Anda di halaman 1dari 24

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASMA BRONKHIAL DENGAN


MASALAH POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF DI RUMAH NY. S DESA
SUMBER GEDONG KABUPATEN TRENGGALEK

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Diploma III Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pamenang

Oleh :

WIRAAYU ANGGUN SANTOSO

NIM. 1801033

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

“PAMENANG”

PARE – KEDIRI

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Masalah
Asma bronkhial dapat menyerang dari semua golongan usia dari usia anak- anak
hingga dewasa yang paling umum terjadi pada anak- anak dan sebagian besar kematian
terjadi pada orang dewasa.

2. Berat Masalah
Menurut WHO terbaru, yang dirilis pada Desember 2016, ada 383.000 orang
kematian akibat asma pada tahun 2015.Sebagian besar kematian terkait asma terjadi di
Negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Sekitar 235 juta orang saat ini
menderita asma. Di Indonesia pada tahun 2015 kematian akibat penyakit asma 16%
balita yang diperkirakan 920.136 balita. Secara nasional terdapat 3,55% penderita asma
(Profil Kesehatan Indonesia, 2016). Di Provinsi Jawa Timur sebesar 4,45% yang
menderita penyakit asma (Profil Kesehatan Indonesia, 2016). Di Daerah Pasuruan
mendapat peringkat dua se- Jawa Timur diperkirakan sebesar 172 per 1000 penduduk
yang menderita asma (Profil Kesehatan Jawa Timur, 2016).

3. Kronologi Masalah
Asma bronkhial disebabkan oleh beberapa faktor penyebab diantaranya allergen,
polusi, infeksi napas, perubahan cuaca, aktivitas berlebihan dan sebagainya. Salah satu
gejala dari reaksi tersebut adalah dengan adanya sesak napas. Sesak nafas ini
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas. Penyempitan saluran napas terjadi
karena adanya hyperreaktifitas dari saluran napas sehingga terjadi pola nafas tidak
efektif. Pola nafas tidak efektif menjadi masalah utama yang sering muncul pada pasien
asma. Apabila masalah pola nafas tidak efektif ini tidak segera ditangani akan dapat
menimbulkan masalah yang lebih berat seperti pasien akan mengalami obstruksi
saluran nafas yang lebih parahnya akan menimbulkan kematian (Muttaqin, 2008).
4. Konsep Solusi
Upaya yang dapat dilakukan pada pasien dengan asma bronkhial adalah
memulihkan kemampuan pernafasan, terutama pada pasien asma dengan masalah pola
nafas tidak efektif. Pengobatan, renang dan senam asma dilakukan secara rutin oleh
penderita asma dapat memulihkan kemampuan pernafasan dengan cara melemaskan
otot- otot pernafasan, mengendalikan pernafasan bahkan meningkatkan kapasitas
pernafasan. Kebutuhan cairan dan nutrisi harus terpenuhi, mengontrol emosional serta
menjaga lingkungan yang bersih dan aman (Muttaqin, 2008).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui dan
mempelajari lebih lanjut tentang penyakit gangguan system pernafasan khususnya
penyakit asma bronchial dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Asma Bronkhial Dengan Masalah Pola Nafas Tidak
Efektif di Rumah Klien Ny.S Desa Sumber Gedong Kabupaten Trenggalek”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan yang ada yaitu
“Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. S penderita asma bronchial dengan masalah
keperawatan pola nafas tidak efektif di Rumah Ny. S Desa sumber Gedong Kabupaten
Trenggalek Tahun 2020”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Asuhan Keperawatan Pada Ny. S penderita asma bronkhial dengan masalah pola
nafas tidak efektif di Rumah Ny.S Desa Sumber Gedong Kabupaten Trenggalek Tahun
2020.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk menyelenggarakan pengkajian keperawatan penderita asma bronchial dengan
masalah pola nafas tidak efektif.
b) Untuk menyelenggarakan perencanaan keperawatan penderita asma bronchial
dengan masalah pola nafas tidak efektif.
c) Untuk menyelenggarakan intervensi keperawatan penderita asma bronchial dengan
masalah keperawatan pola nafas tidak efektif.
d) Untuk menyelenggarakan evaluasi keperawatan penderita asma bronchial dengan
masalah pola nafas tidka efektif.
e) Untuk menyelenggarakan dokumentasi keperawatan penderita asma bronchial
dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian studi kasus ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu
pengetahuan keperawatan dalam memberi gambaran proses pemberian asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien yang mengalami gangguan sistem pernafasan :
asma bronchial di unit perawatan gawat darurat.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Klien dan Keluarga Klien
Dari segi pengetahuan klien dan keluarga klien diharapkan dapat mengambil
manfaat dari Karya Tulis Ilmiah ini yang berkaitan dengan informasi mengenai faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi mortalitas asma. Sehingga klien dan keluarga klien
mengetahui tentang asma serta mampu memberikan pertolongan pertama pada klien
asma bronkhial di rumah untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

b. Bagi pelayanan kesehatan


Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kegawat daruratan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan : asma
bronchial di instalasi gawat darurat.

c. Bagi Perawat
Dapat digunakan dalam pengkajian sampai evaluasi keperawatan dengan teliti
yang mengacu pada fokus permasalahan yang tepat sehingga dapat melaksanakan
asuhan keperawatan secara tepat khususnya pada klien asma bronkhial.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya khususnya tentang masalah pola nafas tidak efektif pada klien asma
bronkhial.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Asma Bronchial


1. Pengertian
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan
ventilasi alveolus ( Huddak & Gallo, 1997 ).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer, 2002 :
611).
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001:48).

2. Klasifikasi
Klasifiksi asma berdasarkan intermiten dibagi menjadi :
a. Persisten ringan yaitu asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangan sampai
menganggu aktifitas. Gejala asma lebih dari 2 kali dalam sebulan dan faal paru
menurun.
b. Persisten sedang yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah menganggu
aktifitas serta terjadi 1-2 kali dalam seminggu dan gejala nya 2 kali dalam seminggu
dan asma ini menyebabkan fungsi faal paru menurun.
c. Persisten berat terjadi terus menerus dan serangan sering terjadi gejala asma pada
malam hari terjadi hamper setiap malam dan faal paru sangat menurun
(Hadibroto,2011).

3. Etilogi
Adapun faktor pencetus dari asma adalah:
a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk
bunga, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan tertentu seperti
penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya yang masuk
melalui kontak dengan kulit.

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca
menjadi pemicu serangan asma.

c. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien


asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.

d. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang
bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma.

e. Stres

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalahnya (Wahid & Suprapto, 2013).

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala asma bronchial menurut Halim Danokusumo (2000) dalam Padila
(2015) diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2

b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Rongen paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.

5. Patofisiologi
Alergen masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan maupun kontak kulit
kemudian tubuh bereaksi terhadap alergen yang menyebabkan spasme otot polos
episodic yang dapat mengakibatkan menyempitnya atau bronkospasme pada jalan nafas
secara akut. Bronkospasme menyebabkan peradangan yang menyebabkan sekresi yang
berlebih dan penebalan sekresi lebih lanjut menyumbat jalan nafas. Antibodi
imunoglobin (IgE), berikatan dengan histamine berisi sel mast dan reseptor pada
membrane sel, memulai serangan asma instrinsik. Ketika terpajan diantigen seperti
serbuk, antibody IgE akan menyatu dalam antigen. Pajanan selanjutnya ke antigen, sel
mast bergranulasi dan melepaskan mediator.
Mediator tersebut akan menyebabkan bronkokontriksi dan edema akibat serangan
asma sehingga terjadi batuk, sesak nafas dan terdengar suara wheezing. Selama
serangan asma, aliran udara ekspirasi menurun, yang menahan gas dalam jalan nafas
sehingga menyebabkan hiperinflasi alveolar (Kimberly, 2011).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel

Farmakologi, obat anti asma :


a. Bronchodilator
Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin
Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid
Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.

7. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
a. Pneumothorak yaitu suatu keadaan dalam rongga pleura yang dicurigai terdapat
benturan atau tusukan yang menyebabkan kolans dan gagal nafas.
b. Pneumomediastinum yaitu kondisi dimana udara berada di mediastinum yang
disebabkan trauma fisik yang mangarah udara keluar dari paru.
c. Enfisema yaitu suatu keadaan pengembangan paru dengan udara yang berlebihan
yang mengakibatkan pelebaran dan pecah nya alveolus.
d. Aspergilosis yaitu penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan menandai
adanya gangguan pernafasan yang berat.
e. Atelectasis pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara bronkus maupun bronkiolus akibat pernafasan yang dangkal.
f. Gagal nafas yaitu gangguan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran gas O2 dan
CO2 sehingga system pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
g. Bronchitis yaitu peradangan pada cabang tenggorokan (bronkus) saluran udara ke
paru.
h. Fraktur iga yaitu terputusnya kontineuitas jaringan tulang yang disebabkan ruda
paksa (Kimberly, 2010).

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita asma bronkial meliputi :
1) Spirometer yaitu alat pengukur faal paru untuk menegakkan diagnosis dan untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2) Uji provokasi bronkus yaitu tes khusus yang berhubungan dengan hiperaktivitas
dalam mengevaluasi diagnosis orang yang dicurigai asma.
3) Pemeriksaan sputum yaitu untuk pemeriksaan asma yang berat dan mengetahui
gram bakteri dan diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotic.
4) Uji kulit untuk mengetahui factor yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
5) Foto thorak yaitu untuk mengetahui gambaran pada penyakit asma.
6) Analisa gas darah yaitu untuk mengetahui apakah hipoksia, hiperkapneu dan
asodosis (Padilla, 2013).

B. Konsep Gerontik
1. Pengertian Gerontik
Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan
secara individual, karena faktor tertentu Lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Seseorang dikatakan Lansia ialah
apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan (Nugroho, 2008).

2. Batasan Lanjut Usia


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan Lansia menjadi
empat, yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
adalah 60-74 tahun. lanjut usia tua (old) adalah 75-90, usia sangat tua (very old) adalah
diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah memasuki atau
mencapai usia 60 tahun lebih (Nugroho, 2008).

3. Tipe Lanjut Usia


Menurut Nugroho (2008) lanjut usia dapat pula dikelompokan dalam beberapa tipe
yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental,
sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara lain:
1) Tipe Optimis: lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka
memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
2) Tipe Konstruktif: lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup,
memiliki toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri. Biasanya, sifat
ini terlihat sejak muda. Mereka dengan tenang menghadapi proses menua.
3) Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat,
tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan
bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang pensiun, tidak suka bekerja, dan senang
berlibur, banyak makan, dan banyak minum.
4) Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat
pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering
tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat konpultif aktif, dan
menyenangi masa pensiun. Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah
menyerah, serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan.
5) Tipe Pemarah: lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu
menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian yang buruk. Lanjut usia sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
6) Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga. Biasanya,
pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu bukan hal yang
baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu masalah
pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang buruk.
7) Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia ini bersifat
kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan
sosial-ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan diri. Lanjut usia tidak hanya mengalami
kemarahan, tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sebagai tidak berguna
karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak bahagia, merasa
menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin cepat mati. Perawat perlu
mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat menghindari kesalahan atau kekeliruan
dalam melaksanakan pendekatan asuhan keperawatan. Tentu saja tipe tersebut
hanya suatu pedoman umum dalam praktiknya, berbagai variasi dapat ditemukan.

4. Proses Penuaan dan Perubahan yang Terjadi pada Lansia


Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu
masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu.
Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis
dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini
menjadi kemunduran fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, dan kelaianan berbagai fungsi organ vital. Sedangkan kemunduran psikis
terjadi peningkatan sensitivitas emosional, penurunan gairah, bertambahnya minat
terhadap diri, berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatkan minat terhadap
material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya orientasi dan subyek saja
yang berbeda) (Mubarak,2009).
Namun, hal di atas tidak menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, Lansia harus
senantiasa berada dalam kondisi sehat, yang diartikan sebagai kondisi :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial.
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3) Mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat.
Adapun dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara
sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,
sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan fisik
dan sosial, stres fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses
penuaan (Mubarak, 2009).

5. Masalah yang Terjadi pada Lansia


Menurut Mubarak (2009), terdapat beberapa permasalahan yang sering dialami
oleh seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia, antara lain:
1) Perubahan Perilaku, pada Lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku, di
antaranya : daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecenderungan
penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik
lagi, dan Lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang
akhirnya menjadi sumber banyak masalah.
2) Perubahan Psikososial, masalah perubahan psikososial serta reaksi individu
terhadap perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Lansia yang telah menjalani dengan bekerja, mendadak dihadapkan
untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila Lansia cukup beruntung
dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri dengan menciptakan berbagai
bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunya akan memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun
berarti terputus dari lingkungan, dan teman-teman yang akrab.
3) Pembatasan Aktivitas Fisik, semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan
penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya
gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
4) Kesehatan Mental, pada umumnya Lansia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitanya dengan
perubahan fisik. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin
berkurang dan akan mengakibatkan berkurangnya interaksi dengan lingkunganya.

C. Konsep Asuhan keperawatan


Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Pengkajian ini dilakukan dengan auto anamnesa dan
allo anamnesa, pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik menelaah
catatan medis dan catatan keperawatan (Hidayat, 2010).

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya (Rohmah & Walid,
2016).
1) Identitas pasien/ biodata Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa.
2) Keluhan utama Sesak nafas dan batuk produktif maupun tidak produktif.
3) Riwayat penyakit sekarang Penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya
keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ke tempat lain selain ke rumah sakit serta pengobatan apa yang
pernah diberikan.
4) Riwayat penyakit dahulu Riwayat asma atau alergi dan serangan asma yang lalu,
alergi dan masalah pernafasan.
5) Pemeriksaan Fisik
6) Keadaan umum:
7) Kesadaran:
8) Tanda-tanda vital:
a) Nadi : (normalnya 60-100 x/menit)
b) Tekanan darah : (normalnya 120/80-140/90 mmhg)
c) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernafasan.
d) Pemeriksaan dada Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada
thoraks dan paru-paru
9) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain : takipnea,
dispnea progresif, pernapasan dangkal.
10) Palpasi : adanya nyeri tekan, masa, peningkatan vokal vremitus pada daerah yang
terkena.
11) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara)
resonansi.
12) Auskultasi : suara pernafasan yang meningkat intensitasnya, adanya suara mengi
(whezing) dan adanya suara pernafasan tambahan ronchi.
2. Analisa data
Data dasar adalah kumpulan ata yang berisikan mengenai status kesehatan kilen,
kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan
atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan
secara sistematis untuk menentukan masalah serta kebutuhan keperawatan dan
kesehatan lainnya. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses
keperawatan. Dari informasi yang terkumpul didapatkan data dasar tentan masalah
yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah pasien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk rumah sakit
(inti alassessment), selama klien dirawat secara terus menerus (On going assasment)
serta pengkajian ulang untuk melengkapi data (re-assesment).
Tujuan pengumpulan data adalah untuk memperoleh infirmasi tentang keadaan
kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai
keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah
berikutnya.
Tipe data terbagi dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah
data yang didapatkan dari klien sebagai suatau pendapat terhadap suatu situasi dan
kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi,
perasaan, ide klien terhadap status kesehatan lainnya. Sedangkan data objektif adalah
data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indra
(lihat, dengar, cium,sentuh/raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi,
pernafasan , tekanan darah, berat badan dana tingkat kesadaran (Hidayat, 2010).

3. Rumusan masalah
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pola
nafas pasien dapat efektif
Kriteria hasil :
a) Klien menunjukan kedalaan dan kemudahan dalam bernapas
b) Ekspansi dada simetris
c) Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
d) Tidak ada bunyi napas tambahan
e) Tidak ada napas pendek
Intervensi:
a) Monitor pola nafas pasien
Rasional: mengetahui frekuensi, kedalaman, irama pernafasan.
b) Pantau tanda- tandavital
Rasional: mengetahui kondisi pasien dan keefektifan intervensi.
c) Atur posisi semifowler
Rasional : untuk membantu ekspansi paru
d) Ajarkan tekni bernapas butyko
Rasional: untuk mengurangi sesak napas.
e) Kolaborasi pemberian terapi oksigen dan bronkodilator
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan oksigen dan meringankan sesak nafas

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan jalan
nafas pasien kembali efektif
Kriteria Hasil:
a) Klien udah untuk bernapas
b) Tidak ada sianosis tidak ada dispneu
c) Saturasi oksigen dalam batas normal
d) Jalan napas paten
e) Mengeluarkan sekresi seara efektif
f) Klien mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
Intervensi :
a) Monitor kecepatan, irama, dan frekuensi pernafasan
Rasional: untuk mengetahui keabnormalan pernafasan pasien
b) Auskultasi pada pemeriksaan fisikparu
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya suara nafas tambahan
c) Ajarkan batuk efektif
Rasional: membantu mengeluarkan dahak yang tertahan.
d) Kolaborasi pemberian obat sesuaiindikasi
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikeluarkan
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoli ditandai
dengan penurunan CO2.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam klien menunjukan
pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil:
a) Klien bernapas dengan mudah
b) Tidak ada dyspneu
c) Tidak ada kegelisahan
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : distres pernafasan yang dibuktikan dengan dispnea dan takipnea sebagai
indikasi penurunan kemampuan menyediakan oksigen bagi jaringan.
b) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku dan jaringansentral.
Rasional : sianosis kuku menunjukkan fase konstriksi. Sedangkan sianosis daun telinga,
membran mukosa dan kulit sekitar mulut ( membran hangat) menunjukkan hipoksemia
sistemik.
c) Awasi frekuensi dan irama jantung.
Rasional : takikardi biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi tetapi dapat
sebagai respon terhadap hipoksemia.
d) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2 denganbenar.
Rasional : untuk mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg (normal PaO2 80-100
mmHg).

4. Perencanaan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pola
nafas pasien dapat efektif

Intervensi Rasional
1. Monitor pola nafas pasien 1. Mengetahui frekuensi,
2. Pantau tanda- tandavital kedalaman, irama pernafasan
3. Atur posisi semifowler 2. Mengetahui kondisi pasien
dan keefektifan intervensi
4. Ajarkan tekni bernapas butyko 3. Untuk membantu dalam
5. Kolaborasi pemberian terapi ekspansi paru
oksigen dan bronkodilator 4. untuk mengurangi sesak napas
5. Membantu memenuhi
kebutuhan oksigen dan
meringankan sesak nafas

2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan jalan
nafas pasien kembali aktif

3) Intervensi Rasional
1. Monitor kecepatan, irama, 1. Untuk mengetahui
dan frekuensi pernafasan keabnormalan pernafasan
2. Auskultasi pada pasien
pemeriksaan fisik paru 2. Untuk mengetahui ada
3. Ajarkan batuk efektif tidaknya suara nafas
4. Kolaborasi pemberian obat tambahan
sesuaiindikasi 3. Membantu mengeluarkan
dahak yang tertahan
4. Membantu mengencerkan
dahak sehingga mudah
untuk dikeluarkan

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoli ditandai


dengan penurunan CO2.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam klien menunjukan
pertukaran gas adekuat

Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Distres pernafasan yang
dan kemudahan bernafas. dibuktikan dengan dispnea
2. Observasi warna kulit, dan takipnea sebagai
catat adanya sianosis pada indikasi penurunan
kulit, kuku dan kemampuan menyediakan
jaringansentral. oksigen bagi jaringan.
3. Awasi frekuensi dan irama 2. Sianosis kuku
jantung. menunjukkan fase
4. Kolaborasi dalam konstriksi. Sedangkan
pemberian terapi O2 sianosis daun telinga,
dengan benar. membran mukosa dan kulit
sekitar mulut ( membran
hangat) menunjukkan
hipoksemia sistemik.
3. Takikardi biasanya ada
sebagai akibat demam atau
dehidrasi tetapi dapat
sebagai respon terhadap
hipoksemia.
4. Untuk mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg
(normal PaO2 80-100
mmHg).
BAB 3
METODE PENELITIAN

A. Metode Penulisan
Metode adalah serangkaian cara yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan. Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah
metode pemecahan masalah (problem solving) pendekatan proses keperawatan.

B. Teknik Penulisan
Teknik penulisan menggambarkan gaya penyajian informasi dalam tulisan
ilmiah. Teknik penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
adalah deskriptif yang menggambarkan studi kasusu dan metode studi kepustakaan.

C. Waktu dan Tempat Penelitian


Penulisan studi kasus ini penulis mengambil satu kasus yaitu pola nafas tidak
efektif pada penderita asma bronchial di Rumah Ny.S Desa Sumber Gedong Kabupaten
Trenggalek. Tempat yang akan dijadikan sasaran untuk pengkajian asuhan
keperawatan. Waktu pengambilan kasus atau pengolahan data untuk dijadikan asuhan
keperawatan yaitu pada tanggal 25 – 27 Agustus 2020 (selama 3 hari).

D. Kerangka Kerja
Kerangka kerja atau alur kerja menggambar tahapan pokok yang dilalui untuk
menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini. Kerangka kerja dalam penelitian ini
adalah:
Melakukan pengkajian : Data dasar, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, pengkajian pola
kebutuhan sehari-hari, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium

Melakukan analisa data subjektif dan data objektif

Menentukan perencanaan / intervensi

Melakukan implementasi, observasi, mandiri, edukasi, kolaborasi

Melakukan evaluasi

Bagan 1 : Kerangka kerja asuhan keperawatan pada Ny. S penderita asma bronchial
dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif di Rumah Ny. S Desa Sumber
Gedong Kabupaten Trenggalek.

E. Instrumen Penelitian
Penulis menggunakan alat yang digunakan dalam pengumpulan data yang
berasal dari format pengkajian yaitu identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan
pasien dna keluarga, pola fungsional, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, data
subjektif dan data objektif, Data subjektif adalah data yang diperoleh dari pasien
maupun keluarga pasien. Data objektif adalah data yang diperoleh dari ekspresi yang
penulis lihat dari diri pasien. Adapun dalam penagmbilan data pasien tersebut,
dibutuhkan bolpoin dan kertas format pengkajian data.

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian dalam penulisan Karya Tulis ilmiah ini adalah:
1. Studi literature
Adapun studi literature yaitu mengumpulkan bahan dna buku keperawatan maupun
sumber lain yang berkaitan dengan bronkitis kronis.
2. Obsevarsi Partisivasi
Penulis mengadakan pengamatan secara langsung pada pasien dengan
menggunakan panca indra. Teknik pengumpulan data secara observasi pastisipasi
digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan anggota keluarga, pola kebiasaan
keluarga, keadaan lingkungan dan sebagainya, misalnya melakukan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan tanda-tanda vital dan dokumentasi yaitu dengan melihat dan mempelajari
catatan medik, catatan keperawatan dna hasil pemeriksaan (penunjang atau
laboratorium)
3. Wawancara
Penulis melakukan tanya jawab kepada pasien yang bersangkutan.
4. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan catatan
keperawatan pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe.

G. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2010), masalah etik pada penelitian ini meliputi :
1. Infomed consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang diteliti, peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang terjadi selama atau sesudah
pengumpulan data. Jika subjek tidak bersedia diteliti, maka peneliti tidka akan
memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan
nama subjek pada lembar pengumpulan data, cukup dnegan memberi nomor kode pada
masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentiallity (Kerahasiaan)
Informasi yang telah dikumpulkan dari subjek, dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti.

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan pembahasan pada Asuhan keperawatan dengan penderita
asma bronchial dengan maalah keperawatan pola nafas tidak efektif. Pengkajian ini
dilakukan tanggal 25 – 27 Agustus 2020 di Rumah Ny. S Desa Sumber Gedong
Kabupaten Trenggalek.

A. PENGKAJIAN
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 25 Agustus 2020 pukul 10.00 WIB dirumah
Ny. S Desa Sumber Gedong Kabupaten Trenggalek. Ny. S berusia 56 tahun yang
tinggal serumah dengan suami dan 1 anak nya. Ny. S mengeluhkan sesak napas saat
terpapar asap rokok. Berdasarkan data yang diperoleh saat melakukan pengkajian
bahwa Ny. S mempunyai penyakit asma, pasien juga mengatakan mempunyai penyakit
asma sejak tahun.
Dari analisa diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data yang didapatkan
pasien mengatakan akan sesak jika menghirup asap rokok suaminya. Jika sesak napas
Ny. S akan susah bernafas dan sulit untuk menggambil nafas. Jika ingin menggambil
nafas maka Ny. S akan menggunakan otot bantu pernafasan untuk menghirup nafas
ditandai dengan memegang dada nya. Sesak nafasnya sering terjadi diwaktu yang tidak
menentu dan kadang terjadi tiba tiba. Selain asap rokok Ny. S juga mengatakan
sesaknya bisa berasal dari makanan dan minuman seperti jeruk, teh dan es. Dan
berdasarkan teori yang ada keluhan pada pasien asma adalah salah satunya pola nafas
tidak efektif karena pada saat klien menggambil nafas nampak klien kesusahan,
nampak penggunaan otot bantu pernafasan, dan nampak napas pendek, Ny. S
mengatakan juga akan lelah saat menarik nafas. Hal ini ditunjukkan pada ekspresi klien
yang nampak susah bernafas, nampak penggunaan otot bantu pernafasan dan nampak
napas pendek, maka dari itu ada kesesuaian antara fakta dan teori.
B. PERENCANAAN
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan pasien mengatakan sesak napas saat
terpapar asap rokok, sehingga perawat merencanakan asuhan keperawatan dengan
diagnosa asma bronchial berhubungan dengan pola nafas tidak efektif ditandai dengan
hambatan upaya nafas. Dalam upaya peningkatan pola nafas pasien maka perawat
merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan antara lain : 1)
Memanajemen energi, 2) Manajemen jalan napas buatan, 3) Manajemen medikasi, 4)
edukasi pengukuran respirasi, 5) konsultasi via telepon.
Semua tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien
meningkatkan status kesehatan pasien. Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan
pasien. Rencana keperawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. rencana asuhan keperawatan yang
di rumuskan dengan tepat. Menurut Doengoes (2000) untuk penyakit asma muncul
beberapa diagnosa salah satunya asma bronchial berhubungan dengan pola nafas tidak
efektif ditandai dengan hambatan upaya nafas. Dalam rencana tindakan keperawatan
yang akan dilakukan antara lain : 1) Memanajemen energi, 2) Memanajemen jalan
napas buatan, 3) Memanajemen medikasi 4) Edukasi pengukuran respirasi, 5)
Konsultasi via telepon
Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data yang ada,
perawat merencanakan asuhan keperawatan dengan diagnosa asma bronchial
berhubungan dengan pola nafas tidak efektif ditandai dengan hambatan upaya nafas dan
merencanakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan teori yang ada, maka dari itu
kesesuaian data atau fakta dengan teori yang ada.

C. PELAKSANAAN
Berdasarkan diagnosa asma bronchial berhubungan dengan pola nafas tidak efektif
ditandai dengan hambatan upaya nafas, perawat melakukan tindakan untuk mengatasi
masalah tersebut dengan mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam bernafas,
mengobservasi TTV sebelum dan sesudah tindakan, menjelaskan pentingnya
memanajemen energi, perlunya memanajemen jalan napas buatan, pentingnya
memanajemen medikasi, mengajarkan cara pengukuran respirasi dan manfaat konseling
via telepon dengan para tenaga ahli lainnya.
Menurut Doengoes (2000) untuk penyakit asma muncul beberapa diagnosa salah
satunya asma bronchial berhubungan dengan pola nafas tidak efektif ditandai dengan
hambatan upaya nafas. Pelaksaan tindakan keperawatan merupakan inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik (Gordon, 2007). Tahap pelaksaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan melakukan asuhan
keperawatan sesuai dnegan apa yang diintervensikan.
Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan fakta perawat
melakukan implementasi dalam melakukan tindakan keprawatan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan sebelumnya dan berdasarkan teori yang ada adalah
tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
rencana tindakan yan spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan pasien. Dalam pelaksanaa tindakan keperawatan
melakukan asuhan keperawatan sesuai dnegan apa yang telah diintervensikan, maka
dari itu ada kesesuaian antara fakta dan teori yang ada.

D. EVALUASI
Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2020 pukul 10.00
WIB, pasien mengatakan mampu bernafas secara bertahap, pasien tampak rileks hasil
dari tanda vital didapatkan TD : 120/80 mmHg, N : 80x/menit, RR : 20x/menit.
Menurut Doengoes (2000) kriteria hasil dari diagnosa pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan hambatan upaya nafas, adalah pasien dapat melaporkan /
menunjukkan penurunan otot bantu pernafasan yang dapat diukur dengan tidak adanya
penggunaan otot bantu pernafasan secara berlebihan. Perencanaan evaluasi memuat
kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses dapat dilihat dengan bernafas dibandingkan antara proses dengan pedoman atau
rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dna
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya
(Gordon,2007).

Anda mungkin juga menyukai