Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA PASIEN ASMA


MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

OLEH :
Mellynia Fitria
Rahmi NIM. 2330058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Hasil Laporan Pendahuluan oleh Mellynia Fitria Rahmi, NIM 2330058 dengan

judul Laporan Pendahuluan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Asma di UPTD

Griya Wreda Jambangan Surabaya ini telah diperiksa dan disetujui.

Surabaya, 10 Januari 2024

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Dr. Hidayatus, Annisa, S.Kep.,Ns


S.Kep.,Ns.,M.Kep NIP. NIP.
I. Konsep Dasar Menua
a. Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam
Kolifah Nur Siti, 2016). Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun
psikologis (Padila, 2013).
b. Proses Menua
Proses menua merupakan peristiwa alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Mubarok,
Nurul & Bambang, 2010). Depkes RI (2013), menyebutkan bahwa proses
penuaan akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada
tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan. Perubahan – perubahan sebagai akibat proses menua (aging
process), meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, dan psikososial (Azizah,
2011 dalam Agustia, Febriana & Woferst, 2014).
c. Proses penuaan
Proses menua adalah suatu proses alami yang akan terjadi pada setiap
makluk hidup. Menurut Laslett (Suardiman, 2011) menyatakan bahwa semua
makluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang berdampak pada
angka usia harapan hidup penduduk. Usia harapan hidup yang meningkat,
mencerminkan makin bertambah panjangnya masa hidup seseorang yang
membawa konsekuensi makin bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
(Uraningsari dan Djalali, 2016). Adapun dua faktor yang mempengaruhi proses
penuaan pertama, yaitu faktor genetik, yang melibatkan perbaikan DNA, respon
terhadap stress, dan pertahanan terhadap antioksidan. Kedua, faktor lingkungan

yang meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit, dan stress dari luar,
misalnya radiasi atau bahan - bahan. Kedua faktor tersebut akan memengaruhi
aktivitas metabolisme sel yang menyebabkan terjadinya stress oksidasi sehingga
terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan
(Sunaryo dkk, 2016).
d. Pengertian lansia
Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah sekelompok penduduk yang
berumur 60 tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari
populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi
dunia dan diperkirakan jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup. Data WHO pada tahun 2009 menunjukkan
lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada
tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi (WHO,
2015).
e. Batasan lansia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda – beda umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli
tentang batasan usia adalah sebagai berikut (Padila, 2013).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat
tahapan yaitu:
a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d) Lanjut usia tua (very old) usia > 90 tahun
II. Konsep Teoritis Asma Bronkhial
A. Definisi
Asma bronkhial adalah peradangan pada jalan nafas yang
mengalami penyempitan dikarakteristikan dengan hiperresponsif, edema
mukosa, dan produksi mukus yang dapat menimbulkan gejala sesak nafas,
mengi, dan batuk jika sputum tidak dapat keluar (Smeltzer, 2017).
Asma bronkhial adalah penyempitan bronkus atau saluran nafas
yang bersifat reversibel karena bronkus yang hiperaktif hal ini terjadi
karena bronkus mengalami kontaminasi dengan alergen (Rab,2017).
B. Klasifikasi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002) berdasarkan penyebabnya,
asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dinginatau bisa pernafasan dan emosi.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergi
C. Etiologi
Menurut GINA (2016), faktor resiko penyebab asma dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Faktor Genetik

a) Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
b) Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan
alergen maupun iritan.
c) Jenis kelamin
Anak laki-laki sangat berisiko terkena asma. Sebelum usia
14 tahun, prevelensi asma pada anak laki-laki adalah 1.5-2
dibanding anak perempuan
d) Ras/etnik
e) Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Massa Index (BMI)
merupakan faktor risiko asma
2. Faktor lingkugan
Polusi udara, asap rokok, perubahan cuaca, Alergen dalam
rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing), dan alergen luar rumah (serbuk
sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
Alergen dari makanan, alergen obat-obatan tertentu.
D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit asma menurut Rengganis (2008), ditandai
dengan kontraksi spatik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda benda asing luar. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi
bila reaksi dengan antigen spesifikasi.
Antibodi Ig E melekat pada sel mast yang terdapat pada
intertisial yang berhungungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi lg E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terletak
pada sel mast dan menyebabkan sel itu akan mengeluarkan berbagai
macam zat,di antaranya histamine, zat anafilaksi yang beraksi lambat
dengan faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
memaksa menekan bagian luar bronkiolus karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obsruksi berat terutama selama
ekspirasi.
Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini meyebabkan
dyspnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asama akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru hal ini biasanya menyebabkan barrel chest.
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit.
alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (Ig E). Ig E selanjutnya akan
menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast
tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel
mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator
seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan
produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Proliferasi dapat
terjadi akibat sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga
proses pertukaran O₂ dan CO₂ terhambat akibatnya terjadi gangguan
ventilasi. Rendahnya masukan O₂ ke paru-paru terutama pada alveolus
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO₂ dalam alveolus atau
yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO₂ dalam kapiler (hipoventilasi)
yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.
Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida
sehingga menyebabkan konsentrasi O₂ dalam alveolus menurun dan
terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi
hipoksemia dan hipoksia.
Hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir
sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama udara, akan mudah
menempel di dinding saluran pernafasan. Dalam waktu yang cukup lama
akan mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang menjebak
di bagian distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih keras
untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah sehingga pada fase ekspirasi
yang panjang akan muncul bunyi-bunyi yang abnormal seperti mengi,
dan ronchi.
E. WOC Asma Bronkhial

Faktor genetik Faktor lingkungan Faktor lainnya


(alergi, jenis kelamin (polusi udara, asap rokok, (alergen dari
makanan, Hipereaktivitas bronkus, debu, cuaca)
dan obat-obatan)
Obesitas)

Reaksi antigen dan antibodi IgE

Mengeluarkan substansi vasoaktif ( histamine, anafilatoksin, bradikinin)

Kontraksi otot polos permeabilitas kapiler sekresi mucus

Bronkospasme kontraksi otot polos produksi mucus bertambah


Edema mukosa Hipersekresi

Obstruksi saluran nafas


Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan hambatan upaya napas
Pola napas
napas
tidak
Hipoventilasi efektif

Gangguan
(Sumber : GHINA 2016 dan Rengganis
pertukaran
gas Asma Bronkhial
2008) Bagan 2.1 WOC
F. Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2018), manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
pasien asma bronkial diantaranya ialah:
1. sesak nafas mendadak, disertai inspirasi yang pendek dibandingkan
dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang
disertai serangan nafas yang kumat kumatan. Pada beberapa penderita
asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang,atau berat dan sesak nafas
timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba
tiba menjadi lebih berat.
2. Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya
wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar
masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot
pernafasan, wheezing akan terdengar lebih lama atau tidak terdengar
sama sekali.
3. Batuk diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental
dahak maka keluhan sesak semakin berat.
4. Hipoventilasi yang terjadi akan memberat sesak nafas, karena
menyebabkan penurunan PO₂ dan pH serta meningkat PCO₂ darah.
5. Takikardia dapat terjadi karena peningkatan konsentrasi
katekolaminal dalam akibat respon hipoksemia.
6. Dyspnea adalah kesulitan bernapas dikarenakan penumpukan sputum
akibat akan menghambat pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh
sehingga suplai oksigen berkurang.
7. Gelisah
8. Sianosis
9. Ortopnea
10. Kesulitan dalam berbicara
11. Pengunaan otot bantu pernapasan
12. Pusing
13. Napas cuping hidung
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma
akan mengalami hal-hal berikut :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degraknulasi
dari kristal eosinophil.
2) Spiral curhman ,yakni yang merupakan cast cell atau sel
cetakan cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum umumnya
bersifat mukoid dengan viskosita yang tinggi
b. Pemeriksaan pH arteri meningkat/menurun
c. Pemeriksaan PCO₂ meningkat dan O₂ menurun
c. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umum nya normal akan tetapi terdapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis. Kadang pada darah
terdapat peningkatan darah. SGOT dan LDH. Hiponatremia dan
kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 yang
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Terapi farmakologis
1) Agonis adrenergik - beta2 kerja - pendek
2) Antikolinergik
3) Kortokosteroid: inhaler dosis-terukur (MDI)
4) Inhibitor pemodifikasi leukotrien/antileukotrien Metilxantin
b. Terapi nonfarmakologis
1) Latihan batuk efektif
2) Teknik pursed lip breathing
3) Teknik napas buteyko
III. Konsep Kebutuhan Oksigenasi
A. Anatomi Sistem Pernapasan

Gambar 2.1 Anatomi Saluran


Pernafasan (Anne Waugh dan Allison
Grant, 2011)

Menurut Andarmoyo (2012) Anatomi Fisiologi Pernafasan dibagi


atas beberapa bagian, antara lain :
1. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang yang disebut kavum nasi dan dipisahkan oleh sekat hidung
yang disebut septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu hidung yang
berfungsi untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk
didalam lubang hidung. Fungsi hidung, terdiri dari:
a. Sebagai saluran pernafasan
b. Sebagai penyaring udara yang dialakukan oleh bulu-bulu hidung
c. Menghangatkan udara pernafasan melalui mukosa
d. Membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam
selaput lendir mukosa hidung.
2. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan
jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tulang tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah dalam ruas tulang leher. Hubungan
faring dengan organ-organ lain; ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, ke bawah depan
berhubungan dengan laring, dan ke bawah belakang berhubungan
dengan esophagus. Rongga faring dibagi dalam tiga bagian:
a. Bagian sebelah atas sama tingginya dengan koana disebut
nasofaring.
b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan itsmus fausium
disebut dengan orofaring
c. Bagian bawah sekali dinamakan laringofarin mengelilingi mulut,
esofagus, dan laring yang merupakan gerbang untuk sistem
respiratorik selanjutnya.
3. Pangkal Tenggorokan (Faring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan
suara. Laring (kontak suara) menghubungkan faring dengan trakea.
Pada tenggorokan ini ada epiglotis yaitu katup kartilago tiroid. Saat
menelanm epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk
mencegah masuknya makanan dan cairan.
4. Batang Tenggorokan (Trakea)
Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai
12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior
esofagus yang memisahkan trakhea menjadi bronkhus kiri dan kanan.
Trakea dilapisi epitelium fespiratorik (kolumnar bertingkat dan
bersilia) yang mengandung banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini
berfungsi untuk mengelurkan benda-benda asing yang masuk bersam-
sama dengan udara saat bernafas.
5. Cabang Tenggorokan (Bronkhus)
Merupakan kelanjutan dari trakhea, yang terdiri dari dua
bagian bronkhus kana dan kiri. Bronkus kanan berukuran lebih
pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer
sehingga memungkinkan objek asing yang masuk ke dalam trakea
akan ditempatkan dalam bronkus kanan. Sedangkan bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping, bronkus bercabang lagi menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil lagi yang disebut bronkhiolus (bronkhioli).
6. Paru-paru
Paru-paru merupan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli).
Pembagian paru-paru:
a) Paru kanan: terdiri dari 3 lobus, lobus pulmo dekstra superior,
lobus media dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan kecil yang disebut segtment.
Paru-paru kanan memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus
superior, 2 buah pada lobus medialis, dan 3 buah pada lobus
inferior.
b) Paru kiri: terdiri atas 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior, dan
lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada
lobus superior, dan 5 buah pada lobus inferior.
B. Fisiologi Sistem Pernapasan
Fungsi paru-paru adalah tempat pertukan gas oksigen dan
karbondioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan
eksterna, oksigen dihirup mealui hidung dan mulut pada waktu bernapas.
Oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat
berhubungan erat denga darah di dalan kapiler pulmonalis. Hanya satu
lapis membrane, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen
dari darah. Oksigen menembus membran ini dan diikat oleh hemoglobin
sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sisni darah dipompa ke
seluruh bagian tubuh melalui arteri. Darah meninggalkan paru-paru pada
tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobin 95% jenuh
oksigen.
Di dalam paru-paru, karbondioksida memenbus membran alveolus-
kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkiial dan
trakea, dihembuskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang
berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna:
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
2. Arus darah melalui paru-paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam
jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler.
CO₂ lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
Semua proses ini diatur sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat CO₂ dan O₂ (Pearce, 2013).
C. Definisi Kebutuhan Oksigenasi
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
vital.Oksigen di butuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan
metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai sel, jaringan atau organ. Kebutuhan oksigenasi adalah merupakan
kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsunagan
metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai
organ atau sel (Hidayat, 2012).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan
1. Kerja Saraf Autonom
Rangsangan saraf autonom dapat mempengaruhi kemampuan
saluran pernafasan untuk dilatasi atau kontriksi. Ketika terjadi
rangsangan oleh saraf simpatetik, ujung saraf dapat mengeluarkan
neurotransmiter (contohnya noradrenalin) yang berpengaruh terhadap
bronkolilatasi (pelebaran saluran pernafasan). Pada saat terjadi
rangsangan oleh saraf simpatetik, contoh neurotransmiter yang
dikeluarkan oleh ujung saraf adalah asetilkolin yang berpengaruhi
terhadap bronkokonstriksi (penyempitan saluran pernafasan).
2. Hormon dan Medikasi
Semua hormon termasuk derivate katekolamin dapat
memperlebar saluran pernafasan. Beberapa jenis obat-obatan dapat
memperlebar saluran pernafasan, misalnya sulfas atropine dan ekstrak
belladona. Contoh obat yang dapat mempersempit saluran pernafasan
adalah beta-2 yang merupakan penghambat adregenik tipe beta.
3. Kondisi Kesehatan
Reaksi alergi terhadap sesuatu dapat menyebabkan gangguan
pada saluran nafas, misalnya bersin, batuk, dan sesak nafas.
4. Perkembangan
Tingkat perkembangan seseorang dapat memengaruhi jumlah
oksigen yang masuk kedalam tubuh. Bayi prematur beresiko
menderita penyakit membran hialin karena produksi surfaktan yang
masih sedikit. Setelah anak tersebut sedikit dewasa, paru-parunya
sudah dapat menghasilkan surfaktan sehingga risiko tersebut menjadi
jauh berkurang.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi fungsi
pernafasan antara lain suhu, ketinggian, dan polusi udara. Suhu
lingkungan mempengaruhi afinitas (kekuatan) ikatan Hb dan Oz. Jadi
dapat dikatakan bahwa suhu lingkungan memengaruhi kebutuhan
oksigen seseorang. Makin tinggi suatu daerah, makin rendah tekanan
oksigennya sehingga makin sedikit oksigen yang dapat dihirup oleh
individu yang berada di daerah tersebut. Akibatnya, individu yang
tinggal di daerah dataran tinggi memiliki laju pemafasan, denyut
jantung serta kedalaman pernafasan yang lebih tinggi daripada
individu yang tinggal di dataran rendah. (Saputra, 2013:131).
E. Gangguan oksigenasi pada asma bronkhial
1. Hiperventilasi : peningkatan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-
paru karena kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk
pembuangan karbon dioksida. Kondisi ini ditandai antara lain dengan
peningkatan denyut nadi, nafas pendek, dada nyeri, dan penurunan
konsentrasi CO2. Jika kondisi ini berlanjut terus, dapat terjadi
alkalosis akibat pengeluaran CO2 yang berlebihan. Hiperventilasi
umumnya disebabkan oleh infeksi, gangguan psikologis (misalnya
kecemasan), dan gangguan keseimbangan asam basa (misalnya
asidosis).
2. Hipoventilasi: penurunan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-
paru karena ventilasi alveolar tidak adekuat untuk mencukupi
kebutuhan metabolik penyaluran O2 dan pembuangan CO2
Hipoventilasi ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran,
disorientasi, dan ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi ini umumnya
disebabkan oleh penyakit otot pernafasan, obat-obatan dan anestesia.
3. Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh
tidak terpenuhi karena kadar oksigen di lingkungan tidak mencukupi
atau penggunaan oksigen di tingkat sel meningkat. Hipoksia dapat
disebabkan antara lain ketidakmampuan sel mengikat O2 serta
penurunan kadar Hb, kapasitas angkut oksigen dalam darah, dan
perfusi jaringan. Gejala hipoksia antara lain terdapat warna kebiruan
pada kulit (sianosis). kelelahan. kecemasan, pusing, kelemahan,
penurunan tingkat kesadaran dan konsentrasi, peningkatan tanda-tanda
vital serta dyspnea (kesukaran bernafas).
F. Pengaturan Kebutuhan Oksigenisasi Pada Asma Bronkhial
1. Ventilasi : Ventilasi merupakan proses pergerakan udara ke dan dari
dalam paru. Proses ini berfungsi untuk menyediakan atau
menyalurkan oksigen dari udara luar yang dibutuhkan sel untuk
metabolisme dan membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme
sel ke luar tubuh. Proses terdiri atas dua tahap, yaitu inspirasi,
pergerakan udara dari luar ke dalam paru dan ekspirasi, pergerakan
udara dari dalam ke luar paru. Namun secara volume pernapasan,
ventilasi dibagi dua menjadi ventilasi per menit dan ventilasi alveolar.
Hiperventilasi (hyperventilation) adalah keadaan napas yang
berlebihan. Hiperventilasi terjadi jika metabolisme tubuh terlampau
tinggi sehingga mendesak alveolus melakukan ventilasi secara
berlebihan. kondisi tersebut terjadi akan menyebabkan
alkalosisrespiratorik. Alkalosis adalah suatu keadaan dimana ekskresi
CO2 dariparu-paru berlebihan yang mengakibatkan naiknya pH darah
(pH darah >7,4). Hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis akibat
retensi tertahannya CO2 di dalam paru-paru. hipoventilasi alveols
akan menyebabkan asidosis respiratorik sehingga pH akan turun.
Hipoventilasi alveolus dapat terjadi jika total volume paru-paru
berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang
bernapas cepat dan dangkal.
2. Difusi gas : Difusi dalam respirasi yaitu salah satu proses pertukaran
gas antar darah pada kapiler paru dengan alveoli. Proses difusi ini
terjadi karena adanya perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan
parsial.Difusi sendiri terjadi melalui membran respirasi yang
merupakan dinding alveolus yang sangat tipis sekali dengan ketebalan
rata-rata 0.5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler vang sangat
banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru-paru terdapat sekitar
300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya
mencapai 70 m- pada orang dewasa normal.
3. Tranportasi : Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses
transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan
pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler
paru. Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara
berikatan dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin.) sisanya larut dalam
plasma. Sekitar 5-7% karbondioksida larut dalam plasma. 23 - 30%
berikatan dengan Hb (HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 - 70%
dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat). Saat istirahat, 5 ml oksigen
ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung
5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang akan diberikan ke jaringan
sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 - 20
kali lipat (Pearce, 2013).
G. Penatalaksanaan non farmakologis pada asma
1. Teknik pernapasan buteyko
a. Definisi dan tujuan buteyko
Teknik pernapasan buteyko merupakan salah satu teknik olah
napas yang bertujuan untuk menurunkan ventilasi alveolar
terhadap hiperventilasi paru (GINA, 2005).
b. Waktu dan lama pelaksanaan buteyko
Teknik buteyko dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yang
dilakukan setiap harinya selama 1 bulan. Memberikan prosedur
teknik pernapasan buteyko dan mendemonstrasikan teknik
pernapasan buteyko kepada responden. Responden diminta untuk
mengulangi teknik pernapasan buteyko sebanyak 2 kali dalam
sehari.
c. Penatalaksanaan
1. Tes bernapas control pause pada tahap awal, sebagai
pemanasan sebaiknya ambil napas sebanyak 2 kali, kemudian
tahan, lalu dihembuskan. Hal ini bertujuan untuk melatih
pernapasan pasien sebelum melakukan pernapasan dangkal.
2. Pernapasan dangkal selama 5 menit, bernapas hanya melalui
hidung sedangkan mulut ditutup. Hal ini bertujuan agar
oksigen yang dihirup hanya masuk melalui saluran
pernapasan secara optimal sehingga dapat meningkatkan
kadar oksigen dalam darah dan mengurangi hiperventilasi.
3. Ulangi gabungan teknik kembali “tes control pause -
bernafas dangkal - tes control pause sebanyak 4 kali. Hal ini
dilakukan untuk mengukur kemampuan pasien dalam
melakukan teknik buteyko.
Langkah teknik pernapasan buteyko
1. Cari tempat yang nyaman untuk duduk
2. Tutup mata dan fokus pada pernapasan, mulai secara
perlahan, bernapas hanya menggunakan hidung. Lakukan
minimal 1 menit.
3. Ambil napas dangkal, tahan napas sesuai kemampuan, jika
merasa terengah-engah kembali ke langkah 2.
4. Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya.
Lakukan selama 10 menit perhari
2. Batuk efektif
a. Definisi batuk efektif
Batuk efektif merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang
berfungsi untuk mengeluarkan benda asing atau sekresi yang
tertahan di saluran pernapasan. Batuk efektif merupakan suatu
metode batuk yang benar, dimana pasien dapat menghemat
energi, tidak mudah lelah dan mengeluarkan dahak secara
maksimal. Teknik ini dilakukan saat pasien ingin batuk.
b. Tujuan batuk efektif
Merangsang terbukanya sistem, meningkatkan distribusi ventilasi,
meningkatkan volume paru dan memfasilitasi pembersihan
saluran napas.
c. Waktu dan lama pelaksanaan batuk efektif
Waktu dilakukan jika pasien merasa sesak serta ingin batuk dan
dalam sekali batuk efektif dianjurkan untuk mengulanginya lagi.
IV. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronkhial
A. Pengkajian
Menurut Potter dan Perry (2005), Pengkajian keperawatan
merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data mengenai klien, agar dapat
mengidentifikasikan, mengenali masalahmasalah, menggali kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bangsa/suku, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit, nama penanggung jawab, keluarga yang dapat
dihubungi, pekerjaan penanggung jawab,no registrasi rekam medis.
2. Keluhan utama
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama meliputi sesak
nafas, orthopnea, mengi, wheezing, adanya keluhan sulit bernafas,
batuk disertai dengan adanya sputum, dyspnea, sulit bicara,
gelisah, pusing, dan penglihatan kabur.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji apakah keluhan utama pasien, kaji keadaan umum pasien,
kaji kesadaran, mengukur tekanan darah, frekuensi nadi, GCS,
frekuensi napas, dan temperatur kulit pasien.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit asma
sebelumnya, apakah klien perokok aktif atau perokok pasif,
apakah klien pernah mengalami penyakit paru sebelumnya,
kaji apakah klien pernah mengkonsumsi obat dan kaji riwayat
alergi pasien.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga klien yang memiliki
penyakit yang sama atau apakah ada penyakit keturunan dalam
silsilah keluarga.
4. Riwayat pola kebiasaan sehari-hari
a) Kebutuhan oksigenasi
Klien dengan asma mengalami pernapasan yang cepat, fase
ekspirasi memanjang dengan mendengkur, penggunaan otot
bantu pernapasan, mengi, kesulitan bicara kalimat atau lebih
dari 4 atau 5 kata sekaligus, pucat dengan sianosis bibir dan
pada dasar kuku. Dengan begitu perlu dikaji pola napas, dan
pemeriksaan saturasi oksigen.
b) Kebutuhan nutrisi dan cairan
Klien dengan asma mengalami perubahan pada pola nutrisi dan
cairan. Dengan begitu perlu dikaji pola makan dan komposisi,
berapa banyak dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak
jumlahnya.
c) Kebutuhan eliminasi
Kaji dari konsistensi, banyaknya, warna dan baunya fases dan
urin, serta apakah ada gangguan eliminasi atau tidak.
d) Kebutuhan tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan sedikit menurun, klien akan
gelisah / sulit tidur karena sesak nafas.
e) Kebutuhan aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena keterbatasan
aktivitas yang disebabkan sesak nafas.
f) Kebutuhan rasa nyaman
Dalam rasa nyaman klien biasanya akan mengalami gelisah.
g) Kebutuhan personal hygiene
Personal hygiene tidak dapat terpenuhi karena keterbatasan
dalam melakukan aktivitas.
5. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Pemeriksaan dada dimulai dari thorak posterior, klien pada
posisi duduk. Dada diobservasi dengan membandingkan satu
sisi dengan yang lainnya. Tindakan dilakukan dari atas (apeks)
sampai kebawah. Inspeksi thorak posterior, meliputi warna
kulit dan kondisinya, lesi, massa, dan gangguan tulang
belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis. Catat jumlah,
irama, kedalaman pernapasan, dan kesimestrisan pergerakakan
dada. Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan
dan kelainan pada bentuk dada.
2) Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal), dan suara. Suara nafas abnormal dihasilkan dari
getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli,
dengan sifat bersih. Suara nafas tambahan seperti mengi,
wheezing, ronchi.
3) Perkusi
Perkusi dinding thoraks dengan cara mengetuk dengan jari
tengah, tangan kanan pada jari tengah tangan kiri yang
ditempelkan erat pada dinding dada celah interkostalis. Perkusi
dinding thoraks bertujuan untuk mengetahui batas jantung,
paru serta suara jantung dan paru. Batas paru hepar terletak di
ICS 4 sampai ICS ke 6.
4) Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada
dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan
keaadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus
(vibrasi). Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang
terkaji saat inspeksi seperti: lesi, bengkak. Vokal premitus,
yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
Vibrasi dirasakan ketika pasien mengatakan “77”.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya. Perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah status kesehatan klien (Potter &Perry, 2005).
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien asma
bronkial berdasarkan respon pasien yang disesuaikan dengan SDKI (2016)
yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas, hipersekresi jalan nafas, sekresi yang tertahan.
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
nafas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
a) Data mayor:
Subjektif: (tidak tersedia).
Objektif: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering.
b) Data minor:
Subjektif: Dispnea, sulit bicara, dan ortopnea.
Objektif: gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, pola napas
berubah.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
Definisi : inspirasi dan/atau ekpirasi tidak memberikan ventilasi
adekuat.
a) Data mayor:
Subjektif :
Dispnea
Objektif : penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pernapasan abnormal (takipnea,bradipnea,
hiperventilasi)
b) Data minor:
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan yang
akan perawat rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang
ditegakkan sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi. Secara teori
rencana keperawatan dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil
berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Tabel 2.2 Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Asuhan Keperawatan Rasional
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan SIKI: Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan dengan intervensi keperawatan Tindakan:
spasme jalan nafas, selama 3x24 jam, Observasi
hipersekresi jalan diharapkan pasien 1. Monitor frekuensi dan 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
nafas, sekresi yang mampu menunjukkan: kedalaman napas terjadi dan membantu dalam
tertahan. SLKI : Bersihan jalan menentukan intervensi yang akan
1. Data mayor: di
Subjektif: (tidak napas berikan
tersedia).  Ditingkatkan ke 2. Monitor bunyi napas 2. Penurunan bunyi napas
Objektif: batuk tidak level 5 tambahan menunjukkan atelectasis, ronkhi
efektif, tidak mampu menunjukkan akumulasi sekret dan
batuk, sputum berlebih, Level bersihan jalan napas: ketidakefektifan pengeluaran sekresi
mengi, wheezing dan / 1. Meningkat yang selanjutnya dapat
atau ronkhi kering. 2. Cukup meningkat menimbulkan penggunaan otot
2. Data minor: 3. Sedang bantu pernapasan
Subjektif: Dispnea, 4. Cukup menurun 3. Monitor saturasi oksigen 3. Mengukur persentase oksigen
sulit bicara, dan 5. Menurun yang diikat oleh hemoglobin di
ortopnea. Dengan kriteria hasil: dalam aliran darah
Objektif: gelisah, 1. Produksi sputum Terapeutik
sianosis, bunyi napas (5) 4. Lakukan penghisapan 4. Mengurangi lendir yang ada
menurun, pola napas 2. Mengi (5) lendir, jika perlu pada jalan napas dan
berubah. 3. Wheezing (5) memperlancar pernapasan
4. Dyspnea (5) 5. Berikan oksigen 6-5 L 5. Mencukupi kebutuhan
5. Ortopnea (5) via sungkup untuk SpO₂ oksigen pasien
6. Sulit berbicara (5) > 90%
7. Sianosis (5) Edukasi
8. Gelisah (5) 6. Anjurkan bernpas lambat 6. Nafas dalam dapat meningkatkan
dan dalam kadar oksigen dalam darah
7. Ajarkan teknik pursed-lip 7. Menurunkan rasa
breathing sesak nafas yang dirasakan pasien

8. Ajarkan mengidentifikasi 8. Pasien dan keluarga mampu


dan menghindari pemicu mencegah hal-hal apa saja yang
bisa memicu timbulnya asma
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian 9. Mukolitik dan ekspektoran
mukolitik atau berfungsi untuk membersihkan
ekspektoran sputum atau mengencerkan
sputum yang menghambat
disaluran pernapasan

SIKI: Latihan
Batuk Efektif
Observasi 10. batuk bertujuan untuk
10. Identifikasi kemampuan mengeluarkan sekret yang tertahan
batuk di dalam paru- paru
11. Mengetahui karakteristik sputum
11. Monitor adanya
retensi sputum 12. Menganalisa keseimbangan
12. monitor input dan cairan pasien
output cairan
Terapeutik 13. Posisi ini dapat memaksimalkan
13. Atur posisi semi-fowler ekspansi paru-paru dan
membuat ventilasi maksimal
14. Untuk menampung sekret dan
14. Pasang perlak dan cairan yang dikeluarkan pasien
bengkok dibangku 15. Sekret ditampung pada tempat
pasien sputum, lalu dilakukan
15. Buang sekret pada pemeriksaan
tempat sputum sputum untuk
mengetahui
perkembangan penyakit
Edukasi
16. Jelaskan tujun dan 16. Agar pasien mengetahui
prosedur batuk manfaat batuk efektif
efektif 17. Agar sekret dapat dikeluarkan
17. Anjurkan menarik nafas secara optimal
melalui hidung selama 4
detik, keluarkan dari
mulut (dibulatkan),
anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga 18. Agar sekret dapat dikeluarkan
3 kali secara optimal
18. Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik napas
dalam yang ketiga 19. Teknik pernafasan buteyko
Inovasi merupakan sebuah metode
19. Ajarkan teknik mengatur pola nafas yang dilakukan
pernapasan buteyko dengan cara bernafas melalui
 Atur posisi pasien hidung tanpa menggunakan mulut
 Mulai secara yang bertujuan untuk mengurangi
perlahan, bernapas kerja pernafasan sehingga sesak
dalam melalui nafas berkurang dengan prinsip
hidung minimal 1 latihan nafas dangkal (Bachri, 2018)
menit
 Ambil napas
dangkal, tahan
napas sesuai
kemampuan
 Tahan napas sedikit
lebih lama daripada
sebelumnya, lakukan
10-20 menit per hari
Kolaborasi 20. Pemberian mukolitik bertujuan
20. Anjurkan pemberian untuk menurunkan kekentalan
mukolitik atau dan sekret dalam paru. Pemberian
ekspektoran ekspektoran bertujuan untuk
memecah sekret pada jalan
napas
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan SIKI: Pemantauan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Respirasi Observasi
hambatan upaya napas jam, diharapkan pasien 1. Monitor frekuensi napas, 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
1. Data mayor: mampu: irama, kedalaman dan terjadi pada saluaran pernapasan
Subjektif : Dispnea SLKI: Pola Napas upaya napas
Objektif : penggunaan o Ditingkatkan ke 2. Monitor kemampuan 2. Batuk efektif mampu
otot bantu pernapasan, level 5 batuk efektif mengeluarkan sekret yang
fase ekspirasi meghambat saluran napas
memanjang, pernapasan Level bersihan jalan napas: 3. Monitor pola napas 3. Pola napas abnormal seperti
abnormal 1. Meningkat takipnea, bradipnea,
(takipnea,bradipnea, 2. Cukup meningkat 4. Monitor adanya hiperventilasi
hiperventilasi) 3. Sedang produksi sputum 4. Mengetahui adanya sekret
2. Data minor: 4. Cukup menurun 5. Palpasi kesimetrisan yang menghambat jalan napas
Subjektif : Ortopnea 5. Menurun ekpansi paru 5. Mengetahui pada bagian mana paru
Objektif : Pernapasan tidak mengembang dengan
cuping hidung, diameter Dengan indikator kriteria 6. Auskultasi bunyi napas sempurna
thoraks anterior- hasil: 6. Mengetahui suara pada
saluran napas
posterior meningkat, 1. Dispnea (5) Terapeutik
ventilasi semenit 2. Penggunaan otot 7. Atur interval 7. Melihat perkembangan
menurun. bantu pernapasan pemantauan respirasi kondisi pernapasan pasien
(5) sesuai kondisi pasien
3. Pemanjangan fase 8. Dokumentasikan hasil 8. Catat hasil pemantauan pada catatan
ekspirasi (5) pemantauan keperawatan
4. Orthopnea (5) Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan 9. Agar pasien mengetahui tindakan
prosedur pemantauan yanga akan dilakukan
4. Implentasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan mewujudkan
pelaksanaan tindakan dari perencaan yang telah di buat (Potter & Perry,
2005). Implementasi yang di lakukan pada pasien asma bronkial adalah
mengacu pada SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu
SIKI manajemen asma, SIKI batuk efektif, SIKI nafas dalam, SIKI
pemantauan respirasi yang aktivitas tindakan keperawatan
dikelompokkan dalam empat kategori yaitu tindakan monitoring,
tindakan teraupetik/mandiri, edukasi dan kolaborasi. Tindakan
keperawatan utama untuk mengatasi bersihan jalan nafas adalah
pengaturan posisi, latihan batuk efektif, latihan nafas dalam. Untuk
tindakan edukasi pasien diajarkan tentang anjurkan bernapas dalam dan
lambat (tekhnik nafas dalam) 1 kali sehari, sedangkan tindakan
kolaborasi adalah pemberian bronkodilator, mukolitik, ekspetoran dan
oksigen strategi implementasi dilakukan melalui mengajarkan secara
langsung, melakukan monitoring dan edukasi. Implementasi latihan
nafas dalam akan dilaksanakan dua kali dalam sehari hari dan
dievaluasi keberhasilan dari pelaksanaan tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual perawat untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rancana keperawatan dan pelaksanaannya sudah dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
Evaluasi keperawatan terdiri dari :
a) S: ungkapan perasaan dan keluhan yang dikeluhkan secara
subjektif oleh keluarga maupun pasien setelah di beri
tindakan keperawatan.
b) O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
c) A: analisa perawat setelah mengetahui respon pasien secara
objektif dan subjektif.
d) P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisa Untuk masalah keperawatan bersihan jalan tidak
efektif, diharapkan terjadi peningkatan bersihan jalan nafas
ke level 5 (menurun).

Anda mungkin juga menyukai