Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN


ASMA BRONKIALE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Arvian Ellysthiana R. (A11701528)
2. Askinatul Fuadah (A11701529)
3. Asnira Widiyaswuri (A11701530)
4. Asrifah Wahyuningrum (A11701531)
5. Ayu Wulandari (A11701532)
6. Bondan Berlian (A11701533)
7. Cahyani Anggitya Utami (A11701534)
8. Desi Rumiyati Qomariah (A11701535)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia
Dengan Asma Bronkiale”tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa terselesainya Makalah“MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGANASMA
BRONKIALE”ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telahmembantu
penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan,
kelemahan, serta kesalahan, karena keterbatasan pengetahuan serta pola berpikir
penulis.Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca selalu
penulis harapkan demi menyempurnakan penyusunan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya.Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.Amin.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Gombong, 04 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................iii

BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2Tujuan .................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................. 3
BAB 2TUJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia ...................................................................................... 4
2.2 Konsep Lansia Dari Masalah Respirasi ............................................... 13
2.3 Konsep Askep Lansia .......................................................................... 16
BAB 3 STUDI KASUS
3.1 Lampiran Askep Asma Bronkiale ....................................................... 21
3.2 Inovasi Intervensi Penanganan Masalah Penyakit .............................. 33

BAB 4PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 36
4.2 Saran .................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 37

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik yang biasanya
menginfeksi saluran pernafasan, dan dapat mengakibatkan hiperresponsif
jalan pernafasan yang biasa ditandai dengan suatu gejala episodik berulang
berupa batuk, sesak nafas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada
waktu malam hari dan dini hari yang pada umumnya bersifat reversible
baik dengan maupun tanpa pengobatan.
Asma dapat terjadi pada semua golongan usia, sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40
tahun dengan beban global untuk penyakit ini semakin sangat
mengganggu, mempengaruhi kehadiran sekolah, pilihan pekerjaan,
aktivitas fisik dan banyak aspek kehidupan lainnya (Sundaru, 2009, p.406;
Smeltzer & Bare, 2001, p.611).
World Health Organization (WHO) tahun 2010, mengemukakan
bahwa hingga saat ini jumlah pasien asma di dunia diperkirakan mencapai
300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga
400 juta pasien pada tahun 2025. Prevalensi asma di Indonesia 5% dari
seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di
Indonesia (Harahap, 2011, p.1).
Menurut WHO, asma termasuk kedalam salah satu dari 4 PTM
utama. Menurut data studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang
dilakukan di berbagai provinsi di Indonesia,menyatakan bahwa asma
termasuk dalam 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia.Berdasarkan data RISKESDA tahun 2014 prevalensi penyakit
asma di Indonesia sebesar 4,5%. Menurut provinsi, prevalensi tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),Sedangkan provinsi Jawa Tengah juga
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi dibandingkan provinsi yang lain
yaitu sekitar 4,3 %.Tingginya jumlah pasien asma bronchial

1
inimengharuskan adanya suatu upaya pencegahan kekambuhan asma
bronchial.Upaya pencegahan kekambuhan asma bronchial berkaitan
dengan perilaku, sehingga diperlukan pendekatan terhadap
perilaku.Rosenstock (1982) mengembangkan sebuah teori yaitu Health
Belief Model (HBM).Model ini menjelaskan alasan seseorang untuk
melakukan tindakan pencegahan berdasarkan persepsi seseorang terhadap
penyakit yang dideritanya.HBM menjelaskan bahwa semakin individu
merasa terancam dengan gejala penyakit yang ia alami maka semakin
cepatindividu mencari pertolongan medis. Seberapa besar ancaman yang
dirasakan individu akan gejala penyakit yang dialaminya tergantung pada
faktor berikut: pertama, perceived susceptibilityyaitu semakin individu
merasakan penyakitnya berisiko maka akan mempersepsikannnya sebagai
ancaman dan melakukan tindakan pengobatan. Kedua, perceived
seriousnessyaitu seberapa parah individu mempersepsikan akibat jika tidak
segera melakukan pengobatan. Ketiga, perceived benefits, dimana individu
menilai dengan keuntungan yang akan didapatkan individu jika melakukan
pengobatan. Keempat perceived barriers, individu akan menilai apakah
pengobatan menimbulkan efek samping yang menyenangkan, biaya yang
mahal dan apakah sulit memperolehnya. Dan unsur lain yaitu cues to
action yang merupakan isyarat untuk melakukan tindakan pengobatan atau
pencegahan (Sinaga, 2009, p.6).
Penyakit asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
obat-obatan yang ada hanya berfungsi untuk menekan gejala
kekambuhannya saja seperti batuk, bunyi nafas mengi, terjadi penyempitan
pada rongga dada, nafas cenderung pendek, mudah lelah setelah
berolahraga dan mengalami kesulitan untuk tidur akibat batuk dan
kesulitan nafas.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memhami konsep lansia
2. Mahasiswa mampu memahami konsep lansia dari masalah respirasi
terutama pada lansia dengan asma bronkiale

2
3. Mahasiswa mampu memahami konsep askep lansia dengan asma
bronkiale
4. Mahasiswa mampu memahami penerapan asuhan keperawatan dan
menerapkan intervensi dengan benar pada lansia dengan asma bronkiale
1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu memahami lebih lanjut konsep lansia terutama
dengan masalah respirasi asma bronkiale dan menerapkan intervensi
yang berdasarkan dengan literatur-literatur yang terpercaya.
2. Bagi Instansi
Instansi mampu memeperluas wawasan dan bisa memberikan
pendidikan lebih terbaru lagi untuk pembelajaran berikutnya.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat mampu mengetahui tentang penyakit asma bronkiale dan
memahami dasar-dasar penanganan dan pencegahan pada lansia dengan
asma bronkiale.

3
BAB 2
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian lansia
Menurut UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 19 ayat
1“Manusia usia lanjut (Growing old) adalah seseorang yang karena
usianyamengalami perubahan biologis, fisik, sikap, perubahan akan
memberikanpengaruh pada keseluruhan aspek kehidupan termasuk
kesehatan”.
Lanjut usia adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang
berusia60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial)maupun karena sesuatu hal tidak lagi
mampu berperan secara aktif dalampembangunan (tidak patensial)
(Livana. 2018).
2.1.2 Batasan-batasan lansia
1) Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (dikutip Nugroho,
2000).
Batasan umur lansia sebagai berikut:
a) Usia pertengahan atau middle age ialah kelompok usia 45
sampai 59tahun.
b) Lanjut usia atau elderly ialah kelompok usia 60 tahun sampai 70
tahun
c) Lanjut usia tua atau old ialah kelompok usia 75 tahun sampai 90
tahun.
d) Usia sangat tua atau very old ialah kelompok usia diatas 90
tahun.
2) Menurut Koessoenoto Setyonegoro (dikutip Nugroho, 2000).
a) Usia dewasa muda atau elderly adulthood yaitu usia sekitar 18
tahunatau 20 tahun sampai 25 tahun.

4
b) Usia dewasa penuh atau midlle years atau maturitas yaitu usia 25
tahun sampai 60 tahun atau 65 tahun.
c) Lanjut usia atau geriatric age yaitu usia lebih dari 65 atau 70
tahun,dalam hal ini dibagi untuk usia:
(1)Usia 70 sampai 75 tahun atau young old.
(2)Usia 75 sampai 80 tahun atau old.
(3) Usia lebih dari 80 tahun atau very old.
2.1.3 Teori-teori proses menua
1) Teori Geriatric Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik
untukspesiestertentu. Tiap spesies didalam inti selnya
mempunyai suatu jamgenetik yang telah diputar menurut
replikasi tertentu. Jam ini akanmenghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidal diputar,jadi menurut
konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggaldunia
meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
akhir.
Konsep geriatric clock didukung oleh kenyataan bahwa ini
merupakancara menerangkan mengapa pada beberapa spesies
terlihat adanyaperbedaan harapan hidup yang nyata.
2) Teori Error Catastrope atau mutasi somatic
Hal-hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam
menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua
adalahfaktor lingkungan yang menyebabkan terjadi mutasi
somatik.Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat
imia dapatmemperpendek umur sebaliknya untuk menghindari
terkenanyaradiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat
karsinogenik atau toksikdapat memperpanjang umur.
Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada
DNAsel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuanfungsional sel tersebut.

5
3) Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
translasidapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuhmengenali dirinya sendiri (self recognition).
Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
padaantigen permukaan sel maka hal ini dapat menyebabkan
sistem imuntubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagaisela asing dan menghancurkannya.Perubahan
inilah yang menjadidasar terjadinya peristiwa autoimun.
4) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnyaradikal bebas atau kelompok atom mengakibatkan
oksidasi oksigenbahan-bahan organik seperti karbohidrat dan
protein.Radikal inimenyebabkan sel-sel tidak bisa regenerasi.
5) Teori Menua akibat Metabolisme
Pada tahun 1935 Mc. Kay Etal memperlihatkan
bahwapengurangan intake kalori pada rodentia muda akan
menghambatpertumbuhan dan memperpanjang umur.
Perpanjangan umur karenapenurunan jumlah kalori tersebut
antara lain disebabkan karenamenurunnya salah satu atau
beberapa proses metabolisme.
2.1.4 Faktor-faktor resiko teori penuaan
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis.Perlu
hati-hati dalam mengidentifikasi penuaan.Bila seseorang
mengalami penuaanfisiologis, diharapkan mereka tua dalam
keadaan sehat. Ada faktor-faktorrisiko yang mempengaruhi
penuaan seseorang, yaitu:
1) Faktor endogen, yaitu faktor bawaan (keturunan) yangberbeda
pada setiap individu. Faktor inilah yang

6
mempengaruhiperbedaan efek menua pada setiap individu,
dapat lebih cepat ataulebih lambat. Seperti seseorang yang
mempunyai bawaan penuaandini, penyakit tertentu, perbedaan
tingkat intelegensia, warna kulitdan tipe kepribadian.
Seseorang yang memahami adanya factorketurunan yang dapat
mempercepat proses penuaan harus lebihhati-hati. Ia harus
berusaha menangkal efek negatif yangditimbulkan oleh
genetiknya. Misalnya, seseorang yangmempunyai keturunan
terkena diabetes atau obesitas maka perilakupola makan,
aktivitas atau perilaku lainnya tidak bisa sama denganorang
yang berisiko.
Faktor intelegensia sedikit banyak mempengaruhi
prosespenuaan. Umumnya orang berintelegensia tinggi
cenderungmemiliki pola pikir kedepan yang lebih baik
sehingga berusahamenerapkan pola hidup sehat. Ras kulit juga
akan mempengaruhikecepatan proses penuaan. Golongan kulit
putih mempunyai risikoterserang osteoporosis lebih tinggi
daripada kulit hitam.Perbedaan tipe kepribadian dapat juga
memicu seseorang lebihawal memasuki masa lansia.
Kepribadian yang selalu ambisius,senantiasa dikejar-kejar
tugas, cepat gelisah, mudah tersinggung,cepat kecewa dan
sebagainya akan mendorong seseorang cepatstres dan frustasi.
Akibatnya,orang tersebut mudah mengalamiberbagai penyakit.
2) Faktor eksogen, yaitu faktor luar yang dapat
mempengaruhipenuaan. Biasanya faktor lingkungan, sosial
budaya dan gayahidup. Misalnya, diet atau asupan gizi,
merokok, polusi, obat-obatan maupun dukungan sosial. Faktor
lingkungan dan gaya hidupberpengaruh luas dalam menangkal
proses penuaan. Tidak heranbila untuk menyangkal proses
penuaan dilakukan dengan caramenyiasati faktor ini.
2.1.5 Perubahan-perubahan lanjut usia

7
1) Perubahan fisik
a. Sel
1. Lebih sedikit jumlahnya
2. Lebih kecil ukurannya
3. Berkurangnya jumlah cairan tubuh
b. Sistem persyarafan
1. Cepatnya menurun hubungan persyarafan
2. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi
khususnya dengan stress
3. Mengecilnyasyarafpanca indera.Berkurangnyapenglihatan,
hilangnya pendengaran,mengecilnya syaraf penciuman,
dan perasa lain sensitiveterhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahananterhadap suhu dingin.
c. Sistem pendengaran
1. Prebiaskusis atau gangguan pada pendengaran.Hilangnya
kemampuan atau daya pendengaran pada telingadalam
terutama terhadap bunyi suara atau nada tinggi, suaratidak
jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usiadiatas
65 tahun.
2. Membran tympani menjadi atropi.
3. Terjadinya pengumpulan serumen yang dapat mengeras
karenameningkatnya kerotin.
d. Sistem penglihatan
1. Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadapsinar.
2. Kornea lebih terbentuk sferis atau bola.
3. Lensa lebih suram.
4. Meningkatnya ambang peningkatan sinar.
5. Hilangnya daya akomodasi.
6. Menurunnya lapang pandang.
e. Sistemkardiovaskuler

8
1. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
2. Kemampuan memompa darah menurun 1% setiap
tahunsesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan
menurunnyakontraksi dan volumenya.
3. Kehilangnya elastisitas pembuluh darah.
4. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh
meningkatnyaresistensi dari pembuluh darah perifer.
f. Sistem respirasi
1. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan
menjadikaku.
2. Menurunnya aktifitas silia.
3. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas
berat,kapasitas pernafasan maksimal menurun.
4. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan
jumlahnyaberkurang.
5. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6. CO2 pada arteri tidak berganti.
7. Kemampuan untuk batuk berkurang.
g. Sistem gastrointestinal
1. Kehilangan gigi.Penyebab utama adanya periodental
diseaseyang biasaterjadi setelah umur 30 tahun.
Penyebab lain meliputikesehatan gigi yang buruk.
2. Indera pengecap menurun. Adanya iritasi yang kronis
dari selaput lendir, atropipengecap, hilangnya
sensitifitas dari syaraf pengecap dilidahterutama rasa
manis dan asin.
3. Oesofagus melebar.
4. Lambung. Peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi. Fungsi absorbsi melemah.
5. Liver. Makinmengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan,berkurangnya aliran darah.

9
h. Sistem genitourinaria
1. Ginjal. Mengecil dan nephron menjadi atropi sehingga
aliran darahke ginjal menurun sampai 50% fungsi
tubulus berkurang,penyaringan di glomerulus menurun.
2. Vesiko urinaria atau kandung kemih. Otot-otot menjadi
lemah kapasitasnya menurun sampai 200ml atau
penyebabnya frekuensi buang air kecil menigkat.
3. Pembesaran prostat kurang lebih 75% dialami oleh pria
usiadiatas 65 tahun.
4. Atropi vulva.
5. Vagina. Sel lendir menjadi kering, elastisitas jaringan
menurun jugapermukaan menjadi halus, sekresi menjadi
berkurang, reaksisifatnya alkali, terjadi perubahan warna.
6. Daya seksual. Orang-orang yang makin menua masih
jugamembutuhkannya, tidak ada batasan umur tertentu
dimanafungsi seksual seseorang berhenti.
i. Sistem endokrin
1. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2. Fungsi parathyroid dan sekresinya tidak berubah.
3. Pituitari. Pertumbuhan hormon terhadap terapi lebih
rendah dan hanyadalam pembuluh darah. Berkurangnya
produksi dari ACTH,TSH, FSH, dan LH.
4. Menurunnya produksi aldosteron.
5. Menurunnya sekresi hormon kelamin. Misalnya:
progesteron, estrogen, testosterone.
j. Sistem kulit
1. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak.
2. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
3. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

10
4. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan
dan
vaskularisasi.
5. Kuku jari tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
6. Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
k. Sistem musculoskeletal
1. Tulang kehilangan density atau cairan dan makin rapuh.
2. Kiposis.
3. Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
4. Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek
atautingginya berkurang.
5. Persendian membesar dan menjadi kaku.
6. Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
7. Atropi serabut otot atau otot-otot serabut mengecil.
Serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak
menjadilamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum.
c) Tingkat pendidikan.
d) Keturunan (hereditas).
e) Lingkungan.
3) Perubahan psikososial
a) Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya,
dikaitkandengan peranan dalam perkerjaannya.
b) Merasakan atau sadar akan kematian.
c) Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah
perawatanbergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

11
e) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
f) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial sehingga
timbul depresi.
g) Gangguan syaraf panca indera timbul kebutaan dan ketulian.
h) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan keluarga.
j) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.
4) Perubahan spiritual
a)Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya(Maslow dikutip Nugroho, 2000).
b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal
initerlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
(Murray danZentner dikutip Nugroho, 2000)

2.1.6 Penyakit yang sering dijumpai pada lansia


Menurut “The National Old People’s Welfare Council” di
Inggrisyang dikutip Nugroho (2000) mengemukakan bahwa penyakit
ataugangguan umum pada lansia ada 12 macam, yakni:
1) Depresi.
2) Gangguan pendengaran.
3) Bronkitis kronis.
4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5) Gangguan pada sendi.
6) Anemia.
7) Demensia.
8) Gangguan penglihatan.
9) Ansietas.
10) Dekompensasi kordis.
11)Diabetes mellitus, osteomalisia, dan hipotiroidisme.
12) Gangguan pada defekasi.

12
2.2 Konsep Lansia Dari Masalah Respirasi
2.2.1 Definisi Asma
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat
pulih, yang terjadi karena spasme bronkus disebabkan oleh beberapa
penyebab, infeksi atau keletihan. (Smeltzer, 2001)
Asma bronchial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian
bawah yang disebabkan oleh alergi yang disertai gejela spesifik yaitu
serangan dispneu ekspiratori. (St. Carolus, 2000)
Asma bronchial adalah keadaan klinik yang ditandai dengan masa
penyempitan yang reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi
relatife mendekati normal. (Sylvia,1995).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (
The American Thoracic Society).
2.2.2 Etiologi
Terbagi menjadi 2 faktor.
1. Faktor Ekstrinsik (alergi)
1) Serbuk sari
2) Bulu-bulu halus
3) Asap rokok
4) Polusi (debu)
5) Makanan
2. Faktor Instrinsik
1) Latihan fisik
2) Kelelahan

13
2.2.3 Tanda dan Gejala
Gejala umumnya adalah adanya wheezing yang dapat didengar
dengan atau tanpa stetoskop, batuk produktif, nafas pendek (dispneu).
Pada serangan asma biasanya terjadi pada malam hari, dimulai dengan
batuk yang produktif dan kemudian dada terasa tertekan, merasa
sesak.Keadaan seperti ini dapat disertai dengan bising
mengi/wheezing.Gejala dan serangan asma timbul jika seseorang atau
pasien terpajan dengan faktor pencetus.
2.2.4 Pertimbangan Gerontologi
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki
pada masa dewasa pertengahan dan mempengaruhi struktur juga
fungsi pernapasan. Selama penuaan (40 tahun dan lebih tua),
perubahan yang terjadi dalam alveoli mengurangi area permukaan
yang tersedia untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada usia
sekitar 50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitasnya. Penebalan
kelenjar bronkial juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia.
Kapasitas vital paru mencapai tingkat maksimal pada usia 20-25 tahun
dan menurun setelah sepanjang kehidupan.
Penurunankapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan
mobilitas dada, dengan demikian membatasi aliran tidal udara.
Perubahan ini mengakibatkan penurunan usia kapasitas difusi oksigen
sejalan dengan peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam
sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal
kronis, lansia tetap dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari,
tetapi mungkin mengalami pengurangan toleransi terhadap aktivitas
yang berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin
membutuhkan istirahat setelah melakukan aktivitas yang lama dan
berat.

14
2.2.5 Komplikasi
1) Emfisema. Bila asma sering terjadi dan telah berlangsung lama,
mengakibatkan perubahan bentuk thorak.
2) Atelaksitas.nBila secret banyak dan kental, salah satu bronkus
dapat tersumbat.
3) Bronkotaksis. Bila atelaksitas berlangsung lama.
4) Bronkopneumoni. Bila ada infeksi.
5) Kegagalan nafas dan kegagalan jantung bila asma tidak ditolong
dengan semestinya.

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1) Rontgen dada. Dapat mengatakan hiperinflasi paru-paru
2) Tes fungsi paru. Dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu,
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
retraksi untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk
mengawasi efek terapi.
3) Kapasitas inspirasi. Menurun pada emfisema
4) Bronkogram. Dapat menunjukan dilatasi silindsris bronkus pada
inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi kuat (emfisema),
pembasaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
5) Kimia darah. Anti aspirin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema.
6) Sputum Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
7) EKG, Latihan, Tes stress. Membantu dalam mengatasi derajat
disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilater,
perencanaan, evaluasi dan progam latihan.
2.2.7 Penatalaksanaan Medik
1. Tujuan Terapi Asma
1) Menyembuhkan dan mengendalikan asma.

15
2) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya.
3) Mengupayakan aktivitas harian senormal mungkin.
4) Mencegah obstruksi jalan nafas.
2. Tindakan Preventif
Menghilangkan Alergen penyebab, misalnya asap rokok, bulu
kucing dan debu.
3. Pengobatan
-Bronkodilator :
Agonis B2Terbulitan, Salbutamol dan Fenetrol: lama kerja 4-6 j
Agonis B2Long Action memiliki lama kerja > 12 jam
4. Anti Inflamasi
- Kortikosteroid
- Natrium Kronolin
- Terapi O2

2.3 Konsep Askep Lansia


2.3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, pendidikan, alamat, pekerjaan dll.
2. Riwayat kesehatan
-Alasan datang ke panti.
- Riwayat medik yang lalu.
3. Pola persepsi riwayat kesehatan
-Merokok, minuman keras, obat-obatan, dsb.
-Alergi makanan.
4. Pola aktivitas latihan
5. Pola nutrisi
-Diet, gejala muntah-muntah, anoreksia.
-Nafsu makan, kemampuan menelan.
-Perubahan berat badan, penurunan massa otot.
16
6. Pola Eliminasi
- Kebiasaan BAB
- Kebiasaan BAK
7. Pola Istirahat Tidur
- Gejala : kelelahan, keletihan, malaise.
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari
karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, pola
tidur dalam posisi duduk tinggi, dispneu pada saat
istirahat/respon terhadap aktivitas dan latihan.
Tanda : keletihan, gelisah dan insomnia.
8. Sirkulasi
-Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD
Peningkatan frekuensi jantung, takikardi berat, distritmia,
warna kulit, membran mukosa, sianosis, pucat dapat
menandakan anemia.
9. Intregitas Ego
Gejala : Peningkatan resiko, perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
10. Hygiene
Gejala : - Penurunan kemempuan.
Peningkatan kebutuhan bantuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk dan bau badan.
11. Pernapasan
Gejala :
- Napas pendek (timbulnya bunyi dispneu sebagai gejala menonjol
pada empisema) khususnya pada saat bekerja, episode
terulangnya sulit napas (asma), rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas.

17
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama saat
bangun tidur) selama minimum 2 bulan berturut-turut, sedikitnya
2 tahun. Produksi sputum : hijau, putih, kuning.
- Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada saat
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
- Faktor keluarga/keturunan
- Penggunaan O2 pada malam hari/terus-menerus
- Biasanya cepat, dapat lembat, fase ekspirasi dapat memanjang
dan mendengkur.
- Penggunaan alat bantu pernapasan, misalnya meninggikan bahu,
retraksi posasupra clavikula, pernapasan cuping-hidung.
- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan meningkatkan diameter
AP, gerakan diafragma minimal.
- Bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (Emfisema)
- Warna pucat dengan sianosis, bibir dan dasar kuku abu-abu
keseluruhan, warna merah (bronkitis kronis), biru mengembung,
pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena
warna kulit normal. Meskipun pertukaran gas tidak normal dan
frekuensi pernapasan cepat.
12. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat (faktor
lingkungan, adanya infeksi)
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi
mukus/peningkatan sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu.
4. Resti infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi mucus di
jalan nafas.
5. Resti difisit cairan berhubungan dengan peningkatan IWL.

18
2.3.3 Intervensi
1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi
mukus.
a. Kriteria hasil :
-Menunjukan adanya jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih
(vesikuler).
- Mukosa dapat dikeluarkan
b. Aktivity :
- Observasi frekuensi pernafasan
- catat inspirasi dan ekspirasi
- dorong klien untuk bernapas dalam, batuk efektif postural drainase
- observasi karakterisik batuk, bantuan tindakan memperbaiki
keefektifan upaya batuk.
- berikan nebulizer dan ekspetoran
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dengan bronkus
spasme
a. Kriteria hasil :
- memperbaiki jaalan napas dan bunyi napas bersih.
- menunjukkan perilaku untuk meperbaiki bersihan jalan napas
b. Aktivity :
- Observasi frekuensii, kedalaman pernafasan, cara penggunaan otot
aksesori, napas bibir.
- Auskultasi posisi klien, tinggikan kepala klien untuk napas dalam
- Berikan terapi O2
- Berikan nebulizer dan ekspetoran
3. perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu
Kriteria hasil :
-Aktivitas istirahat dan tidur dapat terpengaruhi
b. Activity :
- Memberikan kesempatan untuk berinterksi dan tidur sejenak
- Anjurkan teknik distrakti

19
- Anjurkan klien untuk mandi sebelum tidur
- Anjurkan klien dan keluarga untuk membersihkan tempat tidur
- Bersihkan makanan ringan di sore hari dan susu hangat.
2.3.4 Evaluasi
Setelah melakukan tindakan keperawatan maka dilakukan evaluasi
berdasarkan masalah yang muncul pada pasien : Ketidakefektifan
jalan nafas sudah teratasi karena lansia tidak mengeluh sesak lagi.
Batuk agak berkurang, terapi oksigen sudah dihentikan dan
pernafasan 21x per menit. Gngguan pola nafas sudah teratasi karena
lansia megatakan dapat bernafas lega. Gangguan pola tidur : pasien
mengatakan dapa tidur dengan nyenyak dan jam waktu yang efisien.

20
BAB 3

STUDI KASUS

3.1 Lampiran Askep Asma Bronkiale


Asuhan Keperawatan pada Tn. W
dengan Diagnosa Medik Asma Bronchial
di Ruang Cempaka Kamar 3 A RSUD Dr. Soedirman Kebumen

PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 63 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Buruh bangunan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Pejagoan, RT 03/04 Kebumen
Tgl pengkajian : 4 November 2019
Dx medis : Asma bronchial
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. H
Umur : 58
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pejagoan, RT 03/04 Kebumen
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas

21
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soedirman senin tanggal 4 November
jam 08.00 WIB dengan keluhan sesak nafas, mengeluh sejak 2 hari yang
lalu,disertai batuk berdahak, pasien menderita penyakit asma sudah 7
tahunlebih, dalam keluarga pasien tidak ada anggota yang menderita
penyakit asma maupun keturunan, pasien sudah sering keluar masuk
rumah sakit saat dilakukan pemeriksaan TTV hasil TD: 135/ 80 mmHg,
N: 90 x/menit, RR: 32 x/menit, S: 36.4oC.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mendapatakan sakit seperti ini sudah 7 tahun lebih
pasienmengalami dan gejala paling sering sesak nafas pasien sering
keluar masuk rumah sakit dengan gejala yang sama.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada yang mempunyai
penyakitmenular seperti asma bronchial dan tidak ada yang mempunyai
penyakit
turunan.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Pasien mengatakan kesehatan lingkungan rumah dan sekitarnya
memenuhisyarat kesehatan.
3. Pola Fungsional Menurut Virginia Handerson
a. Pola Oksigenasi
Sebelum sakit :Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sesak
napas, bernapas normal tanpa alat bantu napas,
mengalami riwayat asma 7 tahun
Saat dikaji :Pasien mengatakan mengalami sesak napas 2 hari
yang lalu, terpasang nasal 6 l/ menit
b. Pola Kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit :Pasien mengatakan makan 2-3 kali sehari dengan
porsisedang, nasi dengan lauk pauk, minum 2-5
gelas sehari

22
Saat dikaji :Pasien mengatakan nafsu makan berkurang, tidak
menghabiskan porsi makanan yang disediakan
olehrumah sakit, karena mual, makan hanya
beberapa sendok deengan nasi, dan sayur, dan
lauk.Minum 4 gelas sehari.
c. Pola Ekskresi/ Eliminasi
Sebelum sakit :Pasien mengatakan dapat BAB 1 hari sekali,
dengankonsistensi padat warna cokelat. Dan BAK
4-5 kali sehari dengan warna kuning jernih.Tidak
ada keluhan saat BAK maupun BAB, bau khas.
Saat dikaji :Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan
dalam
eliminasi baik BAB maupun BAK.
d. Pola Menjaga Aktivitas
Sebelum sakit :pasien mengatakan dapat melakukan aktivitas
denganbaik dan lancer.
Saat dikaji :pasien tidak mampu melakukan pekerjaannya,
hanyaberbaring dan beristirahat saja di rumah sakit,
dan mengobrol dengan keluarganya karena sesak
nafas.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit :pasien mengatakan tidak ada gangguan ketika
tidur,pasien mengatakan dia tidur sekitar 8-10 jam
per hariSaat dikaji :pasien mengatakan tidur malam
4-5 jam dan juga tidak tidur siang.
f. Pola Memilih Pakaian
Sebelum sakit :pasien mengatakan mengganti bajunya 2 kali sehari
dan dapat dilakukan secara mandiri.
Saat dikaj :pasien mengatakan mengganti bajunya sebanyak 2
kalisehari kadang dibantu oleh keluarganya.
g. Pola Menjaga Suhu Tubuh

23
Sebelum sakit :pasien mengatakan jika cuaca dingin biasanya
menggunakan sweater, dan celana panjang,
sedangkanketika cuaca panas biasanya
menggunakan singlet atau kaos dan menyalakan
kipas angin.
Saat dikaji :pasien mengatakan selama sakit pasien lebih suka
mengenakan pakaian kaos yang tidak terlalu tebal
danmengenakan selimut, S: 37, 0C.
h. Pola Menjaga Kebersihan Tubuh
Sebelum saki :pasien mengatakan biasa mandi 2x sehari,
menggosokgigi 2x sehari, keramas 1x sehari, dan
memotong kuku tangan dan kaki ketika sudah
panjang.
Saat dikaji :pasien mengatakan sekarang tidak dapat mandi
sepertibiasa dan hanya diseka dengan air hangat 2x
sehari,gosok gigi 2x sehari, tidak keramas. Pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat.
i. Pola Aman dan Nyaman
Sebelum sakit :pasien mengatakan sebelum sakit merasa nyaman
saatberada bersama teman-temannya ditempat
kerjanya
Saat dikaji :pasien mengatakan kurang nyaman dengan
kondisinya,
dan sering merasa sesak nafas.
j. Pola Komunikasi
Sebelum sakit :pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan
baik,bahasa Indonesia dan Jawa, serta tidak ada
gangguan pendengaran.
Saat dikaji :pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan
baik tanpa ada ganguan.
k. Pola Beribadah

24
Sebelum sakit :pasien mengatakan beraga Islam dan menjalankan
sholat 5 waktu.Saat di kaji :pasien mengatakan
selama berada di Rumah Sakitbelum pernah
melaksanakan ibadah sholat.
l. Pola Bekerja
Sebelum sakit :pasien mengatakan bekerja sebagai seorang kuli
bangunan.
Sesudah sakit :pasien mengatakan selama sakit tidak melakukan
aktivitas pekerjaannya seperti biasa, pasien hanya
beristirahat saja di tempat tidur.
m. Pola Rekreasi
Sebelum sakit :pasien mengatakan sering pergi bersama
keluarganyauntuk berekreasi.
Saat dikaji :pasien mengatakan tidak pernah pergi seperti
biasanya.
n. Pola Belajar
Sebelum saki :pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya,
pasien mendapat informasi dari media sosial.
Saat dikaji :pasien mengatakan selama sakit mendapatkan
informasi tentang penyakitnya dari dokter dan
perawat.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran : Composmentis
2) Tanda-tanda vital :
TD : 130 / 70 mmHg
S : 37,50C
N : 110 x / menit
RR : 30 x / menit
b. Pemeriksaan Head to Toe
1) Wajah dan Kepala

25
Kulit kepala bersih, rambut hitam sedikit beruban, wajah pucat
(sianosis)
2) Mata
Mata kanan dan kiri simetris palpebrare tidak edema, ikterik (-/-
),konjungtiva anemis ( -/-), fungsi penglihatan masih normal, mata
merah, terdapat lingkar gelap di bawah gelopak mata.
3) Hidung
Tidak ada polip, keadaan sputum bersih, tidak ada benjolan, fungsi
hidung baik.
4) Telinga
Canalis bersih, pendengaran baik, tidak memakai alat
bantupendengaran.
5) Mulut
Gigi bersih, tidak ada karies gigi, tidak memakai gigi palsu, gusi
tidak ada peradangan, lidah bersih.
6) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid maupun vena jugularis.
7) Thorak dan Paru
Inspeksi : simetris tidak ada lesi, terdapat retraksi dada.
Palpasi : vocal fremitus paru kanan kiri sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultrasi: ronchi, wheezing pada dada
8) Jantung
Inspeksi : inctus cordic tidak tampak.
Palpasi : inctus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi : pekak
Auskultrasi: bunyi jantung I dan II regular.
9) Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa.
Perkusi : tympani.

26
Auskultrasi: peristaltik usus 14x/menit.
10) Ginjal
Tidak ada keluhan, tidak nyeri
11) Genetalia dan Rektum
Tidak ada kelainan pada daerah genetalia dan rectum, tidak terpasang
DC.
12) Ekstremitas
Atas : tidak ada lesi tangan kiri terpasang infuse RL 20 tpm,
terpasang nasal 6l/menit
Bawah : kedua kaki pasien dapat bergerak bebas, tidak ada edema
13) Integument
Turgor kulit baik tidak ada nyeri tekan, capillary reffil < 2 detikwarna
sawo matang
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 16.4 gr/dl 13.2 – 17.3
Leukosit 7.2 mg/ul 3.8 – 10.6
Hematokrit 46 % 40 – 52
Eritrosit 5.5 mg/ul 4.40 – 5.90
Trombosit 238 mg/ul 150 – 440
MCH 30 Pg 26 – 34
MCHC 36 d/dl 32 – 36
DIFT COUNT
Eosinofil 10.70 H % 2–4
Basofil 0.30 % 0–1
Netrofil 55.70 % 50 – 70
Limfosit 21.30 L % 22 – 70
Monosit 12.30 H % 2–8
KIMIA RUTIN
27
Gula darah 87 Mg/dl 80 – 110
sewaktu 15 Mg/dl 10 – 50
Ureum 0.83 L Mg/dl 0.9 – 1.3
Creatinin 20 Ul <37
SGOT 10 Ul <42
SGPT

b. Sputum
Tanggal : 4 November 2019
Waktu : 09.00 WIB
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasipatogen,
pemeriksaan sistolik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
c. EKG
Tanggal : 4 November 2019
Waktu : 10.00 WIB
Deviasi aksis kanan, peningkatan gelomabng P (pada kasus asma berat)
EKG latihan.
d. Rongtsen
Rongtsen thoraks
Tanggal : 4 November 2019
Waktu : 11.00 WIB
Kesan : bronchitis, besar cor normal
e. Program Terapi
Dexametasone 3x125 mg, antibotik cefotaxime 2x1, aminopliyn240mg
drip, RL 20tpm, ranitidine 2x50mg.terapi nebulizer 2.1 fentolin, flexotide
2,5 mg.

28
MASALAH KEPERAWATAN/DIAGNOSA
Tanggal/Jam No. Data Fokus Problem Etiologi
Dx
4 November 1 DS: Ketidakefektifan Spasme jalan
2019 pukul Pasien mengatakan bersihan jalan nafas
09.00 WIB batuk sejak 2 nafas
harilalu, disertai
Berdahak.

DO:
Terdapat lendir putih
kental,
terdapat suara
tamabahan
ronchi basah di lobus
kanan
atas, irama nafas
tidak teratur
frekuensi RR: 30x/
menit.
Tampak otot bantu
pernapasan,
auskultrasi dengar
wheezing pada dada
4 November 2 DS: Gangguan pola Hiperventilasi
2019 pukul Pasien masih nafas
09.00 WIB mengeluh sesak
Nafas, memiliki
riwayat asma selama
7 tahun dan sering

29
keluar masuk rumah
sakit

DO:
Pasien tampak otot
bantu
pernapasan, RR:
30x/menit, nadi:
110x/menit, tampak
wheezing, TD
130/70 mmHg

Diagnosa Keperawatan:

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan


nafas
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

30
INTERVENSI
No. Diagnosa NOC NIC TTD
Dx
1. Ketidakef Setelah dilakukan tindakan Monitor Pernafasan (3350)
ektifan keperawatan selama 3x24 1. Monitor kecepatan, irama,
bersihan jam, diharapkan masalah kedalaman, kesulitan
jalan keperawatan ketidakefektifan bernafas
nafas bersihan jalan nafas dapat 2. Monitor peninkatan
berhubun diatasi dengan kriteria hasil: kelelahan, kecemasan, dan
gan a. Status Pernafasan: kekurangan udara pada
dengan Kepatenan Jalan Nafas pasien
spasme (0410) 3. Monitor keluhan sesak
jalan No. Indikator A T nafas pasien, termasuk
nafas 0410 Frekuensi 3 5 kegiatan yang
04 pernafasa meningkatkan atau
n memerburuk sesak nafas
0410 Irama 4 5 tersebut
05 pernafasa 4. Berikan bantuan resusitasi
n jika diperlukan
0410 Kemampu 3 5 5. Berikan bantuan terapi
12 an untuk nafas (misalnya nebulizer)
mengeluar
kan sekret
Keterangan:
1 = Deviasi berat dari kisaran
normal
2 = Deviasi cukup berat dari
kisaran normal
3 = Deviasi sedang dari
kisaran normal

31
4 = Deviasi ringan dari
kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi dari
kisaran normal

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (3140)


pola nafas keperawatan selama 3x24 1. Monitor status pernafasan
berhubun jam, diharapkan masalah dan oksigenasi
gan keperawatan gangguan pola 2. Posisikan pasien semi
dengan nafas dapat diatasi dengan fowler untuk
hiperventi kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi
lasi a. Status Pernafasan 3. Ajarkan pasien cara batuk
(0415) efektif
No Indikator A T 4. Motivasi pasien untuk
0415 Frekuensi 3 5 bernafas pelan dan
01 pernafasa melakukan batk efektif
n 5. Kolaborasikan dengan
0415 Kedalama 3 5 dokter pemberian nebulizer
03 n inspirasi
0415 Volume 2 4
05 tidal
0415 Suara 2 4
04 ausultasi
nafas
(wheezing
)
0415 Irama 2 4
02 pernafasa
n
Keterangan:

32
1 = Deviasi berat dari kisaran
normal
2 = Deviasi cukup berat dari
kisaran normal
3 = Deviasi sedang dari
kisaran normal
4 = Deviasi ringan dari
kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi dari
kisaran normal

3.2 Inovasi Intervensi Penanganan Masalah Penyakit

1. Jurnal 1
Eka, T. I., Anggayanthi, L., Putra, P. W. K., Laksmi, I. A.
A.2019.Perbedaan Efektivitas Posisi Semi Fowler dan High Fowler
terhadap Saturasi Oksigen pada Pasien Asma yang Diberikan Nebulizer
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupeten Klungkung.Jurnal Kesehatan
Al-Irsyad Vol XII,

Penanganan pertama pada pasien asma dengan serangan akut adalah


pemberian nebulizer dengan obat-obatan golongan beta- 2 agonis yang
diberikan secara inhalasi.Pemberian obat ini secara inhalasi
bertujuanuntuk relaksasi otot polos saluran napas,meningkatkan bersihan
mukosilier,menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan modulasi
pelepasan mediator dari sel mast. Selama pemberian nebulizer terdapat hal
yang perlu diperhatikan yaitu penurunan difusi oksigen dalam darah dapat
dilihat secara sederhana melalui penurunan saturasi oksigen yang dipantau
dengan oksimetri nadi.

33
Upaya mencegah penurunan saturasi oksigen tindakan mandiri perawat
yaitu dapat dilakukan dengan cara mengatur posisi (positioning) istirahat
yang nyaman, sehingga otot napas tambahan dapat bekerja dengan baik
(Eka, 2019).

2. Jurnal 2
Prasetyo, E., Caesar, D. L., Huda, S., Hartini, S., Mugitasari, D.
E.2017.Gambaran Histopatologi Otot Polos Bronkus Mencit Asma yang di
intervensi Injeksi Amninophyllin. PROSIDING HEFA 2017.ISSN 2581 -
2270.
Asma merupakan peradangan pada jalan napas kronis. Hal ini di tandai
dengan gejala pernafasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk
yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intensi tas. Aminophylline
merupakan turunan teofilin dengan penambahan ethylenediamine yang
menjadi kompleks garam yang larut air.Aminophylline dan teofilin masuk
kedalam obat asma golongan methylxanthine.digunakan dalam terapi
bronkodilator lini pertama pada asma yang menyebabkan relaksasi otot
polos bronkus (Prasetyo, 2017).

3. Jurnal 3
Antoro, B., Lestari, Y.2019.Pengaruh Senam Asna Trestruktur Terhadap
Jarak Relapse (Kekambuhan).Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal Volume 9 No 2, Hal 173-178. ISSN 2089-0834.
Senam asma merupakan salah satu penatalaksanaan jangka panjang pada
asma.Gerakan-gerakan pada senam asma dapat melatih otot-otot
pernapasan menjadi lebih kuat.Dengan senam yang rutin akan
meningkatkan kerja jantung, memperlancar aliran darah yang membawa
nutrisi dan oksigen ke jaringan.Proses metabolisme aerob
meningkat,pembentukan energi meningkat dan mengurangi penumpukan
asam laktat sebagai akibat dari metabolisme an aerob. Dengan demikian
kekuatan otot pernapasan akan meningkat dan fungsi paru juga akan

34
meningkat. Senam asma juga merupakan latihan aerobik yang bertujuan
untuk memperkuat otot (Antoro, 2019).
4. Jurnal 4
Prasetio, M.H. 2018.Analsis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Asma Bronkial dengan Intervensi Inovasi Tripod Position dan Pemberian
Air Hangat terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.Kalimantan
Timur: Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Analsis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Asma Bronkial dengan


Intervensi Inovasi Tripod Position dan Pemberian Air Hangat terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.Tindakan keperawatan mandiri pada
pasien asma secara kegawatdaruratan yaitu dengan memberikan intervensi
inovasi tripod position dan pemberian air hangat yang tujuannya adalah
untuk mengurangi sesak yang di alami pasien asma. Hasil yang di dapat
melalui tiga kasus bahwa intervensi tripod position dan pemberian air
hangat di ruang instalasi gawat darurat bahwa terdapat peningkatan
saturasi oksigen pada pasien asma (Prasetio, 2018).

35
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik yang biasanya menginfeksi
saluran pernafasan, dan dapat mengakibatkan hiperresponsif jalan
pernafasan yang biasa ditandai dengan suatu gejala episodik berulang
berupa batuk, sesak nafas, mengi dan rasa berat di dada terutama pada
waktu malam hari dan dini hari yang pada umumnya bersifat reversible
baik dengan maupun tanpa pengobatan.

Asma dapat terjadi pada semua golongan usia, sekitar setengah dari kasus
terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun
dengan beban global untuk penyakit ini semakin sangat mengganggu,
mempengaruhi kehadiran sekolah, pilihan pekerjaan, aktivitas fisik dan
banyak aspek kehidupan lainnya
4.2 Saran

Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini
melakukan penyuluhan mengenai pentingnya mengetahui tentang asma
dan pencegahan akan berdaya guna untuk menghindari asma. Selain itu
perawat harus memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai asma
secara jelas dan lengkap. Terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan
pencegahan

Dalam penyusunan makalah ini penulis pasti banyak kekurangan dalam


segi literatur ataupun dalam penyusunan makalah. Maka dari itu dimohon
untuk memberikan saran agar dapat diperbaiki sebagaimana mestinya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Adi Putra, Yusnik,. Ari Udiyono, Sri Yuliawati. 2018. Gambaran Tingkat
Kecemasan dan Derajat Serangan Asma Pada Penderita Dewasa Asma
Bronkial (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungpati, Kota
Semarang Tahun 2016). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 6, Nomor
1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)

Husna, Cut. 2014. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronchial Ditinjau


Dari Teori Health Belief Model di RSUDZA Banda Aceh. Idea Nursing
Journal. Volume 5, Nomor 3, September-Desember 2014 (ISSN: 2087-
2879)

Eka, T. I., Anggayanthi, L., Putra, P. W. K., Laksmi, I. A. A.2019.Perbedaan


Efektivitas Posisi Semi Fowler dan High Fowler terhadap Saturasi
Oksigen pada Pasien Asma yang Diberikan Nebulizer di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupeten Klungkung.Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol
XII

Prasetyo, E., Caesar, D. L., Huda, S., Hartini, S., Mugitasari, D.


E.2017.Gambaran Histopatologi Otot Polos Bronkus Mencit Asma yang
di intervensi Injeksi Amninophyllin. PROSIDING HEFA 2017.ISSN
2581 – 2270

Antoro, B., Lestari, Y.2019.Pengaruh Senam Asna Trestruktur Terhadap Jarak


Relapse (Kekambuhan).Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal Volume 9 No 2, Hal 173-178. ISSN 2089-0834

Prasetio, M.H. 2018.Analsis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Asma


Bronkial dengan Intervensi Inovasi Tripod Position dan Pemberian Air
Hangat terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.Kalimantan
Timur: Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

37

Anda mungkin juga menyukai