Anda di halaman 1dari 40

KEPERAWATAN ANAK

KELOMPOK 2
ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :

Titien Anggraini (G2A219007)

Eni Nursetyawati (G2A219009)

Pangestika Ayu Pradhipta (G2A219010)

Rizka Indah Puspitasari (G2A219011)

Mei Yolla Ningrum (G2A219012)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERWATAN LINTAS JALUR

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYUAH SEMARANG

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan
keluarga, karena asma pada anak berpengaruh terhadap berbagai
aspek khusus yang berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk proses
tumbuh kembang baik pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani,
2007).
Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu yang menyebabkan peradangan dengan manifestasi mengi
kambuhan, sesak nafas, dan batuk terutama pada malam hari dan pagi
hari. Asma merupakan penyakit yang umumnya mempengaruhi orang-
orang dari semua usia, dan dapat mempengaruhi psikologis serta
sosial yang termasuk domain dari kualitas hidup. Penyakit ini pada
umumnya dimulai sejak masa anak-anak (Wong, 2009).
Global Initiative For Asthma (GINA) memperkirakan
300 juta penduduk dunia menderita asma (GINA, 2011). Prevalensi
asma pada anak di Amerika Serikat mencapai 9,4% (National
Centerfor Health Statistics, 2008). World Health Organization
(WHO) memperkirakan angka ini akan terus bertambah hingga
mencapai 180.000 orang setiap tahun. Prevalensi total asma di dunia
diperkirakan 6% pada dewasa dan 10% pada anak (Depkes RI, 2009).
Menurut Depkes (2009) angka kejadian asma pada anak dan bayi
sekitar 10-85%. Departemen Kesehatan juga memperkirakan
penyakit asma termasuk 10 besar penyebab tingginya angka
kesakitan dan kematian di Rumah Sakit serta diperkirakan 10%
dari 25 juta penduduk Indonesia menderita asma. Apabila
tidakdilakukan pencegahan prevalensi asma akan semakin meningkat
pada masa yang akan datang (Depkes RI, 2009).

2
Menurut data The Global Asthma Report pada tahun 2016
dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah
325 juta orang dengan angka prevalensi yang terus meningkat terutama
pada anak-anak. Prevalensi asma meningkat 5-30% dalam satu dekade
terakhir. World Health Organisation (WHO) memperkirakan 235 juta
penduduk dunia menderita asma dan paling sering terjadi pada anak.
Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka
kematian akibat penyakit asma bronkial di Indonesia mencapai 24.773
orang atau sekitar 1,77 persen dari total jumlah kematian penduduk.
Setelah dilakukan penyesuaian umur dari berbagai penduduk, data ini
sekaligus menempatkan Indonesia di urutan ke-19 di dunia perihal
kematian akibat asma bronkial.

Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di


Negara kita Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas
mengenai asma yang terjadi pada anak ini, sehingga orang tua dapat
mengetahui bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan bagi anak yang
terserang asma.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua dapat
memahami mengenai serangan asma pada anak dan mengetahui tata
cara pelaksanaan penanganan asma bronkial yang terjdi pada anak.
Selain itu juga untuk memenuhi tugas yang di berikan dosen
pembimbing. 
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang definisi asma bronkial pada anak.
b. Untuk mengetahui etiologi dari asma bronkial pada anak.
c. Untuk mengetahui patofisiologi asma bronkial pada anak.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis asma bronkial pada anak.
e. Untuk mengetahui komplikasi asma bronkial pada anak.

3
f. Untuk mengetahui klasifikasi asma bronkial pada anak.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan dignostik asma bronkial pada anak.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan asma bronkial pada anak.

i. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan asma bronkial


(pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
impelentasi, evaluasi).

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori dari penyakit asma?

2. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit asma?

D. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan


referensi buku-buku yang berkenaan dengan keperawatan anak khususnya
asma bronkial pada anak.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan
metode penulisan, sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis tentang asma bronkial pada anak dan asuhan
keperawatan asma bronkial pada anak.
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Asma adalah penyakit yang setua artefak. Kertas papirus Mesir yang
ditemukan sekitar tahun 1870 berisi resep untuk asma yang ditulis
dalam huruf hieroglif yang menuliskan campuran herbal yang dipanaskan
di atas batu agar penderita dapat menghisap asap hasil pembakarannya
(Clark, 2013).
Asma bronkial adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi
saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3) peningkatan respons saluran
napas terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas) (Sundaru & Sukamto,
2006).
Asma bronkial adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel
yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi
dengan antigen (Rab, 2010).
Penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang sudah
tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan, sehingga terjadi
penyempitan yang mendadak. Akibatnya penderita sesak napas, sehingga
untuk membantu pernapasan seluruh otot-otot pernapasan difungsikan secara
maksimal. Penyebab asma adalah alergi atau peka terhadap berbagai
bahan seperti: butir-butir sari bunga, bulu kucing, spora jamur, dan
sebagainya. Pada waktu serangan asma, sering ekspirasinya disertai bunyi:
“ngiik, ngiiiik” yang panjang, karena udara yang dihembuskan keluar
melalui pipa yang sangat sempit. Dengan adanya bunyi tersebut, di daerah
Jawa penyakit asma dinamakan pula sakit mengi (Irianto, 2014).

5
Adapun definisi asma bronkial, ada 3 hal yang penting yaitu sebagai
berikut (Dinajani, 2008):
a. Timbulnya secara periodik

b. Kronik

c. Reversibel (fungsi paru dapat kembali normal dengan atau tanpa


pengobatan)

B. Etiologi
1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi
penyempitan jalan nafas.
2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental

Menurut Margaret Varnell Clark (2013), faktor-faktor penyebab dan


pencetus asma antara lain:

1. Jamur indoor / sick building syndrome


Data yang ada menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jamur
indoor dan penyakit pernafasan alergik. Terminology sick building
syndrome telah digunakan untuk berbagai macam penyakit yang
berhubungan dengan lingkungan internal. Hal ini sering diperberat
dengan adanya lingkungan yang lembab dan pertumbuhan jamur.
2. Radon
Merupakan gas radioaktif alami penyebab kanker yang dapat
ditemukan ditanah, air dan udara, baik didalam maupun diluar
ruangan. Diperkirakan lebih dari 50% dosis efektif radioaktif alami
setiap tahunnya disebabkan oleh paparan radon.
3. Binatang / hewan peliharaan
Bintang melepaskan protein ke lingkungan sekitar melalui cairan
tubuhnya seperti saliva dan dander. Dander dapat didefinisikan sebagai
bahan organik atau protein dari tubuh hewan atau dapat juga disebut

6
sebagai serbuk hewan. Pada sebagian besar pasien alergi, dender tidak
membuat iritasi. Meskipun demikian, dander dapat menjadi makanan
untuk tungau debu untuk mengiritasi banyak pasien asma. Allergen
juga dapat dijumpai pada urin hewan pengerat liar atau peliharaan.
Pada akhirnya semua hewan termasuk manusia dapat menghasilkan
makanan yang cukup untuk tungau debu organic dan memberikan
kesempatan bagi pertumbuhan bakteri di rumah.
4. Tungau debu rumah
Tungau debu tidak bisa dihindari meskipun meminimalisai pengaruh
yang ditimbulkannya bisa dilakukan. Bantal dan matras dapat
dibungkus dengan pembungkus alergen plastik. Linen tempat tidur
harus dicuci secara rutin dengan air panas. Bantal, boneka dan mainan
juga dapat dicuci dengan cara biasa secara rutin. Deterjen dan pemutih
dapat juga berperan dalam mengurangi alergen tungau debu pada
proses pencucian.
5. Polusi udara dan gas buangan kendaraan
Banyak studi menunjukan bahwa peningkatan zat-zat tertentu dari gas
buangan kendaraan memberikan efek negative pada pasien asma.
Dipercaya bahwa pada pasien asma terjadi peningkatan stress oksidatif
saluran nafas dan penurunan fungsi saluran nafas pada pasien asma
ketika terpajar dengan polusi udara.
6. Asap rokok
Pasien asma, terutama anak-anak, harus menghindari asap rokok. Asap
rokok dapat mencetuskan serangan asma. Yang menarik, data
menunjukan efek yang bervariasi menurut usia. Efek merokok pasif
telah terbukti lebih berat dalam mencetuskan serangan asma pada
seorang anak bila yang merokok adalah ibunya daripada orang lain di
sekitar mereka. Selain itu, beberapa studi menunjukan bahwa ibu yang
perokok dapat meningkatkan resiko timbulnya asma saat masi bayi dan
kanak-kanak. Pasien asma dan keluraganya harus diberikan edukasi

7
untuk selalu menghindari asap rokok dan lingkungan yang penuh asap
rokok.

7. Gas iritan

Pajaran terhadap zat kimia seperti komponen formaldehida dan


senyawa organic Volatil (SOV) dapat mengiritasi saluran pernafasan
pasien asma dan mencetuskan serangan asma. Gas-gas SOV dihasilkan
dari berbagai macam sumber seperti produk rumah tangga, seperti: cat,
pelarut cat dan pelarut lainnya, pembersih dan desinfektan, repelen
serangga dan pengharum ruangan. Zat-zat kimia yang dilepaskan ke
udara oleh linolium yang dilepaskan dari proses pembuatan kramik
lantai, karpet, kertas lapis dinding, mebel dan lukisan yang baru dapat
meningkatkan resiko serangan pada pasien asma. Pasien asma dan
keluarganya harus diedukasi untuk menghindari bau dari zat-zat
tersebut.

Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan


Asma Bronkhial
1. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
1) Alergen
Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

8
a. Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu
binatang, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-
obatan.
c. Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Seperti : perhiasan, logam,dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan Kerja.
Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
5) Olahraga atau aktivitas yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika


melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan

9
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.

C. Patofisiologi
Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan
hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain. Dengan
adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan
zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya
alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan
antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya.
Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma. Respon asma terjadi
dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat
berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late
yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa
minggu atau bulan.
Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan,
kecemasan, dan udara dingin. Selama serangan asthmatik, bronkiulus
menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan
lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi
jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan. Anak yang
mengalami asma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan
perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian
tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02
( hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya
resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis
respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan
mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea),

10
kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan
kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu:
a. Atelektasis
b. Emfisema dengan hiperinflasi kronis
c. Pneumothoraks
d. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis
e. Bronkhitis
f. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
g. Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999).

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam
pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia,
bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari
wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada
pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-
otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah
maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak
dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III

11
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat
tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan
penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang
berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu:
h. Atelektasis
i. Emfisema dengan hiperinflasi kronis
j. Pneumothoraks
k. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis
l. Bronkhitis
m. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
n. Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999)

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam
pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia,
bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema.

F. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe, yaitu:

12
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik..

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
- Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen
- Untuk melihat kristal-kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinophil.
- Untuk melihat spiral curshmann, yakni yang merupakan cast
cell (sel cetakan) dari cabang bronkus
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

13
- Untuk melihat netrofil dan eosinophil yang terdapat pada
sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat mucus plug
b. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon
menjadi aktif, Pelepasan mediator humoral), histamine, SRS-A,
serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa, sekresi
meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid).
c. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis,
serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paruPemeriksaan Spirometri
- Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
d. Skin test

14
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru, yaitu:
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right Bundle Branch Block)
- Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.

g. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Dudut Tanjung, 2007).

H. Penatalaksanaan

15
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.
2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan
serangan asma.
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnya.

Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:


1. Pengobatan non farmakologi
a. Memberikan penyuluhan.
b. Menghindari faktor pencetus.
c. Pemberian cairan.
c. Fisioterapi.
d. Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologi
a. Bronkodilator
Obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan,
yaitu:
- Simpatomimetik / adrenergik (adrenalin dan efedrin)
Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (Berotec), Terbutalin
(Bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam
bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprot (spray). Yang berupa
semprotan: MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, Brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah

16
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk
selanjutnya dihirup.
- Santin (teofilin)
Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard),
Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila
kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian: Bentuk suntikan teofillin/aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung
ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk
tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah
sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama
obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungan
obat ini adalah dapat diberikan secara oral. (Dudut Tanjung, 2007).

I. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen dari
proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat

17
dalam menggali permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan
data tentang suatu kesehatan seseorang klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.
Pengkajian keperawatan harus selalu dirancang sesuai kebutuhan
klien. Apabila pada kondisi klien perawat dihadapkan pada klien yang
menderita penyakit akut, perawat perlu membekali diri tentang kondisi
gejala yang berhubungan dan perawat boleh memilih untuk hanya
mengkaji sistem tubuh yang terlibat. Pengkajian keperawatan yang
komprehensif biasanya akan dilakukan pada klien dalam kondisi lebih
sehat, kemudian perawat mempelajari status kesehatan total pasien.
(Muttaqin, 2010: 2)
Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma,
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Pengumpulan data
1. Identitas pasien
- Identitas anak meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, alamat, No. RM, diagnosa medis,
tanggal masuk RS, dan tanggal pengkajian.
- Identitas orangtua/penanggungjawab meliputi meliputi
nama, usia, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien.
2. Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan
atau tanpa produksi mucus; sering bertambah berat saat
malam hari atau dini hari sehingga membuat anak sulit tidur.
Jika asmanya berat maka gejala yang akan muncul yaitu
perubahan kesadaran seperti mengantuk, bingung, saat
serangan asma, kesulitan bernafas yang hebat, takikardia,
kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas, berkeringat.
(Margaret Varnell Clark, 2013).
3. Riwayat kesehatan

18
Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal
sebagai berikut:
- Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang
biasa ditemukan menggunakan pendekatan PQRST,
dimana P atau paliatif/provokative merupakan hal atau
faktor yang mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang
memperberat atau meperingan, Q atau quality dari suatu
keluhan atau penyakit yang dirasakan, R atau region
adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan, S
atau severity adalah derajat keganasan atau intensitas dari
keluhan tersebut, T atau time adalah waktu dimana
keluhan dirasakan, time juga menunjukan lamanya atau
kekerapan.
- Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui
sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan
penyakit sekarang. Riwayat kesehatan menjelaskan
tentang riwayat perawatan di RS, alergi, penyakit kronis
dan riwayat operasi. Selain itu juga menjelaskan tentang
riwayat penyakit yang pernah diderita klien yang ada
hubungannya dengan penyakit sekarang seperti riwayat
panas, batuk, filek, atau penyakit serupa pengobatan
yang dilakukan.
- Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang
berhubungan dengan asma pada anak, riwayat penyakit
keturunan atau bawaan seperti asma, diabetes melitus,
dan lain-lain.
- Genogram

19
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan
gambaran pola asuh klien.
- Riwayat kehamilan dan persalinan
Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari
pre natal, intra natal, dan post natal.
 Pre natal
Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan
yang dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat
proses persalinan, serta jumlah pemeriksaan
kehamilan yang dilakukan ibu pasien.
 Intra natal
Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah
persalinan secara normal atau memerlukan bantuan
alat operasi dan bagaimana keadaan bayi saat di
lahirkan (langsung menangis atau tidak).
 Post natal
Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah
mendapat ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta
bagaimana refleks menghisap atau menelan.
- Riwayat imunisasi dan pemberian makanan
 Riwayat imunisasi
Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap
meliputi BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak,
Thypoid. Bila anak belum mendapat imunisasi
tanyakan dan catat imunisasi apa saja yang sudah dan
belum didapat serta tanyakan alasannya.

Tabel 2.1
Jadwal Imunisasi yang Dianjurkan
Bulan Tahun
Jenis Lhr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
vaksin

20
BCG 1
Hepatitis B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 6
DPT 1 2 3 4 5
Campak 1 2
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3
Influenza Diberikan setiap tahun
Varisela Di berikan 1x
MMR 1 2
Thypoid Ulangan tiap 3 tahun
Hepatitis A 2x, interval 6-12 bulan
HPV 3x

Sumber: (http://jadwalimunisasi.blogspot.com. Dibuka 28 April 2020)


 Riwayat pemberian makan
Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa
diberikan makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa
jenis, porsi dan frekuensi yang diberikan dan tanyakan
makanan apa yang lebih disukai oleh anak.
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Pengkajian pertumbuhan meliputi diantarnya :


 Berat badan sebelum sakit sampai saat sakit rata-rata
berat badan pada bayi bertambah 8.900-7.100 gram,
dan tinggi badan rata-rata bayi bertambah 2 cm.

Pengkajian perkembangan meliputi diantaranya :


 Personal sosial: Dada dengan tangan, tepuk tangan
 Motorik halus: Menaruh kubus dalam cangkir,
membentuk 2 kubus, memegang icik-icik
 Motorik kasar: Duduk, merangkak, berdiri
berpegangan
 Bahasa: Mengoceh, menirukan kata-kata, menoleh
kearah suara.

Bagaan 2.1

21
Danver II

(Sumber: Hidayat: 2008)

22
4. Pola kebiasaan
Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu :
- Pola nutrisi
Nafsu makan anak pada umumnya berkurang atau
hilang. Pemberian ASI dari bayi lahir sampai usia 9
bulan.
- Pola istirahat/aktivitas
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan
untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit
bernafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau
respon terhadap aktifitas atau latihan
Tanda: keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan
umum/kehilangan massa otot.
- Pola personal hygiene
Orang tua kadang merasa takut untuk memandikan anak
yang sedang sakit, sehingga perlu dikaji kebutuhan
personal hygiene bayi.
5. Pemeriksaan fisik
- Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala
pasien, lingkar kepala. Pada asma tidak ditemukan
masalah pada saat dilakukan pemeriksaan kepala.
- Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil,
amati kelopak mata terhadap penetapan yang tepat,
periksa alis mata terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan
rambutnya, amati distribusi dan kondisi bulu matanya,
bentuk serta amati ukuran iris apakah ada peradangan
atau tidak, kaji adanya oedema pada mata. Pada asma

23
tidak ditemukan masalah pada saat dilakukan
pemeriksaan mata.
- Hidung
Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping
hidung
- Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah, dan palatum
terhadap kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati
adanya bau, periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk,
periksa gigi terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi
faring menggunakan spatel lidah. Biasanya ditemukan
pada mulut terdapat nafas barbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih
kotor, ujung dan tepinya kemerahan.
- Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan
atau pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan
ciri-ciri yang tidak normal, periksa saluran telinga luar
terhadap hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan
penarikan aurikel apakah ada nyeri atau tidak lakukan
palpasi pada tulang yang menonjol di belakang telinga
untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau tidak
- Leher
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang
penuh, periksa leher terhadap pembengkakan kelenjar
getah bening, lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar
tiroid.
- Dada
Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan
dinding dada kedalam, amati jenis pernafasan, amati

24
gerakan pernafasan dan lama inspirasi serta ekspirasi,
lakukan perkusi diatas sela iga, bergerak secara simentris
atau tidak dan lakukan auskultasi lapang paru.
- Abdomen
Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring
terlentang, periksa warna dan keadaan kulit abdomen,
amati turgor kulit. Lakukan auskultasi terhadap bising
usus serta perkusi pada semua area abdomen.
- Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan
jari, apakah terdapat sianosis pada ujung jari, adanya
oedema, kaji adanya nyeri pada ekstremitas.
- Genetalia dan anus.
Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi
ukuran genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-
tanda pembangkakan, periksa anus adanya robekan,
hemoroid.
6. Data psikososial anak
Data psikososial menilai dampak-dampak hospitalisasi,
termasuk prosedur pada bayi dan keluarga. Pada pasien bayi
lebih mudah cemas karena tindakan yang dilakukan,
kemungkinan pada bayi kehilangan kontrol terhadap dirinya.
Serta ketakutan bayi terhadap perlukaan muncul karena bayi
menganggap tindakan dan prosedurnya mengancap
intregritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan
reaksi agresif dengan marah dan berontak, menangis dengan
kencang sambil berontak/berguling-guling dan selalu ingin
tetap di pangkuan ibunya.
7. Data perkembangan keluarga
Dikaji sejauh mana perkembangan keluarga ketika pasien
sakit.

25
8. Data penunjang
Pengobatan non farmakologi
- Memberikan penyuluhan.
- Menghindari faktor pencetus.
- Pemberian cairan.
- Fisioterapi.

- Beri O2 bila perlu.


Pengobatan farmakologi
- Bronkodilator
Obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan, yaitu:
 Simpatomimetik / adrenergik (adrenalin dan efedrin)
Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (Berotec), Terbutalin
(Bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik
tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprot (spray). Yang berupa semprotan: MDI
(Metered Dose Inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, Brivasma serta Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel
yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
 Santin (teofilin)
Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin
Retard), Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama
dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian: Bentuk suntikan teofillin/aminofilin
dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan

26
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena
sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan
jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
- Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat
pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk
penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
- Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali
1mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan
secara oral. (Dudut Tanjung, 2007).
b) Analisa data
Analisa data adalah menghubungkan data yang diperoleh
dengan konsep, teori, prinsip, asuhan keperawatan yang relevan
dengan kondisi pasien. Analisa data dilakukan melalui
pengesahan data, pengelompokkan data, membandingkan data,
menentukan ketimpangan atau kesenjangan serta membuat
kesimpulan tentang kesenjangan atau masalah yang ada. (Gaffar,
1999).

27
b. Dignosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149)
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap
paten
Penyebab :
Fisiologis :
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hyperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologis (mis.anestesi)
Situasional :
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
Gejala dan tanda mayor
- Subjektif : (tidak tersedia)
- Objektif :
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
e) Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor

28
- Subjektif :
a) Dyspnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
- Objektif :
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah

2) Gangguan pertukaran gas (D.0003)


Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau
eleminasi karbondioksida pada membrane alveolus-
kapiler
Penyebab :
a) Keidakseimbangan ventilasi-perfusi
b) Perubahan membrane alveolus-kapiler
Gejala dan tanda mayor
- Subjektif :
Dyspnea
- Objektif :
a) PCO2 meningkat/menurun
b) PO2 menurun
c) Takikardia
d) pH arteri meningkat/menurun
e) Bunyi napas tambahan
Gejala dan tanda minor
- Subjektif :
a) Pusing
b) Penglihatan kabur

29
- Objektif :
a) Sianosis
b) Diaforesis
c) Napas cuping hidung
d) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
e) Warna kulit abnormal (mis.pucat, kebiruan)
f) Kesadaran menurun

3) Defisit nutrisi (D.0019)


Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Penyebab :
a) Ketidakmampuan menelan makanan
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d) Peningkatan kebuuhan metabolism
e) Faktor ekonomi (mis.finansial tidak mencukupi)
f) Faktor psikologis (mis.stres, keengganan untuk makan)
Gejala dan tanda mayor
- Subjektif : (tidak tersedia)
- Objektif : Berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal
Gejala dan tanda minor
- Subjektif :
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
- Objektif :
a) Bising usus hiperaktif

30
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membrane mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun

4) Intoleransi aktivitas (D.0056)


Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
Penyebab :
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
- Subjektif : Mengeluh lelah
- Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat
Gejala dan tanda minor
- Subjektif :
a) Dyspnea saat/setelah aktivitas
b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c) Merasa lemah
- Objektif :
a) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d) Sianosis

31
5) Defisit pengetahuan (D.0111)
Definisi : Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu
Penyebab :
a) Kurang terpapar informasi
b) Kurang minat dalam belajar
c) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
Gejala dan tanda mayor
- Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi
- Objektif :
a) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
b) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
Gejala dan tanda minor
- Subjektif : (tidak tersedia)
- Objektif :
a) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
b) Menunjukkan perilaku berlebihan (mis.apatis, bermusuhan,
agitasi, hysteria)

c. Rencana Tindakan Keperawatan


Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan
masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah
pasien. (Alimul Aziz.2005). Adapun kriteria hasil tersebut harus
berpedoman pada SMART yaitu:
1) Befokus pada pasien, yaitu harus menunjukan apa yang akan
dilakukan, kapan dan sejauh mana tindakan dapat dilakukan.
2) Singkat dan jelas, yaitu untuk memudahkan perawat untuk
mengidentifikasi tujuan dan rencana tindakan.

32
3) Dapat diobservasi dan diukur, (measurable) adalah suatu kata kerja
yang menjelaskan perilaku pasien atau keluarga yang diharapkan
akan terjadi jika tujuan telah tercapai.
4) Ada batas waktunya, batas pencapaian hasil harus dinyatakan
dalam penulisan kriteria hasil. Komponen batas waktu dibagi
menjadi 2, yaitu:
- Jangka panjang
Suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam jangka waktu
lama, biasanya lebih dari 1 minggu atau 1 bulan, kriteria hasil
tersebut ditujukan pada unsur "problem" masalah dalam
diagnosa keperawatan.
- Jangka pendek
Suatu tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu yang
singkat, biasanya kurang dari 1 minggu, kriteria hasil tersebut
ditujukan pada unsur etiologi dan symptom dalam diagnosa
keperawatan aktual ataupun resiko.
5) Realistis, yaitu harus bisa dicapai sesuai dengan saran dan
prasarana yang tersedia, meliputi biaya, perlatan, fasilitas, tingkat
pengetahuan, affek-emosi dan kondisi fisik.
6) Ditentukan oleh perawat dan pasien/keluarga pasien, selama
pengkajian perawat mulai melibatkan pasien/keluarga pasien dalam
intervensi. Misalnya pada waktu interview, perawat mempelajari
apa yang bisa dikerjakan atau dilihat pasien sebagai masalah
utama, sehingga muncul diagnosa keperawatan. Kemudian perawat
dan keluarga pasien mendiskusikan kriteria hasil dan rencana
tindakan untuk memvalidasi.
Intervensi yang tepat pada pasien asma bronkial menurut SLKI SIKI
sebagai berikut :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0149)
SLKI
Luaran utama : Bersihan jalan napas (L.01001)

33
Kriteria hasil :
a) Batuk efektif meningkat
b) Produksi sputum menurun
c) Mengi, wheezing menurun
d) Dyspnea menurun
e) Ortopnea menurun
f) Sulit bicara menurun
g) Sianosis menurun
h) Gelisah menurun
i) Frekuensi napas membaik
j) Pola napas membaik

SIKI : Manajemen jalan napas (I.01011)


a) Monitor pola napas
b) Monitor bunyi napas
c) Monitor sputum
d) Posisikan semi-fowler atau fowler
e) Berikan minum air hangat
f) Lakukan fisioterapi dada
g) Berikan oksigen
h) Ajarkan teknik batuk efektif
i) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukokitik,
jika perlu

2) Gangguan pertukaran gas (D.0003)

SLKI
Luaran utama : Pertukaran gas (L.01003)
Kriteria hasil :
a) Tingkat kesadaran meningkat
b) Dyspnea menurun
c) Bunyi napas tambahan menurun

34
d) Pusing menurun
e) Penglihatan kabur menurun
f) Diaphoresis menurun
g) Gelisah menurun
h) Napas cuping hidung menurun
i) PCO2 membaik
j) PO2 membaik
k) Takikardia membaik
l) pH arteri membaik
m) Sianosis membaik
n) Pola napas membaik
o) Warna kulit membaik
SIKI : Pemantauan respirasi (I.01014)
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya produksi sputum
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi napas
h) Monitor saturasi oksigen
i) Monitor nilai AGD
j) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

3) Defisit nutrisi (D.0019)

SLKI
Luaran utama : Status nutrisi (L.03030)
Kriteria hasil :
a) Porsi makan yang dihabiskan meningkat
b) Kekuatan otot pengunyah meningkat

35
c) Kekuatan otot menelan
d) Serum albumin meningkat
e) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
f) Perasaan cepat kenyang menurun
g) Nyeri abdomen menurun
h) Sariawan menurun
i) Berat badan membaik
j) Frekuensi makan membaik
k) Nafsu makan membaik
l) Bising usus membaik
m) Membrane mukosa membaik
SIKI : Manajemen nutrisi (I.03119)
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi makanan yang disukai
c) Monitor asupan makanan
d) Monitor berat badan
e) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
f) Sajikan makanan secara menarrik dan suhu yang sesuai
g) Berikan makanan tinggi serat untuk nmencegah konstipasi
h) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
i) Anjurkan posisi duduk
j) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan

4) Intoleransi aktivitas (D.0056)


SLKI
Luaran utama : Toleransi aktivitas (L.05047)
Kriteria hasil :
a) Frekuensi nadi meningkat
b) Saturasi oksigen meningkat
c) Keluhan lelah menurun

36
d) Dyspnea saat aktivitas menurun
e) Dyspnea setelah aktivitas menurun
f) Perasaan lemah menurun
g) Aritmia saat dan setelah aktivitas menurun
h) Sianosis menurun
i) Warna kulit membaik
j) EKG iskemia membaik
SIKI : Manajemen energy (I.05178)
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional
c) Monitor pola dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
e) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
f) Anjurkan tirah baring
g) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
h) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

5) Defisit pengetahuan (D.0111)


SLKI
Luaran utama : Tingkat pengetahuan (L.12111)
Kriteria hasil :
a) Perilaku sesuai anjuran meningkat
b) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
c) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
d) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
e) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
f) Perilaku membaik
SIKI : Edukasi kesehatan (I.12383)
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

37
b) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
c) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesusai kesepakatan
d) Berikan kesempatan untuk bertanya
e) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
f) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
g) Ajarkan starategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

d. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan
saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor,
kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap
pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation),
tindakan dan dokumentasi.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi berbeda dengan
orang dewasa. Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan bayi
maupun dengan orang tua sangat diperlukan. Disamping itu harus
memperhatikan dampak hospitalisasi bagi bayi dan orang tua.
e. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
terbagi atas dua jenis, yaitu:
1) Evaluasi Formatif

38
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan
klien), Objektif (data hasil pemeriksaan), Analisa data
(perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan).
2) Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi
jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan,
menanyakan respon pasien dan keluarga terkait layanan
keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC:
Jakarta.
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
EGC: Jakarta.
Clark, Margaret Varnell.(2013). Asma Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta :
EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia., 2009. Kejadian Asma di Indonesia.
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
GINA (Global Initiative for Astma). 2011. At A Glance Asthma Management
Reference. Global Initiative For Asthma.
PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rab, T. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media.


Sidhartani, Magdalena. 2007. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada
Anak. Semarang. Universitas Diponegoro.
Sundaru, Heru Sukamto. 2006. Asma Bronkial. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. PenerbitBuku
Kedokteran EGC : Jakarta

40

Anda mungkin juga menyukai