Disusun Oleh:
Kelompok 4
STIKES HAFSHAWATY
PADJARAKAN-PROBOLINGGO
2020 – 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan
Sistem Pernapasan Pada Kasus Asma Bronkhiale ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM., S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketuan STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
3. Ibu Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns., M.Kep, Sp.Kep.Mat selaku Kepala Prodi
Sarjana Keperawatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan
Probolinggo.
4. Bapak Ainul Yaqin Salam, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Pengampu
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan – rekan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo
semester IV.
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan. Seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca
untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit asma berasal dari kata “asthma’ dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernafas”. Asma adalah penyakit heterogen, biasanya
ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. Hal itu ditandai dengan
adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi ekspirasi, napas pendek,
sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan dalam
intensitas bersamaan dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global
Initiative for Asthma, 2018).
Asma bronkial adalah penyakit yang heterogen, biasanya ditandai
dengan peradangan saluran napas kronis dengan gejala, seperti mengi,
sesak nafas, sesak dada, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dan dalam intensitas, bersama dengan batasan aliran udara ekspirasi
(GINA, 2018). Asma bronkial terjadi akibat hiperaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen seluler
terutama mastosit, eosinofil, makrofag, limfosit T, neutrofil, dan epitel.
Asma menjadi salah satu masalah kesehatan utama baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Menurut data dari laporan Global
Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2018 dinyatakan bahwa angka kejadian
asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan diperkirakan terdapat 300
juta penduduk di dunia menderita asma.
Menurut Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (2018), prevalensi asma di Indonesia sekitar
4,5% dimana perempuan berbanding laki-laki sekitar 2,3 : 2,5. Di
Sumatera Selatan prevalensi asma bronkial dengan 8.671 kasus
menduduki posisi ketiga dari penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan, 2015).
Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk membuat
makalah dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan Sistem Pernapasan
Pada Kasus Asma Bronkhiale. Penulis beranggapan bahwa tindakan serta
asuhan keparawatan bagi klien dengan kasus asma bronkhiale yang tepat
bisa mengurangi jumlah Angka Kematian manusia dengan kasus seperti
ini yang nyatanya semakin meningkat setiap tahunnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari asma bronkhiale?
2. Bagaimana klasifikasi dari asma bronkhiale?
3. Bagaimana faktor presipitasi dari asma bronkhiale?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari asma bronkhiale?
5. Bagaimana dampak berkelanjutan dari asma bronkhiale?
6. Bagaimana patofisiologi dari asma bronkhiale?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari asma bronkhiale?
8. Bagaimana farmakologi dari asma bronkhiale?
9. Bagaimana diet/ nutrisi pada penderita asma bronkhiale?
10. Pemeriksaan penunjang apa saja yang bisa dilakukan oleh penderita
asma bronkhiale?
11. Bagaimana intervensi keperawatan bagi pasien asma bronkhiale?
12. Bagaimana rehabilitasi pada penderita asma bronkhiale?
13. Bagaimana aspek legal etis pada penderita asma bronkhiale?
14. Apa fungsi advokasi pada penderita asma bronkhiale?
15. Bagaimana health education yang diberikan pada penderita asma
bronkhiale?
b. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
pada kasus asma bronkhiale. Serta sebagai bahan mata ajar dalam
proses belajar mengajar di Institusi.
2. Tenaga Kesehatan (Perawat)
Agar mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan sistem
pernapasan pada kasus asma bronkhiale sehingga dapat dengan
benar mengaplikasikannya dalam dunia kerja, serta dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang konsep
asuhan keperawatan sistem pernapasan pada kasus asma bronkhiale
sehingga nantinya mereka dapat mengetahui bagaimana atau apa
yang seharusnya mereka lakukan ketika berjumpa dengan klien
dengan kasus seperti ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Pengertian dari asma bronkhial menurut beberapa ahli yaitu:
1. Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
peradangan saluran napas kronis (Global Initiative for Athma,
2018).
2. Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah ubah secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
3. Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas (bronkus)
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang
bersifat sementara.
4. Asma adalah mengi berulang dan/ atau batuk persisten (menetap)
(PNAA, 2004).
2.2 KLASIFIKASI
Menurut (Solmon, 2015), klasifikasi asma berdasarkan etiologinya
terbagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Asma alergik/ ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen sebagai
pencetusnya. Klien dengan asma alergik bisa juga dikarenakan
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga. Bentuk asma ini
biasanya di mulai sejak kanak- kanak.
2. Idiopatik atau nonarelgik asma/ instrinsik
Asma ini tidak terjadi karena berhubungan secara langsung dengan
allergen spesifik. Namun, disebabkan oleh faktor dari luar seperti:
obat-obatan, lingkungan kerja, aktifitas berlebih, emosi, dll. Bentuk
asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
3. Asma campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Asma campuran
dikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis dari asma alergik dan
nonalergik.
1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu
rumah (Dhermatophagoides pteronissynus), spora jamur kucing,
bulu bianatang, beberapa makanan laut, dan sebagainnya.
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-
obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker,
kodein, dan sebagainya.
c. Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan
aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkhial. Diperkirakan dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asma ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernafasan.
3. Perubahan cuaca yang ekstrem.
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
4. Kegiatan jasmani yang berlebih.
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan
asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan.
Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan yang mudah
menimbulkan serangan asma.
5. Lingkungan kerja.
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial.
6. Obat-obatan.
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker. Kodein, dan
sebagainya.
7. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma. Faktor
ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya.
2.6 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari asma ekstrinsik, yaitu:
Pada saat penderita menarik napas, udara akan masuk melalui
hidung menuju ke trakea. Ketika udara yang masuk itu bercampur dengan
alergen (debu, serbuk, bulu binatang, dll) megakibatkan terbentuk dan
terangsangnya antigen IgE. Karena hal tersebut, otomatis antigen akan
melepaskan produk-produk sel mastoit, yang dimana fungsi dari sel
mastoit dalam sistem imun tersebut yaitu membantu tubuh melawan
infeksi. Lepasnya sel-sel mastoit mengakibatkan terjadinya kontraksi otot
polos. Ketika otot polos berkontraksi, mengakibatkan bronkus menyempit
dan membatasi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru. Hal
tersebut dinamakan dengan bronkospasme. Terhambatnya jumlah oksigen
yang masuk menyebabkan penderita kesulitan bernapas, batuk dan disertai
mengi. Jika hal tersebut terjadi terus-menerus, maka si penderita
dikategorikan mengalami gejala asma.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compas metis, lemah,
dan sesak nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
a. Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris,
bentuk wajah.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada
oedema.
3. Pemeriksaan telinga
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema,
konjungtiva anemis, reflek cahaya normal.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
a. Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar
mulut, biasanya ada kesulitan dalam menelan.
b. Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak,
ada lesi/tidak,ada benjolan/tidak.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat
sputum yang kental dan sulit dikeluarkan, dengan
menggunakan otot-otot tambahan, sianosis.
Mekanika bernafas,pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak
nafas.
Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot
tambahan. Takikardi akan timbul diawal serangan,
kemudian diikuti sianosis sentral.
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara
mengi (wheezing) pada fase respirasi semakin
menonjol.
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid
clavicula kiri.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada
suara tambaha/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : bentuk tidak simetris.
b. Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
a. Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi,
tidak ada oedema.
b. Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
a. Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
a. Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut
pubis merata.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
individu, keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan
kondisi kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Berikut
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
1. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing
dalam jalan napas, respon alergi dan efek agen farmakologis.
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas
4. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
5. (D.0080) Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Keperawatan Tujuan & Intervensi
yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.
Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.
Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.
Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu.
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi.
Kolaborasi
1. Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas
komunitas
5. Ansietas b.d Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
kebutuhan tidak intervensi dalam (I.09326)
terpenuhi 1x4 jam, masalah Observasi
(D.0080) ansietas diatasi 1. Identifikasi
dengan kriteria teknik relaksasi
hasil sebagai yang pernah
berikut : efektif digunakan
Tingkat Ansietas 2. Identifikasi
(L.09093) kesediaan,
1. Verbalisasi kemampuan dan
khawatir penggunaan
akibat kondisi teknik
yang dihadapi sebelumnya.
menurun 3. Monitor respon
(Nilai: 5) terhadap terapi
2. Frekuensi relaksasi.
pernapasan
membaik Terapeutik
(Nilai: 5) 1. Ciptakan
3. Pola tidur lingkungan
membaik tenang dan tanpa
(Nilai: 5) gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang yang
nyaman.
2. Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia.
2. Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih.
3. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
4. Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih teknik
yang dipilih.
2.8 FARMAKOLOGI
1. Xantin
a. Mekanisme Kerja
Metilxantin akan merelaksasi secara langsung otot polos
bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung,
menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan
menghambat kontraksi uterus.
b. Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial
dan bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis
kronik dan emfisema.
c. Macam-macam sediaan obat:
Amenofilin
Teofilin
Difilin
Oktrifilin
2. Antikolinergik
a. Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja
Menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis
kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat
lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.
Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
bronkodilator lain sebagai bronkodilator dalam
pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan
penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk
bronkhitis kronik dan emfisema.
Bentuk sediaan: aerosol dan larutan
b. Tiotropium Bromida
Mekanisme Kerja
Menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga
terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah
inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi
tertentu.
Indikasi
Tiotropium digunakan sebagai perawatan
bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.
2.12 REHABILITASI
Rehabilitasi merupakan suatu kegiatan atau proses untuk
membantu para penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang
memerlukan pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik,
psikologis dan sosial yang maksimal. Tak hanya berupa pengobatan
medis, namun rehabilitasi bagi penderita asma bronkial juga bisa secara
non medis seperti salah satunya yaitu terapi latihan pernapasan.
Pelaksanaan terapi pernapasan tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Letakan kedua telapak tangan didepan dada, tarik napas perlahan-
lahan dan diikuti tarikan kedua telapak tangan perlahan-lahan
kesamping sampai otot dada terulur kebelakang lakukan sampai 7
kali.
b. Sama seperti diatas meletakan kedua telapak tangan didepan dada,
tetapi dalam menarik napas dan menarik tangan repetisinya lebih
cepat sekali tarik sekali frekuensi pernapasan.
1. Cuci sarung bantal, guling, seprei dan selimut dengan air panas
(36-60C) seminggu sekali
2. Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
3. Ganti furniture berlapis kain dengan berlapis kulit
4. Gunakan pembersih vakum
5. Cuci mainan kainan dengan air panas
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Asma bronkhial adalah penyakit pada sistem pernapasan yang
bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas
kronis. Hal itu ditandai dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti
mengi ekspirasi, napas pendek, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan dalam intensitas bersamaan dengan keterbatasan
aliran udara ekspirasi.
Gejala kemunculan asma bronkhial ini sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih.
Asma bronkhiale dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
penyebabnya yaitu asma ekstrinsik atau alergik, asma idiopatik atau
ekstrinsik dan mixed asma (campuran dari kedua asma).
3.2 SARAN
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
dengan kasus asma bronkhiale sehingga penulis menyarankan kepada para
pembaca khusunya mahasiswa keperawatan agar bisa mengaplikasikan
dengan tepat perihal tindakan atau asuhan keperawatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, dkk (2020). Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di
Unit Gawat Darurat : Literature Review. Universitas Surakarta
Arif, dkk (2009). Peran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pada Asma Anak Vol
10, No 5. Medan: Sari Pediatri
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Ri
Destriana, dkk (2015) Peran Perawat Tentang Penanganan Asma Pada Anak Di
IGD Puskesmas Sibela Mojosongo Surakarta. Stikes Kusuma Husada.
Surakarta
Tirtoadi, dkk (2004). Diet & Asma (Medical Progress). Keperawatan Keluarga:
Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Sleman, Yogyakarta