Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

PADA PASIEN GRAVIDA DENGAN PERMASALAHAN ASMA


BERAT DILAKUKAN TINDAKAN SC GREENCODE DENGAN
GENERAL ANESTESI DENGAN TEKNIK ETT

Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah


Praktikum Asuhan Keperawatan Komplikasi

Dosen Pengampu : Noor Kunto Aribowo, S.ST

Oleh :
Kelompok A1
No Nama Mahasiswa NIM
1. Cindi Claudia (1911604001)
2. Era Indrawan Adriani (1911604002)
3. Prika Mella Dewanti (1911604003)
4. Astelia Shazarani Cahya (1911604004)
5. Sonia (1911604005)
6. Putry Widya Ningrum (1911604006)
7. Sabran Jamila (1911604007)
8. Nidiya Donita Putri (1911604009)
9. Dea Ananda Pratiwi (1911604010)
10. Norma Susila Ukhuwah I (1911604011)
11. Fadhilah Asyifa Dewanti (1911604012)

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada spasme saluran pernafasan). Bronkus mengalami
inflamsi atau peradangan dan hiperresponsif sehingga saluran nafas menyempit dan
menimbulkan kesulitan dalam bernafas. Asma adalah penyakit obstruksi saluran
pernafasan yang bersifat reversible dan berbeda dari obstruksi saluran pernafasan lain
seperti pada penyakit bronchitis yang bersifat irreversible dan berkelanjutan. (Saktya,
2018).

Asma Bronkhial adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami


penyempitan yang dikarenakan oleh hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang
menyebabkan peradangan dan peyempitan yang bersifat sementara. Asma merupakan
penyakit paru yang tidak menular, dengan gejala berupa serangan sesak, dan bunyi
nafas terdengar mengi dan batuk berulang. Serangan dapat berlangsung hanya selama
beberapa menit, jam, hari, atau sampai beberapa minggu. Asma bronkhial adalah
salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di dunia. (Juanidi, 2014).

General Anestesi yaitu anestesi yang mempunyai tujuan agar dapat


menghilangkan nyeri. Membuat tidak sadar, dan menyebabkan amnesia yang bersifat
reversible dan dapat di prediksi. Tiga pilar anestesi umum yaitu hipnotik atau sedatif
yaitu membuat pasien tertidur atau mengantuk, analgesia atau tidak merasakan sakit,
dan relaksasi otot skelet, dan stabilitas otonom antara saraf simpatik dan
parasimpatis. (Pramono Ardi, 2014).
Menurut Latief (2013) intubasi adalah memasukan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Intinya intubasi endotrakhea adalah
tindakan memasukan pipa endotrakhea ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas
hambatan dan pertukaran gas adekuat. Intubasi endotracheal tube (ETT) adalah
tindakan memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio
trakea. (Dachlan, 2013).

Intubasi endotrakea dapat dilakukan melalui beberapa lintasan antara lain


melalui hidung (nasotrakeal), mulut (orotrakeal) dan melalui tindakan trakeostomi.
(Latief, 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Asma ?
2. Bagaimana Asuhan Kepenataan Anestesi Asma ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Kepenataan Anestesi
dengan General Anestesi dengan Teknik ETT pada Asma.

2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Dasar Asma.
b) Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Kepenataan
Anestesi Asma.
D. Waktu dan Tempat
1. Waktu : 22 November 2021 Pukul 13:00
2. Tempat : Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Pengertian
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab
alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa
datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko
kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya
radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan
selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih. (Nurarif &
Kusuma, 2015).

2. Klasifikasi
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenis asma
lainnya. Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik) yang muncul
pada waktu kanak-kanak dengan mekanisme serangan melalui reaksi alergi tipe 1
terhadap alergen dan asma non-alergi (intrinsik) bila tidak ditemukan reaksi
hipersensitivitas terhadap alergen. Namun, dalam prakteknya seringkali
ditemukan seorang pasien dengan kedua sifat alergi dan non-alergi, sehingga Mc
Connel dan Holgate membagi asma kedalam 3 kategori ;
1) Asma alergi/ekstrinsik;
2) Asma non-alergi/intrinsik;
3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruksif kronik.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Asma intermitten, ditandai dengan :
1) Gejala kurang dari 1 kali seminggu;
2) Eksaserbasi singkat;
3) Gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan;
4) Bronkodilator diperlukan bila ada serangan;
5) Jika serangan agak berat mungkin memerlukan kortikosteroid;
6) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi;
7) Variabiliti APE atau VEP1 < 20%.
b. Asma persisten ringan, ditandai dengan :
1) Gejala asma malam >2x/bulan;
2) Eksaserbasi >1x/minggu, tetapi <1x/hari;
3) Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur; 4) membutuhkan
bronkodilator dan kortikosteroid; 5) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi; 6)
variabiliti APE atau VEP1 20-30%.
c. Asma persisten sedang, ditandai dengan :
1) Gejala hampir tiap hari;
2) Gejala asma malam >1x/minggu;
3) Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur;
4) Membutuhkan steroid inhalasi dan bronkhodilator setiap hari;
5) APE atau VEP1 60-80%;
6) Variabiliti APE atau VEP1 >30%.
d. Asma persisten berat, ditandai dengan :
1) APE atau VEP1 <60% prediksi;
2) Variabiliti APE atau VEP1 >30%.
3. Etiologi
Penyebab penyakit asma ini dibagi menjadi 4 yaitu :
1) Faktor Intrinsik yaitu psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma,
karena rangsangan tersubut dapat mengaktivasi sistem parasimpatis yang
diaktifkan oleh emosi, rasa takut dan cemas. Karena rangsangan
parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot polos bronkious, maka
apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskkan
asma. Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan terjadi
akkibat gangguan emosi.
2) Kegiatan Jasmani yaitu asma yang timbul karna bergerak badan atau
olahraga terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau
setelah olahraga atau melakukan gerak badan. Pada saat penderita sedang
istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara masuk melalui hidung,
udara dipanaskan dan akan menjadi lembab. Saat melakukan gerak badan
pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara
yang dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka
disaluran pernafasan mengencang sehingga sauran udara menjadi lebih
sempit, yang menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah
gejala asma.
3) Faktor Ekstrinsik yaitu allergen yang merupakan faktor pencetus asma yang
sering dijumpai. Seperti debu, bulu, polusi udara dan sebagainya yang dapat
menimbukan serangan asma pada penderita yang peka. Dan juga terdapat
pada obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma adalah reseptor
beta, atau biasanya disebut dengan beta-blocker.
4) Faktor Lingkungan sepeeti cuaca yang lembab serta hawa gunung sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering
kadang-kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan lembab
yang disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembangnya virus
infeksi saluran pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu
diwaspadai. (Hasdianah, 2014).

4. Anatomi

5. Fisiologi
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama
4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan
bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang berkerja pada
ruangan yang sempit, tertutup, ruangan kapal, ketel, uap, dan lain lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-
biruan
misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru-paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas
yang oksigen masuk melalui trakea sampai alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa kejantung dan jantung
dipompakan keseluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil
buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan
melalui pipa bronkus, berakhir sampai pada mulut dan hidung.

4 proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :


a) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
b) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh
tubuh, karbon dioksida dari seluruh tubuh masuk keparu-paru.
c) Distribusi arus udara dan darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat
yang bisa dicapai semua bagian.
d) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih
mudah berdifusi daripada oksigen. (Syaifuddin, 2006).

6. Patofisiologi
Secara umum, allergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan kontriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lender
putih yang tebal. Mekanisme reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat
rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk allergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap allergen yang dihirup tersebut.
Antibodi yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian melekat
dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain adalah
basofil yang kita
gunakan pada saat menghitung leukosit Bila satu molekul IgE terdapat pada
permukaan sel mast menangkap satu permukaan allergen, maka sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan
kontriksi bronkus. Salah satu contohnya adalah histamin dan prostaglandin. Pada
permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik, sedangkan pada
jantung mempunyai reseptor beta-1. (Naga, 2012).

Patofisiologi asma juga dapat dikarakteristikkan dengan penandaaan


konstriksi oleh saluran bronkial dan bronkospasme yang diikuti dengan edema
dari saluran pernafasan dan produksi mukus yang berlebihan. Bronkospasme yang
terjadi dapat disebabkan oleh peningkatan pelepasan dari mediator inflamasi
seperti histamin, prostaglandin, dan bradikinin, yang pada fase awal lebih
menyebabkan bronkokonstriksi daripada inflamasi. Dapat terjadi beberapa jam
setelah onset awal dari gejala dan bermanifestasi sebagai respon inflamasi.
Mediator utama dari inflamasi selama respon asmatik adalah sel darah merah
(eosinofil) yang menstimulasi degradasi mast cell dan pelepasan substansi yang
menyerang sel putih lain pada area tersebut. (Amelia Lorensia, 2013).
Pathway Edema Pada

Asma Berat

Pre Intra
Anestesi Anestesi
Post

Sesak nafas Terpasang


Perdara
somnolen ETT
han2±
ronchi Resiko Resiko
liter/menit
Ketidakefek aspirasi
whezing
tifan komplikasi
bersihan hipovolemi
jalan nafas a
Gravida

SC

General

Tekni
7. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas
cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-
otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini
adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri pada dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada,
takikardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari. (Dudut, 2011).

8. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
a) Pneumothorak
b) Pneumomediastium dan emfisema subkutis
c) Atelektasis
d) Aspirasi
e) Kegagalan jantung / gangguan irama jantung
f) Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas asidosis

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
a) Spirometri
Untuk mengkaji jumlah udara yang inspirasi
b) Uji provokasi bronkus
c) Pemeriksaan sputum
d) Pemeriksaan cosinofit total
e) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g) Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya penyempitan
bronkus dan adanya sumbatan
h) Analisa gas darah
Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi.

10. Penatalaksanaan Medis


Penatalaksaan asma sangat penting supaya asma yang diderita tidak
bertambah semakin parah. Sebenarnya penatalaksaan asma mempunyai beberapa
tujuan seperti mencegah eksersebasi akut serta meningkatkan dan
mempertahankan faal paru seoptimal mungkin. Mencegah keterbatasan aliran
udara serta kematian akibat asma merupakan antara tujuan lain dari penatalaksaan
asma. Selain itu, pemberian pengobatan jangka masa akut serta panjang
merupakan antara komponen lain dalam penatalaksaan asma. Medikasi asma yang
ditujukan untuk mencegah gejala obstruksi jalan napas terdiri atas pengontrol dan
pelega. Pengontrol (controllers) adalah medikasi asma jangka panjang yang harus
diberikan setiap hari untuk mencapai keadaan asal yang terkontrol pada asma
persisten (GINA, 2014).

Berikut adalah contoh dari obat pengontrol yang lazim digunakan :


a) Kortikosteroid inhalasi dan sistemik
b) Sodium kromoglikat
c) Leukotrien modifiers. Manakala pelega (reliever) yang sering dianjurkan
adalah antikolinergik serta aminofilin. Tujuan daripada penggunaan pelega ini
adalah sebenarnya untuk menstimulasi reseptor β2 pada saluran napas. Maka
dari ini semua otot polos pada saluran pernapasan akan berdilatasi. Akibatnya,
keluhan sesak napas penderita akan berkurangan. (GINA, 2014).
BAB III
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

KASUS

Pasien perempuan 37 tahun dengan diagnosis G2P1001 hamil 32 minggu


Tunggal Hidup dengan Asma Berat, yang akan menjalani prosedur SC Greencode.
Preoperasi pasien gravida dengan permasalahan asma berat. Kesadaran somnolen-
apatis dengan frekuensi nafas 28x /menit, ronchi (+/+) dan wheezing (+/+), SpO2 ;
85% on bagging, dan terdapat sekret warna merah muda (pasien telah dilakukan
resusitasi di triage kebidanan untuk mengamankan jalan nafas) Durante operasi
pasien dilakukan pembiusan dengan general anestesi inhalasi menggunakan pipa
endotrakheal no 7. Selanjutnya pasien diposisikan supine untuk menjalani prosedur
pembedahan. Operasi berlangsung selama 60 menit, hemodinamik stabil tanpa
topangan obat, pasca operasi pasien dirawat di ruang intensif dengan analgetik morfin
20 mg/24 jam dan parasetamol 1000 mg tiap 8 jam intravena.
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 jam sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak. Pasien juga mengalami demam
hilang timbul. Riwayat kejang disangkal. 1 jam sebelum operasi pasien mengalami
penurunan kesadaran dan muntah cairan berbuih warna merah muda, sehingga
dilakukan tindakan resusitasi untuk mengamankan jalan nafas. Riwayat alergi obat
dan makanan : tidak ada. Riwayat penyakit sistemik : tidak ada. Riwayat operasi :
tidak ada. Riwayat penyakit lain : Asma (+). Pemeriksaan Fisik : BB : 80 kg, TB :
160 cm, BMI 31,25, Suhu axilla : 36,9°C; VAS sulit dievaluasi. SSP : Somnolen,
Apatis Respirasi. : RR 28x /menit, ronchi (+/+) dan wheezing (+/+), SpO2 : 85% on
Bagging. KV : HR 117x /menit, BP : 132/102 mmHg, S1-S2 tunggal, murmur tidak
ada.
Teknik Anestesi GA-OTT Pre medikasi : tidak ada Analgetik : Fentanyl 100
mcg IV Fas. Intubasi : Rocuronium 40 mg IV Induksi : Propofol titrasi sampai pasien
terhipnosis Maintanance : O2 : Air 2:2 lpm, Sevoflurane Medikasi lain : Ketamin 50
mg, Methylprednisolon 125 mg, Durante operasi : Hemodinamik : TD : 61-103 / 40-
71 mmHg; N : 110-126x /menit; SpO2 : 85-96%. Cairan masuk : RL 1000 ml. Cairan
keluar : BAK 60 cc, perdarahan 300 cc. Lama operasi : 1 jam. Pasca operasi
Analgetik
: Morfin 20 mg dalam 20 cc NS via syringe pump dengan kecepatan 0,6 cc/jam dan
paracetamol 1 gr tiap 8 jam IV. Perawatan : Intensif.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Bantul
No RM 12345
Diagnosa Pre Operasi : Gravida dengan permasalahan asma
berat Tindakan Operasi : SC Greencode
Tanggal Operasi : 17 November 2021
Dokter Bedah : dr. Jono SPBU
Dokter Anestesi : dr. Joko Murdiaynto, Sp.An., MPH

2. Anamnesa
a. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak. Pasien juga mengalami
demam hilang timbul. Riwayat kejang disangkal. 1 jam sebelum operasi
pasien mengalami penurunan kesadaran dan muntah cairan berbuih warna
merah muda, sehingga dilakukan tindakan resusitasi untuk mengamankan
jalan nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tersebut akan dilakukan prosedur SC Greencode, dengan diagnosis
G2P1001 hamil 32 minggu Tunggal Hidup dengan Asma Berat. Kesadaran
somnolen-apatis dengan frekuensi nafas 28x /menit, ronchi (+/+) dan
wheezing
(+/+), SpO2 : 85% on bagging, dan terdapat sekret warna merah muda (pasien
telah dilakukan resusitasi di triage kebidanan untuk mengamankan jalan
nafas) Durante operasi pasien dilakukan pembiusan dengan general anestesi
inhalasi menggunakan pipa endotrakheal no 7.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan memiliki penyakit yaitu asma.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
sistemik seperti DM dan hipertensi ataupun penyakit seperti yang di derita
dirinya.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : Somnolen-apatis
GCS : E2, V3, M4
TD : 132/102 mmHg
N : 117x /menit
BB : 80 kg
TB : 160 cm
RR : 28x /menit
Suhu : 36,9°C

b. Status Generalis
- Kepala :
 Rambut tidak memiliki uban
 Kepala mesocephal
 Tidak ada luka di bagian kepala
- Mata :
 Konjungtiva tidak anemis
 Sclera tidak ikterik
 Pupil isokor
- Hidung :
 Bentuk tulang hidung normal
 Posisi septum nasal simetris antara kanan dan kiri
- Mulut :
 Tidak memiliki gigi palsu
 Terdapat sekret warna merah muda
 Mulut pasien bersih
 Mukosa bibir tidak kering
 Tidak terdapat stomatitis
 Warna bibir pucat
- Telinga :
 Secret tidak ada
- Leher :
 Leher tidak pendek
 Tidak ada pembengkakan tiroid
 Tidak ada benjolan
 Tidak ada pembesaran vena jugularis (JVP)
 Gerak leher bebas
 Normal tidak ada lesi
- Thoraks :
 Pulmo
Inspeksi :
 Pengembangan paru kanan dan kiri sama
 Fremitus raba kanan kiri sama
 Jumlah RR : 28x /menit
Palpasi :
 Fremitus kanan dan kiri memiliki getaran yang tidak sama
 Auskultasi vesikuler pada kanan dan kiri
sama Perkusi :
 Paru hipersonor
Auskultasi :
 Nafas ronchi (+/+) dan wheezing (+/+)
 Jantung
Inspeksi :
 Ictus cordis tidak tampak
 Tidak terdapat
memar Palpasi:
 Ictus cordis tidak
teraba Perkusi :
 Batas jantung tidak
melebar Auskultasi :
 Bunyi jantung murmur tidak ada
 Abdomen
Inspeksi :
 Tidak ada distensi abdomen
 G2P1001 hamil 32 minggu
 Pertumbuhan rambut merata
 Pigmentasi merata
 Tidak ada
luka Palpasi :
 Terdapat nyeri tekan pada pinggang bagian kanan
 Tidak ada asites
 Hepar tidak teraba
 Tidak ada pembesaran limpa
Perkusi :
 Perkus kuadran 1-4 timpani
Auskultasi :
 Bising usus normal : 6x /menit

- Genetalia :
 Pasien berjenis kelamin laki-laki, pasien tidak ada keluhan terkait
masalah genetalia.

- Ekstremitas :
 Atas :
Tidak ada edema, tidak ada kelemahan otot, dan tangan kanan
terpasang cairan infus ringer laktat 20 tpm.
 Bawah :
Tidak ada edema, tidak ada kelemahan otot, dan kaki kiri nampak
sedikit bengkak dan berwarna kemerahan. Terpasang kateter urine.

- Pemeriksaan Vertebrata
 Tidak ada perubahan vertebralis.

4. Psikologis :
Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan anestesi dan tindakan
operasi sebelumnya.

5. Pemeriksaan Penunjang :
Tidak ada
6. Diagnosa Anestesi
a. Diagnosa Medis : Gravida dengan permasalahan Asma Berat
b. Rencana Operasi : SC Greencode
c. Status ASA : ASA II
d. Rencana Anestesi : General Anestesi dengan teknik ETT

B. Persiapan Penatalaksanaan Anestesi


1. Persiapan Pasien :
a. Mengecek kelengkapan status pasien
b. Mengklarifikasi pasien puasa dari jam berapa
c. Memposisikan pasien
d. Mengecek TTV
e. Mengklarifikasi riwayat asma

2. Pesiapan Mesin Anestesi :


a. Memastikan mesin sudah tersambung ke sumber listrik
b. Mengecek sumber gas apakah sudah terpasang dan tidak ada kebocoran
c. Mengecek isi volatil agent
d. Mengecek kondisi absorben
e. Mengecek apakah ada kebocoran mesin
f. Menyiapkan monitor lengkap dengan manset dan finger sensor
g. Menyipkan lembar monitor anestesi

3. Persiapan Alat :
a. S (Scope) : Laryngoscope dan stesoscope
b. T (Tube) : ETT No 7
c. A (Aiway) : OPA
d. T (Tape) : Plester ± 20 cm 2 lembar
e. I (Introducer) : Mandring dan stilet
f. C (Conector)
g. S (Suction) : Kanul dan selang suction

4. Persiapan Obat :
a. Induksi : Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis
b. Analgetik : Fentanyl 100 mcg IV
c. Pelumpuh otot : Roculac 30 mg
d. Pre medikasi : tidak ada
e. Intubasi : Rocuronium 40 mg IV
f. Emegency :
- Ketamin 50 mg
- Methylprednisolon 125 mg
g. Maintanance : O2 : Air 2:2 lpm, Sevoflurane

5. Penatalaksanaan Anestesi
a. Pasien dipindahkan di meja operasi dengan posisi supine dilakukan
pemasangan monitor tekanan darah, saturasi oksigen, mulai anestesi pukul
10.15, hasil monitor TD : 132 / 102 mmHg, N : 117x /menit, SpO2 ; 85%, RR
; 28x /menit, tidak ada pemberian obat premedikasi, melakukan pemeriksaan
airway pasien, jalan napas paten, tidak ada obstruksi jalan napas. Prosedur
anestesi umum dilakukan dengan 14 pemantauan dokter spesialis anestesi
meliputi : Fentanyl 50 mcg dimasukkan IV secara pelan, dilanjutkan propofol
selanjutnya memasukkan obat Recuronium 40 mg IV dan dilanjutkan
preoksigenasi sampai dengan 3 menit. Kemudian dilakukan intubasi dengan
ETT king-king ukuran 7 dan laringoskop manchintos hasil monitor pada
pukul 10.30, TD : 61 / 40 mmHg, N : 110x /menit, SpO2 : 90%, RR : 16x
/menit
Respirasi : kontrol dengan Ventilator tidal volume 480 cc. Cairan Durante
Operasi : RL 500 ml 2 plabot.
b. Melakukan induksi pukul 10.25 memberikan obat induksi propofol 100 mg.
Memberikan obat pelumpuh otot Recuronium 40 mcg IV, kemudian
dilanjutkan pemasangan ETT.
c. Kemudian hasil observasi pukul 10.30 TTV: 100 / 60 mmHg, N : 115x /menit
; SPO2 : 96% ; pukul 10.35 TD : 100 / 56 mmHg ; RR : 14x /menit, Maintanance
: Sevoflurane 2 vol%, N20:O2 50:50 (2 lt : 2 lt). Pasien tertidur, reflek bulu
mata tidak ada. Terpasang ETT (ukuran 7 mms) diberikan medikasi tambahan
Ketamin 50 mg, Methylprednisolon 125 mg.
d. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 11.15 WIB yang sebelumnya dilakukan
time out.
e. Pasien selesai operasi dilakukan sign out Pukul 12.00 WIB dan selesai anestesi
12.05 WIB. Cairan keluar : BAK 60 cc, perdarahan 300 cc.
f. Ekstubasi : Operasi selesai pukul .55 WIB, jalan nafas dibuka dengan jaw
trust, Monitor tanda vital sebelum pasien di bawa ke ICU TD : 103 / 71
mmHg, N : 126x /menit; SpO2 : 96 %; RR : 22x /menit.
g. pasca operasi pasien dirawat di ruang intensif dengan analgetik morfin 20 mg/
24 jam dan parasetamol 1000 mg tiap 8 jam intravena.

C. Maintanance
Maintanance menggunakan :
-
Sevoflurane 3vol%
-
O2 : Air = 2:2 lpm
-
Balance Cairan :
 Kebutuhan Cairan Basal (M) = 2cc/kg x BB = 2cc/kg x 80 kg = 160 cc
 Pengganti Puasa (PP) = 2cc x lama puasa x BB = 2cc x 7 jam x 80 kg = 1120
cc
 Stress Operasi (SO) = jenis operasi x BB = 8cc x 80 kg = 640 cc
 Kebutuhan Cairan =
Jam I = M + ½ PP + SO = 160 + 560 + 640 = 1360 cc
Jam II = M + ¼ PP +SO = 160 + 280 + 640 = 1080 cc
Jam III = M + ¼ PP +SO = 160 + 280 + 640 = 1080 cc
Jam IV = M + SO = 160 + 640 = 800 cc

D. Monitoring Selama Anestesi


Jam N SpO2 TD N2O Sevo RR Tindakan
(mmHg) + O2
10.00 126x 90% 103 / 71 - - 26x Pasien tiba di IBS,
/menit mmHg /menit dilakukan serah terima
pasien

10. 10 115x 90% 100 / 60 - - 24x Pasien diberikan obat


/menit mmHg /menit premedikasi Fentanyl
100 mcg iv, dan
Induksi menggunakan
Propofol titrasi

10.15 100x 89% 110 / 65 - - 22x Pasien diberikan


/menit mmHg /menit Medikasi tambahan :
Ketamin 50 mg dan
Methylprednisolon 125
mg
10. 20 110x 94% 100 / 70 2 lt/ 3 22x Diberikan pelumpuh
/menit mmHg menit vol /menit otot Roculac 30 mg,
+ % dilakukan pengecEkan
2 lt/ rangsang bulu mata
menit kemudian diberikan pre
oksigenasi 100% dan
dilakukan intubasi ETT

10.25 120x 96% 110 / 70 2 lt/ 3 24x Mulai dilakukan insisi


/menit mmHg menit vol /menit
+ %
2 lt/
menit

10.45 100x 95% 100 / 60 2 lt/ 3 22x Pasien mengalami


/menit mmHg menit vol /menit Perdarahan ±300 cc,
+ % Urin output 60 cc
2 lt/
menit

10.47 115x 96% 100 / 70 2 lt/ 3 22x Pasien diberikan


/menit mmHg menit vol /menit loading cairan RL 1000
+2 % ml
lt/
menit

11.00 124x 96% 103 / 71 - - 25x Operasi Selesai, pasien


/menit mmHg /menit dipindahkan ke ruang
ICU dengan pemberian
Morfin 20 mg dalam 20
cc NS via syringe pump
dan paracetamol 1 gr
tiap 8 jam IV

E. Pengakhiran Anestesi
1. Operasi berlangsung satu jam
2. Operasi selesai pada pukul 11.00 WIB
3. Pukul 11.05 WIB pasien dipindahkan ke ICU
4. Pasca operasi pasien diberikan analgetikc: Morfin 20 mg dalam 20 cc NS via
syringe pump dengan kecepatan 0,6 cc/jam dan paracetamol 1 gr tiap 8 jam IV
5. Pasien mendapatkan perawatan intensif
6. Aldrete score ≤ 8
7. Pasien tetap di ruang ICU

F. Pematauan di Recovery Room


Jam TD N SpO2 O2 RR Aldrete Tindakan
Score
11.05 103 / 71 126x 96% 2 liter 28x ≤8 Pasien tetap di
mmHg /menit /menit /menit ruang ICU
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

A. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1. DS : Ketidakefektifan Sekresi yang
-
Pasien mengatakan sesak Bersihan Jalan berlebihan,
nafas sejak 1 jam sebelum Nafas sekunder akibat :
masuk rumah sakit. penyakit asma
Keluhan sesak disertai berat yang diderita
dengan batuk berdahak pasien

DO :
-
1 jam sebelum operasi
pasien mengalami
penurunan kesadaran dan
muntah cairan berbuih
warna merah muda,
sehingga dilakukan
tindakan resusitasi untuk
mengamankan jalan nafas
pasien
-
Pasien terlihat sesak nafas.
Kesadaran pasien
somnolen-apatis
-
Terdengar suara ronchi dan
wheezing
- TD : 132 / 102 mmHg,
N : 71x /menit, RR :
28x /menit
- SpO2 : 85% on
Bagging

Intra Anestesi
1. DS : - Resiko Komplikasi Kehilangan cairan
Hipovolemia aktif akibat
DO : muntah,
-
Pasien mengalami perdarahan
Perdarahan ±300 cc, Urin
output 60 cc
-
Pasien diberikan loading
cairan RL 1000 ml
- TD : 100 / 60 mmHg
-
N : 100x /menit
-
RR : 22x /menit
- SPO2 : 95%

Post Anestesi
1. DS : - Resiko Aspirasi Tingkat kesadaran,
sekunder akibat :
DO : anestesia, koma
-
Pasien dipindahkan ke
ruang ICU
-
Pasien masih terpasang
ETT 2lt/ menit
-
Pasien diberikan Morfin
20 mg dalam 20 cc NS via
syringe pump dan
paracetamol 1 gr tiap 8
jam IV
- TD : 103 / 71 mmHg
-
N : 124x /menit
-
RR : 25x /menit
- SpO2 : 96%

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Anestesi
a) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan sekresi yang
berlebihan, sekunder akibat : penyakit asma berat yang diderita pasien

2. Intra Anestesi
a) Resiko Komplikasi Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif akibat muntah, perdarahan

3. Post Anestesi
a) Resiko Aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran, sekunder akibat :
anestesia, koma
C. Rencana dan Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Rencana Rasional
Keperawatan Intervensi
Keperawatan
Pre Anestesi
1. Ketidakefektifan Setelah NIC :
Bersihan Jalan diberikan O:
Nafas tindakan asuhan Pantau status Pengkajian ini
kepenataan pernafasan dan dapat men-
anestesi 2 x 15 sputum deteksi sputum
pasien tidak abnormal
mengalami
aspirasi dengan T:
kriteria Pertahankan Sekresi kental

NOC : kelembaban sulit untuk

a. Menunjuk- udara inspirasi dikeluarkan dan

kan yang memadai dapat

peningkatan menyebab-kan
sumbatan
pertukaran
mucus
udara dalam
paru-paru
E:- -
b. Pasien batuk
sudah efektif
C:
Kolaborasi Klorheksidin
dengan dokter mengurangi
untuk kolonisasi
penggunaan bakteri untuk
pembilasan mencegah VAP
klorheksidin
glukonat jika
dibutuhkan

Intra Anestesi
1. Resiko Setelah NIC :
Komplikasi dilakukan O:
Hipovolemia tindakan Pantau status Deteksi dini
kepenataan cairan, evaluasi kekurangan
anestesi selama asupan, cairan
1 x 20 menit haluaran dan memungkinkan
diharapkan pengeluaran intervensi untuk

masalah teratasi lain, selang mencegah syok

dengan kritetria nasogastrik


NOC :
a. Meminimal- T:

kan episode Posisikan pasien Posisi ini

hipovolemik pada posisi meningkatkan


terlentang kembalinya
darah perload
ke jantung

E:- -

C:
Berkolaborasi Tindakan ini
dengan dokter meningkatkan
atau perawat perfusi jaringan
praktisi tingkat ginjal yang
lanjut dalam hal optimal
penggantian
pengkajian data
yang dapat
menunjukkan
perdarahan
misal : larutan
normal salin
atau ringer
laktat

Post Anestesi
1. Resiko Aspirasi Setelah NIC :
dilakukan O:
tindakan Memantau jalan Deteksi dini
kepenataan nafas pasien jalan nafas
anestesi selama pasien, masih
1 x 20 menit terdapat skret
diharapkan atau tidak

masalah teratasi
dengan kritetria T:

NOC : Posisikan Mencegah

a. Pengontrolan Pasien dengan refluks akibat

Aspirasi meninggikan gaya grafitasi


kepala pasien
E:
Arahkan Agar sekret
keluarga pasien tidak terlalu
untuk banyak
meninggikan
posisi kepala 30
- 40o

C:
Kolaborasi Pembersihan
dengan dokter sekret berguna
untuk dilakukan agar tidak ter-
-nya suction sumbatnya jalan
nafas
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
Pre Operasi
17 Ketidakefektifan a. Memantau status 08 : 35
November Bersihan Jalan pernafasan dan S :
2021 Nafas sputum - Pasien mengatakan
08.20 b. Mempertahankan sesak nafas sejak 1
kelembaban udara jam sebelum
inspirasi yang masuk rumah sakit.
memadai - Pasien mengatakan
sesak nafas disertai
dengan batuk
berdahak

O:
- Pasien mengalami
muntah cairan
berbuih berwarna
merah muda
- Pasien terlihat
sesak nafas
- Kesadaran pasien
somnolen-apatis
- Pasien mengalami
penurunan
kesadaran 1 jam
sebelum operasi
- RR : 28x /menit
- TD : 132/102
mmHg
- N : 71x /menit
- SpO2 : 85% on
bagging
- Terdengar suara
ronchi dan
wheezing

A:
Masalah ketidak-
efektitifan bersihan
jalan nafas belum
teratasi

P:
Lanjutkan Intervensi
- Berkolaborasi
dengan dokter
untuk penggunaan
pembilasan
klorheksidin
glukonat

17 c. Berkolaborasikan 08.50
November dengan dokter S :
2021 untuk penggunaan Pasien mengatakan
08.35 pembilasan sesaknya sudah agak
klorheksidin berkurang
glukonat jika
dibutuhkan O:
- SpO2 : 90%
- Batuk pasien
terlihat sudah
efektif

A:
Masalah ketidak-
efektitifan bersihan
jalan nafas teratasi
sebagian

P:
Lanjutkan Intervensi

Intra Operasi
17 Resiko a. Memantau status 10 : 50
November Komplikasi cairan, evaluasi
2021 Hipovolemi asupan, haluaran S : -
10 : 45 dan pengeluaran
lain, selang O :
nasogastrik - Pasien mengalami
b. Memposisikan perdarahan
pasien pada posisi ± 300 cc, urin

terlentang output 60 cc
c. Mengkolaborasika - Pasien di berikan
n dengan dokter loading cairan RL
atau perawat 1000 ml
praktisi tingkat - TD : 100 / 60
lanjut dalam hal mmHg

penggantian - N : 100x /menit

pengkajian data - RR : 22x /menit


- SpO2 : 95%
yang dapat
menunjukan
A:
perdarahan
Masalah resiko
hipovolemi teratasi

P:
Hentikan Intervensi

Post Operasi
17 Resiko Aspirasi a. Memantau jalan 11.20
November nafas pasien S:-
2021 b. Memposisikan
11.00 pasien dengan O :
meninggikan - Pasien dalam posisi
kepala pasien semi fowler
c. Mengarahkan - Telah dilakuakn
keluarga pasien suction

untuk meninggikan - Tidak terdapat

posisi kepala 30 - suara nafas

40° tambahan
d. Berkolaborasi A:
dengan dokter Masalah resiko
untuk dilakukan aspirasi teratasi
suction sebagian

P:
Lanjutkan Intervensi
- Pantau jalan nafas
pasien
DAFTAR PUSTAKA

Ikawati, Z. 2016. Penatalaksanaan terapi penyakit sistem pernapasan. Yogyakarta:


bursa ilmu.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Penyakit Tidak Menular. Jakarta :


Direktor Jenderal Penyakit Tidak Menular.

Hasanah, R. 2016. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pemenuhan


Oksigenasi pada Penderita Asma Bronkial di RSUD Prof. Dr. Soekandar
Mojosari.

Djojodibroto, D. (2016) Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Mumpuni, D. & Wulandari, A. 2013. Cara Jitu Mengatasi Asma pada Anak &
Dewasa. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta: Salemba Medika

Global Initiatif for Asthma (GINA). 2017. Global strategy for asthma management
and Prevention.

Husna,C. 2014. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronkial Ditinjau dari Teori
Health Belief Model di RSUDZA Banda Aceh. Idea Nursing Journal. Banda
Aceh: Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala.
Resti, IB. 2014. Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres Pada
Penderita Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.

Kushariyadi dan Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien


Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika

Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika

Anda mungkin juga menyukai