Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAPASAN


PADA KASUS ASMA BRONKHIALE

Dosen Pengampu : Ainul Yaqin Salam, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Isye Eka Purwanti (14201.11.19019)


2. Nur Aulia Utami (14201.11.19037)
3. Putri Meilinda (14201.11.19040)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY

PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO

PADJARAKAN-PROBOLINGGO

2020 – 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan
Sistem Pernapasan Pada Kasus Asma Bronkhiale ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM., S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketuan STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
3. Ibu Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns., M.Kep, Sp.Kep.Mat selaku Kepala Prodi
Sarjana Keperawatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan
Probolinggo.
4. Bapak Ainul Yaqin Salam, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Pengampu
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan – rekan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo
semester IV.
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan. Seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca
untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Probolinggo, 18 Mei 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit asma berasal dari kata “asthma’ dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernafas”. Asma adalah penyakit heterogen, biasanya
ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. Hal itu ditandai dengan
adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi ekspirasi, napas pendek,
sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan dalam
intensitas bersamaan dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global
Initiative for Asthma, 2018).
Asma bronkial adalah penyakit yang heterogen, biasanya ditandai
dengan peradangan saluran napas kronis dengan gejala, seperti mengi,
sesak nafas, sesak dada, dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu
dan dalam intensitas, bersama dengan batasan aliran udara ekspirasi
(GINA, 2018). Asma bronkial terjadi akibat hiperaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen seluler
terutama mastosit, eosinofil, makrofag, limfosit T, neutrofil, dan epitel.
Asma menjadi salah satu masalah kesehatan utama baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Menurut data dari laporan Global
Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2018 dinyatakan bahwa angka kejadian
asma dari berbagai negara adalah 1-18% dan diperkirakan terdapat 300
juta penduduk di dunia menderita asma.
Menurut Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (2018), prevalensi asma di Indonesia sekitar
4,5% dimana perempuan berbanding laki-laki sekitar 2,3 : 2,5. Di
Sumatera Selatan prevalensi asma bronkial dengan 8.671 kasus
menduduki posisi ketiga dari penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan, 2015).
Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk membuat
makalah dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan Sistem Pernapasan
Pada Kasus Asma Bronkhiale. Penulis beranggapan bahwa tindakan serta
asuhan keparawatan bagi klien dengan kasus asma bronkhiale yang tepat
bisa mengurangi jumlah Angka Kematian manusia dengan kasus seperti
ini yang nyatanya semakin meningkat setiap tahunnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari asma bronkhiale?
2. Bagaimana klasifikasi dari asma bronkhiale?
3. Bagaimana faktor presipitasi dari asma bronkhiale?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari asma bronkhiale?
5. Bagaimana dampak berkelanjutan dari asma bronkhiale?
6. Bagaimana patofisiologi dari asma bronkhiale?
7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari asma bronkhiale?
8. Bagaimana farmakologi dari asma bronkhiale?
9. Bagaimana diet/ nutrisi pada penderita asma bronkhiale?
10. Pemeriksaan penunjang apa saja yang bisa dilakukan oleh penderita
asma bronkhiale?
11. Bagaimana intervensi keperawatan bagi pasien asma bronkhiale?
12. Bagaimana rehabilitasi pada penderita asma bronkhiale?
13. Bagaimana aspek legal etis pada penderita asma bronkhiale?
14. Apa fungsi advokasi pada penderita asma bronkhiale?
15. Bagaimana health education yang diberikan pada penderita asma
bronkhiale?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


a. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini memiliki
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari asma bronkhiale.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari asma bronkhiale
3. Untuk mengetahui faktor presipitasi dari asma bronkhiale
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari asma bronkhiale
5. Untuk mengetahui dampak berkelanjutan dari asma bronkhiale
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari asma bronkhiale
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari asma
bronkhiale
8. Untuk mengetahui farmakologi dari asma bronkhiale
9. Untuk mengetahui diet/ nutrisi pada penderita asma bronkhiale
10. Untuk mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang
bisa dilakukan oleh penderita asma bronkhiale
11. Untuk mengetahui intervensi keperawatan bagi pasien asma
bronkhiale
12. Untuk mengetahui rehabilitasi pada penderita asma bronkhiale
13. Untuk mengetahui aspek legal etis pada penderita asma
bronkhiale
14. Untuk mengetahui fungsi advokasi pada penderita asma
bronkhiale
15. Untuk mengetahui health education yang diberikan pada
penderita asma bronkhiale

b. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
pada kasus asma bronkhiale. Serta sebagai bahan mata ajar dalam
proses belajar mengajar di Institusi.
2. Tenaga Kesehatan (Perawat)
Agar mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan sistem
pernapasan pada kasus asma bronkhiale sehingga dapat dengan
benar mengaplikasikannya dalam dunia kerja, serta dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.

3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang konsep
asuhan keperawatan sistem pernapasan pada kasus asma bronkhiale
sehingga nantinya mereka dapat mengetahui bagaimana atau apa
yang seharusnya mereka lakukan ketika berjumpa dengan klien
dengan kasus seperti ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Pengertian dari asma bronkhial menurut beberapa ahli yaitu:
1. Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
peradangan saluran napas kronis (Global Initiative for Athma,
2018).
2. Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah ubah secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
3. Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas (bronkus)
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang
bersifat sementara.
4. Asma adalah mengi berulang dan/ atau batuk persisten (menetap)
(PNAA, 2004).

Pengertian dari status asmatikus yaitu:

1. Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa


serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat
refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan
(Medlinux, 2008).
2. Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang luar biasa
beratnya, dimana obat-obat yang biasanya efektif untuk
meniadakan atau mengurangi serangan sesak napas sudah tidak
berkhasiat lagi.
3. Status asmatikus adalah penyakit asma berat disebabkan oleh
peningkatan respon dari trakea dan bronkus terhadap bermacam-
macam stimuli yang ditandai dengan adanya penyempitan bronkus
dan bronkiolus serta sekresi yang berlebih.
4. Status asmatikus adalah asma akut yang berat dimana ia
memerlukan penanganan segera.

2.2 KLASIFIKASI
Menurut (Solmon, 2015), klasifikasi asma berdasarkan etiologinya
terbagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1. Asma alergik/ ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen sebagai
pencetusnya. Klien dengan asma alergik bisa juga dikarenakan
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga. Bentuk asma ini
biasanya di mulai sejak kanak- kanak.
2. Idiopatik atau nonarelgik asma/ instrinsik
Asma ini tidak terjadi karena berhubungan secara langsung dengan
allergen spesifik. Namun, disebabkan oleh faktor dari luar seperti:
obat-obatan, lingkungan kerja, aktifitas berlebih, emosi, dll. Bentuk
asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
3. Asma campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Asma campuran
dikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis dari asma alergik dan
nonalergik.

2.3 FAKTOR PRESIPITASI

Menurut (Soemantri, 2009. Edisi 2) sampai saat ini etiologi asma


belum diketahui dengan pasti. Suatu hal yang menonjol pada semua
penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Oleh karena
inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika ada rangsangan baik
fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma
perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau
pencetus yang dapat menimbulkan asma.

Faktor-faktor pencetus tersebut adalah sebagai berikut :

1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu
rumah (Dhermatophagoides pteronissynus), spora jamur kucing,
bulu bianatang, beberapa makanan laut, dan sebagainnya.
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-
obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker,
kodein, dan sebagainya.
c. Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan
aksesoris lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkhial. Diperkirakan dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asma ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernafasan.
3. Perubahan cuaca yang ekstrem.
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
4. Kegiatan jasmani yang berlebih.
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan
asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan.
Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan yang mudah
menimbulkan serangan asma.
5. Lingkungan kerja.
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial.
6. Obat-obatan.
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker. Kodein, dan
sebagainya.
7. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma. Faktor
ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya.

2.4 TANDA DAN GEJALA


Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (dipsnea), batuk-batuk,
dada yang terasa sesak, dan mengi). Penggunaan otot bantu napas juga
menjadi salah satu dari gejala asma ini.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga parah. Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau
dini hari. Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur
dan kebutuhan akan inhaler semakin  sering. Selain itu, memburuknya
gejala juga bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan
asma. Serangan asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau
bahkan beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang
gejala asmanya memburuk dengan sangat cepat kurang dari waktu
tersebut.

2.5 DAMPAK BERKELANJUTAN


Gejala asma yang semakin parah bisa menyebabkan berbagai
dampak berkelanjutan, yaitu sebagai berikut:
1. Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.
2. Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan sering.
3. Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.
4. Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
5. Denyut jantung yang meningkat.
6. Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
7. Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.

2.6 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari asma ekstrinsik, yaitu:
Pada saat penderita menarik napas, udara akan masuk melalui
hidung menuju ke trakea. Ketika udara yang masuk itu bercampur dengan
alergen (debu, serbuk, bulu binatang, dll) megakibatkan terbentuk dan
terangsangnya antigen IgE. Karena hal tersebut, otomatis antigen akan
melepaskan produk-produk sel mastoit, yang dimana fungsi dari sel
mastoit dalam sistem imun tersebut yaitu membantu tubuh melawan
infeksi. Lepasnya sel-sel mastoit mengakibatkan terjadinya kontraksi otot
polos. Ketika otot polos berkontraksi, mengakibatkan bronkus menyempit
dan membatasi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru. Hal
tersebut dinamakan dengan bronkospasme. Terhambatnya jumlah oksigen
yang masuk menyebabkan penderita kesulitan bernapas, batuk dan disertai
mengi. Jika hal tersebut terjadi terus-menerus, maka si penderita
dikategorikan mengalami gejala asma.

Patofisiologi dari asma intrinsik, yaitu:


Proses terjadinya asma intrinsik hampir sama dengan asma
ekstrinsik. Bedanya hanya terletak pada faktor persipitasinya. Faktor
persipitasi dari asma intrinsik seperti olahraga, infeksi saluran pernapasan,
udara yang dingin, emosi, lingkungan, dll. Misal kita mengambil faktor
pencetus yang udara dingin. Udara dingin masuk melalui hidung dan
menuju ke trakea hingga sampai di bronkiolus. Saluran pernapasan yang
hanya dilapisi oleh cairan tipis, menjadi kering karena udara dingin
tersebut. Akibatnya saluran pernapasan mengalami iritasi dan
pembengkakan sehingga memperparah gejala asma yang kambuh. Tak
hanya itu, udara dingin mengakibatkan produksi lendir di paru dan
tenggorokan semakin banyak. Tak hanya diproduksi lebih banyak, namun
lendir tersebut lebih kental dari biasanya. Ketika produksinya terlalu
banyak, maka lendir tersebut sukar untuk dikeluarkan dan berakhir dengan
menyumbat saluran pernapasan. Tersumbatnya saluran pernapasan
membuat penderita kekurangan oksigen sehingga berefek pada kambuhnya
gejala asma.

2.7 ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan
dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan bersinambungan.
Sebenarnya, pengkajian adalah proses bersinambungan yang
dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase
evaluasi, pengkajian dilakukan untuk melakukan hasil strategi
keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase
proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang akurat
dan lengkap (Kozier, Berman, & Snyder, 2011).
1. Identitas Klien
a. Usia: asma bronkial dapat menyerang segala usia tetapi,
lebih sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi
sebelum usia 40 tahun.
b. Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar
2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
c. Tempat tinggal dan jenis pekerjaan: lingkungan kerja
diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2- 15% klien dengan asma bronkial
(Muttaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen hewan
di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau,
kelembapan, dan pemanasan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial
adalah dispneu (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),
batuk, dan mengi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma
yaitu pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pasien
yang sudah menderita penyakit asma, bahkan keluarga yang
sudah menderita penyakit asma/faktor genetik.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan
riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya
riwayat penyait keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya
tidak ditemukan penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.

B. Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi Terhadap Kesehatan Klien
Seperti apa penderita dan keluarganya menangani gejala awal
dari asma.
2. Pola Aktivitas Latihan
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas.
3. Pola Istirahat Tidur
Penderita akan sulit tidur karena gejala asmanya yang biasanya
sering kambuh di malam hari dan dini hari
4. Pola Nutrisi Metabolik
Terjadi penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai
akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang
makin melimpah.
5. Pola Eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air
kecil. Kebiasaan menahan buang air besar akan menyebabkan
feses menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh,
menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan.
6. Pola Kognitif Perseptual
Panca indra penderita tidak mengalami gangguan. Mungkin
hanya pada indra penghidunya yang mengalami gangguan
ketika asmanya kambuh.
7. Pola Konsep Diri
Penderita akan menganggap dirinya lemah dan tak berdaya
ketika asma menyerang.
8. Pola Koping
Penderita meminta pendapat kepada keluarganya tentang
masalah yang dihadapi.
9. Pola Seksual Reproduksi
Seksual reproduksi penderita berjalan dengan lancar. Namun,
keturunan pasien bisa mengalami asma juga sebab faktor
genetik.
10. Pola Peran Hubungan
Hubungan penderita dengan keluarga dan masyarakat berjalan
dengan lancar. Penderita biasanya akan dijauhi oleh orang-
orang sekitar karena mereka beranggapan bahwa asma itu
menular.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Penderita tetap patuh dan taat terhadap Tuhan-Nya.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compas metis, lemah,
dan sesak nafas.
2. Pemeriksaan kepala dan muka
a. Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris,
bentuk wajah.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada
oedema.
3. Pemeriksaan telinga
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema,
konjungtiva anemis, reflek cahaya normal.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5. Pemeriksaan mulut dan farink
a. Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar
mulut, biasanya ada kesulitan dalam menelan.
b. Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
6. Pemeriksaan leher
a. Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
7. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak,
ada lesi/tidak,ada benjolan/tidak.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
8. Pemeriksaan thorak
a. Pemeriksaan paru
 Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat
sputum yang kental dan sulit dikeluarkan, dengan
menggunakan otot-otot tambahan, sianosis.
Mekanika bernafas,pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak
nafas.
 Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot
tambahan. Takikardi akan timbul diawal serangan,
kemudian diikuti sianosis sentral.
 Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.
 Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara
mengi (wheezing) pada fase respirasi semakin
menonjol.
b. Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
 Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid
clavicula kiri.
 Perkusi : pekak.
 Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada
suara tambaha/tidak.
9. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : bentuk tidak simetris.
b. Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Perkusi : tympani.
10. Pemeriksaan integumen
a. Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi,
tidak ada oedema.
b. Palpasi : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
11. Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
a. Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
12. Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
a. Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, rambut
pubis merata.
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
individu, keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan
kondisi kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Berikut
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
1. (D.0001) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing
dalam jalan napas, respon alergi dan efek agen farmakologis.
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas
4. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
5. (D.0080) Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi

E. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Keperawatan Tujuan & Intervensi
yang Mungkin Kriteria Hasil Keperawatan
Muncul

1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Pemantauan


Napas Tidak intervensi dalam Respirasi (I.01014)
Efektif b.d 1x4 jam, masalah Observasi
benda asing bersihan jalan 1. Monitor
dalam jalan napas tidak efektif frekuensi, irama,
napas, respon diatasi dengan kedalaman dan
alergi dan efek kriteria hasil upaya nafas.
agen sebagai berikut : 2. Monitor pola
farmakologis Bersihan Jalan nafas (bradipnea,
(D.0001) Napas (L.01001) takipnea,
1. Mengi hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Dipsnea biot, ataksik).
menurun 3. Monitor saturasi
(Nilai: 5) oksigen.
3. Frekuensi 4. Monitor nilai
napas analisa gas darah
membaik (AGD)
(Nilai: 5)
4. Pola napas Terapeutik
membaik 1. Atur interval
(Nilai: 5) pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan


Pertukaran Gas intervensi dalam Respirasi (I.01014)
b.d perubahan 1x4 jam, masalah Observasi
membran gangguan 1. Monitor
alveolus-kapiler pertukaran gas frekuensi, irama,
(D.0003) diatasi dengan kedalaman dan
kriteria hasil upaya nafas.
sebagai berikut : 2. Monitor pola
Pertukaran Gas nafas (bradipnea,
(L.01003) takipnea,
1. Dispnea hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Bunyi napas biot, ataksik).
tambahan 3. Monitor saturasi
menurun oksigen.
(Nilai: 5) 4. Monitor nilai
3. Napas cuping analisa gas darah
hidung (AGD)
menurun
(Nilai: 5) Terapeutik
4. PCO2 1. Atur interval
membaik pemantauan
(Nilai: 5) respirasi sesuai
5. PO2 membaik kondisi pasien.
(Nilai: 5) 2. Dokumentasikan
6. Takikardi hasil pemantauan
membaik respirasi sesuai
(Nilai: 5) kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu

3. Pola Napas Setelah dilakukan Pemantauan


Tidak Efektif intervensi dalam Respirasi (I.01014)
b.d hambatan 1x4 jam, masalah Observasi
upaya napas pola napas tidak 1. Monitor
(D.0005) efektif diatasi frekuensi, irama,
dengan kriteria kedalaman dan
hasil sebagai upaya nafas.
berikut : 2. Monitor pola
Pola Napas nafas (bradipnea,
(L.01004) takipnea,
1. Dipsnea hiperventilasi,
menurun kussmaul,
(Nilai: 5) cheyne-stokes,
2. Penggunaan biot, ataksik).
otot bantu 3. Monitor saturasi
napas menurun oksigen.
(Nilai: 5) 4. Monitor nilai
3. Pernapasan analisa gas darah
cuping hidung (AGD)
menurun
(Nilai: 5) Terapeutik
4. Frekuensi napas 1. Atur interval
membaik pemantauan
(Nilai: 5) respirasi sesuai
5. Kedalaman kondisi pasien.
napas membaik 2. Dokumentasikan
(Nilai: 5) hasil pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
2. Informasikan
hasil
pemantauan, jika
perlu.

Manajemen Jalan
Napas (I.01011)
Observasi
1. Monitor bunyi
napas tambahan.

Terapeutik
1. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler.
2. Berikan oksigen,
jika perlu.

Kolaborasi
1. Pemberian
bronkodilator,
jika perlu.

4. Intoleransi Setelah dilakukan Terapi Aktivitas


aktivitas b.d intervensi dalam (I.05186)
ketidak 1x24 jam, masalah Observasi
seimbangan intleransi aktivitas 1. Identifikasi
antara suplai dan diatasi dengan defisit aktivitas
kebutuhan kriteria hasil 2. Identifikasi
oksigen sebagai berikut : kemampuan
(D.0056) Toleransi Aktivitas beraktivitas
(L.05047) dalam aktivitas
1. Saturasi tertentu
oksigen 3. Identifikasi
meningkat strategi
(Nilai: 5) meningkatkan
2. Kemudahan partisipasi dalam
dalam aktivitas
melakukan
aktivitas Terapeutik
sehari-hari 1. Fasilitasi memilih
meningkat aktivitas dan
(Nilai: 5) tetapkan tujuan
3. Dipsnea saat aktivitas yang
aktivitas konsisten sesuai
menurun kemampuan fisik,
(Nilai: 5) psikologi dan
4. Dipsnea sosial.
setelah 2. Fasilitasi makna
aktivitas aktivitas yang
menurun dipilih
(Nilai: 5) 3. Fasilitasi pasien
5. Frekuensi dan keluarga
napas dalam
membaik menyesuaikan
(Nilai: 5) lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang
dipilih
4. Jadwalkan
aktivitas dan
rutinitas sehari-
hari
5. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas

Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
2. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok atau
terapi.

Kolaborasi
1. Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas
komunitas
5. Ansietas b.d Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
kebutuhan tidak intervensi dalam (I.09326)
terpenuhi 1x4 jam, masalah Observasi
(D.0080) ansietas diatasi 1. Identifikasi
dengan kriteria teknik relaksasi
hasil sebagai yang pernah
berikut : efektif digunakan
Tingkat Ansietas 2. Identifikasi
(L.09093) kesediaan,
1. Verbalisasi kemampuan dan
khawatir penggunaan
akibat kondisi teknik
yang dihadapi sebelumnya.
menurun 3. Monitor respon
(Nilai: 5) terhadap terapi
2. Frekuensi relaksasi.
pernapasan
membaik Terapeutik
(Nilai: 5) 1. Ciptakan
3. Pola tidur lingkungan
membaik tenang dan tanpa
(Nilai: 5) gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang yang
nyaman.
2. Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia.
2. Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih.
3. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
4. Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih teknik
yang dipilih.

2.8 FARMAKOLOGI
1. Xantin
a. Mekanisme Kerja
Metilxantin akan merelaksasi secara langsung otot polos
bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung,
menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan
menghambat kontraksi uterus.
b. Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial
dan bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis
kronik dan emfisema.
c. Macam-macam sediaan obat:
 Amenofilin
 Teofilin
 Difilin
 Oktrifilin

2. Antikolinergik
a. Ipratropium Bromida
 Mekanisme Kerja
Menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis
kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat
lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.
 Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
bronkodilator lain sebagai bronkodilator dalam
pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan
penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk
bronkhitis kronik dan emfisema.
 Bentuk sediaan: aerosol dan larutan

b. Tiotropium Bromida
 Mekanisme Kerja
Menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga
terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah
inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi
tertentu.
 Indikasi
Tiotropium digunakan sebagai perawatan
bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.

2.9 DIET/ NUTRISI


Memang belum ada hasil penelitian yang menyatakan ada jenis
makanan tertentu yang memiliki efek untuk mengurangi tingkat
kekambuhan atau keparahan serangan asma. Namun, selektif dalam
memilih makanan dapat membantu mengendalikan asma dengan
mencegah kekambuhan gejalanya. Berikut adalah jenis makanan untuk
penderita asma yang bisa penderita konsumsi:
a. Sumber makanan asam lemak omega 3
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Allergology International,
lemak yang berasal dari tumbuhan dan asam lemak omega 3 dapat
mengurangi peradangan yang terjadi pada saluran napas penderita
asma. Lemak nabati yang baik untuk penderita asma yaitu: minyak
zaitun, biji chia, biji rami (flax seed), dan walnut. Sedangkan,
lemak hewani dapat ditemukan pada ikan berlemak, seperti salmon,
tuna, dan sarden.
b. Sumber makanan vitamin D
Mencukupi kebutuhan asupan vitamin D dapat membantu
mengurangi kekambuhan asma pada anak-anak usia 6-15 tahun.
Beberapa sumber makanan vitamin D yang baik bagi penderita
asma adalah salmon dan telur.
c. Sumber makanan vitamin A
Penderita asma umumnya memiliki kadar vitamin A dalam darah
yang rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menderita
asma. Mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A juga
baik bagi penderita asma karena dapat membuat fungsi kerja paru-
paru menjadi lebih baik. Jenis sumber makanan vitamin A yang
baik adalah ubi, wortel, bayam, kale dan brokoli.
c. Sumber makanan kaya magnesium
Makanan yang mengandung magnesium dianggap dapat
memperbaiki fungsi aliran pernapasan agar tidak tersumbat.
Sumber makanan kaya akan magnesium, yakni bayam, biji labu,
salmon, dan dark chocolate.
d. Bayam
Kandungan vitamin B9 (folat) pada bayam dapat membantu
mengendalikan asma.
e. Apel
Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di Inggris
mengungkapkan bahwa penderita asma yang makan apel setiap hari
berisiko lebih rendah mengalami serangan asma daripada yang
tidak makan apel sama sekali.
e. Pisang
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam European Respiratory
Journal menemukan bahwa pisang dapat mengurangi mengi pada
anak-anak dengan asma.
f. Buah-buahan beri
Buah-buahan beri yang dapat dikonsumsi antara lain blueberry,
stroberi, ceri, blackberry, raspberry, cranberry, dan bilberry.
f. Jahe
Menurut hasil studi yang diterbitkan dalam American Journal of
Respiratory Cell and Molecular Biology, kandungan zat tertentu
dalam jahe dapat mengendurkan saluran pernapasan.

Jenis-jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi atau dibatasi


konsumsinya oleh penderita asma bronkhiale, yaitu:
a. Makanan yang mengandung sulfit
Kandungan sulfit dalam makanan atau minuman dianggap dapat
meningkatkan kekambuhan penyakit asma. Beberapa contoh
minuman dan makanan yang mengandung sulfit adalah acar,
udang, buah-buahan kering, jus lemon dalam kemasan, jus anggur
dalam kemasan, dan wine.
b. Makanan yang mengandung gas
Makanan yang mengandung gas dapat memberikan tekanan pada
diafragma. Makanan yang mengandung gas, termasuk kacang-
kacangan, kol, bawang putih, bawang bombai, makanan gorengan,
hingga minuman bersoda.
c. Makanan cepat saji
Beberapa orang dengan asma mungkin saja sensitif atau alergi
terhadap jenis makanan-makanan tersebut.
d. Makanan pemicu alergi
Orang-orang yang memiliki jenis alergi tertentu berisiko
mengalami reaksi alergi mirip asma.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
105 atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada
serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang menyebabkan trensudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah 25 sekelompok sel-sel epitelnya dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
antibiotik.
c. Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus dapat
mencapai 1000-1500/mm3 baik asma instrinsik maupun
ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinosil normal antara 100-
200/mm3 .
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang
lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia dan hiperkapnea.
5. Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma
bronkial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru
atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
atelektasis. (Muttaqin, 2012)

2.11 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi keperawatan untuk mengurangi sesak napas pada
penderita asma dapat dilakukan dengan beberapa cara sepertu teknik
relaksasi napas dalam, respiratory muscles stretching, teknik pernafasan
buteyko, latihan batuk efektif, dan terapi guided imageri (Purnamasari,
2020).
1. Teknik Relaksasi Napas Dalam
Dengan melatih otot-otot pernafasan akan meningkatkan fungsi
otot respirasi, beratnya gangguan pernafasan akan berkurang, dapat
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, serta dapat menurunkan
gejala dispnea.
2. Respiratory Muscles Stretching
Latihan peregangan otot bantu pernafasan akan mengembalikan
panjang otot kekeadaan alamiah sehingga dapat meningkatkan
oksigenasi atau proses pertukaran oksigen dan karbondioksida di
dalam sel.
3. Teknik Pernafasan Buteyko
Bermanfaat untuk mengurangi hiperventilasi. Caranya yaitu,
hidung ditutup dengan jari di akhir exhalasi dan hitung BTH
(breathing holding time) dalam beberapa detik. Pasien harus
menutup hidung sampai ada keinginan untuk bernapas. Kemudian
melakukan inspirasi dan ekspirasi seperti normal kembali.
4. Latihan Batuk Efektif
Manfaat latihan batuk efektif untuk melonggarkan dan melegakan
saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas akibat adanya
lendir yang memenuhi saluran pernafasan.
5. Terapi Guided Imagery
Dapat menyeimbangkan aktivitas system saraf otonom pada
pasien.

2.12 REHABILITASI
Rehabilitasi merupakan suatu kegiatan atau proses untuk
membantu para penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang
memerlukan pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik,
psikologis dan sosial yang maksimal. Tak hanya berupa pengobatan
medis, namun rehabilitasi bagi penderita asma bronkial juga bisa secara
non medis seperti salah satunya yaitu terapi latihan pernapasan.
Pelaksanaan terapi pernapasan tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Letakan kedua telapak tangan didepan dada, tarik napas perlahan-
lahan dan diikuti tarikan kedua telapak tangan perlahan-lahan
kesamping sampai otot dada terulur kebelakang lakukan sampai 7
kali.
b. Sama seperti diatas meletakan kedua telapak tangan didepan dada,
tetapi dalam menarik napas dan menarik tangan repetisinya lebih
cepat sekali tarik sekali frekuensi pernapasan.

Latihan pernapasan tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada


syarat-syarat bagi mereka yang akan melakukan latihan, yaitu: tidak dalam
serangan asma, sesak dan batuk, tidak dalam serangan jantung, dan tidak
dalam keadaan stamina menurun akibat flu atau kurang tidur dan baru
sembuh.
Menurut Wara kushartanti (2002) program latihan yang dirancang
bagi penderita asma pada dasarnya menitik beratkan pada latihan
pernapasan yang bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efisiensi fase ekspirasi
b. Mengurangi aktivitas dada bagian atas
c. Mengajarkan pernapasaan diafragma
d. Merelakskan otot yang tegang
e. Meningkatkan fleksibilitas otot intercostalis, pectoralis, scalenius,
dan trapezius

2.13 ASPEK LEGAL ETIS


a. Autonomy
Perawat yang mengikuti prinsip autonomy menghargai hak klien
untuk mengambil keputusan mereka sendiri. Dengan menghargai
hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan individu secara
holistik.
b. Non Maleficence
Non maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak
membahayakan bagi kliennya.
c. Beneficence
Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan tindakan dengan
baik serta dapat menguntungkan klien dan keluarga.
d. Informed consent
Yaitu persetujuan dari klien terhadap tindakan yang akan diberikan
dan berdasarkan fakta.
e. Justice
Perawat mengambil keputusan dengan rasa keadilan sesuai dengan
kebutuhan tiap klien.
f. Kejujuran
Dalam hal ini, apabila klien bertanya apapun tentang kondisinya,
perawat harus menjawab semua pertanyaan klien dengan jujur.
Prinsip kejujuran mengarahkan perawat dalam mendorong klien
untuk berbagi informasi.

2.14 FUNGSI ADVOKASI


Felle (2018) menyatakan bahwa faktor tingkat pendidikan perawat
mempengaruhi pengetahuan tentang peran advokasi perawat terhadap
pasien. Peran perawat sebagai advokasi pasien adalah perawat mampu
memberikan perlindungan terhadap pasien, keluarga pasien, dan orang-
orang disekitar pasien. Perawat mampu mempertahankan lingkungan yang
aman dan nyaman serta mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan dari hasil pengobatan, contohnya
mencegah terjadinya alergi terhadap efek pengobatan dengan memastikan
bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi.
Kualitas peran perawat sebagai mediator (advokasi) dalam
melaksanakan layanan asuhan keperawatan didapatkan bahwa perawat
bertugas mendampingi dan menjembatani komunikasi antara pasien dan
dokter sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Perawat juga menekankan
kembali apa yang sudah dikatakan dokter kepada pasien jika pasien dan
keluarga belum paham atau tidak mengerti apa yang dikatakan oleh dokter.
Perawat juga mendampingi pasien dalam menjalani pemeriksaan medis
misalnya pasien mengantarkan pasien dan keluarga untuk melaksanakan
foto rotgen (Suyanti, dkk, 2014).

2.15 HEALTH EDUCATION


Health education sangat penting untuk penderita asma bronkial.
Penderita harus tahu bahwa asma merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikontrol. Terdapat tujuh langkah untuk
mengatasi asma, yaitu:
1. Mengenal seluk beluk asma
2. Mengenali dan menghindari pencetus
3. Menentukan kualifikasi
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang
5. Mengatas serangan asma dengan tepat
6. Memeriksakan diri dengan teratur
7. Menjaga kebugaran dan olahraga teratur

Edukasi dilakukan saat kunjungan pertama baik di gawat darurat,


klinik maupun tempat lain. Bahan edukasi terutama mengenai cara dan
waktu penggunaan obat, menghindari pencetus, mengenali efek samping
obat serta kegunaan control teratur pada pengobatan asma. Pada pasien
diketahui debu rumah sebagai salah satu pencetus maka perlu edukasi
untuk mengontrol lingkungan rumah dalam artian mengurangi paparan
dari pencetus seperti:

1. Cuci sarung bantal, guling, seprei dan selimut dengan air panas
(36-60C) seminggu sekali
2. Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
3. Ganti furniture berlapis kain dengan berlapis kulit
4. Gunakan pembersih vakum
5. Cuci mainan kainan dengan air panas

Komunikasi yang baik merupakan kunci kepatuhan penderita untuk


berobat. Faktor yang berperan dalam terjadinya komunikasi yang baik
adalah ramah, humor, perhatian, mengandung dialog interaktif, memberi
semangat, empati, memberikan informasi yang diinginkan serta
memberikan umpan balik.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Asma bronkhial adalah penyakit pada sistem pernapasan yang
bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas
kronis. Hal itu ditandai dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti
mengi ekspirasi, napas pendek, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari
waktu ke waktu dan dalam intensitas bersamaan dengan keterbatasan
aliran udara ekspirasi.
Gejala kemunculan asma bronkhial ini sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih.
Asma bronkhiale dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
penyebabnya yaitu asma ekstrinsik atau alergik, asma idiopatik atau
ekstrinsik dan mixed asma (campuran dari kedua asma).

3.2 SARAN
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang konsep asuhan keperawatan sistem pernapasan
dengan kasus asma bronkhiale sehingga penulis menyarankan kepada para
pembaca khusunya mahasiswa keperawatan agar bisa mengaplikasikan
dengan tepat perihal tindakan atau asuhan keperawatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, dkk (2020). Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di
Unit Gawat Darurat : Literature Review. Universitas Surakarta

Arif, dkk (2009). Peran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pada Asma Anak Vol
10, No 5. Medan: Sari Pediatri

Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Ri

Christina, dkk (2013). Penanganan Perioperatif Pada Asma. Jurnal Biomedik


(JBM), Vol 5, No 1, hlm 10-16. Manado

Destriana, dkk (2015) Peran Perawat Tentang Penanganan Asma Pada Anak Di
IGD Puskesmas Sibela Mojosongo Surakarta. Stikes Kusuma Husada.
Surakarta

Muslimah (2020) Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Pada


Pasien Asma Bronkial Di Ruang Melati Rsud Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2020. Diploma Thesis, Poltekkes Tanjungkarang.

Nugroho, S. (2009). Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Medikora, (1).


Dosen Pendidikan Olahraga Kesehatan Fakultas Ilmu Keolahragan
Universitas Negeri Yogyakarta

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Rahmatunnisa (2020) Hubungan Penggunaan Kipas Angin Dengan Kekambuhan
Asma Bronkial Pada Anak Di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang. Skripsi Thesis, Universitas Muhammadiyah Palembang.

Sukmawati, D. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Penurunan Skor Kecemasan Pada Pasien Asma Di Puskesmas
Banguntapan I (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Talenta, Hariesty (2019). Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien Dalam


Pemberian Asuhan Keperawatan Di Pelayanan Kesehatan. Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Sumatera Utara: Medan

Tirtoadi, dkk (2004). Diet & Asma (Medical Progress). Keperawatan Keluarga:
Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Sleman, Yogyakarta

Wijayanti, Reni (2019) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita


Asma Bronkial Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas
Di Ruang Asoka Rsud Dr. Harjono Ponorogo. Tugas Akhir (D3) Thesis,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Anda mungkin juga menyukai