Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

KELOMPOK 1 :

Uun Rahmatilah G2A219001


Neti Yulia Muchlis G2A219002
Umi Nor Kholifah G2A219003
Nurul Puspasari G2A219004
Siti Nurchasanah G2A219005
Thalib G2A219006

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020

BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatn yang
tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan
dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau didalam rumah sakit/pusat
perawatan. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut
diparenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15% - 20%. Pneumonia adalah merupakan
infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru. Pneumonia adalah radang
parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan kadang non infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang
terjadi pada anak. (Suriani, 2006). Pneumonia pada anak seringkali bersamaan
terjadinya proses infeksi akut pada bronchus dan disebut bronchopneumonia.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua
bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia.
Dalam keperawatan pneumonia atau bronkhopneumonia pada anak (bayi) termasuk
masalah yang serius dan mengancam keselamatan jiwa. Karena sistem pernafasan pada
bayi belum matur. Oleh karena itu, perawat maupun tim kesehatan lain harus mampu
mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang ada pada anak (bayi) yang menderita
pnuemonia.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A.    Definisi

Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus
paru. Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang
terjadi pada anak. (Suriani, 2006)
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru
(alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi. Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru
yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli.
(Axton & Fugate, 1993).
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang disebabkan
oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing. Pneumonia
adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan
didalam alveoli hal ini terjadi akibat adanya infeksi agen/ infeksius atau adanya kondisi
yang mengganggu tekanan saluran trakheabronkialis. (Ngastiyah, 1997)
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-
tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium). (Wilson,
2006)
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).

B. Etiologi

Beberapa penyebab dari pneumonia yaitu:


1. Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus.
2. Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus.
3. Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis, ryptococosis,
pneumocytis ca
4. Aspirasi : Makanan, cairan, lambung.

3
5. Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas.

Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:


1. virus sinsisial pernafasan
2. adenovirus
3. virus parainfluenza
4. virus influenza.
C. Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor resiko pneumonia menurut Price dan Wilson, 2005:
1. Usia di atas 65 tahun
2. Aspirasi sekret orofaringeal
3. Infeksi pernapasan oleh virus
4. Sakit yang parah dan akan menyebabkan kelemahan, misalnya diabetes militus dan
uremia
5. Penyakit pernapasan kronik, misalnya COPD, asma, kistik fibrosis
6. Kanker, terutama kanker paru
7. Tirah baring yang lama
8. Trasektomi atau pemakaian selang endotrakeal
9. Bedah abdominial dan toraks
10. Fraktur tulang iga
11. Pengobatan dengan imunosupresif
12. AIDS
13. Riwayat merokok
14. Alkoholisme
15. Malnutrisi
Adapun faktor yang umumnya menjadi predisposisi individu terhadap pneumonia, yaitu
sebagai berikut:
1. Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan menganggu
drainage normal paru. Meninngkatnya resiko pneumonia dapat terjadi pada penyakit
kanker dan penyakit obstruksi paru menahun (PPOM).
2. Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah (neutropeni) akan
beresiko pnuemonia.
3. Individu yang merokok akan beresiko peumonia karena asap rokok menganggu aktivitas
mukosiliaris dan makrofag.

4
4. Setiap pasien yang diperbolehkan berbaring secara pasif dalam waktu yang lama, relatif
imobil, dan bernapas dangkal maka akan beresiko terhadap bronkopneumonia.
5. Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi, keadaan yang
melemahkan, atau otot-otot pernapasan melemah), telah mengaspirasi benda asing masuk
ke dalam paru selama periode tidak sadar (cedera kepala, anastesia), atau mekanisme
menelan yang abnormal dapat dikatakan hampir pasti beresiko bronkopenumonia.
6. Setiap pasien yang dirawat dengan NPO (dipuasakan) atau mereka yang mendapat
antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme (bakteri gram negatif) faring dan
beresiko pneumonia.
7. Individu yang sering mengalami intoksinasi terutama rentan terhadap pneumonia, karena
alkohol menekan refleks-refleks tubuh, mobilisasi sel darah putih, dan gerakan siliaris
trakeobronkial.
8. Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami depresi pernapasan,
yang kemudian akan terjadi pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami
penumonia.
9. Pasien tidak sadar atau mempunyai refleks batuk yang buruk adalah mereka yang
beresiko terkena pnuemonia akibat penumpukan sekresi atau aspirasi.
10. Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi pernapasan dapat
mengalami penumonia jika peralatan tersebut tidak dibersihkan dengan tepat.

C. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran nafas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan
humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-
organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami
aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa

5
faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui
perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi
akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran
napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi
di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain
melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus
( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks )
dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli
yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi
lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan
interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti
yang terjadi pada bronkiolitis.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi dan terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek¬ ret fiat
yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu¬ noglobulin
A (IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak
mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mem¬pengaruhi
timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misal¬nya akibat malnutrisi
energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru,
anestesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
6
D. Tanda Dan Gejala

Batuk nonproduktif, Ingus (nasal discharge), Suara napas lemah, Retraksi intercosta,
Penggunaan otot bantu nafas, Demam, Ronchii, Cyanosis, Leukositosis, Thorax photo
menunjukkan infiltrasi melebar, Batuk, Sakit kepala, Kekakuan dan nyeri otot, Sesak
nafas, Menggigil, Berkeringat, Lelah.
Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah:
1. Kulit yang lembab
2. Mual dan muntah
3. Kekakuan sendi.
E. Komplikasi
1. Shock dan gagal napas
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan
pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien usia lanjut).
Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak menerima pengobatan khusus
atau pengobatan yang tidak memadai atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika
organisme penyebab infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta
mempersulit pneumonia.
Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik dan
ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan darah arteri, dan
memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor dapat diberikan secara
intravena dengan infus dan pada tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan.
Kortikosteroid dapat diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada
pasien yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari infeksi.
Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Gagal
jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis, miokarditis dan juga komplikasi dari
pneumonia yang dapat menyebabkan shock.
2. Atelektasis dan Efusi pleura
Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi pada
setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi pada setidaknya 40%
dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang
berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi
pleura terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk analisis. Ada
tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan patogenesis: tidak rumit, rumit,

7
dan empiema toraks. Sebuah empiema terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi
dalam ruang pleura, sering dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off)
daerah di mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk
mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari empiema
tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6 minggu antibiotik.
Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan.
3. Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar antibiotik,
seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi juga dapat terjadi
pada pasien yang telah menerima berbagai kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus
tersebut, bakteri dapat menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien
membaik dan demam berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada
kenaikan suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah
menyebar, superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau dihentikan
sama sekali dalam beberapa kasus.

E.  Pemeriksaan Penunjang

1. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke
kiri.
2. Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan
hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah,
normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik,
asidosis metabolik, dan gagal nafas.
3. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu
pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
4. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan
paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat
klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya
lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
a. Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobari
b. Penebalan pleura pada pleuritis
c. Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,
pneumotoraks, abses, pneumatokel

8
F. Penatalaksanaan Terapi

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan


oleh pemeriksaan sputum mencakup :

1. Oksigen 1-2 L/menit


2. IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml. Jumlah cairan
sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi
3. Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
4. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community
base:
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
1. Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data demografi
b. Riwayat Masuk, Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah
menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
c. Riwayat Penyakit Dahulu, Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA,
influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya
penyakit Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
dapat memperberat klinis penderita
d. Pengkajian :
- Sistem Integumen : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
9
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun
- Sistem Neurosensori : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru
dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif : konsistensi feses normal/diare
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Gangguan pengiriman oksigen.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
c. Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan
pertahanan utama.
3. Intervensi

N DIAGNOSA KRITERIA
INTERVENSI RASIONAL
O KEPERAWATAN HASIL
1. Gangguan a. Menunjukkan a. Kaji frekuensi, a. Manifestasi
pertukaran gas perbaikan kedalaman, dan distres
berhubungan ventilasi dan kemudahan pernapasan
dengan oksigenasi bernapas tergantung
gangguan jaringan b. Tinggikan kepala pada/indikasi
pengiriman dengan GDA dan dorong derajat
oksigen. dalam sering mengubah keterlibatan paru
rentang posisi, napas dan status
normal dan dalam, dan batuk kesehatan umum
tak ada gejala efektif. b. Tindakan ini
distres c. Pertahankan meningkatkan
pernapasan. istirahat tidur. inspirasi
b. Berpartisipasi Dorong maksimal,
pada tindakan menggunakan meningkatkan
untuk teknik relaksasi pengeluaran
memaksimalk dan aktivitas sekret untuk
an senggang memperbaiki

10
oksigenasi. d. Observasi ventilasi
penyimpangan c. Mencegah terlalu
kondisi, catat lelah dan
hipotensi menurunkan
banyaknya kebutuhan/konsu
jumlah sputum msi oksigen
merah untuk
muda/berdarah, memudahkan
pucat, sianosis, perbaikan infeksi
perubahan tingkat d. Syok dan edema
kesadaran, paru adalah
dispnea berat, penyebab umum
gelisah. kematian pada
pneumonia dan
membutuhkan
intervensi medic
segera.
2. Ketidakefektifan a. Tidak a. Kaji a. Takipnea,
bersihan jalan mengalami frekuensi/kedala pernapasan
nafas aspirasi man pernapasan dangkal, dan
berhubungan b. Menunjukkan dan gerakan dada. gerakan dada tak
dengan batuk yang b. Auskultasi area simetris sering
pembentukan efektif dan paru, catat area terjadi karena
peningkatan penurunan/tak ketidaknyamana
pertukaran ada aliran udara n gerakan
udara dalam dan bunyi napas dinding dada
paru-paru. adventisius, mis., dan/atau cairan
krekels, megi. paru.
c. Bantu pasien b. Penurunan aliran
napas sering. udara terjadi
Tunjukkan/bantu pada area
pasien konsolidasi
mempelajari dengan cairan.
melakukan batuk, Bunyi napas
mis., menekan bronkial (normal
11
dada dan batuk pada bronkus)
efektif sementara dapat juga terjadi
posisi duduk pada area
tinggi. konsolidasi.
d. Penghisapan Krekels, ronki,
sesuai indikasi. dan mengi
terdengar pada
inspirasi dan/atau
ekspirasi pada
respons terhadap
pengumpulan
cairan, sekret
kental, dan
spasme jalan
napas/obstruksi
c. Napas dalam
memudahkan
ekspansi
maksimum paru-
paru/jalan napas
lebih kecil.
Batuk adalah
mekanisme
pembersihan
jalan napas
alami, membantu
silia untuk
mempertahankan
jalan napas
paten. Penekanan
menurunkan
ketidaknyamana
n dada dan posisi
duduk
memungkinkan
12
upaya napas
lebih dalam dan
lebih kuat.

d. Merangsang
batuk atau
pembersihan
jalan napas
secara mekanik
pada pasien yang
tak mampu
melakukan
karena batuk tak
efektif atau
penurunan
tingkat
kesadaran.

3. Resiko Tinggi a. Mencapai waktu a.Pantau tanda vital a. Selama


Terhadap perbaikan infeksi dengan ketat, periode waktu
(penyebaran) berulang tanpa khusunya selama ini, potensial
berhungan komplikasi. awal terapi komplikasi
dengan b. Mengidentifikasi b.Anjurkan pasien fatal
Ketidakadeku intervensi untuk memperhatikan (\hipotensi/sy
atan mencegah/menuru pengeluaran ok) dapat
pertahanan nkan resiko sekret (mis., terjadi
utama infeksi meningkatkan b. Meskipun
pengeluaran pasien dapat
daripada menemukan
menelannya) dan pengeluaran
melaporkan dan upaya
perubahan warna, membatasi
jumlah dan bau atau
sekret. menghindarin

13
c.Tunjukkan/doron ya, penting
g tehnik mencuci bahwa
tangan yang baik. sputum harus
d. Batasi dikeluarkan
pengunjung sesuai dengan cara
indikasi. aman
c. Efektif berarti
menurunkan
penyebaran
/tambahan
infeksi.
d. Menurunkan
pemajanan
terhadap
patogen
infeksi lain.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang disebabkan


oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing. Insiden
14
pneumonia berbeda untuk daerah yang satu dengan daerah yang lain. Dan dipengaruhi
oleh musim, insiden meningkat pada usia lebih 4 tahun. Dan menurun dengan
meningkatnya umur. Faktor resiko yang meningkatkan insiden yaitu umur 2bulan, gisi
kurang, BBLR, tidak mendapat hasil yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat
tinggal, imunisasi kurang lengkap, membentuk anak dan defisiensi vitamin A, dosis
pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortabilitas dapat diturunkan kurang dari
1% bila pasien disertai dengan mall nutrisi, energi, protein,(MEP) dan terlambat berobat,
kasus yang tidak diobati maka angka mortalitasnya masih tinggi. Maka kita sebagai
perawat yang profesional dalam melakukan proses keperawatan harus memperhatikan
hal-hal tersebut. Agar implementasi yang kita berikan sesuai dengan diagnosa
keperawatan dan tepat pada sasaran.

B.     Saran

Diharapkan sebagai mahasiswa keperawatan mampu untuk menerapkan asuhan


keperawatan yang terbaik untuk pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA

Biddulph, Jonn, dkk. 1999. Kesehatan Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

15
Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan.html
http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-anak-dengan-pneumonia
http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-anak-pneumonia.html
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC,
Jakarta.
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

16

Anda mungkin juga menyukai