Disusun Oleh:
Muhammad Mufaiduddin
22010120220096
Dosen Pembimbing
Residen Pembimbing
SEMARANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 22010120220096
Fakultas : Kedokteran
Semarang, 29 November
2021
dr. Aulia Faris Akbar Pulungan Dr.dr. K. Heri Nugroho H.S., Sp.PD-KEMD, FINASIM
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus besar “Seorang
Laki-laki Usia 65 Tahun Dengan Massa Paru Kiri, Diabetes Melitus Tipe II,
Anemia Ringan Normositik Normokromik, dan Hiponatremia Normoosmolar”.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam
menempuh kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. dr. K. Heri Nugroho H.S., Sp.PD-KEMD, FINASIM selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan
masukan yang berharga.
2. dr. Aulia Faris Akbar Pulungan, selaku residen pembimbing yang telah
memberikan masukan, petunjuk, serta bantuan dalam penyusunan tugas
ini.
3. Pasien Tn. J atas keramahan dan keterbukaannya dalam kegiatan
penyusunan laporan
4. Keluarga dan teman-teman coass dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Penulis
3
BAB I
LAPORAN KASUS
4
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Sesak napas
Pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke RSDK dengan keluhan utama
sesak napas. Sesak napas sudah dikeluhkan oleh pasien sejak 4 bulan yang lalu.
Keluhan semakin memberat sejak 2 bulan yang lalu. Sesak napas dirasakan terus
menerus tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas. Sesak napas yang dialami pasien
membuat pasien tidak dapat bekerja dan aktivitas seperti biasanya. Sesak tidak
dipengaruhi posisi, saat duduk atau berbaring sesak dirasakan sama. Sesak napas
semakin memberat saat pasien batuk keras. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk
yang dialami sejak 4 bulan, batuk disertai dahak, 1 bulan ini dahak warna
kecoklatan kadang dahak berwarna merah jika batuk keras, dahak tidak berbusa,
dan dahak berbau busuk. Pasien juga merasa nyeri di dada kiri seperti ditusuk jika
menarik napas dan posisi miring ke kiri, nyeri tidak menjalar ke rahang dan
lengan kiri. Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 4 bulan yang lalu
sebesar ± 25 kg. BAB tidak ada keluhan tetapi pasien sering BAK terutama di
malam hari (>5x). Keluhan lainnya seperti mual, muntah, keringat malam hari,
demam, nyeri kepala, dan sulit menelan disangkal.
Pasien mengaku sebelum 4 bulan merupakan seorang yang gemuk dan
cenderung menyukai makanan manis daripada makanan asin. Pasien juga merasa
sering mudah lapar dan buang air kecil terutama di malam hari (>5x). Pasien
menyangkal adanya keluhan seperti badan lemas, kesemutan, dan mata kabur. 2
Minggu SMRS pasien periksa ke poli Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND)
dengan dokter spesialis penyakit dalam dan pasien dicurigai adanya massa pada
paru kiri. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi karena keterbatasan
sarana dan prasarana. Saat ini pasien merasakan keluhan sesak napas sudah
berkurang namun keluhan batuk-batuk semakin memberat.
Riwayat Penyakit Dahulu
5
Terdapat riwayat merokok sejak pasien SD (±3 bungkus rokok/hari) dan
berhenti sejak pasien sakit
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 November 2021 di Ruang Rawat
Inap Bangsal Rajawali 2B RSUP Dr. Kariadi pukul 09.30 WIB.
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5=15
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Denyut nadi : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Laju pernafasan : 20 x/menit, irama dan kedalaman napas normal
Suhu : 36,7 C (aksiler)
VAS :2
Saturasi oksigen : 96% free air
Antropometri
Berat badan : 70 kg
Tinggi Badan : 166 cm
IMT : 25,5 kg/m2 (overweight)
Kepala : Mesosefal, turgor kulit cukup, malar rash (-), edema (-)
6
Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-),
edema palpebra (-/-), mata cowong (-/-), katarak (-/-),
ptosis (-/-), strabismus (-/-)
Hidung : Deformitas (-/-), discharge (-/-), epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (-/-),
7
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di spatium intercostalis V di linea mid
clavicularis sinistra, thrill (-), pulsasi parasternal (-),
pulsasi epigastrial (-), kuat angkat (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas = spatium intercostalis II linea parasternal
sinistra
Batas kiri = sesuai ictus cordis
Batas kanan = linea parasternal dekstra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : BJ I-II murni, bising (-), gallop (-), pericardial friction
rub (-), suara jantung menjauh (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, hiperemis (-), rash (-), jejas (-), sikatrik
(-), striae (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit (-)
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), defans
muscular (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Jaundice -/- -/-
Cappilary refill time -/- -/-
Koilonikia -/- -/-
8
Gambaran Klinis Sputum Pasien (12 November 2021)
9
SGPT 34 U/L 15-60
LDH 340 U/L 120-246 H
Albumin 3.3 g/dl 3.4-5.0 L
Ureum 39 mg/dl 15 – 39
Kreatinin 1.3 mg/dl 0.6 – 1.3
Magnesium 0.6 mmol/L 0.74-0.99 L
Calcium 2.0 mmol/L 2.12-2.52 L
Elektrolit
Natrium 126 mmol/L 136 – 145 L
Kalium 4.0 mmol/L 3.5 – 5.0
Chlorida 83 mmol/L 98 – 105 L
10
Pemeriksaan Kimia klinik serial
Kimia Klinik
Tanggal 5/11/21 6/11/21 8/11/21 9/11/21 10/9/21 11/11/21
GDS 258 mg/dl 288 mg/dl 233 mg/dl 107 mg/dl 71 mg/dl 83 mg/dl
HbA1C 13.9
11
Granula halus Negatif /LPK Negatif
Silinder hialin Negatif /uL Negatif
Silinder epitel Negatif /LPK Negatif
Silinder eritrosit Negatif /LPK Negatif
Silinder leukosit Negatif /LPK Negatif
Mucus Benang /uL 0.00-0.50
mucus:
positif
Yeast cell 0.2 /uL 0.0-25.0
Bakteri 7.9 /uL 0-100
Sperma 0.0 /uL 0.00-3.00
Kepekatan 8.2 mS/cm 3-27
Deskripsi
- Irama sinus
- Frekuensi 100x/menit
- Normoaksis
- Gelombang P mitral (-), P pulmonal (-), durasi gelombang P 0.08 detik
- Interval PR 0.12 s
- Kompleks QRS 0.11 s, gelombang Q patologis (-), poor R wave
progression (-)
- Segmen ST isoelektrik, QTc 441 msec
- Gelombang T tall (-), T inverted (+) pada V1
- Gelombang U (-)
- Kesan: Sinus rhythm (borderline abnormal)
13
Pemeriksaan Rontgent Thorax (6 November 2021)
Kesan:
Cor tak membesar
Opasitas bentuk dan tepi ireguler disertai bercak disekitarnya pada
lapangan tengah bawah paru kiri, cenderung massa paru kiri
disertai infiltrate disekitarnya
14
Pemeriksaan MSCT Thorax tanpa kontras (9 November 2021)
15
Kesan:
Cavitating mass berdinding tebal disertai infiltrat disekitarnya pada
segmen 1/2,3,4,5 paru kiri yang menyebabkan penyempitan cabang
bronkus superior kiri DD/ Aspergilloma
Multiple limfadenopati pada regio highest mediastinum kanan kiri,
lower paratrakhea kanan kiri, subaortic, subcarinal dan hilar kiri
(ukuran terbesar ± 1.7 x 1.8 cm pada subaortic)
Infiltrat pada segmen 1/2,6,8,9,10 paru kiri cenderung
bronkopneumonia
Fibrosis pada segmen 1,3 paru kanan
16
Analisis sintesa:
1-4, 9, 12, 14, 19-20 Massa paru kiri
5-8, 13, 16-18 Diabetes mellitus tipe II dengan overweight
10-11 Anemia ringan normositik normokromik
15 Hiponatremia Normoosmolar
17
1.6 RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Rencana Awal
Rencana Awal
18
mengalami kencing manis yang harus dipantau rutin
dalam pengobatan
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
pasien harus rutin meminum obat kencing manis, rutin
kontrol memeriksakan gula darah, dan menjaga pola
makan (tidak makan manis-manis terlalu banyak), serta
aktivitas fisik untuk mencegah komplikasi di organ lain.
- Menjelaskan kepada pasien dan kelurga tentang efek
samping obat berupa tanda hipoglikemi (bisa terjadi
gejala seperti berdebar-debar, keringat berlebih,
kebingungan)
- Menjelaskan kepada pasien dan kelurga untuk
melakukan aktivitas fisik Ketika dirumah secara teratur
dilakukan 3—5 hari seminggu selama sekitar 30— 45
menit, dengan total 150 menit per minggu, dengan jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Rencana Awal
Dx : Retikulosit
Rx : -
Rencana Awal
19
Dx : Elektrolit urin
20
CATATAN PERKEMBANGAN
21
coklat
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 114/67 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 78x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, TB Paru
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : rencana TTB (transthoracal biospsy)
Cek TCM – menunggu hasil
15 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas semakin berkurang, batuk-batuk berkurang dengan dahak warna
coklat dan terkadang putih
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular
22
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, TB Paru
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : rencana TTB (transthoracal biospsy)
Cek TCM – menunggu hasil
16 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas (-), masih batuk-batuk dengan dahak warna coklat dan terkadang
putih, demam
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 38,5 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
23
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
TCM TB : Negatif
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : rencana TTB (transthoracal biospsy) tanggal 18/11/2021
Rapid test antigen COVID-19 H-1 pre operasi
Pengecatan khusus spesimen, suspek aspergilloma
17 November 2021, 12.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas (-),batuk-batuk dengan dahak warna coklat dan terkadang putih
sudah berkurang, demam (-)
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 122/75 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 95% room air
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
24
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
Rapid test COVID-19 (Antigen) : Negatif
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : Broncoscopy biopsi tanggal 18/11/2021 jam 12.00
Rapid test antigen COVID-19 H-1 pre operasi
Pengecatan khusus spesimen, suspek aspergilloma
Premed di OK
Puasa 6 jam preoperasi
Infus RL 20 tpm
GDS 1 jam pre operasi, target kurang dari 200 mg/dl
Cek studi koagulasi
Cek elektrolit ulang
Konsul ICU
18 November 2021, 14.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk berdahak coklat semakin berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 123/69 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
25
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
Lab 18/11/21 :
- Natrium 135
- Kalium 4.3
- Chlorida 97
Bronkoskopi : Mukosa peradangan disertai pus purulen warna putih kental di
lobus superior paru kiri
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra Post
bronkoskopi
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : Pemeriksaan BTA, gram, jamur
Kultur jamur, aerob, anaerob
Periksa sitologi dan histopatologi AP
19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk kadang-kadang dengan dahak bewarna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
26
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan mikrobiologi bilasan bronkus 18/11/21 :
- Pewarnaan BTA : BTA negatif, epitel 0-1/LP, leukosit > 25/LPK
- Pewarnaan Gram : diplococcus gram positif (+), kuman batang gram
negative (+)
- Pewarnaan jamur : yeast cell (-)
A : Massa paru kiri DD/ Keganasan, pneumonia, aspergilloma paru sinistra Post
bronkoskopi
P : Injeksi Levofloxacin 750mg/24 jam iv
Parasetamol tab 500mg/8 jam po (jika demam)
N-Asetil Sistein granula caps 200 mg/8 jam po
Nebule combivent (ipratropium bromida 0,5 mg + salbutamol 2,5 mg) / 8 jam
O2 nasal kanul 3 lpm
I : Tunggu hasil analisis sampel post biopsy
Hari ini pulang
27
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer
14 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 114/67 mmHg
RR : 22x/menit
Nadi : 78x/menit, regular
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer
28
15 November 2021, 10.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak napas semakin berkurang
O : KU : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
GD I 06.00 : 105 mg/dl, GD II 08.00 : 216 mg/dl
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : cek GD I-II setiap senin-kamis dengan glucometer
31
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Diabetes mellitus tipe II
P : Metformin 500 mg/8 jam po
Injeksi Glargine 12 IU jam 22.00 WIB
I : Hari ini pulang
33
TD : 131/74 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 79x/menit, regular
Suhu : 36,3 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-
35
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-
19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), Demam (-), batuk-batuk kadang-kadang dahak bewarna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
36
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Anemia normositik normokromik DD/ anemia penyakit kronik, anemia
perdarahan
P:-
38
P : NaCl caps 3x500 mg po
16 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Demam
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 38,5 C
SpO2 : 99% Nasal kanul 3lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
17 November 2021, 12.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk-batuk sudah berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 122/75 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 80x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 95% room air
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
39
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
18 November 2021, 14.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk-batuk berdahak semakin berkurang
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
TD : 123/69 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 89x/menit, regular
Suhu : 36 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
19 November 2021, 09.00 WIB, Rajawali 2B
S : Sesak (-), demam (-), batuk kadang-kadang dengan dahak bewarna kuning
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
40
TD : 120/70 mmHg
RR : 25x/menit
Nadi : 84x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
SpO2 : 99% nasal kanul 3 lpm
Mata : CPP (-/-), SI (-/-)
Leher : JVP tak meningkat, pembesaran nnll (-/-),
pembesaran thyroid (-/-)
Pulmo : Stem fremitus menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler
menurun pada SIC III-IV linea midclavicularis sinistra
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : CRT < 2 det (+/+), akral hangat, edema (-/-)
A : Hiponatremia Normoosmolar
P : NaCl caps 3x500 mg po
41
BAB II
PEMBAHASAN
A. Massa Paru
Pasien datang dengan keluhan sesak napas terus menerus sejak 4
bulan dan memberat sejak 2 bulan, sesak tidak dipengaruhi cuaca,
aktivitas, dan posisi saat duduk ataupun berbaring. Pasien juga mengeluh
batuk berdahak sejak 4 bulan yang lalu. Pada pasien juga terdapat nyeri
dada kiri serta penurunan berat badan sebesar 25 kg dalam 4 bulan.
Pemeriksaan fisik pasien didapatkan didapatkan adanya stem fremitus
menurun, perkusi redup, dan suara dasar vesikuler menurun di paru kiri
setinggi SIC 3-4 (paru depan) dan VT 3-5 (paru belakang). Pasien sudah
dilakukan pemeriksaan x foto thorax dan MSCT Thoraks tanpa kontras.
Hasil foto thoraks menunjukkan adanya opasitas bentuk dan tepi ireguler
disertai bercak disekitarnya pada lapangan tengah bawah paru kiri
sedangkan MSCT menunjukkan adanya gambaran massa dan infiltrat paru
kiri, serta multiple limfadenopati.
Melihat hasil anamnesis, pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan
maka massa paru kiri yang dialami pasien lebih cenderung kepada massa
paru ganas. Hal ini tampak dari progresivitas penyakit sejak onsetnya
cukup cepat, pasien juga terdapat penurunan berat badan. Faktor risiko
massa ganas paru pada pasien diantaranya berhubungan dengan kebiasaan
pasien yang merokok sejak pasien SD. Namun dalam hal ini perlu digali
lebih lagi mengenai faktor risko lainnya. Pada massa paru yang mengarah
kepada keganasan perlu diketahui apakah merupakan tumor primer atau
metastasis. Sehingga pemeriksaan lebih lanjut untuk investigasi tumor
sangat penting pada pasien ini.
Pada paru-paru dapat terjadi gangguan pertumbuhan sel yang
menyebabkan perkembangbiakan sel tidak terkontrol dan akhirnya
membentuk suatu massa yang dikenal sebagai suatu tumor. Tumor pada
42
paru dapat merupakan tumor primer paru atau dikenal sebagai kanker paru
dan metastasis dari keganasan organ diluar paru.
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas atau epitel bronkus yang ditandai dengan adanya sel ganas
dengan pertumbuhan sel tidak normal dan merusak jaringan sekitar.
Kanker paru belum diketahui dengan pasti penyebabkan, namun beberapa
faktor risiko misalnya merokok, paparan polutan, kerentanan genetik akan
meningkatkan kejadian terjadinya kanker paru.1
Pada kanker paru dibagi menjadi 2 tipe utama yakni small cell lung
cancer (SCLC) yang merupakan jenis sel yang kecil-kecil banyak dan
memiliki daya pertumbuhan yang sangat cepat sehingga cepat membesar,
sangat erat kaitannya dengan perokok. Penanganan pada tipe ini cukup
berespon baik dengan tindakan kemoterapi dan rasioterapi. Dalam
stadiumnya bibagi menjadi 2 yakni stage terbatas jika hanya melibatkan 1
sisi paru, dan stage luas jika sudah meluas dari 1 hemithorax atau ke oragn
lainnya. Tipe selanjutnya adalah non-small cell lung cancer (NSCLC)
yang merupakan pertumbuhan sel tunggal tapi sering menyerang lebih dari
satu daerah paru, mecakup adenocarcinoma, carcinoma sel skuamosa,
karsinoma adenoskuamosa dan Large cell Ca. Stadium NSCLC dibagi
menurut sistem TNM sebagai berikut :2
43
Penegakkan diagnosis diawali dengan anamnesis yang lengkap,
pemeriksaan fisik biasanya normal pada tumor kecil, pada tumor besar
dapat disertai dengan atelectasis akibat kompresi bronkus, efusi pleura
atau penekanan vena kava, pada 50% pasien NSCLC dan 25% pasien
SCLC didapatkan adanya sindrom vena kava. Pemeriksaan penunjang
yang mendukung dapat dilakukan pemeriksaan bronkoskopi diagnostik
untuk mengambil sel jaringan yang akan dibiopsi, melihat keadaan dalam
paru-paru misalnya mukosa tumor. FNAB dilakukan bila biopsy intra
bronkial tidak dilakukan misalnya posisi lateral atau basal serta tumor
mudra berdarah karena hasil bilasan dan biopsy saja bisa memberikan fail
negative.
44
Modalitas penatalaksanaan bisa menggunakan multimodality terapi yakni
dengan :
- Pembedahan : indikasi pada NSCLC stadium I dan II, terapi kombinasi
dengan kemo adjuvant pada NSCLC stadium IIIA. Serta indikasi
kegawatan bedah misalnya disertai SVCS berat
- Radiasi
- Kemoterapi : syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor paru,
dengan prinsip pemilihan obat regimen : terapi berbasis platinum (sisplatin
atau karboplatin), respon objektif satu obat antikanker sebesar 15%,
toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala WHO, terapi dihentikan taau
diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian terjadi progresivitas
tumor
Tumor sekunder/ metastasis adalah keganasan pada paru yang
disebabkan oleh penyebaran sel ganas dari organ/ tempat lain. Metastasis
pada paru dapat melalui :
- Penyebaran langsung dari pusat primer: yang melibatkan paru, pleura,
maupu struktur mediastinum. Biasanya sering didapati pada Ca tiroid, Ca
esophagus, timoma, limfoma
- Penyebaran hematogen : dari emboli tumor ke arteri paru atau arteri
bronkial, biasanya ada nodul pada paru umumnya sering pada tumor
primer yang memiliki neovaskularisasi banyak. Sering pada Ca mamae,
Ca intestinal, Ca ginjal, willms tumor, dan neuroblastoma
- Penyebaran melalui limfe : melibatkan paru, pleura, maupun kelenjar geah
bening paru, biasanya terjadi melalui duktus thoracicus dengan
keterlibatan retrograde kelenjar getah bening hilus dan parenkim paru.
Umumnya tumor yang metastasis dengan cara ini adalah Ca tiroid, Ca
mamae ca pancreas dan ca prostat.
Gejala adanya metastasis biasnaya adanya dispneu akibat efusi,
obstruksi atau kerusakan jaringan. Dapat terjadi hemoptisis. Pada
gambaran x ray akan tampak sebagai lesi noduler (miler ca tiroid, ca
45
mamae; coin lesion sarkoma, seminoma, canon ball); limfangitis, efusi
pleura, dan intraalveolar atau endobronchial.
47
- Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada
kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2.
- Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi.
Hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven),
yaitu:1,10
- Kegagalan sel beta pancreas Berkurangnya sel beta pankreas
menyebabkan sekresi insulin turun. Dalam keadaan nutrisi berlebih
seperti obesitas, hiperglikemia sering terjadi dan menyebabkan
resistensi insulin dan inflamasi kronis. Dalam kondisi tersebut, sel
beta pankreas rentan rusak oleh inflamasi dan stress.9
- Disfungsi sel alfa pancreas Sel alfa berfungsi pada sintesis
glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma
akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa
hati (hepatic glucose production) dalam keadaan basal meningkat
secara bermakna dibanding individu yang normal.
- Sel lemak Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis
dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar
asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)) dalam plasma.
Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan
mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga
mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoksisitas.
- Otot Pada individu dengan DM tipe 2 terdapat gangguan kinerja
insulin yang multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh
gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
- Hepar Resistensi insulin yang berat dan memicu
glukoneogenesis, sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal
oleh hepar (hepar glucose production) meningkat.
48
- Otak Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada
individu obesitas baik yang DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru
meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak.
- Kolon/Mikrobiota Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon
berkontribusi dalam keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus
terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas,
sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan
berlebih akan berkembang DM.
- Usus halus Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh
lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang
dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan oleh 2 hormon, yaitu
glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide (GIP). Pada individu dengan DM tipe 2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon
inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Saluran pencernaan
juga memiliki peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
enzim alfa glukosidase yang akan memecah polisakarida menjadi
monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus, sehingga berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan.
- Ginjal Ginjal memfiltrasi sekitar 163gram glukosa sehari.
Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap
Kembali melalui peran enzim sodium glucose co-transporter
(SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10%
sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urin. Pada individu DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-1,
49
sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa didalam tubulus
ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.
- Lambung Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan
konsekuensi kerusakan sel beta pankreas. Penurunan amilin
menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan peningkatan
absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa postprandial.
- Sistem Imun Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi
respons fase akut (disebut sebagai inflamasi derajat rendah,
merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate) yang
berhubungan kuat dengan patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan
degan komplikasi seperti dilipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi
sistemik serajat rendah berperan dalam induksi stress pada
endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk
insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan
penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kornik
derajat rendah pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar, dan
otot.
PEMBAHASAN:
Pada pasien ini didapatkan faktor risiko terjadinya DM Tipe 2 yaitu
obesitas dan pola makan yang tidak sehat seperti menyukai makan-
makanan yang manis. Berdasarkan hal tersebut, maka kemungkinan
besar patofisiologi terjadinya DM Tipe 2 pada pasien akibat adanya
resistensi insulin.
50
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM tipe 2 dan
perlu dipikirkan adanya DM tipe 2 apabila terdapat keluhan, seperti:3
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada perempuan.
52
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa
plasma puasa < 100 mg/dL.
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
PEMBAHASAN:
Pada pasien ini terdiagnosis sebagai DM Tipe 2 karena memenuhi
beberapa kriteria penegakan diagnosis DM Tipe 2:
- GDP : 233 mg/dl (≥126 mg/dl)
- GDPP : 253 mg/dl (≥200 mg/dl) 2 jam
- GDS : 328 mg/dl (≥200 mg/dl) dengan keluhan klasik (poliuria,
polidipsia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya)
- Pemeriksaan HbA1c : 13,9% (≥6,5%)
53
Lemak: 20-25% kebutuhan kalori (batasi lemak jenuh dan
lemak trans seperti daging berlemak dan susu fullcream,
konsumsi kolestrol < 200 mg/hari)
Protein: 10-20% total asupan energi (seafood, daging tanpa
lemak. ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, dan tempe)
Natrium: <1500 mg (pada hipertensi, natrium dibatasi secara
individual)
Serat: 20-35 g/hari (kacang-kacangan, buah, sayuran, dan
karbohidrat tinggi serat)
Pemanis alternatif: tetap perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b. Aktvitas Fisik
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3—5 hari
seminggu selama sekitar 30— 45 menit, dengan total 150 menit
per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intensitas
sedang (50—70% denyut nadi maksimal seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang). Jika tidak ada
kontraindikasi dianjurkan melakukan resistance training (latihan
beban) 2—3 kali/per minggu. 3
c. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Berikut merupakan
ilustrasi yang menggambarkan target terapi dari masing-masing
regimen:6
54
Gambar 4. Target terapi 7
Patogenesis hiperglikemia yang kompleks memberikan
pemahaman yang memunculkan beberapa obat, tidak hanya
berfokus pada insulin secretagogue (sulfonilurea, glinid) dan
insulin itu sendiri. Regimen obat dengan mekanisme kerja sebagai
insulin sensitizer seperti metformin dan tiazolidinedion (TZD)
memiliki target kerja pada jaringan adiposa, otot, dan hepar.
Patogenesis hiperglikemia yang lain yaitu berkaitan dengan efek
inkretin dimana glukosa yang ditelan akan memicu respons insulin
yang lebih besar. Efek ini dapat ditingkatkan dengan pemberian
regimen agonis reseptor GLP-1. Hormon inkretin akan segera
dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga diperlukan DPP-4
inhibitor agar hormon inkretin dapat bekerja lebih lama.
Peningkatan efek inkretin melalui regimen agonis reseptor GLP-1
dan DPP-4 inhibitor ini dapat bekerja pada otak, pankreas, dan
saluran cerna. Untuk menghambat absorbsi glukosa dalam usus,
bisa menggunakan regimen alfa-glukosidase inhibitor. Selain itu,
analog amilin (pramlintide) memiliki efek anorektik, menunda
55
pengosongan lambung sehingga dapat memperlambat absorbsi
glukosa pada usus halus, dan menghambat pelepasan glukagon.
Regimen ini memiliki target kerja pada lambung, otak, dan sel alfa
pankreas. 3,6,13 Adapun regimen yang bekerja pada organ ginjal yaitu
obat yang menghambat kinerja SGLT-2, sehingga dapat
menurunkan reabsorbsi glukosa di tubulus ginjal. 3
56
57
Tabel 2. Profil Obat Antihiperglikemia 14-15
Golongan Obat Cara Kerja Keuntungan Kerugian
Biguanide Metformin Menurunkan produksi - Efektivitas: tinggi - Efek samping GI: dispepsia, diare
glukosa hati - Risiko hipoglikemia rendah - Defisiensi vitamin B12
(glukoneogenesis) dan - ↓ kejadian penyakit kardiovaskuler - Kontraindikasi pada gagal ginjal
insulin sensitizer - Efek terhadap berat badan: netral kronik (LFG<30), gangguan hati
- Biaya: rendah berat, asidosis, hipoksia, dehidrasi
Sulfonilurea - Glubenclamide Insulin secretagogue - Efektivitas: tinggi - Risiko hipoglikemia
- Glipizide - Biaya: rendah - ↑ Berat badan
- Gliclazide
- Glimipiride
Glinid - Repaglinide Insulin secretagogue - Menurunkan glukosa postprandial - Risiko hipoglikemia
- Nateglinid - Biaya: rendah - ↑ Berat badan
Tiazolidinedion (TZD) Pioglitazone insulin sensitizer - Efektivitas: tinggi - ↑ Berat badan
- Risiko hipoglikemia rendah - Meningkatkan retensi cairan
- ↑ HDL (edema), sehingga
- ↓ TG dikontraindikasikan pada
- ↓ Kejadian penyakit kardiovaskuler pasien gagal jantung NYHA III
- Biaya: sedang —IV
- Risiko fraktur meningkat pada
perempuan menopause, risiko Ca
buli
Alfa-glukosidase Acarbose Menghambat absorbs - Risiko hipoglikemia rendah - Efektivitas: sedang
glukosa dalam usus halus - ↓ Glukosa darah postprandial - Efek samping GI: flatulen,
- ↓ Kejadian penyakit kardiovaskuler tinja lembek
- Biaya: sedang - Penyesuaian dosis harus sering
dilakukan
DPP-4 inhibitor - Sitagliptin Memperbaiki toleransi - Risiko hipoglikemia rendah - Efektivitas: sedang
- Vildagliptin glukosa, meningkatkan - Efek terhadap berat badan: netral - Angioedema, urtikaria, atau efek
58
- Saxagliptin respon insulin, dan dermatologis lain yang dimediasi
- Linagliptin menghambat sekresi respon imun
glukagon - Pankreatitis akut
- Biaya: tinggi
SGLT-2 Inhibitor - Dapaglifozin Menghambat - Risiko hipoglikemia rendah - Efektivitas: sedang
- Canaglifozin reabsorpsi glukosa di - ↓ Berat badan - Infeksi urogenital
- Empaglifozin tubulus ginjal dan - ↓ Tekanan darah - Poliuria
meningkatkan ekskresi - Risiko
glukosa oleh ginjal hipovolemia/hipotensi/pusing
- ↑ LDL
- ↑ Kreatinin (transien)
- Dapat mencetuskan ketoasidosis
- Biaya: tinggi
Agonis reseptor GLP-1 - Liraglutide Meningkatkan GLP-1 - Efektivitas: tinggi - Efek samping GI: mual,
- Semaglutide dalam darah - Risiko hipoglikemia rendah muntah, diiare
- ↓ Glukosa darah postprandial - ↑ Denyut jantung
- ↓ Kejadian penyakit kardiovaskuler - Hiperplasia C-cell atau tumor
- ↓ Berat badan medulla tiroid (pada hewan
coba)
- Pankreatitis akut
- Bentuknya injeksi sehingga
perlu pelatihan pasien dan
terdapat kemungkinan reaksi di
tempat suntikan
- Biaya: tinggi
60
Gambar 5. Algoritma Tatalaksana DM Tipe 2 3
Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah maupun fixed dose combination harus menggunakan obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pasien dengan penyakit
kardiovaskular aterosklerotik disarankan untuk menggunakan
kombinasi metformin dengan SGLT-2 inhibitor dan agonis GLP-1.
Pada pasien dengan komorbid gagal jantung dan penyakit ginjal
kronik, terapi kombinasi yang disarankan adalah metformin dan
SGLT-2 inhibitor bila fungsi ginjal baik, namun jika laju filtrasi
glomerulus (LFG) < 60 ml/menit dapat digunakan GLP-1.16
Tabel 3. Karakteristik kerja insulin 17
Jenis insulin Onset Puncak Lama Kemasan
efek kerja
Kerja pendek 30 – 45 2-4 jam 6-8 jam
(insulin manusia, menit
insulin regular)
Humulin® R Vial
Actrapid® Penfill
Insuman®*
61
Kerja cepat (insulin 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
analog)
Insulin lispro Vial/pen
(Humalog®)
Insulin aspart Flexpen
(Novorapid®)
Insulin glulisin Pen/vial
(Apidra®)
Kerja menengah 1,5–4 jam 4-10 jam 8-12 jam
(insulin manusia,
NPH)
Humulin N® Vial
Insulatard® Penfill
Insuman basal®* Vial
Kerja panjang 1-3 jam Hampir 12-24 jam
(insulin analog) tanpa
Insulin glargine puncak Pen/vial
(Lantus®) 100 IU/mL
Insulin detemir Pen 100 U/
(Levemir®) mL
Kerja ultra-panjang Hampir
(insulin analog) tanpa
Degludec 30-60 menit puncak Sampai 48 Pen
(Tresiba®)* jam
1-3 jam 24 jam Pen
Glargine U300 300U/mL
(Lantus XR)*
Kerja cepat (insulin 5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
analog)
Insulin lispro Vial/pen
(Humalog®)
62
Insulin aspart
(Novorapid®) Flexpen
Insulin glulisin
(Apidra®) Pen/vial
Campuran 30-60 menit 3–12 jam
(premixed, insulin
manusia) Vial 30/70
Humulin® 30/70 Penfill
(30% regular, 70%
NPH)
Mixtard® 30/70
(30% regular, 70%
NPH)
Campuran (premixed 12-30 menit 1–4 jam
insulin analogue)
Humalog® Vial 10 mL,
Mix75/25™ (75% pen 3 mL
protamin lispro, 25% Penfill/
lispro) flexpen
NovoMix® 30 (30%
aspart, 70%
protamin aspart)
63
Gambar 6. Pola farmakokinetik berbagai jenis insulin 17
Terapi insulin diindikasikan pada beberapa kondisi antara
lain: HbA1c saat diperiksa ≥7.5% dan sudah menggunakan satu
atau dua obat antidiabetes, HbA1c saat diperiksa > 9%, penurunan
berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
krisis hiperglikemia, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke), diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat,
kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, kondisi perioperatif
sesuai dengan indikasi. 3
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin
dimulai dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan
jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang
dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur, atau diberikan
pada pagi hari sesuai dengan kenyamanan pasien. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin basal untuk kombinasi adalah 6—10 unit. Kemudian
dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada
umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum
mencapai target. Pada keadaaan kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin
basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan
prandial. 3
64
Gambar 7. Strategi urutan terapi insulin pada DM Tipe 2 17
Terapi pasien DM yang menjalani rawat inap seringkali
memerlukan penyesuaian jenis dan dosis obat diabetes yang selama
ini dikonsumsi secara teratur. Sasaran kendali glikemik diharapkan
dapat dicapai tanpa menimbulkan komplikasi akibat insulin,
dengan cara melakukan penurunan kadar gula darah secara hati-
hati. Adapun sasaran kendali glikemik pada rawat inap adalah
sebegai berikut: 17
Pasien DM dengan penyakit kritis: 140-180 mg/dL
Pasien DM dengan penyakit non kritis:
a. Sebelum makan: 100-140 mg/dL
65
b. Acak: <180 mg/dL
Dalam keadaan yang memerlukan regulasi glukosa darah
yang relatif cepat dan tepat. Terapi insulin dapat diberikan secara
infus intravena kontinyu (dengan syringe pump) atau subkutan,
secara terprogram atau terjadwal (insulin prandial, 1-2 kali insulin
basal, dan kalau diperlukan ditambah insulin koreksi atau
suplemen). Kebutuhan insulin harian total (IHT) dapat didasarkan
pada dosis insulin sebelum perawatan atau dihitung sebagai 0,5-1
unit/kg BB/hari. Untuk lanjut usia atau pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, hendaknya diberikan dosis yang lebih rendah,
misalnya 0,3 unit/kg BB/hari. Pasien yang mendapatkan terapi
insulin IV kontinyu biasanya akan membutuhkan transisi ke insulin
subkutan jika pasien memulai memakan makanan biasa atau akan
pindah ke ruang rawat biasa. Biasanya, dosis insulin subkutan
diberikan antara 75-80% dari dosis harian total insulin IV
kontinyu, yang kemudian dibagi secara proporsional menjadi
komponen basal dan prandial. Perlu dicatat, bahwa insulin SK
harus diberikan 2 jam sebelum infus insulin IV dihentikan untuk
mencegah hiperglikemia.17
d. Edukasi
Edukasi terkait dengan pengertian DM tipe 2, promosi
perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri, serta
tanda dan gejala hipoglikemia beserta cara mengatasinya perlu
dipahami oleh pasien. 3
e. Evaluasi
DM terkendali baik apabila glukosa darah, lipid, dan
HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun
tekanan darah sesuai target yang ditentukan.3
Parameter Sasaran
66
IMT (kg/m2) 18,5—22,9
Tekanan darah sistolik (mmHg) <140
Tekanan darah diastolik (mmHg) <90
HbA1c (%) <7
Glukosa darah prepandial kapiler (mg/dL) 80—130
Glukosa darah 2 jam PP kapiler (mg/dL) <180
Kolesterol LDL (mg/dL) <100; <70 bila risiko tinggi KV
Trigliserida <150
Kolesterol HDL (mg/dL) Laku-laki: >40; Perempuan: >50
Apo-B (mg/dL) <90
PEMBAHASAN:
Tatalakasana pada pasien ini memuat 5 pilar:
- Pengaturan makanan: menu seimbang sesuai kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing pasien dengan perhitungan kebutuhan
kalori sebesar 30 kal/kgBB ideal = 30 x 59,4 = 1.782 (karena pasin
overweight maka dikurangi 20%) = 1.425 kalori.
- Aktivitas fisik: program latihan fisik secara teratur dilakukan 3—5
hari seminggu selama sekitar 30— 45 menit, dengan total 150
menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut.
- Tatalaksana Farmakologi: pasien ini memiliki HbA1C > 9%
sehingga diberikan kombinasi insulin dan obat hiperglikemi oral
yaitu insulin basal (insulin glargine) dan metformin.
67
- Edukasi: melakukan edukasi tentang pengertian DM tipe 2,
promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri,
serta tanda dan gejala hipoglikemia.
- Evaluasi: pasien ini memiliki kontrol glikemik yang buruk (HbA1C
> 7%), sehingga perlu pemeriksaan lebih sering, yaitu pemeriksaan
HbA1C setiap 3 bulan, GDS tiap pagi (saat rawat inap), dan berat
badan setiap bulan (karena pasien overweight dan riwayat
obesitas).
PEMBAHASAN:
Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2
baik mikroangiopati maupun makroangiopati dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang ada. Namun hal ini belum menyingkirkan hal
tersebut, sehingga pasien ini diusulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut
untuk mencari komplikasi DM Tipe 2.
c. Hipoglikemia
69
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah <70mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi
glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
autonomy, seperti adanya whipple’s triad: 3
Terdapat gejala-gejala hipoglikemia.
Kadar glukosa darah yang rendah.
Gejala berkurang dengan pengobatan
PEMBAHASAN:
Pada pasien ini tidak ditemukan gejala dan tanda yang mengarahkan
ke diagnosis penyulit akut DM tipe 2 baik ketoasidosis diabetik, status
hiperglikemia hyperosmolar, dan hipoglikemia. Namun pada pasien
ini perlu dipantau terkait penyulit DM Tipe 2 tersebut karena bersifat
akut serta kemungkinan efek samping obat yang diberikan ke pasien
berupa hipoglikemia.
70
Gambar 8. Derajat Anemia berdasarkan NCI (National Cancer Institute).21
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada
setiap kasus anemia, walaupun dengan penyebab yang berbeda. Gejala umum
anemia ini timbul karena terjadinya anoksia organ dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia
biasanya tampak jelas (anemia simptomatik) apabila kadar hemoglobin telah
turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada
derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia,
adanya kelainan jantung paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan
menjadi tiga jenis gejala yaitu: 20
71
- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B12.
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali.
Klasifikasi dari anemia pada pasien ini adalah anemia ringan dengan
hemoglobin 11.6 g/dL serta berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat
indeks eritrosit yaitu MCV 86.4 fL dan MCH 28.6 pg sehingga dapat
diklasifikasikan menjadi anemia normositik normokromik. Anemia yang
terjadi pada pasien merupakan tipe anemia pada penyakit kronik.
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang terjadi pada kondisi seperti
infeksi kronik, inflamasi kronik, atau beberapa keganasan. Pada penyakit
inflamasi, sitokin dihasilkan oleh leukosit yang aktif dan sel lain yang ikut
berperan menurunkan kadar hemoglobin. Beberapa mekanisme terjadinya
anemia pada anemia penyakit kronik:
72
- Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi yaitu IL-6
menghambat produksi sel darah merah. IL-6 meningkatkan produksi
hormone hepcidin yang diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam
regulator zat besi. Hormon hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi
dari makrofag dan hepatosit sehingga jumlah zat besi untuk pembentukan
sel darah merah terbatas.
- Inhibisi pelepasan eritropoietin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF alfa
- Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh IL-1, TNF alfa, dan
INF gamma
- Peningkatan eritrofagositosis makrofag RES (retikuloendotelial sistem)
oleh TNF alfa.
Keadaan yang berkaitan dengan anemia penyakit kronik:23
- Infeksi: TB, HIV, malaria, sepsis, hepatitis B
- Inflamasi: rheumatoid arthritis, inflammatory bowel disease
- Keganasan
- Disregulasi sitokin (anemia karena usia tua)
- Penyakit sistemik: gagal ginjal kronik, sirosis hepatis, gagal jantung
D. Hiponatremia
Hiponatremia adalah keadaan kurang natrium dalam cairan
ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Penurunan kadar
natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang ekstrasel ke cairan
intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia disebabkan oleh
kehilangan cairan tubuh secara berlebihan.24,25
Berdasarkan kasus ini terjadinya hiponatremia pada pasien ini bisa
disebabkan adanya penyebab renal loss atau non renal loss. Pemeriksaan
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan natrium urin untuk memastikan
penyebabnya adalah renal loss atau non-renal loss. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai natrium pada pasien ini adalah
126 mmol/L. Osmolaritas plasma pasien didapatkan dari persamaan
73
2[Na+] + (GDS/18) + (Ureum/2.8) yaitu 284,7 mosm/kg, dapat disebut
sebagai normoosmoler karena nilai normal adalah 280-285 mosm/kg. 24,25
74
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN : KANKER PARU. 2017;
2. Kandathil A, Kay FU, Butt YM, Wachsmann JW, Subramaniam RM. Role
of FDG PET/CT in the eighth edition of TNM staging of non– Small cell
lung cancer. Radiographics. 2018;38(7):2134–49.
3. PERKENI. Pengelolaan dan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa.
Pedoman Pengelolaan dan Pencegah Diabetes Melitus Tipe 2 di Indones.
2019;1:132.
4. Atlas IDFD. International Diabetes Federation. Vol. 266, The Lancet. 1955.
134–137 p.
5. Association ADi. Standards of medical care in diabetes: Response to
position statement of the American Diabetes Association. Diabetes Care.
2006;29(2):476.
6. Schwartz SS, Epstein S, Corkey BE, Grant SFA, Gavin JR, Aguilar RB. The
time is right for a new classification system for diabetes: Rationale and
implications of the β cell-centric classification schema. Diabetes Care.
2016;39(2):179–86.
7. Schwartz SS, Epstein S, Corkey BE, Grant SFA, Gavin JR, Aguilar RB, et
al. A Unified Pathophysiological Construct of Diabetes and its
Complications. Trends Endocrinol Metab. 2017;28(9):645–55.
8. Hestiana DW. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan dalam
Pengelolaan Diet pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kota
Semarang. J Heal Educ. 2017;2(2):138–45.
9. Galicia-Garcia U, Benito-Vicente A, Jebari S, Larrea-Sebal A, Siddiqi H,
Uribe KB, et al. Pathophysiology of type 2 diabetes mellitus. Int J Mol Sci.
2020;21(17):1–34.
10. Setiati S. PAPDI Edisi VI. Interna Publising. 2019.
11. Care D, Suppl SS. Glycemic targets: Standards of medical care in
diabetes−2021. Diabetes Care. 2021;44(January):S73–84.
75
12. Tanto C, Liwang F, Hanifan S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius. 2014.
13. Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi Edisi VI. Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016.
14. Facilitating Behavior Change and Well-being to Improve Health Outcomes:
Standards of Medical Care in Diabetes-2021. Diabetes Care. 2021
Jan;44(Suppl 1):S53–72.
15. Care D, Suppl SS. Pharmacologic approaches to glycemic treatment:
Standards of medical care in diabetesd2021. Diabetes Care.
2021;44(January):S111–24.
16. Zheng Y, Ley SH, Hu FB. Global aetiology and epidemiology of type 2
diabetes mellitus and its complications. Nat Rev Endocrinol [Internet].
2018;14(2):88–98. Available from: https://doi.org/10.1038/nrendo.2017.151
17. PERKENI. Konsensus Penggunaan Insulin. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Perkeni. 2015;(Dm).
18. Van Ness-Otunnu R, Hack JB. Hyperglycemic crisis. J Emerg Med. 2013
Nov;45(5):797-805. doi: 10.1016/j.jemermed.2013.03.040. Epub 2013 Jun
18. PMID: 23786780.
19. Kiswari R. Hematologi & transfusi. Carolina S, editors. Jakarta: Erlangga;
2014.
20. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P. A.H. Moss., 2014. Kapita Selekta
hematologi, Ed 6. EGC ; Jakarta
21. Bohlius J, Weingart O, Trelle S, Engert A. Cancer-related anemia and
recombinant human erythropoietin—An updated overview. Nat Clin Pract
Oncol. 2006 Apr 1;3:152–64.
22. Brugnara C, Mohandas N. Red cell indices in classification and treatment of
anemias: from M.M. Wintrobes’s original 1934 classification tothe third
millennium. Curr Opin Hematol. 2013;20(3):222-230.
doi:10.1097/MOH.0b013e32835f5933.
23. PAPDI. 2019. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. InternaPublishing.
76
24. Braun MM, Barstow CH, Pyzocha NJ. Diagnosis and management of
sodium disorders: Hyponatremia and hypernatremia. Am Fam Physician.
2015;91(5):299–307.
25. Sahay M, Sahay R. Hyponatremia: A practical approach. Indian J
Endocrinol Metab. 2014;18(6):760–71.
77