagal ginjal
insulin sensitizer - Efek terhadap berat badan: netral kronik (LFG<30), gangguan hati
- Biaya: rendah berat, asidosis, hipoksia, dehidrasi
Sulfonilurea - Glubenclamide Insulin secretagogue - Efektivitas: tinggi - Risiko hipoglikemia
- Glipizide - Biaya: rendah - ↑ Berat badan
- Gliclazide
- Glimipiride
Glinid - Repaglinide Insulin secretagogue - Menurunkan glukosa postprandial - Risiko hipoglikemia
- Nateglinid - Biaya: rendah - ↑ Berat badan
Tiazolidinedion (TZD) Pioglitazone insulin sensitizer - Efektivitas: tinggi - ↑ Berat badan
- Risiko hipoglikemia rendah - Meningkatkan retensi cairan
- ↑ HDL (edema), sehingga
- ↓ TG dikontraindikasikan pada
- ↓ Kejadian penyakit kardiovaskuler pasien gagal jantung NYHA III
- Biaya: sedang —IV
- Risiko fraktur meningkat pada
perempuan menopause, risiko Ca
buli
Alfa-glukosidase Acarbose Menghambat absorbs - Risiko hipoglikemia rendah - Efektivitas: sedang
glukosa dalam usus halus - ↓ Glukosa darah postprandial - Efek samping GI: flatulen,
- ↓ Kejadian penyakit kardiovaskuler tinja lembek
- Biaya: sedang - Penyesuaian dosis harus sering
dilakukan
DPP-4 inhibitor - Sitagliptin Memperbaiki toleransi - Risiko hipoglikemia rendah - Efektivitas: sedang
- Vildagliptin glukosa, meningkatkan - Efek terhadap berat badan: netral - Angioedema, urtikaria, atau efek

58
- Saxagliptin respon insulin, dan dermatologis lain yang dimediasi
- Linagliptin menghambat sekresi respon imun
glukagon - Pankreatitis akut
- Biaya: tinggi
SGLT-2 Inhibitor - Dapaglifozin Menghambat - Risiko hipoglikemia rendah - Efektivitas: sedang
- Canaglifozin reabsorpsi glukosa di - ↓ Berat badan - Infeksi urogenital
- Empaglifozin tubulus ginjal dan - ↓ Tekanan darah - Poliuria
meningkatkan ekskresi - Risiko
glukosa oleh ginjal hipovolemia/hipotensi/pusing
- ↑ LDL
- ↑ Kreatinin (transien)
- Dapat mencetuskan ketoasidosis
- Biaya: tinggi
Agonis reseptor GLP-1 - Liraglutide Meningkatkan GLP-1 - Efektivitas: tinggi - Efek samping GI: mual,
- Semaglutide dalam darah - Risiko hipoglikemia rendah muntah, diiare
- ↓ Glukosa darah postprandial - ↑ Denyut jantung
- ↓ Kejadian penyakit kardiovaskuler - Hiperplasia C-cell atau tumor
- ↓ Berat badan medulla tiroid (pada hewan
coba)
- Pankreatitis akut
- Bentuknya injeksi sehingga
perlu pelatihan pasien dan
terdapat kemungkinan reaksi di
tempat suntikan
- Biaya: tinggi

Golongan Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian


59
Insulin - Basal Kerja Koreksi terhadap defisiensi - Efektivitas: tinggi (paling bagus) - Risiko hipoglikemia (human insulin
menengah atau insulin - Harga human insulin lebih murah > insulin analog)
Panjang - ↓ Komplikasi mikrovaskuler
- Prandial - ↑ Berat badan
Rapid acting - Dalam sediaan injeksi sehingga
(5—10 menit), perlu pelatihan pasien dan
short acting terdapat kemungkinan reaksi di
(30 menit) tempat suntikan
- Premixed - Harga insulin analog lebih mahal
- Perlu titrasi dosis jika
terdapat penurunan LFG

60
Gambar 5. Algoritma Tatalaksana DM Tipe 2 3
Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah maupun fixed dose combination harus menggunakan obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pasien dengan penyakit
kardiovaskular aterosklerotik disarankan untuk menggunakan
kombinasi metformin dengan SGLT-2 inhibitor dan agonis GLP-1.
Pada pasien dengan komorbid gagal jantung dan penyakit ginjal
kronik, terapi kombinasi yang disarankan adalah metformin dan
SGLT-2 inhibitor bila fungsi ginjal baik, namun jika laju filtrasi
glomerulus (LFG) < 60 ml/menit dapat digunakan GLP-1.16
Tabel 3. Karakteristik kerja insulin 17
Jenis insulin Onset Puncak Lama Kemasan
efek kerja
Kerja pendek 30 – 45 2-4 jam 6-8 jam
(insulin manusia, menit
insulin regular)
Humulin® R Vial
Actrapid® Penfill
Insuman®*

61
Kerja cepat (insulin 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
analog)
Insulin lispro Vial/pen
(Humalog®)
Insulin aspart Flexpen
(Novorapid®)
Insulin glulisin Pen/vial
(Apidra®)
Kerja menengah 1,5–4 jam 4-10 jam 8-12 jam
(insulin manusia,
NPH)
Humulin N® Vial
Insulatard® Penfill
Insuman basal®* Vial
Kerja panjang 1-3 jam Hampir 12-24 jam
(insulin analog) tanpa
Insulin glargine puncak Pen/vial
(Lantus®) 100 IU/mL
Insulin detemir Pen 100 U/
(Levemir®) mL
Kerja ultra-panjang Hampir
(insulin analog) tanpa
Degludec 30-60 menit puncak Sampai 48 Pen
(Tresiba®)* jam
1-3 jam 24 jam Pen
Glargine U300 300U/mL
(Lantus XR)*
Kerja cepat (insulin 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
analog)
Insulin lispro Vial/pen
(Humalog®)
62
Insulin aspart
(Novorapid®) Flexpen
Insulin glulisin
(Apidra®) Pen/vial
Campuran 30-60 menit 3–12 jam
(premixed, insulin
manusia) Vial 30/70
Humulin® 30/70 Penfill
(30% regular, 70%
NPH)
Mixtard® 30/70
(30% regular, 70%
NPH)
Campuran (premixed 12-30 menit 1–4 jam
insulin analogue)
Humalog® Vial 10 mL,
Mix75/25™ (75% pen 3 mL
protamin lispro, 25% Penfill/
lispro) flexpen
NovoMix® 30 (30%
aspart, 70%
protamin aspart)

63
Gambar 6. Pola farmakokinetik berbagai jenis insulin 17
Terapi insulin diindikasikan pada beberapa kondisi antara
lain: HbA1c saat diperiksa ≥7.5% dan sudah menggunakan satu
atau dua obat antidiabetes, HbA1c saat diperiksa > 9%, penurunan
berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
krisis hiperglikemia, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke), diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, kondisi perioperatif
sesuai dengan indikasi. 3
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin
dimulai dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan
jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang
dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur, atau diberikan
pada pagi hari sesuai dengan kenyamanan pasien. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin basal untuk kombinasi adalah 6—10 unit. Kemudian
dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada
umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum
mencapai target. Pada keadaaan kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin
basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial. 3

64
Gambar 7. Strategi urutan terapi insulin pada DM Tipe 2 17
Terapi pasien DM yang menjalani rawat inap seringkali
memerlukan penyesuaian jenis dan dosis obat diabetes yang selama
ini dikonsumsi secara teratur. Sasaran kendali glikemik diharapkan
dapat dicapai tanpa menimbulkan komplikasi akibat insulin,
dengan cara melakukan penurunan kadar gula darah secara hati-
hati. Adapun sasaran kendali glikemik pada rawat inap adalah
sebegai berikut: 17
 Pasien DM dengan penyakit kritis: 140-180 mg/dL
 Pasien DM dengan penyakit non kritis:
a. Sebelum makan: 100-140 mg/dL

65
b. Acak: <180 mg/dL
Dalam keadaan yang memerlukan regulasi glukosa darah
yang relatif cepat dan tepat. Terapi insulin dapat diberikan secara
infus intravena kontinyu (dengan syringe pump) atau subkutan,
secara terprogram atau terjadwal (insulin prandial, 1-2 kali insulin
basal, dan kalau diperlukan ditambah insulin koreksi atau
suplemen). Kebutuhan insulin harian total (IHT) dapat didasarkan
pada dosis insulin sebelum perawatan atau dihitung sebagai 0,5-1
unit/kg BB/hari. Untuk lanjut usia atau pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, hendaknya diberikan dosis yang lebih rendah,
misalnya 0,3 unit/kg BB/hari. Pasien yang mendapatkan terapi
insulin IV kontinyu biasanya akan membutuhkan transisi ke insulin
subkutan jika pasien memulai memakan makanan biasa atau akan
pindah ke ruang rawat biasa. Biasanya, dosis insulin subkutan
diberikan antara 75-80% dari dosis harian total insulin IV
kontinyu, yang kemudian dibagi secara proporsional menjadi
komponen basal dan prandial. Perlu dicatat, bahwa insulin SK
harus diberikan 2 jam sebelum infus insulin IV dihentikan untuk
mencegah hiperglikemia.17
d. Edukasi
Edukasi terkait dengan pengertian DM tipe 2, promosi
perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri, serta
tanda dan gejala hipoglikemia beserta cara mengatasinya perlu
dipahami oleh pasien. 3
e. Evaluasi
DM terkendali baik apabila glukosa darah, lipid, dan
HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun
tekanan darah sesuai target yang ditentukan.3

Tabel 4. Kriteria Pengendalian DM 3

Parameter Sasaran

66
IMT (kg/m2) 18,5—22,9
Tekanan darah sistolik (mmHg) <140
Tekanan darah diastolik (mmHg) <90
HbA1c (%) <7
Glukosa darah prepandial kapiler (mg/dL) 80—130
Glukosa darah 2 jam PP kapiler (mg/dL) <180
Kolesterol LDL (mg/dL) <100; <70 bila risiko tinggi KV
Trigliserida <150
Kolesterol HDL (mg/dL) Laku-laki: >40; Perempuan: >50
Apo-B (mg/dL) <90

Penderita DM tipe 2 dengan kontrol glikemik yang baik


dapat dilakukan pemeriksaan HbA1c dua kali dalam setahun,
sedangkan penderita DM tipe 2 dengan kontrol glikemik yang
buruk atau tidak mencapai tujuan pengobatan perlu pemeriksaan
lebih sering, yaitu setiap 3 bulan. 11

PEMBAHASAN:
Tatalakasana pada pasien ini memuat 5 pilar:
- Pengaturan makanan: menu seimbang sesuai kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing pasien dengan perhitungan kebutuhan
kalori sebesar 30 kal/kgBB ideal = 30 x 59,4 = 1.782 (karena pasin
overweight maka dikurangi 20%) = 1.425 kalori.
- Aktivitas fisik: program latihan fisik secara teratur dilakukan 3—5
hari seminggu selama sekitar 30— 45 menit, dengan total 150
menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut.
- Tatalaksana Farmakologi: pasien ini memiliki HbA1C > 9%
sehingga diberikan kombinasi insulin dan obat hiperglikemi oral
yaitu insulin basal (insulin glargine) dan metformin.

67
- Edukasi: melakukan edukasi tentang pengertian DM tipe 2,
promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri,
serta tanda dan gejala hipoglikemia.
- Evaluasi: pasien ini memiliki kontrol glikemik yang buruk (HbA1C
> 7%), sehingga perlu pemeriksaan lebih sering, yaitu pemeriksaan
HbA1C setiap 3 bulan, GDS tiap pagi (saat rawat inap), dan berat
badan setiap bulan (karena pasien overweight dan riwayat
obesitas).

4. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2


DM tipe 2 juga dapat menimbulkan komplikasi pada jangka
panjang berupa makroangiopati maupun mikroangiopati.
Makroangiopati dapat terjadi pada pembuluh darah jantung (penyakit
jantung koroner), pembuluh darah tepi (nyeri saat aktivitas dan
berkurang dengan istirahat, ulkus diabetik), dan pembuluh darah otak
(stroke iskemik, stroke hemoragik). Sedangkan komplikasi
mikroangiopati dapat bermanifestasi sebagai retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati, dan kardiomiopati. 3,16

PEMBAHASAN:
Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2
baik mikroangiopati maupun makroangiopati dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang ada. Namun hal ini belum menyingkirkan hal
tersebut, sehingga pasien ini diusulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut
untuk mencari komplikasi DM Tipe 2.

5. Penyulit Akut Diabetes Melitus Tipe 2


a. Ketoasidosis Diabetik
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300–600 mg/dL), disertai tanda
dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300–320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap.
68
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan oleh rendahnya kadar
insulin yang bersirkulasi bersamaan dengan peningkatan hormone
counterregulatory seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan
hormone pertumbuhan. Adapun kriteria diagnosis KAD meliputi:
3,16

 Hiperglikemia, dengan pemeriksaan GDP>250mg/dL.


 Pemeriksaan darah vena didapatkan pH<7,3 dan/atau bikarbonat
<15mmol/L.
 Peningkatan kadar keton dalam urin atau darah.
b. Status Hiperglikemia Hiperosmolar
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat
tinggi (600—1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330—380 mOs/mL), plasma
keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat. Patofisiologi
yang mendasari terjadinya HHS serupa dengan KAD. Perubahan
pada hormon insulin dan counter-nya menyebabkan peningkatan
produksi glukosa oleh hepar dan ginjal serta gangguan penggunaan
glukosa pada jaringan perifer, yang mengakibatkan hiperglikemia
dan perubahan osmolalitas ruang ekstraseluler. 3 Kriteria diagnosis
HHS meliputi:18
 Hiperglikemia, dengan pemeriksaan GDP>600 mg/dL.
 Peningkatan minimal atau tidak ada keton dalam urin
ataupun darah.
 Pemeriksaan darah vena didapatkan pH>7,3 dan/atau
bikarbonat >15mmol/L.
 Penurunan kesadaran.
 Osmolaritas serum biasanya > 320 mOsm/kgBB

c. Hipoglikemia

69
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah <70mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi
glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
autonomy, seperti adanya whipple’s triad: 3
 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia.
 Kadar glukosa darah yang rendah.
 Gejala berkurang dengan pengobatan

PEMBAHASAN:
Pada pasien ini tidak ditemukan gejala dan tanda yang mengarahkan
ke diagnosis penyulit akut DM tipe 2 baik ketoasidosis diabetik, status
hiperglikemia hyperosmolar, dan hipoglikemia. Namun pada pasien
ini perlu dipantau terkait penyulit DM Tipe 2 tersebut karena bersifat
akut serta kemungkinan efek samping obat yang diberikan ke pasien
berupa hipoglikemia.

C. Anemia Normositik Normokromik


Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi
hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum
dan sering merupakan komplikasi dari penyakit lainnya.19 Anemia
didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin dalam darah kurang dari
13,5g/dl pada laki-laki dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa.
Umur 3 bulan sampai akil balik kurang dari 11,0 g/dl menunjukkan anemia.
Bayi yang baru lahir mempunyai kadar hemoglobin tinggi 15,0 g/dl dianggap
sebagai batas terendah waktu lahir. Penurunan hemoglobin biasanya disertai
oleh penurunan jumlah sel darah merah dan hematokrit. Pada sebagian pasien
dengan anemia yang betul-betul berat bisa tanpa gejala sedangkan orang lain
dengan anemia ringan bisa sangat lemah.20

70
Gambar 8. Derajat Anemia berdasarkan NCI (National Cancer Institute).21

Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada
setiap kasus anemia, walaupun dengan penyebab yang berbeda. Gejala umum
anemia ini timbul karena terjadinya anoksia organ dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia
biasanya tampak jelas (anemia simptomatik) apabila kadar hemoglobin telah
turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada
derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia,
adanya kelainan jantung paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan
menjadi tiga jenis gejala yaitu: 20

a. Gejala umum anemia


Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, gejala ini
muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin
<7g/dL. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah,
telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak
nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, dilihat
dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah
kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik.
b. Gejala khas masing-masing anemia
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis dan kuku sendok.

71
- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12.
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali.

Gambar 9. Algoritma pendekatan diagnosis anemia normositik


normokromik.22

Klasifikasi dari anemia pada pasien ini adalah anemia ringan dengan
hemoglobin 11.6 g/dL serta berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat
indeks eritrosit yaitu MCV 86.4 fL dan MCH 28.6 pg sehingga dapat
diklasifikasikan menjadi anemia normositik normokromik. Anemia yang
terjadi pada pasien merupakan tipe anemia pada penyakit kronik.

Anemia penyakit kronik adalah anemia yang terjadi pada kondisi seperti
infeksi kronik, inflamasi kronik, atau beberapa keganasan. Pada penyakit
inflamasi, sitokin dihasilkan oleh leukosit yang aktif dan sel lain yang ikut
berperan menurunkan kadar hemoglobin. Beberapa mekanisme terjadinya
anemia pada anemia penyakit kronik:

72
- Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi yaitu IL-6
menghambat produksi sel darah merah. IL-6 meningkatkan produksi
hormone hepcidin yang diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam
regulator zat besi. Hormon hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi
dari makrofag dan hepatosit sehingga jumlah zat besi untuk pembentukan
sel darah merah terbatas.
- Inhibisi pelepasan eritropoietin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF alfa
- Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh IL-1, TNF alfa, dan
INF gamma
- Peningkatan eritrofagositosis makrofag RES (retikuloendotelial sistem)
oleh TNF alfa.
Keadaan yang berkaitan dengan anemia penyakit kronik:23
- Infeksi: TB, HIV, malaria, sepsis, hepatitis B
- Inflamasi: rheumatoid arthritis, inflammatory bowel disease
- Keganasan
- Disregulasi sitokin (anemia karena usia tua)
- Penyakit sistemik: gagal ginjal kronik, sirosis hepatis, gagal jantung

D. Hiponatremia
Hiponatremia adalah keadaan kurang natrium dalam cairan
ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Penurunan kadar
natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang ekstrasel ke cairan
intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia disebabkan oleh
kehilangan cairan tubuh secara berlebihan.24,25
Berdasarkan kasus ini terjadinya hiponatremia pada pasien ini bisa
disebabkan adanya penyebab renal loss atau non renal loss. Pemeriksaan
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan natrium urin untuk memastikan
penyebabnya adalah renal loss atau non-renal loss. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai natrium pada pasien ini adalah
126 mmol/L. Osmolaritas plasma pasien didapatkan dari persamaan

73
2[Na+] + (GDS/18) + (Ureum/2.8) yaitu 284,7 mosm/kg, dapat disebut
sebagai normoosmoler karena nilai normal adalah 280-285 mosm/kg. 24,25

Gambar 10. Algoritma tatalaksana hyponatremia 24,25

74
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN : KANKER PARU. 2017;
2. Kandathil A, Kay FU, Butt YM, Wachsmann JW, Subramaniam RM. Role
of FDG PET/CT in the eighth edition of TNM staging of non– Small cell
lung cancer. Radiographics. 2018;38(7):2134–49.
3. PERKENI. Pengelolaan dan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa.
Pedoman Pengelolaan dan Pencegah Diabetes Melitus Tipe 2 di Indones.
2019;1:132.
4. Atlas IDFD. International Diabetes Federation. Vol. 266, The Lancet. 1955.
134–137 p.
5. Association ADi. Standards of medical care in diabetes: Response to
position statement of the American Diabetes Association. Diabetes Care.
2006;29(2):476.
6. Schwartz SS, Epstein S, Corkey BE, Grant SFA, Gavin JR, Aguilar RB. The
time is right for a new classification system for diabetes: Rationale and
implications of the β cell-centric classification schema. Diabetes Care.
2016;39(2):179–86.
7. Schwartz SS, Epstein S, Corkey BE, Grant SFA, Gavin JR, Aguilar RB, et
al. A Unified Pathophysiological Construct of Diabetes and its
Complications. Trends Endocrinol Metab. 2017;28(9):645–55.
8. Hestiana DW. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan dalam
Pengelolaan Diet pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota
Semarang. J Heal Educ. 2017;2(2):138–45.
9. Galicia-Garcia U, Benito-Vicente A, Jebari S, Larrea-Sebal A, Siddiqi H,
Uribe KB, et al. Pathophysiology of type 2 diabetes mellitus. Int J Mol Sci.
2020;21(17):1–34.
10. Setiati S. PAPDI Edisi VI. Interna Publising. 2019.
11. Care D, Suppl SS. Glycemic targets: Standards of medical care in
diabetes−2021. Diabetes Care. 2021;44(January):S73–84.

75
12. Tanto C, Liwang F, Hanifan S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius. 2014.
13. Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi Edisi VI. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.
14. Facilitating Behavior Change and Well-being to Improve Health Outcomes:
Standards of Medical Care in Diabetes-2021. Diabetes Care. 2021
Jan;44(Suppl 1):S53–72.
15. Care D, Suppl SS. Pharmacologic approaches to glycemic treatment:
Standards of medical care in diabetesd2021. Diabetes Care.
2021;44(January):S111–24.
16. Zheng Y, Ley SH, Hu FB. Global aetiology and epidemiology of type 2
diabetes mellitus and its complications. Nat Rev Endocrinol [Internet].
2018;14(2):88–98. Available from: https://doi.org/10.1038/nrendo.2017.151
17. PERKENI. Konsensus Penggunaan Insulin. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Perkeni. 2015;(Dm).
18. Van Ness-Otunnu R, Hack JB. Hyperglycemic crisis. J Emerg Med. 2013
Nov;45(5):797-805. doi: 10.1016/j.jemermed.2013.03.040. Epub 2013 Jun
18. PMID: 23786780.
19. Kiswari R. Hematologi & transfusi. Carolina S, editors. Jakarta: Erlangga;
2014.
20. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P. A.H. Moss., 2014. Kapita Selekta
hematologi, Ed 6. EGC ; Jakarta
21. Bohlius J, Weingart O, Trelle S, Engert A. Cancer-related anemia and
recombinant human erythropoietin—An updated overview. Nat Clin Pract
Oncol. 2006 Apr 1;3:152–64.
22. Brugnara C, Mohandas N. Red cell indices in classification and treatment of
anemias: from M.M. Wintrobes’s original 1934 classification tothe third
millennium. Curr Opin Hematol. 2013;20(3):222-230.
doi:10.1097/MOH.0b013e32835f5933.
23. PAPDI. 2019. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. InternaPublishing.

76
24. Braun MM, Barstow CH, Pyzocha NJ. Diagnosis and management of
sodium disorders: Hyponatremia and hypernatremia. Am Fam Physician.
2015;91(5):299–307.
25. Sahay M, Sahay R. Hyponatremia: A practical approach. Indian J
Endocrinol Metab. 2014;18(6):760–71.

77

Anda mungkin juga menyukai