Oleh :
Kelompok A1
No Nama Mahasiswa NIM
1. Cindi Claudia (1911604001)
2. Era Indrawan Adriani (1911604002)
3. Prika Mella Dewanti (1911604003)
4. Astelia Shazarani Cahya (1911604004)
5. Sonia (1911604005)
6. Putry Widya Ningrum (1911604006)
7. Sabran Jamila (1911604007)
8. Nidiya Donita Putri (1911604009)
9. Dea Ananda Pratiwi (1911604010)
10. Norma Susila Ukhuwah I (1911604011)
11. Fadhilah Asyifa Dewanti (1911604012)
A. Latar Belakang
Asma adalah gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada spasme saluran pernafasan). Bronkus mengalami
inflamsi atau peradangan dan hiperresponsif sehingga saluran nafas menyempit dan
menimbulkan kesulitan dalam bernafas. Asma adalah penyakit obstruksi saluran
pernafasan yang bersifat reversible dan berbeda dari obstruksi saluran pernafasan lain
seperti pada penyakit bronchitis yang bersifat irreversible dan berkelanjutan. (Saktya,
2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Asma ?
2. Bagaimana Asuhan Kepenataan Anestesi Asma ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Kepenataan Anestesi
dengan General Anestesi dengan Teknik ETT pada Asma.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Dasar Asma.
b) Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Kepenataan
Anestesi Asma.
D. Waktu dan Tempat
1. Waktu : 22 November 2021 Pukul 13:00
2. Tempat : Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab
alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa
datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko
kematian bisa datang. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya
radang yang mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan bagian bawah.
Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan
selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih. (Nurarif &
Kusuma, 2015).
2. Klasifikasi
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenis asma
lainnya. Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik) yang muncul
pada waktu kanak-kanak dengan mekanisme serangan melalui reaksi alergi tipe 1
terhadap alergen dan asma non-alergi (intrinsik) bila tidak ditemukan reaksi
hipersensitivitas terhadap alergen. Namun, dalam prakteknya seringkali
ditemukan seorang pasien dengan kedua sifat alergi dan non-alergi, sehingga Mc
Connel dan Holgate membagi asma kedalam 3 kategori ;
1) Asma alergi/ekstrinsik;
2) Asma non-alergi/intrinsik;
3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruksif kronik.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Asma intermitten, ditandai dengan :
1) Gejala kurang dari 1 kali seminggu;
2) Eksaserbasi singkat;
3) Gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan;
4) Bronkodilator diperlukan bila ada serangan;
5) Jika serangan agak berat mungkin memerlukan kortikosteroid;
6) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi;
7) Variabiliti APE atau VEP1 < 20%.
b. Asma persisten ringan, ditandai dengan :
1) Gejala asma malam >2x/bulan;
2) Eksaserbasi >1x/minggu, tetapi <1x/hari;
3) Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur; 4) membutuhkan
bronkodilator dan kortikosteroid; 5) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi; 6)
variabiliti APE atau VEP1 20-30%.
c. Asma persisten sedang, ditandai dengan :
1) Gejala hampir tiap hari;
2) Gejala asma malam >1x/minggu;
3) Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur;
4) Membutuhkan steroid inhalasi dan bronkhodilator setiap hari;
5) APE atau VEP1 60-80%;
6) Variabiliti APE atau VEP1 >30%.
d. Asma persisten berat, ditandai dengan :
1) APE atau VEP1 <60% prediksi;
2) Variabiliti APE atau VEP1 >30%.
3. Etiologi
Penyebab penyakit asma ini dibagi menjadi 4 yaitu :
1) Faktor Intrinsik yaitu psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma,
karena rangsangan tersubut dapat mengaktivasi sistem parasimpatis yang
diaktifkan oleh emosi, rasa takut dan cemas. Karena rangsangan
parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot polos bronkious, maka
apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskkan
asma. Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan terjadi
akkibat gangguan emosi.
2) Kegiatan Jasmani yaitu asma yang timbul karna bergerak badan atau
olahraga terjadi bila seseorang mengalami gejala-gejala asma selama atau
setelah olahraga atau melakukan gerak badan. Pada saat penderita sedang
istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara masuk melalui hidung,
udara dipanaskan dan akan menjadi lembab. Saat melakukan gerak badan
pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara
yang dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka
disaluran pernafasan mengencang sehingga sauran udara menjadi lebih
sempit, yang menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah
gejala asma.
3) Faktor Ekstrinsik yaitu allergen yang merupakan faktor pencetus asma yang
sering dijumpai. Seperti debu, bulu, polusi udara dan sebagainya yang dapat
menimbukan serangan asma pada penderita yang peka. Dan juga terdapat
pada obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma adalah reseptor
beta, atau biasanya disebut dengan beta-blocker.
4) Faktor Lingkungan sepeeti cuaca yang lembab serta hawa gunung sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak menjadi dingin sering
kadang-kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan lembab
yang disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembangnya virus
infeksi saluran pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu
diwaspadai. (Hasdianah, 2014).
4. Anatomi
5. Fisiologi
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama
4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan
bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang berkerja pada
ruangan yang sempit, tertutup, ruangan kapal, ketel, uap, dan lain lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-
biruan
misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru-paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas
yang oksigen masuk melalui trakea sampai alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa kejantung dan jantung
dipompakan keseluruh tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil
buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan
melalui pipa bronkus, berakhir sampai pada mulut dan hidung.
6. Patofisiologi
Secara umum, allergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan kontriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lender
putih yang tebal. Mekanisme reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat
rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk allergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap allergen yang dihirup tersebut.
Antibodi yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian melekat
dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain adalah
basofil yang kita
gunakan pada saat menghitung leukosit Bila satu molekul IgE terdapat pada
permukaan sel mast menangkap satu permukaan allergen, maka sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan
kontriksi bronkus. Salah satu contohnya adalah histamin dan prostaglandin. Pada
permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik, sedangkan pada
jantung mempunyai reseptor beta-1. (Naga, 2012).
Asma Berat
Pre Intra
Anestesi Anestesi
Post
SC
General
Tekni
7. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas
cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-
otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini
adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri pada dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada,
takikardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari. (Dudut, 2011).
8. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
a) Pneumothorak
b) Pneumomediastium dan emfisema subkutis
c) Atelektasis
d) Aspirasi
e) Kegagalan jantung / gangguan irama jantung
f) Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas asidosis
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
a) Spirometri
Untuk mengkaji jumlah udara yang inspirasi
b) Uji provokasi bronkus
c) Pemeriksaan sputum
d) Pemeriksaan cosinofit total
e) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g) Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya penyempitan
bronkus dan adanya sumbatan
h) Analisa gas darah
Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi.
KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Bantul
No RM 12345
Diagnosa Pre Operasi : Gravida dengan permasalahan asma
berat Tindakan Operasi : SC Greencode
Tanggal Operasi : 17 November 2021
Dokter Bedah : dr. Jono SPBU
Dokter Anestesi : dr. Joko Murdiaynto, Sp.An., MPH
2. Anamnesa
a. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan sesak disertai dengan batuk berdahak. Pasien juga mengalami
demam hilang timbul. Riwayat kejang disangkal. 1 jam sebelum operasi
pasien mengalami penurunan kesadaran dan muntah cairan berbuih warna
merah muda, sehingga dilakukan tindakan resusitasi untuk mengamankan
jalan nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tersebut akan dilakukan prosedur SC Greencode, dengan diagnosis
G2P1001 hamil 32 minggu Tunggal Hidup dengan Asma Berat. Kesadaran
somnolen-apatis dengan frekuensi nafas 28x /menit, ronchi (+/+) dan
wheezing
(+/+), SpO2 : 85% on bagging, dan terdapat sekret warna merah muda (pasien
telah dilakukan resusitasi di triage kebidanan untuk mengamankan jalan
nafas) Durante operasi pasien dilakukan pembiusan dengan general anestesi
inhalasi menggunakan pipa endotrakheal no 7.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan memiliki penyakit yaitu asma.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
sistemik seperti DM dan hipertensi ataupun penyakit seperti yang di derita
dirinya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : Somnolen-apatis
GCS : E2, V3, M4
TD : 132/102 mmHg
N : 117x /menit
BB : 80 kg
TB : 160 cm
RR : 28x /menit
Suhu : 36,9°C
b. Status Generalis
- Kepala :
Rambut tidak memiliki uban
Kepala mesocephal
Tidak ada luka di bagian kepala
- Mata :
Konjungtiva tidak anemis
Sclera tidak ikterik
Pupil isokor
- Hidung :
Bentuk tulang hidung normal
Posisi septum nasal simetris antara kanan dan kiri
- Mulut :
Tidak memiliki gigi palsu
Terdapat sekret warna merah muda
Mulut pasien bersih
Mukosa bibir tidak kering
Tidak terdapat stomatitis
Warna bibir pucat
- Telinga :
Secret tidak ada
- Leher :
Leher tidak pendek
Tidak ada pembengkakan tiroid
Tidak ada benjolan
Tidak ada pembesaran vena jugularis (JVP)
Gerak leher bebas
Normal tidak ada lesi
- Thoraks :
Pulmo
Inspeksi :
Pengembangan paru kanan dan kiri sama
Fremitus raba kanan kiri sama
Jumlah RR : 28x /menit
Palpasi :
Fremitus kanan dan kiri memiliki getaran yang tidak sama
Auskultasi vesikuler pada kanan dan kiri
sama Perkusi :
Paru hipersonor
Auskultasi :
Nafas ronchi (+/+) dan wheezing (+/+)
Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis tidak tampak
Tidak terdapat
memar Palpasi:
Ictus cordis tidak
teraba Perkusi :
Batas jantung tidak
melebar Auskultasi :
Bunyi jantung murmur tidak ada
Abdomen
Inspeksi :
Tidak ada distensi abdomen
G2P1001 hamil 32 minggu
Pertumbuhan rambut merata
Pigmentasi merata
Tidak ada
luka Palpasi :
Terdapat nyeri tekan pada pinggang bagian kanan
Tidak ada asites
Hepar tidak teraba
Tidak ada pembesaran limpa
Perkusi :
Perkus kuadran 1-4 timpani
Auskultasi :
Bising usus normal : 6x /menit
- Genetalia :
Pasien berjenis kelamin laki-laki, pasien tidak ada keluhan terkait
masalah genetalia.
- Ekstremitas :
Atas :
Tidak ada edema, tidak ada kelemahan otot, dan tangan kanan
terpasang cairan infus ringer laktat 20 tpm.
Bawah :
Tidak ada edema, tidak ada kelemahan otot, dan kaki kiri nampak
sedikit bengkak dan berwarna kemerahan. Terpasang kateter urine.
- Pemeriksaan Vertebrata
Tidak ada perubahan vertebralis.
4. Psikologis :
Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan anestesi dan tindakan
operasi sebelumnya.
5. Pemeriksaan Penunjang :
Tidak ada
6. Diagnosa Anestesi
a. Diagnosa Medis : Gravida dengan permasalahan Asma Berat
b. Rencana Operasi : SC Greencode
c. Status ASA : ASA II
d. Rencana Anestesi : General Anestesi dengan teknik ETT
3. Persiapan Alat :
a. S (Scope) : Laryngoscope dan stesoscope
b. T (Tube) : ETT No 7
c. A (Aiway) : OPA
d. T (Tape) : Plester ± 20 cm 2 lembar
e. I (Introducer) : Mandring dan stilet
f. C (Conector)
g. S (Suction) : Kanul dan selang suction
4. Persiapan Obat :
a. Induksi : Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis
b. Analgetik : Fentanyl 100 mcg IV
c. Pelumpuh otot : Roculac 30 mg
d. Pre medikasi : tidak ada
e. Intubasi : Rocuronium 40 mg IV
f. Emegency :
- Ketamin 50 mg
- Methylprednisolon 125 mg
g. Maintanance : O2 : Air 2:2 lpm, Sevoflurane
5. Penatalaksanaan Anestesi
a. Pasien dipindahkan di meja operasi dengan posisi supine dilakukan
pemasangan monitor tekanan darah, saturasi oksigen, mulai anestesi pukul
10.15, hasil monitor TD : 132 / 102 mmHg, N : 117x /menit, SpO2 ; 85%, RR
; 28x /menit, tidak ada pemberian obat premedikasi, melakukan pemeriksaan
airway pasien, jalan napas paten, tidak ada obstruksi jalan napas. Prosedur
anestesi umum dilakukan dengan 14 pemantauan dokter spesialis anestesi
meliputi : Fentanyl 50 mcg dimasukkan IV secara pelan, dilanjutkan propofol
selanjutnya memasukkan obat Recuronium 40 mg IV dan dilanjutkan
preoksigenasi sampai dengan 3 menit. Kemudian dilakukan intubasi dengan
ETT king-king ukuran 7 dan laringoskop manchintos hasil monitor pada
pukul 10.30, TD : 61 / 40 mmHg, N : 110x /menit, SpO2 : 90%, RR : 16x
/menit
Respirasi : kontrol dengan Ventilator tidal volume 480 cc. Cairan Durante
Operasi : RL 500 ml 2 plabot.
b. Melakukan induksi pukul 10.25 memberikan obat induksi propofol 100 mg.
Memberikan obat pelumpuh otot Recuronium 40 mcg IV, kemudian
dilanjutkan pemasangan ETT.
c. Kemudian hasil observasi pukul 10.30 TTV: 100 / 60 mmHg, N : 115x /menit
; SPO2 : 96% ; pukul 10.35 TD : 100 / 56 mmHg ; RR : 14x /menit, Maintanance
: Sevoflurane 2 vol%, N20:O2 50:50 (2 lt : 2 lt). Pasien tertidur, reflek bulu
mata tidak ada. Terpasang ETT (ukuran 7 mms) diberikan medikasi tambahan
Ketamin 50 mg, Methylprednisolon 125 mg.
d. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 11.15 WIB yang sebelumnya dilakukan
time out.
e. Pasien selesai operasi dilakukan sign out Pukul 12.00 WIB dan selesai anestesi
12.05 WIB. Cairan keluar : BAK 60 cc, perdarahan 300 cc.
f. Ekstubasi : Operasi selesai pukul .55 WIB, jalan nafas dibuka dengan jaw
trust, Monitor tanda vital sebelum pasien di bawa ke ICU TD : 103 / 71
mmHg, N : 126x /menit; SpO2 : 96 %; RR : 22x /menit.
g. pasca operasi pasien dirawat di ruang intensif dengan analgetik morfin 20 mg/
24 jam dan parasetamol 1000 mg tiap 8 jam intravena.
C. Maintanance
Maintanance menggunakan :
-
Sevoflurane 3vol%
-
O2 : Air = 2:2 lpm
-
Balance Cairan :
Kebutuhan Cairan Basal (M) = 2cc/kg x BB = 2cc/kg x 80 kg = 160 cc
Pengganti Puasa (PP) = 2cc x lama puasa x BB = 2cc x 7 jam x 80 kg = 1120
cc
Stress Operasi (SO) = jenis operasi x BB = 8cc x 80 kg = 640 cc
Kebutuhan Cairan =
Jam I = M + ½ PP + SO = 160 + 560 + 640 = 1360 cc
Jam II = M + ¼ PP +SO = 160 + 280 + 640 = 1080 cc
Jam III = M + ¼ PP +SO = 160 + 280 + 640 = 1080 cc
Jam IV = M + SO = 160 + 640 = 800 cc
E. Pengakhiran Anestesi
1. Operasi berlangsung satu jam
2. Operasi selesai pada pukul 11.00 WIB
3. Pukul 11.05 WIB pasien dipindahkan ke ICU
4. Pasca operasi pasien diberikan analgetikc: Morfin 20 mg dalam 20 cc NS via
syringe pump dengan kecepatan 0,6 cc/jam dan paracetamol 1 gr tiap 8 jam IV
5. Pasien mendapatkan perawatan intensif
6. Aldrete score ≤ 8
7. Pasien tetap di ruang ICU
A. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1. DS : Ketidakefektifan Sekresi yang
-
Pasien mengatakan sesak Bersihan Jalan berlebihan,
nafas sejak 1 jam sebelum Nafas sekunder akibat :
masuk rumah sakit. penyakit asma
Keluhan sesak disertai berat yang diderita
dengan batuk berdahak pasien
DO :
-
1 jam sebelum operasi
pasien mengalami
penurunan kesadaran dan
muntah cairan berbuih
warna merah muda,
sehingga dilakukan
tindakan resusitasi untuk
mengamankan jalan nafas
pasien
-
Pasien terlihat sesak nafas.
Kesadaran pasien
somnolen-apatis
-
Terdengar suara ronchi dan
wheezing
- TD : 132 / 102 mmHg,
N : 71x /menit, RR :
28x /menit
- SpO2 : 85% on
Bagging
Intra Anestesi
1. DS : - Resiko Komplikasi Kehilangan cairan
Hipovolemia aktif akibat
DO : muntah,
-
Pasien mengalami perdarahan
Perdarahan ±300 cc, Urin
output 60 cc
-
Pasien diberikan loading
cairan RL 1000 ml
- TD : 100 / 60 mmHg
-
N : 100x /menit
-
RR : 22x /menit
- SPO2 : 95%
Post Anestesi
1. DS : - Resiko Aspirasi Tingkat kesadaran,
sekunder akibat :
DO : anestesia, koma
-
Pasien dipindahkan ke
ruang ICU
-
Pasien masih terpasang
ETT 2lt/ menit
-
Pasien diberikan Morfin
20 mg dalam 20 cc NS via
syringe pump dan
paracetamol 1 gr tiap 8
jam IV
- TD : 103 / 71 mmHg
-
N : 124x /menit
-
RR : 25x /menit
- SpO2 : 96%
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Anestesi
a) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan sekresi yang
berlebihan, sekunder akibat : penyakit asma berat yang diderita pasien
2. Intra Anestesi
a) Resiko Komplikasi Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif akibat muntah, perdarahan
3. Post Anestesi
a) Resiko Aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran, sekunder akibat :
anestesia, koma
C. Rencana dan Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Rencana Rasional
Keperawatan Intervensi
Keperawatan
Pre Anestesi
1. Ketidakefektifan Setelah NIC :
Bersihan Jalan diberikan O:
Nafas tindakan asuhan Pantau status Pengkajian ini
kepenataan pernafasan dan dapat men-
anestesi 2 x 15 sputum deteksi sputum
pasien tidak abnormal
mengalami
aspirasi dengan T:
kriteria Pertahankan Sekresi kental
peningkatan menyebab-kan
sumbatan
pertukaran
mucus
udara dalam
paru-paru
E:- -
b. Pasien batuk
sudah efektif
C:
Kolaborasi Klorheksidin
dengan dokter mengurangi
untuk kolonisasi
penggunaan bakteri untuk
pembilasan mencegah VAP
klorheksidin
glukonat jika
dibutuhkan
Intra Anestesi
1. Resiko Setelah NIC :
Komplikasi dilakukan O:
Hipovolemia tindakan Pantau status Deteksi dini
kepenataan cairan, evaluasi kekurangan
anestesi selama asupan, cairan
1 x 20 menit haluaran dan memungkinkan
diharapkan pengeluaran intervensi untuk
E:- -
C:
Berkolaborasi Tindakan ini
dengan dokter meningkatkan
atau perawat perfusi jaringan
praktisi tingkat ginjal yang
lanjut dalam hal optimal
penggantian
pengkajian data
yang dapat
menunjukkan
perdarahan
misal : larutan
normal salin
atau ringer
laktat
Post Anestesi
1. Resiko Aspirasi Setelah NIC :
dilakukan O:
tindakan Memantau jalan Deteksi dini
kepenataan nafas pasien jalan nafas
anestesi selama pasien, masih
1 x 20 menit terdapat skret
diharapkan atau tidak
masalah teratasi
dengan kritetria T:
C:
Kolaborasi Pembersihan
dengan dokter sekret berguna
untuk dilakukan agar tidak ter-
-nya suction sumbatnya jalan
nafas
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
Waktu Keperawatan
Pre Operasi
17 Ketidakefektifan a. Memantau status 08 : 35
November Bersihan Jalan pernafasan dan S :
2021 Nafas sputum - Pasien mengatakan
08.20 b. Mempertahankan sesak nafas sejak 1
kelembaban udara jam sebelum
inspirasi yang masuk rumah sakit.
memadai - Pasien mengatakan
sesak nafas disertai
dengan batuk
berdahak
O:
- Pasien mengalami
muntah cairan
berbuih berwarna
merah muda
- Pasien terlihat
sesak nafas
- Kesadaran pasien
somnolen-apatis
- Pasien mengalami
penurunan
kesadaran 1 jam
sebelum operasi
- RR : 28x /menit
- TD : 132/102
mmHg
- N : 71x /menit
- SpO2 : 85% on
bagging
- Terdengar suara
ronchi dan
wheezing
A:
Masalah ketidak-
efektitifan bersihan
jalan nafas belum
teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
- Berkolaborasi
dengan dokter
untuk penggunaan
pembilasan
klorheksidin
glukonat
17 c. Berkolaborasikan 08.50
November dengan dokter S :
2021 untuk penggunaan Pasien mengatakan
08.35 pembilasan sesaknya sudah agak
klorheksidin berkurang
glukonat jika
dibutuhkan O:
- SpO2 : 90%
- Batuk pasien
terlihat sudah
efektif
A:
Masalah ketidak-
efektitifan bersihan
jalan nafas teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
Intra Operasi
17 Resiko a. Memantau status 10 : 50
November Komplikasi cairan, evaluasi
2021 Hipovolemi asupan, haluaran S : -
10 : 45 dan pengeluaran
lain, selang O :
nasogastrik - Pasien mengalami
b. Memposisikan perdarahan
pasien pada posisi ± 300 cc, urin
terlentang output 60 cc
c. Mengkolaborasika - Pasien di berikan
n dengan dokter loading cairan RL
atau perawat 1000 ml
praktisi tingkat - TD : 100 / 60
lanjut dalam hal mmHg
P:
Hentikan Intervensi
Post Operasi
17 Resiko Aspirasi a. Memantau jalan 11.20
November nafas pasien S:-
2021 b. Memposisikan
11.00 pasien dengan O :
meninggikan - Pasien dalam posisi
kepala pasien semi fowler
c. Mengarahkan - Telah dilakuakn
keluarga pasien suction
40° tambahan
d. Berkolaborasi A:
dengan dokter Masalah resiko
untuk dilakukan aspirasi teratasi
suction sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
- Pantau jalan nafas
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Mumpuni, D. & Wulandari, A. 2013. Cara Jitu Mengatasi Asma pada Anak &
Dewasa. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Global Initiatif for Asthma (GINA). 2017. Global strategy for asthma management
and Prevention.
Husna,C. 2014. Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronkial Ditinjau dari Teori
Health Belief Model di RSUDZA Banda Aceh. Idea Nursing Journal. Banda
Aceh: Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala.
Resti, IB. 2014. Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres Pada
Penderita Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.