OLEH :
Mellynia Fitria
Rahmi NIM. 2330058
Hasil Laporan Pendahuluan oleh Mellynia Fitria Rahmi, NIM 2330058 dengan
yang meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit, dan stress dari luar,
misalnya radiasi atau bahan - bahan. Kedua faktor tersebut akan memengaruhi
aktivitas metabolisme sel yang menyebabkan terjadinya stress oksidasi sehingga
terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan
(Sunaryo dkk, 2016).
d. Pengertian lansia
Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah sekelompok penduduk yang
berumur 60 tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari
populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi
dunia dan diperkirakan jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup. Data WHO pada tahun 2009 menunjukkan
lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada
tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi (WHO,
2015).
e. Batasan lansia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda – beda umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli
tentang batasan usia adalah sebagai berikut (Padila, 2013).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat
tahapan yaitu:
a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d) Lanjut usia tua (very old) usia > 90 tahun
II. Konsep Teoritis Asma Bronkhial
A. Definisi
Asma bronkhial adalah peradangan pada jalan nafas yang
mengalami penyempitan dikarakteristikan dengan hiperresponsif, edema
mukosa, dan produksi mukus yang dapat menimbulkan gejala sesak nafas,
mengi, dan batuk jika sputum tidak dapat keluar (Smeltzer, 2017).
Asma bronkhial adalah penyempitan bronkus atau saluran nafas
yang bersifat reversibel karena bronkus yang hiperaktif hal ini terjadi
karena bronkus mengalami kontaminasi dengan alergen (Rab,2017).
B. Klasifikasi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002) berdasarkan penyebabnya,
asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dinginatau bisa pernafasan dan emosi.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergi
C. Etiologi
Menurut GINA (2016), faktor resiko penyebab asma dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Faktor Genetik
a) Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
b) Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan
alergen maupun iritan.
c) Jenis kelamin
Anak laki-laki sangat berisiko terkena asma. Sebelum usia
14 tahun, prevelensi asma pada anak laki-laki adalah 1.5-2
dibanding anak perempuan
d) Ras/etnik
e) Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Massa Index (BMI)
merupakan faktor risiko asma
2. Faktor lingkugan
Polusi udara, asap rokok, perubahan cuaca, Alergen dalam
rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing), dan alergen luar rumah (serbuk
sari, dan spora jamur).
3. Faktor lain
Alergen dari makanan, alergen obat-obatan tertentu.
D. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit asma menurut Rengganis (2008), ditandai
dengan kontraksi spatik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda benda asing luar. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi
bila reaksi dengan antigen spesifikasi.
Antibodi Ig E melekat pada sel mast yang terdapat pada
intertisial yang berhungungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi lg E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terletak
pada sel mast dan menyebabkan sel itu akan mengeluarkan berbagai
macam zat,di antaranya histamine, zat anafilaksi yang beraksi lambat
dengan faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi
memaksa menekan bagian luar bronkiolus karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obsruksi berat terutama selama
ekspirasi.
Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini meyebabkan
dyspnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asama akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru hal ini biasanya menyebabkan barrel chest.
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit.
alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (Ig E). Ig E selanjutnya akan
menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast
tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel
mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator
seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan
produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Proliferasi dapat
terjadi akibat sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga
proses pertukaran O₂ dan CO₂ terhambat akibatnya terjadi gangguan
ventilasi. Rendahnya masukan O₂ ke paru-paru terutama pada alveolus
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO₂ dalam alveolus atau
yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO₂ dalam kapiler (hipoventilasi)
yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.
Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida
sehingga menyebabkan konsentrasi O₂ dalam alveolus menurun dan
terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi
hipoksemia dan hipoksia.
Hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir
sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama udara, akan mudah
menempel di dinding saluran pernafasan. Dalam waktu yang cukup lama
akan mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang menjebak
di bagian distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih keras
untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah sehingga pada fase ekspirasi
yang panjang akan muncul bunyi-bunyi yang abnormal seperti mengi,
dan ronchi.
E. WOC Asma Bronkhial
Gangguan
(Sumber : GHINA 2016 dan Rengganis
pertukaran
gas Asma Bronkhial
2008) Bagan 2.1 WOC
F. Manifestasi Klinis
Menurut Padila (2018), manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
pasien asma bronkial diantaranya ialah:
1. sesak nafas mendadak, disertai inspirasi yang pendek dibandingkan
dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang
disertai serangan nafas yang kumat kumatan. Pada beberapa penderita
asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang,atau berat dan sesak nafas
timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba
tiba menjadi lebih berat.
2. Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya
wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar
masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot
pernafasan, wheezing akan terdengar lebih lama atau tidak terdengar
sama sekali.
3. Batuk diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental
dahak maka keluhan sesak semakin berat.
4. Hipoventilasi yang terjadi akan memberat sesak nafas, karena
menyebabkan penurunan PO₂ dan pH serta meningkat PCO₂ darah.
5. Takikardia dapat terjadi karena peningkatan konsentrasi
katekolaminal dalam akibat respon hipoksemia.
6. Dyspnea adalah kesulitan bernapas dikarenakan penumpukan sputum
akibat akan menghambat pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh
sehingga suplai oksigen berkurang.
7. Gelisah
8. Sianosis
9. Ortopnea
10. Kesulitan dalam berbicara
11. Pengunaan otot bantu pernapasan
12. Pusing
13. Napas cuping hidung
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma
akan mengalami hal-hal berikut :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degraknulasi
dari kristal eosinophil.
2) Spiral curhman ,yakni yang merupakan cast cell atau sel
cetakan cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum umumnya
bersifat mukoid dengan viskosita yang tinggi
b. Pemeriksaan pH arteri meningkat/menurun
c. Pemeriksaan PCO₂ meningkat dan O₂ menurun
c. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umum nya normal akan tetapi terdapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis. Kadang pada darah
terdapat peningkatan darah. SGOT dan LDH. Hiponatremia dan
kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 yang
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Terapi farmakologis
1) Agonis adrenergik - beta2 kerja - pendek
2) Antikolinergik
3) Kortokosteroid: inhaler dosis-terukur (MDI)
4) Inhibitor pemodifikasi leukotrien/antileukotrien Metilxantin
b. Terapi nonfarmakologis
1) Latihan batuk efektif
2) Teknik pursed lip breathing
3) Teknik napas buteyko
III. Konsep Kebutuhan Oksigenasi
A. Anatomi Sistem Pernapasan
SIKI: Latihan
Batuk Efektif
Observasi 10. batuk bertujuan untuk
10. Identifikasi kemampuan mengeluarkan sekret yang tertahan
batuk di dalam paru- paru
11. Mengetahui karakteristik sputum
11. Monitor adanya
retensi sputum 12. Menganalisa keseimbangan
12. monitor input dan cairan pasien
output cairan
Terapeutik 13. Posisi ini dapat memaksimalkan
13. Atur posisi semi-fowler ekspansi paru-paru dan
membuat ventilasi maksimal
14. Untuk menampung sekret dan
14. Pasang perlak dan cairan yang dikeluarkan pasien
bengkok dibangku 15. Sekret ditampung pada tempat
pasien sputum, lalu dilakukan
15. Buang sekret pada pemeriksaan
tempat sputum sputum untuk
mengetahui
perkembangan penyakit
Edukasi
16. Jelaskan tujun dan 16. Agar pasien mengetahui
prosedur batuk manfaat batuk efektif
efektif 17. Agar sekret dapat dikeluarkan
17. Anjurkan menarik nafas secara optimal
melalui hidung selama 4
detik, keluarkan dari
mulut (dibulatkan),
anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga 18. Agar sekret dapat dikeluarkan
3 kali secara optimal
18. Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik napas
dalam yang ketiga 19. Teknik pernafasan buteyko
Inovasi merupakan sebuah metode
19. Ajarkan teknik mengatur pola nafas yang dilakukan
pernapasan buteyko dengan cara bernafas melalui
Atur posisi pasien hidung tanpa menggunakan mulut
Mulai secara yang bertujuan untuk mengurangi
perlahan, bernapas kerja pernafasan sehingga sesak
dalam melalui nafas berkurang dengan prinsip
hidung minimal 1 latihan nafas dangkal (Bachri, 2018)
menit
Ambil napas
dangkal, tahan
napas sesuai
kemampuan
Tahan napas sedikit
lebih lama daripada
sebelumnya, lakukan
10-20 menit per hari
Kolaborasi 20. Pemberian mukolitik bertujuan
20. Anjurkan pemberian untuk menurunkan kekentalan
mukolitik atau dan sekret dalam paru. Pemberian
ekspektoran ekspektoran bertujuan untuk
memecah sekret pada jalan
napas
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan SIKI: Pemantauan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Respirasi Observasi
hambatan upaya napas jam, diharapkan pasien 1. Monitor frekuensi napas, 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
1. Data mayor: mampu: irama, kedalaman dan terjadi pada saluaran pernapasan
Subjektif : Dispnea SLKI: Pola Napas upaya napas
Objektif : penggunaan o Ditingkatkan ke 2. Monitor kemampuan 2. Batuk efektif mampu
otot bantu pernapasan, level 5 batuk efektif mengeluarkan sekret yang
fase ekspirasi meghambat saluran napas
memanjang, pernapasan Level bersihan jalan napas: 3. Monitor pola napas 3. Pola napas abnormal seperti
abnormal 1. Meningkat takipnea, bradipnea,
(takipnea,bradipnea, 2. Cukup meningkat 4. Monitor adanya hiperventilasi
hiperventilasi) 3. Sedang produksi sputum 4. Mengetahui adanya sekret
2. Data minor: 4. Cukup menurun 5. Palpasi kesimetrisan yang menghambat jalan napas
Subjektif : Ortopnea 5. Menurun ekpansi paru 5. Mengetahui pada bagian mana paru
Objektif : Pernapasan tidak mengembang dengan
cuping hidung, diameter Dengan indikator kriteria 6. Auskultasi bunyi napas sempurna
thoraks anterior- hasil: 6. Mengetahui suara pada
saluran napas
posterior meningkat, 1. Dispnea (5) Terapeutik
ventilasi semenit 2. Penggunaan otot 7. Atur interval 7. Melihat perkembangan
menurun. bantu pernapasan pemantauan respirasi kondisi pernapasan pasien
(5) sesuai kondisi pasien
3. Pemanjangan fase 8. Dokumentasikan hasil 8. Catat hasil pemantauan pada catatan
ekspirasi (5) pemantauan keperawatan
4. Orthopnea (5) Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan 9. Agar pasien mengetahui tindakan
prosedur pemantauan yanga akan dilakukan
4. Implentasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan mewujudkan
pelaksanaan tindakan dari perencaan yang telah di buat (Potter & Perry,
2005). Implementasi yang di lakukan pada pasien asma bronkial adalah
mengacu pada SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu
SIKI manajemen asma, SIKI batuk efektif, SIKI nafas dalam, SIKI
pemantauan respirasi yang aktivitas tindakan keperawatan
dikelompokkan dalam empat kategori yaitu tindakan monitoring,
tindakan teraupetik/mandiri, edukasi dan kolaborasi. Tindakan
keperawatan utama untuk mengatasi bersihan jalan nafas adalah
pengaturan posisi, latihan batuk efektif, latihan nafas dalam. Untuk
tindakan edukasi pasien diajarkan tentang anjurkan bernapas dalam dan
lambat (tekhnik nafas dalam) 1 kali sehari, sedangkan tindakan
kolaborasi adalah pemberian bronkodilator, mukolitik, ekspetoran dan
oksigen strategi implementasi dilakukan melalui mengajarkan secara
langsung, melakukan monitoring dan edukasi. Implementasi latihan
nafas dalam akan dilaksanakan dua kali dalam sehari hari dan
dievaluasi keberhasilan dari pelaksanaan tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual perawat untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rancana keperawatan dan pelaksanaannya sudah dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
Evaluasi keperawatan terdiri dari :
a) S: ungkapan perasaan dan keluhan yang dikeluhkan secara
subjektif oleh keluarga maupun pasien setelah di beri
tindakan keperawatan.
b) O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
c) A: analisa perawat setelah mengetahui respon pasien secara
objektif dan subjektif.
d) P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisa Untuk masalah keperawatan bersihan jalan tidak
efektif, diharapkan terjadi peningkatan bersihan jalan nafas
ke level 5 (menurun).