Anda di halaman 1dari 8

BAB II

I. LAHIRNYA PENDIDIKAN PERAWAT/PENATA ANESTESI


       Pada tahun 1962 Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn mempunyai Ide dan konsep pendidikan
perawat anestesi disampaikan kepada  Ahli Anestesi lain diantaranya : Dr. Dentong
Kartodisono,Prof.Dr.Muhardi Mukiman,Dr.Noto Avia, dan Dr. Ade Kalsid. Beliau-beliau
sepakat untuk mendidik Pegawai yang berijazah “Perawat” menjadi “Penata/Perawat
Anestesi”  dengan Program kurikulum lebih banyak muatan ilmu medis  meniru Pendidikan
Perawat anestesi di Amerika Serikat. Gagasan itu disambut  baik oleh  Kepala Bagian Bedah
RSUP Cipto Mangunkusumo pada saat itu Prof.Dr. Soekaryo dan beliau mendukung sepenuhnya
dengan  memfasiltasi untuk tenaga Dosen,alat-alat praktek,obat2an dan Ruang kuliah ukuran 4x6
meter eks Gudang kamar cuci yg berada di Lantai 2 berdinding dan berlantai  kayu.  Ruang
kuliah tersebut cukup memadai untuk proses belajar mengajar karena Mahasiswanya baru hanya
7 (tujuh) orang berasal dari RSCM,RS Persahabatan, RSPAD Gatot Soebroto,RS PMI  Bogor
dan RSAL Mintohardjo. Secara Administratif pendidikan tersebut diberi nama Sekolah Penata
Anestesi berkududukan di Jakarta dan pengukuhan serta pengakuan dari Departemen Kesehatan
RI pada tanggal 14 September 1962 dengan SK DEPKES RI  Nomor : 107/Pend./Sept 1962.
Kegiatan perkuliahan diselenggarakan di RSUP CM. Jakarta . Pendidikan Penata  dilaksanakan
awalnya 1(satu) tahun, kemudian ditambah jadi 2 (dua) tahun sementara didaerah lain dengan
perintis pelayanan Anestesi  Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum) RSUD Dr.Sutomo
Surabaya  juga mengadakan Pendidikan(?)/Pelatihan 1(satu) tahun Perawat menjadi Penata
Anestesi sesuai kebutuhan masing2
 
      Program Pendidikan Peñata anestesi sangat membantu terselenggaranya pelayanan Anestesi
di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia karena Dokter Anestesi  masih  sedikit jumlahnya
sementara perkembangan teknologi kesehatan termasuk Rumah Sakit baik Negeri maupun
Swasta mulai berkembang pesat. Maka SDM lulusan Penata Anestesi banyak dibutuhkan
terutama didaerah-daerah dan dikirimlah SDM Perawat untuk masuk ke Sekolah Penata di
Jakarta dan Depkespun mulai meningkatkan Status dari sekolah Penata Anestesi menjadi
Akademi Anestesi Depkes-RI dengan  Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
92/Pend/1966 dikeluarkan di Jakarta tanggal 5 Nopember 1966, lulusannya disebut Penata
Anestesi dan masuk dalam rumpun keteknisian medis dan kemudian dikukuhkan pula oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan Nomior  37/1966 pada tahun yang sama, serta
ditambah  juga Surat Keputusan Mandikbud Nomor  5945/UU, Tentang Persamaan ijazah
Pengatur Rawat DEPKES-RI sama dengan Sekolah menengah Atas Negeri, dikeluarkan di
Jakarta tertanggal 10 Agustus 1966.
 
       Pendidikan Akademi Anestesi di Depkes-RI Jakarta merupakan tempat pendidikan Perawat
satu-satunya di Indonesia dalam bidang Anestesi , selain untuk meningkatkan status
kepegawaian Perawat yang waktu itu setara dengan lulusan SMA, juga untuk membantu
pemerintah dalam mencetak tenaga Anestesi  di Rumah Sakit baik piusat maupun Rumah Sakit
daerah-daerah setingkat Kabupaten. Lulusan Akademi Anestesi yang diberi nama “Penata
Anestesi” mempunyai kemampuan untuk melakukan anestesi paripurna dari perawatan anestesi
pre anestesi, durante anestesi  dan pasca anestesi, bekerja di Rumah Sakit yang sebagian besar
tidak ada Dokter Ahli anestesi  dan sebagian lagi bekerja di Rumah Sakit yang ada Dokter Ahli
Anestesi  sebagai mitra.
 
      Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi khususnya kesehatan, Akademi anestesi
berupaya untuk menyesuaikan dan mengikuti perubahan-perubahan yang berkaitan dengan
program-program pemerintah dibidang kesehatan khususnya pelayanan anestesi telah
berkembang menjadi pelayanan anestesi dan reanimasi yang meliputi :
 
1.      Pelayanan Anestesi
2.      Pelayanan Gawat darurat
3.      Terapi intensif
4.      Terapi nyeri dan
5.      Terapi Inhalasi.
Adapun  yang menjabat sebagai Direktur Akademi Anestesi  Depkes RI Jakarta adalah :
1.      Tahun 1966 – 1980 Prof. Dr. Mohammad Kelan DSAn
2.      Tahun 1980 – 1982 Dr. Ade Kalsid DSAn
3.      Tahun 1982 – 1989 Bpk. R.O. Soepanndi BSc.An
4.      Tahun 1989 - ------  Dr. Kartini Suryadi SpAn.
 
II. PERUBAHAN PENDIDIKAN  PENATA/PERAWAT ANESTESI
      Program Pendidikan Akademi Anestesi Depkes RI Jakarta berjalan dengan sangat baik
sampai dengan tahun 1980-an seperti catatan yang ditulis oleh Bpk.Drs.Yuswana BSc.An MBA
alumni Aknes 1979 mengutip Ceramah Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn dihadapan calon
Mahasiswa Aknes thn 1976. Sebagai berikut :
“Yang membedakan antara saudara dan saya barangkali adalah nasib, mungkin orangtua saudara
kurang mampu sehingga tidak sanggup menyekolahkan saudara ke Fakultas Kedokteran dan
hanya ke Sekolah Perawat, sedangkan orangtua saya cukup mampu sehingga saya bisa masuk ke
fakultas kedokteran dan menjadi dokter. Tetapi kapasitas otak saya dan saudara tidak
berbeda,bahkan mungkin saudara memiliki kapasitas lebih unggul daripada saya. Oleh karena
itu, saya yakin sekali saudara akan mampu untuk menerima ilmu kedokteran yang akan diajarkan
kepada saudara dalam pendidikan Akademi anestesi ini, bahkan ilmu spesialis anestesi,
meskipun mungkin kedalamannya sedikit berbeda. Saudara akan dididik sebagai Pembius,guna
mmemenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang saat ini bahkan untuk jangka panjang yang tidak
tahu berapa lama, masih sangat kurang. Jadi pesan saya, belajarlah dengan tekun,baik teori
maupun praktek agar saudara tidak terhambat untuk lulus ujian dan menjadi perawat anestesi
yang handal. Tenaga saudara sangat dibutuhkan dalam pelayanan anestesi di
Indonesia.Pendidikan seperti ini juga diterapkan di Negara-negara maju seperti di Amerika
Serikat dan disana Perawatnya hebat hebat, seperti dokter anestesi saudara jangan kalah dengan
mereka.Selamat belajar.”
      Program Pendidikan Aknes yang menggunakan kurikulum yang menyerupai program
pendidikan perawat anestesi di amerika Serikat dan kompetensi yang tinggi dari para lulusannya
menunjukan kualitas yang tinggi,mampu bekerja selayaknya seorang anesthetist yang
professional. Memang inilah tujuan dari program pendidikan yang dikehendaki oleh
Prof.Dr.Mohammad Kelan sebagai perintis Anestesi di Indonesia.
       Seiring dengan berjalannya waktu dikalangan Dokter Spesialais anestesi itu sendiri terjadi
pro dan kontra terhadap konsep Pendidikan yang berhasil dibangun oleh Prof Kelan, bagi yang
tidak setuju dengan Pendidikan Aknes , mereka beralasan bahwa :
 
1.      Ilmu  medis yang diajarkan kepada mahasiswa Aknes terlalu banyak sedangkan basic mereka
hanya Perawat.
2.      Lulusan dari Aknes ada  yang arogan merasa sebagai penguasa tunggal di Rs daerahnya
sehingga dokter anestesi yang baru lulus tidak boleh masuk.
3.      Untuk Perawat Anestesi yang bisa mendampingi dokter anestesi cukup diberi ilmu        anestesi
40 sks saja dan bisa diberikan dengan inhause training
Selanjutnya  IAAI ( Ikatan Ahli Anestesiologi  Indonesia) melalui ketua umumnya
Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum)  pada  acara Munas  IKLUM (Ikatan Alumni) dengan Ketua
Umumnya Bpk Drs. I Ketut Sangke Yudhistira BSc.An SH.tahun 1983 di Wisma YTKI Jl.Gatot
Soebroto Jakarta, mengusulkan agar Penata Anestesi  masuk kedalam Rumpun Keperawatan,
karena peran dan fungsi perawat ada 3 yaitu. 1.Caring Rolle,2. Therapeutic dan 3.Coordination.
Dan Presatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Ketua Umumnya pada waktu itu Bpk.H.Oyo
Radiat menerima dengan senang hati Penata anestesi masuk rumpun PPNI dan pada Tahun 1986
pada Munas IKLUM terbentuklah Organisasi Profesi yang bernama Ikatan Perawat Anestesi
Indonesia  disingkat IPAI dengan Ketua Umumnya yang Pertama adalah Ibu.Dra.Hj.
Susbandiyah BSc.An
      Beberapa waktu kemudian IAAI dengan beberapa point  alasan diatas, meminta kepada
Departeman Kesehatan  agar pendidikan  Akademi Anestesi ditutup saja , karena perawat tidak
perlu pendidikan dan perawat  anestesi sudah cukup dengan pelatihan. Depkes
bertanya  kepada  IAAI apakah ahli anestesi sudah cukup untuk memenuhi pelaksanaan
pelayanan anestesi  di seluruh Rumah Sakit Indonesia sampai tingkat Kabupaten ?  dankarena
jumlah dokter Ahli Anestesi masih terbatas di kota-kota besar saja maka dijawab tidak bisa
karena Dokter Anestesi belum cukup. Kemudian Depkes mengeluarkan Surat Perintah  kepada
IAAI  agar seluruh Fakulas Kedokteran yang menyelenggarakan PPDS Anestesi harus
mendirikan Akademi Perawat Anestesi , dan kepada dokter Residen anestesi yang mau ujian
akhir harus mengajarkan ilmu anestesi ke Mahasiswa Akpernes. Maka dibuka lah program
pendidikan Perawat Anestesi di Jakarta,Bandung,Surabaya dan Semarang pada thn 1985, yang
berlanjut hanya 3 kota Jakarta,Bandung dan Surabaya sementara Semarang hanya menerima 2-3
angkatan saja.
 Pedidikan Akademi Perawatan Anestesi ( Akpernes ) di Kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan
Semarang terus mencetak Perawat Anestesi yang handal dengan kurikulum yang tidak jauh
berbeda dengan Akademi Anestesi,  dan dikalangan IAAI yang kemudian berganti nama menjadi
IDSAI ( Ikatan Dokter Anestesi  Indonesia ) kembali terjadi pro kontra terhadap kurikulum
Pendidikan yang masih menggunakan kirikulum lama ( di kampus Aknes  jl.Kimia 22-24 Jakarta
papan nama masih AKADEMI ANESTESI DEPKES-RI )  dan puncaknya pada tahun 1989
Direktur Aknes Bpk. R.O Soepandi BSc, digantikan oleh Dr. Kartini Suryadi DSAn. Dan
mulailah Beliau merombak Staf Akademik  dengan merekrut SDM Keperawatan dari PPNI yang
ahli dalam bidang ilmu Keperawatan.Kurikulum Ilmu Anestesi makin dipangkas karena dari
PPNI kalau yang dinamakan Perawat Harus menyelesaikan Ilmu Keperawatan minimal 102 SKS
baru bisa masuk dan diterima di Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada waktui itu, dan
sisanya silakan ilmu lain sebagai warna saja.
     Perubahan kurikulum yang diterapkan di Akpernes  membuat “GALAU” para Mahasiswa
Akpernes baik di Jakarta, Bandung dan Surabaya karena tidak sesuai dengan harapan baik buat
Mahasiswa itu sendiri maupun yang diharapkan oleh Rumah Sakit pengirim dari Daerah, karena
yang diharapkan oleh rumah Sakit daerah adalah alumni dari Akpernes bisa mengisi sebagai
pelaksana pelayanan Anestesi  yang tidak/belum didisi oleh Dokter Anestesi, begitu pula untuk
Rumah Sakit Umum Pusat dan Swasta di Kota-kota besar diharapakan alumni Akpernes dapat
melaksanakan pelayanan Anestesi sebagai anggota Team di kamar operasi,bersinergi dan
bermitra dengan Dokter Anestesi.
      Keadaan pendidikan Akpernes yang tidak sesuai dengan harapan Mahasiswa membuat para
generasi penerus yang sedang tumbuh berkembang tersebut menjadi berpikir sangat kritis dan
menuangkan dengan tindakan “BERDEMONTRASI” menuangkan pemikiran dan usulan mereka
baik ke Direktur Akpernes maupun ke Depkes c.q Pusdiknakes dan itu terjadi dimasing-masing
Kampus Jakarta,Bandung dan Surabaya maupun secara bersama-sama  berdemo di Pusdiknakes
Hasil dari Demo-Demo  Mahasiswa maka Pusdiknakes mengijinkan penambahan Ilmu Anestesi
selama 6 (enam) bulan atau Satu semester kepada Mahasiswa Akpernes.Hal tersebut selalu
terjadi setiap tahun mulai th 1991 sampai dengan tahun 2003dan pada tahun 2004
Akpernes  Jakarta,Bandung dan Suarabaya “DITUTUP” tidak menerima Mahasiswa baru lagi.
      Pada tahun 2007 dengan beberapa usulan  dari Staf Poltekkes Jakarta 3 akhirnya Pusdiknakes
kembali mengijinkan membuka lagi Diploma III Program Studi Keperawatan
Anestesi  diJakarta, dan menerima Mahasiswa dari lulusan SMA. Sesuai Brosur dari Poltekkes
Jakarta III Mahasiswa/I akan kuliah di program studi keperawatan anestesi  dan diberikan 24
SKS mata kuliah Anestesi  selama 6 (enam) semester masa perkuliahan baik teori maupun
praktek, tetapi kenyataannya mereka hanya menerima  16 SKS Anestesi sehingga tidak cukup
untuk menjadi seorang Perawat Anestesi, hal itu terus terjadi hingga 3 ( tiga ) angkatan th 2009
dan setelah itu tidak menerima Mahasiswa baru lagi. Mahasiswa tersebut juga sama dengan
seniornya tidak puas menerima ilmua anestesi hanya sedikit, hanya mereka tidak berdemo secara
besar2an karena mereka masih remaja dan Organisasi Profesi dalam hal ini IPAI bisa
menenangkan Mahasiswa dan menjembatani antara Mahasiswa dan Pusdiknakes apa yang
diinginkan Mahasiswa disampaikan ke Pusdiknakes  BPPSDM
 
    Pada tahun 2011 dan 2012 Ikatan Perawat Anestesi Indonesia  mendapat perintah dari
Pusdiknakes untuk menyelenggarakan Pelatihan Ilmu Anestesi  kepada Alumni Program studi
Keperawatan Anestesi dan dilaksanakan secara marathon terus menerus selama 3 (tiga)
bulan  baik Teori maupun Praktek, Untuk Teori thn 2011 bekerjasama dengan Bagian Anestesi
dan terapi intensif RSCM dengan dosen-dosen dari UI dan Praktek bekerjasama /MoU dengan
Bag. Anestesi RS Persahabatan,RSUD KOJA, RSUD Tangerang,RSUD Cibinong Bogor, RS
PMI Bogor,RSUD Bekasi,RSAU Halim Perdana Kusuma,RSUD Karawang. Untuk
Gelombang  kedua thn 2012 untuk Teori diselenggarakan kerjasama dengan Bag. Anestesi  RS
Pusat Fatmawati Jakarta dengan lahan Praktek  bekerjasama dengan Rumah Sakit Rumah
sakit  seperti Gelombang pertama ditambah dengan Rumah Sakit Umum Daerah BAYU ASIH
Purwakarta.
 
      Sejak ditutupnya Akpernes di 3 (tiga) sentra Pendidikan Anestesi Jakarta,Bandung dan
Surabaya tahun 2004 Organisasi Profesi IPAI  berusaha terus  untuk mengajukan permohonan
kepada Institusi terkait maupun Pemerintah untuk bisa  dibuka lagi Pendidikan Keperawatan
Anestesi di Indonesia, dan pada akhirnya ada secercah harapan karena pada tahun 2007 berkat
perjuangan dan loby-loby di Poltekkes Jogjakarta akhirnya dibuka Diploma IV Keperawatan
Anestesi dan Reanimasi  Walaupun sejak  thn 2012/2013 tidak menerima Mahasiswa baru lagi,
dan direncanakan thn 2015 akan dibuka kembali.
III. SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI PENATA/PERAWAT ANESTESI
INDONESIA
1.      Ikatan Alumni Penata Penata Anestesi (IKLUM)
Setelah banyaknya Alumni Sekolah Penata Anestesi dan Akademi Anestesi Depkes RI Jln.
Kimia 22-24 Jakarta, pada tahun 1970an maka mereka berkumpul untuk membentuk
perkumpulan dari para alumni SPA dan Aknes dari mulai angkatan pertama sampai ke 4 antra
lain : Bpk. Suken S BScAn (Alm), Bpk Drs. Amin Jusuf BSc.An,(Alm), Bpk. Drs.Ketut sangke
yudhistira BSC.An SH, Bpk. R.O. Soepandi BSc.An, Bpk. Anshori Hasan BSc.An akhirnya
disepakati namanya  adalah : IKLUM singkatan dari Ikatan Alumnidari AKNES Jakarta, awal
nya Ketua umumnya Bpk Drs.Amin Jusuf BSc.An, Penata Anestesi RSCM Jakarta terakhir
bekerja di Bagian Therapi Inhalasi Bagian Anestesi RSCM, kemudian mengadakan kongres
Iklum di Wisma YTKI Jalan Gatot Soebroto Jakarta., dalam acara Kongres dan acara symposium
anestesi.. mulai dianjurkan oleh IAAI agar peñata anestesi  masuk ke dalam Rumpun
keperawatan dan Organisasinya berada dibawah Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ),
waktu itu IKLUM
 
masih berjalan dengan tertatih-tatih karena anggotanya sedikit dan tersebar diseluruh Indonesia,
Kemudian pada waktu Musyawarah Nasional (bulan dan tahun nya tidak ada catatan ) diganti
Ketua Umumnya  oleh Bpk Drs. Ketut Sangke Yudhistira BSc Penata Anestesi di RSUD
Karawang Jabar  sampai dengan tahun  1986 dimana ada pergantian nama menjadi Ikatan
Perawat Anestesi Indonesia ( IPAI ).
 
2.      Ikatan Perawat Anestesi  Indonesia  ( IPAI )
 
Pada tanggal 1 Oktober 1986 IKLUM mengadakan Kongres Luar biasa karena ada desakan dari
IAAI agar organisasi IKLUM masuk ke organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
dengan perdebatan cukup “Seru” akhirnya Ikatan Alumni Aknes Jakarta ( IKLUM ) dirubah
namanya menjadi  Ikatan Perawat Anestesi  Indonesia  disingkat  IPAI.                      Ikatan
Perawat Anestesi In donesia ( IPAI )  mulai berjalan tidak seperti layaknya Organisasi
Profesi  lain yang Mandiri,inikarena situasi dan kondisi yang kurang kondusif masih dibawah
bayang-bayang organisasi Profesi lain yaitu PPNI ,sementara pekerjaan Perawat anestesi itu
tindakan keperawatannya hanya sedikit, lebih banyak Tindakan Medis, semestinya organisasi
IPAI  bisa Mandiri Pembinanya adalah IAAI.
 
Pada tahun 1994 Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Perawat Anestesi Indonesia
diselenggarakan di Jakarta tepatnya di Auditorium RS KANKER Nasional DHARMAIS.Dalam
Munas nya yang pertama terpilih sebagai Ketua Umum IPAI Periode 1994-1999 Ibu Dra.HJ.
Susbandiyah BSC.An. Organisasi IPAI dengan Ketua Umum Ibu Susbandiyah menjadi
tantangan yang sangat berat bagi IPAI, karena disamping masalah Pendidikan Akpernes yang
berlarut-larut dengan adanya kurikulum yang tidak sesuai dengan harapan baik bagi Mahasiswa
maupun Insitusi pengirimnya, juga Tantangan berat dari Organsiasi yang terkait dengan
IPAI.              PPNI dalam hal pendidikan memaksakan bahwa kalau mau disebut Ahli Madya
Keperawatan dari 110 SKS yg harus diselesaikan makal ilmu keperawatan yg wajib diikuti dan
lulus adalah 102 SKS, sedangkan sisanya yang 8 SKS boleh yang lain sebagai warna
saja…                                               Keadaan seperti ini tentu saja membuat para Mahasiswa
Akpernes “GERAM” dan tidak “PUAS” maka mulailah Mahasiswa mempertanyakan kurikulum
baik ke Insitusi maupun atasan Institusi dalam hal ini Pusdiknakes,karena jumlah Mahasiswanya
banyak maka disebut Demonstrasi untuk meluluskan permintaannya.
 
   Pada Periode kepengurusan  DPP IPAI 1994-1999 berbagai usaha dan cara DPP IPAI untuk
mengusulkan agar SKS Anestesiologi lebih banyak selalu menemui jalan buntu.. pernah DPP
c.q. Ibu Susbandiyah dan Ibu Sulastri menyusun kurikulum Akpernes dan dikonsultasikan ke
CHS Prof. Ma’rifin, dan beliau pun Setuju, akan tetapi Tetap saja tidak bisa dijalankan
 
3.      Ikatan Penata anestesi Indonesia (IPAI)

Anda mungkin juga menyukai