Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM

PERNAPASAN
”ASMA”
(diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat)

Disusun oleh:
Lina Marlina
Meli Dwiyanty
Shafa Aprilia N
R.Asyari Zulkifli

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Pengertian....................................................................................................................6
2.2 Klasifikasi....................................................................................................................6
2.3 Etiologi........................................................................................................................7
2.4 Patofisiologi.................................................................................................................8
2.5 Manefestasi Klinis.......................................................................................................9
2.6 Komplikasi..................................................................................................................9
2.7 Penatalaksanaan...........................................................................................................9
2.8 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................................11
2.9 Pengkajian.................................................................................................................12
2.10 Diagnosa Keperawatan..............................................................................................14
2.11 Intervensi Keperawatan.............................................................................................14
BAB III
PERAN FUNGSI PERAWAT.................................................................................................16
1.1 Peran..........................................................................................................................16
1.2 Fungsi........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sistem
Pernapasan. Kami berterima kasih kepada Bapak Ns.Bobby Febri Krisdiyanto.,M.Kep selaku
pembimbing mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Cimahi, Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara
maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for
Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma
seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat
hingga 180.000 orang per tahun (GINA,2012).

Data WHO juga menunjukkan data yang serupa bahwa prevalensi asma terus
meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di negara maju. Hampir separuh dari
seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian
gawat darurat setiap tahunnya (Rengganis, 2008) Penyakit asma masuk dalam sepuluh
besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pada tahun 2005 Survei Kesehatan
Rumah Tangga mencatat 225.000 orang meninggal karena asma (Dinkes Jogja, 2011).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2007,


penyakit asma ditemukan sebesar 4% dari 222.000.000 total populasi nasional, sedangkan
di Sumatera Barat Departemen Kesehatan menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah
penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58% (Zara, 2011).

Jumlah kunjungan penderita asma di seluruh rumah sakit dan puskesmas di Kota
Padang sebanyak 12.456 kali di tahun 2013 (DKK Padang, 2013) Asma adalah penyakit
inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan ciri meningkatnya respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan
yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan
saluran napas (Henneberger dkk., 2011).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Asma?
2. Apa etiologi dari Asma?
3. Bagaimana patofisiologi Asma?
4. Bagaimana penatalaksanaan Asma?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada Asma?
6. Bagaimana peran dan fungsi perawat pada Asma?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Asma
2. Mengetahui etiologi Asma
3. Mengetahui prognosis Asma
4. Mengetahui penatalaksanaan pada Asma
5. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada Asma
6. Mengetahui peran dan fungsi perawat pada Asma
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asma Bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible
dimana trakeaobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatkan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara sepontan maupun hasil
dari pengobatan.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus


yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
2.3 Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial. 

1. Faktor predisposisi
a. Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum


diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan  ex: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan
jam tangan

2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti:
musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu. 
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang  timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati. 

4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti. 

5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

2.4 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar
dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.

2.5 Manefestasi Klinis


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan
pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak,
antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

2.6 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

2.7 Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita
mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:


a) Memberikan penyuluhan
b) Menghindari faktor pencetus
c) Pemberian cairan
d) Fisiotherapy
e) Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
– Orsiprenalin (Alupent)
– Fenoterol (berotec)
– Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
– Aminofilin (Amicam supp)
– Aminofilin (Euphilin Retard)
– Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin
dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin
ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

3. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah


serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-
anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

4. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.


Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah dapat diberika secara oral.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes faal paru, ukur APE (memakai alat sederhana dan praktis dilakukan pada pagi
dan malam hari)
2. Tes kulit hasilnya ditemukan debu diruh, serpih kulit mempunyai atopi
3. Tes darah Eusinofil
4. Tes profokasi, dengan cara bernafas dalam lingkungan pekerjaan, muncul dalam
beberapa saat/malam harinya diukur dengan APE,atau dengan lari selama 6 menit
catat APE sebelum sesudah lari.
5. Scanning paru dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistibusi udara sselama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spitometri untuk menunjukan adanya obsttruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20% . pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2.9 Pengkajian
1. Riwayat kesehatan:
a) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
b) Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/factor lingkungan mungkin
terdapat alergi debu, bulu binatang atau juga makanan.
c) Kaji riwayat pekerjaan pasien. Apakah setiap hari selalu berhubungan dengan zat
allergen, jika berhubungan sarankan pada penderita untuk memproteksi dirinya
misalnya dengan menggunakan masker.
2. Pengkajian Primer
1. Airway
a) Kaji dan pertahankan jalan napas
b) Tidak terdapat adanya sumbatan (secret ataupun darah), lidah tidak jatuh ke
belakang, pasien kesulitan bernapas, batuk-batuk, pasien kesulitan bersuara,
terdengar wheezing.
2. Breathing
a) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan tujuan
mempertahankan saturasi oksigen >92%
b) Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
c) Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
d) Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji PaO2 dan
PaCO2
e) Kaji respiratory rate
f) Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan
g) Periksa system pernapasan – cari tanda:
1) Cyanosis
2) Deviasi trachea
3) Kesimetrisan pergerakan dada
4) Retraksi dinding dada
Dengarkan adanya:
1) Wheezing
2) Pengurangan aliran udara masuk
3) silent chest
 Berikan nebuliser bronchodilator melalui oksigen – salbutamol 5 mg dan
ipratropium 500mcg
 Berikan prednisolon 40 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg IV setiap 6 jam
 Lakukan thorak photo untuk mengetahui adanya pneumothorak
3. Circulation/Sirkulasi
a) Kaji denyut jantung dan rhytme
b) Catat tekanan darah
c) Lakukan EKG
d) Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam
20 menit
e) Kaji intake output
f) Jika potassium rendah makan berikan potassium
4. Disability
a) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b) Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien
membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive
5. Exposure
Rambut dan kulit kepala tampak bersih tidak terdapat hematoma, tidak
terdapat luka pada tubuh pasien dan keluar keringat banyak.
3. Pengkajian sekunder
Berdasarkan konsep B6, Pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik
mencakup (muttaqin,2008):
1) B1 (Breathing)
a. Infeksi : terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inpeksi dada terutama melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior,retraksi
otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
b. Palpasi : amati kesimetrisan,ekspansi dan taktil fremitus normal
c. Perkusi : pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d. Auskultasi : terdapat suara vasikuler yang meningkat disertai dengan ekspansi
lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspansi,dengan bunyi tambahan napas tambahan
utama wheezing pada akhir ekspansi
2) B2 (Blood)
Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
3) B3 (Brain)
Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya
oliguria tanda awal gejala syok.
5) B5 (Bowel)
Perlu dikaji bentuk,turgor,nyeri dan tanda-tanda infeksi yang dapat
merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi
dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi
kekurangan
6) B6 (Bone)
Adanya edema ekstremitas,tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena merangsang serangan asma. Pada integument perlu dikaji permukaan
kasar,kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,dan adanya bekas
dermatitis.Pada rambut kaji kelembaban dan kusam.

2.10 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
2.11 Intervensi Keperawatan
1) DX 1 :
1. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
2. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesadaran pasien
3. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
4. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan
sekret
5. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah
telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
2) DX 2 :
1. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
2. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi
ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
3. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
3) DX 3 :
1. Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
2. Kaji adanya tanda-tanda sianosis
BAB III

PERAN FUNGSI PERAWAT

1.1 Peran
1. Pemberi asuhan keperawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan


kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan
pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk mengembalikan
kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada
klien dan keluarga klien dengan menggunakan energy dan waktu yang minimal.
Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat
memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
Pemberian asuhan keperawatannya dilakukan dari yang sederhana sampai yang
kompleks.

2. Pembuat keputusan klinis


Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk
memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis
melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, baik dalam
pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat
menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik bagi klien.
Perawat membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan klien dan keluarga.
Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan berkonsultasi dengan
pembe ri perawatan kesehatan professional lainnya (Keeling dan Ramos,1995).
3. Pelindung dan advokat
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang
aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta
melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan
diagnostic atau pengobatan. Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat
melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam
menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
4. Manager kasus

Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat mengkoordinasi aktivitas


anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika
mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien. Berkembangnya model
praktik memberikan perawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur karier yang
ingin ditempuhnya. Dengan berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara
peran sebagai manajer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat yang
melaksanakan keputusan manajer (Manthey, 1990). Sebagai manajer, perawat
mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan mengawasi
tenaga kesehatan lainnya.

5. Rehabilitator
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi
maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan
ketidakberdayaan lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang
mengubah kehidupan mereka. Disini, perawat berperan sebagai rehabilitator dengan
membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.
6. Pemberi kenyamanan

Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus


ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka memberikan
kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan bagi klien sebagai
individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik. Dalam memberi
kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk mencapai tujuan yang
terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

7. Komunikator

Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesame


perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam
memberikan perawatan yang efektif dan membuat keputuan dengan klien dan
keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi
merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga
dan komun
8. Penyuluh

Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data


tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri,
menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan
dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya
keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.

9. Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar
pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

10. Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat


pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

11. Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
tehadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

12. Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,


kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.

1.2 Fungsi
Dalam keperawatan kritis ini peran perawat sangat diutamakan yang diantaranya,
yaitu
1. Fungsi Independen merupakan Fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan
(Care).
2. Fungsi Dependen merupakan Fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian
dari profesi lain.
3. Fungsi Kolaboratif merupakan Kerjasama saling membantu dalam program
kesehatan (Perawat sebagai anggota Tim Kesehatan).

Dalam hal peran ini perawat harus benar-benar menjalankan perannya karena
apabila hal ini diabaikan maka perawat akan banyak menghadapi dilema-dilema etik
yang sulit dipertanggung jawabkan secara hukum.
DAFTAR PUSTAKA

http://repo.unand.ac.id/106/3/bab%25201.pdf (Diakses pada Maret 2019)

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat/Ns. Paula Krisanty,Skep,MA,Santa


Manurung,SKM,M.Kep, Suratun,SKM,M.Kep, Ns.Dra. Wartonah,Skep,Mamah
Sumartini,SPd, A.Kep, Ermawati,SKp; Jakarta: TIM,2009

Anda mungkin juga menyukai