Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH PENDIDIKAN ANESTESIOLOGI

1. Sekolah Penata anestesi Kimia disahkan oleh Depkes Nomor


107/Pend/Sep 1962 tanggal 11 September 1962.
2. Akademi Anestesi Kimia disahkan Menkes nomor 92/Pend/1966 tanggal 5
Nopember 1966.
3. Akademi Anestesi Kimia disahkan oleh Kemendikbud RI nomor 37/1966
tanggal 10 Agustus 1966. (Tahun 1966-1985).
4. Akademi Keperawatan Anestesi Surabaya No.2082/Diknas/ BP/IX/1985
tanggal 12 Setember 1985 tentang penyelenggaraan Pendidikan Anestesi
Surabaya (1985-1990).
5. Pendidikan Ahli Madya Keperawatan (Program Anestesi) tahun 1990-
1998.
6. Akademi Perawatan (Program Anestesi) Depkes RI Tahun 1999-2001.
7. Program Study Keperawatan Anestesi Poltekkes Depkes Jakarta III dan
Poltekkes depkes Surabaya tahun 2002-2004SK No:
130/MENKES/SK/II/2004.
8. Program Study Keperawatan Anestesi Poltekes Jakarta III Tahun 2007-
2009.
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. OT.01.0114006361 Tanggal 20 Maret
2008 tentang pembentukan Diploma IV Keperawatan Anestesi Reanimasi
Poltekkes Yogyakarta.

Pada tahun 1962 Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn mempunyai ide dan konsep
pendidikan perawat anestesi disampaikan kepada Ahli Anestesi lain diantaranya:
Dr. Dentong Kartodisono, Prof.Dr.Muhardi Mukiman, Dr.Noto Avia, dan Dr. Ade
Kalsid. Beliau-beliau sepakat untuk mendidik Pegawai yang berijazah “Perawat”
menjadi “Penata/Perawat Anestesi” dengan Program kurikulum lebih banyak
muatan ilmu medis meniru Pendidikan Perawat anestesi di Amerika Serikat.
Gagasan itu disambut baik oleh Kepala Bagian Bedah RSUP Cipto Mangunkusumo
pada saat itu Prof.Dr. Soekaryo dan beliau mendukung sepenuhnya dengan
memfasilitasi untuk tenaga Dosen, alat-alat praktek, obat2an dan Ruang kuliah
ukuran 4x6 meter eks Gudang kamar cuci yang berada di Lantai 2 berdinding dan
berlantai kayu. Ruang kuliah tersebut cukup memadai untuk proses belajar
mengajar karena Mahasiswanya baru hanya 7 (tujuh) orang berasal dari RSCM, RS
Persahabatan, RSPAD Gatot Soebroto, RS PMI Bogor dan RSAL Mintohardjo.
Secara Administratif pendidikan tersebut diberi nama Sekolah Penata Anestesi
berkedudukan di Jakarta dan pengukuhan serta pengakuan dari Departemen
Kesehatan RI pada tanggal 14 September 1962 dengan SK DEPKES RI Nomor:
107/Pend./Sept 1962. Kegiatan perkuliahan diselenggarakan di RSUP CM. Jakarta.
Pendidikan Penata dilaksanakan awalnya 1(satu) tahun, kemudian ditambah jadi 2
(dua) tahun sementara di daerah lain dengan perintis pelayanan Anestesi
Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum) RSUD Dr.Sutomo Surabaya juga mengadakan
Pendidikan/Pelatihan 1 (satu) tahun Perawat menjadi Penata Anestesi sesuai
kebutuhan masing-masing.

Program Pendidikan Penata anestesi sangat membantu terselenggaranya


pelayanan Anestesi di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia karena Dokter Anestesi
masih sedikit jumlahnya sementara perkembangan teknologi kesehatan termasuk
Rumah Sakit baik Negeri maupun Swasta mulai berkembang pesat. Maka SDM
lulusan Penata Anestesi banyak dibutuhkan terutama di daerah-daerah dan
dikirimlah SDM Perawat untuk masuk ke Sekolah Penata di Jakarta dan Depkespun
mulai meningkatkan Status dari sekolah Penata Anestesi menjadi Akademi
Anestesi Depkes-RI dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
92/Pend/1966 dikeluarkan di Jakarta tanggal 5 Nopember 1966, lulusannya disebut
Penata Anestesi dan masuk dalam rumpun keteknisian medis dan kemudian
dikukuhkan pula oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan Nomior
37/1966 pada tahun yang sama, serta ditambah juga Surat Keputusan Mandikbud
Nomor 5945/UU, Tentang Persamaan ijazah Pengatur Rawat DEPKES-RI sama
dengan Sekolah menengah Atas Negeri, dikeluarkan di Jakarta tertanggal 10
Agustus 1966.

Pendidikan Akademi Anestesi di Depkes-RI Jakarta merupakan tempat


pendidikan Perawat satu-satunya di Indonesia dalam bidang Anestesi, selain untuk
meningkatkan status kepegawaian Perawat yang waktu itu setara dengan lulusan
SMA, juga untuk membantu pemerintah dalam mencetak tenaga Anestesi di Rumah
Sakit baik pusat maupun Rumah Sakit daerah-daerah setingkat Kabupaten. Lulusan
Akademi Anestesi yang diberi nama “Penata Anestesi” mempunyai kemampuan
untuk melakukan anestesi paripurna dari perawatan anestesi pre anestesi, durante
anestesi dan pasca anestesi, bekerja di Rumah Sakit yang sebagian besar tidak ada
Dokter Ahli anestesi dan sebagian lagi bekerja di Rumah Sakit yang ada Dokter
Ahli Anestesi sebagai mitra.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi khususnya kesehatan,


Akademi anestesi berupaya untuk menyesuaikan dan mengikuti perubahan-
perubahan yang berkaitan dengan program-program pemerintah dibidang
kesehatan khususnya pelayanan anestesi telah berkembang menjadi pelayanan
anestesi dan reanimasi yang meliputi:

1. Pelayanan Anestesi
2. Pelayanan Gawat darurat
3. Terapi intensif
4. Terapi nyeri dan
5. Terapi Inhalasi

Program Pendidikan Akademi Anestesi Depkes RI Jakarta berjalan dengan


sangat baik sampai dengan tahun 1980-an seperti catatan yang ditulis oleh
Bpk.Drs.Yuswana BSc.An MBA alumni Aknes 1979 mengutip Ceramah
Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn dihadapan calon Mahasiswa Aknes thn 1976.
Sebagai berikut :

“Yang membedakan antara saudara dan saya barangkali adalah nasib, mungkin
orangtua saudara kurang mampu sehingga tidak sanggup menyekolahkan saudara
ke Fakultas Kedokteran dan hanya ke Sekolah Perawat, sedangkan orangtua saya
cukup mampu sehingga saya bisa masuk ke fakultas kedokteran dan menjadi
dokter. Tetapi kapasitas otak saya dan saudara tidak berbeda, bahkan mungkin
saudara memiliki kapasitas lebih unggul daripada saya. Oleh karena itu, saya yakin
sekali saudara akan mampu untuk menerima ilmu kedokteran yang akan diajarkan
kepada saudara dalam pendidikan Akademi anestesi ini, bahkan ilmu spesialis
anestesi, meskipun mungkin kedalamannya sedikit berbeda. Saudara akan dididik
sebagai Pembius, guna mmemenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang saat ini
bahkan untuk jangka panjang yang tidak tahu berapa lama, masih sangat kurang.
Jadi pesan saya, belajarlah dengan tekun, baik teori maupun praktek agar saudara
tidak terhambat untuk lulus ujian dan menjadi perawat anestesi yang handal.
Tenaga saudara sangat dibutuhkan dalam pelayanan anestesi di Indonesia.
Pendidikan seperti ini juga diterapkan di Negara-negara maju seperti di Amerika
Serikat dan di sana Perawatnya hebat hebat, seperti dokter anestesi saudara jangan
kalah dengan mereka.Selamat belajar.”

Program Pendidikan Aknes yang menggunakan kurikulum yang menyerupai


program pendidikan perawat anestesi di amerika Serikat dan kompetensi yang
tinggi dari para lulusannya menunjukan kualitas yang tinggi, mampu bekerja
selayaknya seorang anesthetist yang professional. Memang inilah tujuan dari
program pendidikan yang dikehendaki oleh Prof.Dr.Mohammad Kelan sebagai
perintis Anestesi di Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu dikalangan Dokter Spesialais anestesi itu


sendiri terjadi pro dan kontra terhadap konsep Pendidikan yang berhasil dibangun
oleh Prof Kelan, bagi yang tidak setuju dengan Pendidikan Aknes, mereka
beralasan bahwa:

Ilmu medis yang diajarkan kepada mahasiswa Aknes terlalu banyak sedangkan
basic mereka hanya Perawat.

Lulusan dari Aknes ada yang arogan merasa sebagai penguasa tunggal di Rs
daerahnya sehingga dokter anestesi yang baru lulus tidak boleh masuk.

Untuk Perawat Anestesi yang bisa mendampingi dokter anestesi cukup diberi
ilmu anestesi 40 sks saja dan bisa diberikan dengan inhause training.

Selanjutnya IAAI ( Ikatan Ahli Anestesiologi Indonesia) melalui ketua


umumnya Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum) pada acara Munas IKLUM (Ikatan
Alumni) dengan Ketua Umumnya Bpk Drs. I Ketut Sangke Yudhistira BSc.An SH.
tahun 1983 di Wisma YTKI Jl.Gatot Soebroto Jakarta, mengusulkan agar Penata
Anestesi masuk kedalam Rumpun Keperawatan, karena peran dan fungsi perawat
ada 3 yaitu Caring Rolle, Therapeutic dan Coordination. Persatuan Perawat
Nasional Indonesia melalui Ketua Umumnya pada waktu itu Bpk.H.Oyo Radiat
menerima dengan senang hati Penata anestesi masuk rumpun PPNI dan pada Tahun
1986 pada Munas IKLUM terbentuklah Organisasi Profesi yang bernama Ikatan
Perawat Anestesi Indonesia disingkat IPAI dengan Ketua Umumnya yang Pertama
adalah Ibu.Dra.Hj. Susbandiyah BSc.An

Beberapa waktu kemudian IAAI dengan beberapa point alasan diatas, meminta
kepada Departeman Kesehatan agar pendidikan Akademi Anestesi ditutup saja,
karena perawat tidak perlu pendidikan dan perawat anestesi sudah cukup dengan
pelatihan. Depkes bertanya kepada IAAI apakah ahli anestesi sudah cukup untuk
memenuhi pelaksanaan pelayanan anestesi di seluruh Rumah Sakit Indonesia
sampai tingkat Kabupaten dan karena jumlah dokter Ahli Anestesi masih terbatas
di kota-kota besar saja maka dijawab tidak bisa karena Dokter Anestesi belum
cukup. Kemudian Depkes mengeluarkan Surat Perintah kepada IAAI agar seluruh
Fakulas Kedokteran yang menyelenggarakan PPDS Anestesi harus mendirikan
Akademi Perawat Anestesi, dan kepada dokter Residen anestesi yang mau ujian
akhir harus mengajarkan ilmu anestesi ke Mahasiswa Akpernes. Maka dibuka lah
program pendidikan Perawat Anestesi di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang
pada tahun 1985, yang berlanjut hanya 3 kota Jakarta, Bandung dan Surabaya
sementara Semarang hanya menerima 2-3 angkatan saja.

Pendidikan Akademi Perawatan Anestesi (Akpernes) di Kota Jakarta, Bandung,


Surabaya dan Semarang terus mencetak Perawat Anestesi yang handal dengan
kurikulum yang tidak jauh berbeda dengan Akademi Anestesi, dan dikalangan IAAI
yang kemudian berganti nama menjadi IDSAI (Ikatan Dokter Anestesi Indonesia)
kembali terjadi pro kontra terhadap kurikulum Pendidikan yang masih
menggunakan kurikulum lama (di kampus Aknes jl.Kimia 22-24 Jakarta papan
nama masih AKADEMI ANESTESI DEPKES-RI) dan puncaknya pada tahun 1989
Direktur Aknes Bpk. R.O Soepandi BSc, digantikan oleh Dr. Kartini Suryadi
DSAn. Mulailah Beliau merombak Staf Akademik dengan merekrut SDM
Keperawatan dari PPNI yang ahli dalam bidang ilmu Keperawatan. Kurikulum
Ilmu Anestesi makin dipangkas karena dari PPNI kalau yang dinamakan Perawat
harus menyelesaikan Ilmu Keperawatan minimal 102 SKS baru bisa masuk dan
diterima di Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada waktui itu, dan sisanya
silakan ilmu lain sebagai warna saja.

Perubahan kurikulum yang diterapkan di Akpernes membuat “GALAU” para


Mahasiswa Akpernes baik di Jakarta, Bandung dan Surabaya karena tidak sesuai
dengan harapan baik buat Mahasiswa itu sendiri maupun yang diharapkan oleh
Rumah Sakit pengirim dari Daerah, karena yang diharapkan oleh rumah Sakit
daerah adalah alumni dari Akpernes bisa mengisi sebagai pelaksana pelayanan
Anestesi yang tidak/belum diisi oleh Dokter Anestesi, begitu pula untuk Rumah
Sakit Umum Pusat dan Swasta di Kota-kota besar diharapakan alumni Akpernes
dapat melaksanakan pelayanan Anestesi sebagai anggota Team di kamar operasi,
bersinergi dan bermitra dengan Dokter Anestesi.

Keadaan pendidikan Akpernes yang tidak sesuai dengan harapan Mahasiswa


membuat para generasi penerus yang sedang tumbuh berkembang tersebut menjadi
berpikir sangat kritis dan menuangkan dengan tindakan “BERDEMONTRASI”
menuangkan pemikiran dan usulan mereka baik ke Direktur Akpernes maupun ke
Depkes c.q Pusdiknakes dan itu terjadi dimasing-masing Kampus Jakarta, Bandung
dan Surabaya maupun secara bersama-sama berdemo di Pusdiknakes Hasil dari
Demo-Demo Mahasiswa maka Pusdiknakes mengijinkan penambahan Ilmu
Anestesi selama 6 (enam) bulan atau Satu semester kepada Mahasiswa Akpernes.
Hal tersebut selalu terjadi setiap tahun mulai tahun 1991 sampai dengan tahun 2003
dan pada tahun 2004 Akpernes Jakarta, Bandung dan Suarabaya “DITUTUP” tidak
menerima Mahasiswa baru lagi.

Pada tahun 2007 dengan beberapa usulan dari Staf Poltekkes Jakarta 3 akhirnya
Pusdiknakes kembali mengijinkan membuka lagi Diploma III Program Studi
Keperawatan Anestesi di Jakarta, dan menerima Mahasiswa dari lulusan SMA.
Sesuai Brosur dari Poltekkes Jakarta III Mahasiswa/I akan kuliah di program studi
keperawatan anestesi dan diberikan 24 SKS mata kuliah Anestesi selama 6 (enam)
semester masa perkuliahan baik teori maupun praktek, tetapi kenyataannya mereka
hanya menerima 16 SKS Anestesi sehingga tidak cukup untuk menjadi seorang
Perawat Anestesi, hal itu terus terjadi hingga 3 (tiga) angkatan tahun 2009 dan
setelah itu tidak menerima Mahasiswa baru lagi. Mahasiswa tersebut juga sama
dengan seniornya tidak puas menerima ilmu anestesi hanya sedikit, hanya mereka
tidak berdemo secara besar-besaran karena mereka masih remaja dan Organisasi
Profesi dalam hal ini IPAI bisa menenangkan Mahasiswa dan menjembatani antara
Mahasiswa dan Pusdiknakes apa yang diinginkan Mahasiswa disampaikan ke
Pusdiknakes BPPSDM.

Pada tahun 2011 dan 2012 Ikatan Perawat Anestesi Indonesia mendapat
perintah dari Pusdiknakes untuk menyelenggarakan Pelatihan Ilmu Anestesi kepada
Alumni Program studi Keperawatan Anestesi dan dilaksanakan secara marathon
terus menerus selama 3 (tiga) bulan baik Teori maupun Praktek, Untuk Teori tahun
2011 bekerjasama dengan Bagian Anestesi dan terapi intensif RSCM dengan
dosen-dosen dari UI dan Praktek bekerjasama atau MoU dengan Bag. Anestesi RS
Persahabatan, RSUD KOJA, RSUD Tangerang, RSUD Cibinong Bogor, RS PMI
Bogor, RSUD Bekasi, RSAU Halim Perdana Kusuma, RSUD Karawang. Untuk
Gelombang kedua tahun 2012 untuk Teori diselenggarakan kerjasama dengan Bag.
Anestesi RS Pusat Fatmawati Jakarta dengan lahan Praktek bekerjasama dengan
Rumah Sakit Rumah sakit seperti Gelombang pertama ditambah dengan Rumah
Sakit Umum Daerah BAYU ASIH Purwakarta.

Sejak ditutupnya Akpernes di 3 (tiga) sentra Pendidikan Anestesi Jakarta,


Bandung dan Surabaya pada tahun 2004 Organisasi Profesi IPAI berusaha terus
untuk mengajukan permohonan kepada Institusi terkait maupun Pemerintah untuk
bisa dibuka lagi Pendidikan Keperawatan Anestesi di Indonesia, dan pada akhirnya
ada secercah harapan karena pada tahun 2007 berkat perjuangan dan loby-loby di
Poltekkes Jogjakarta akhirnya dibuka Diploma IV Keperawatan Anestesi dan
Reanimasi. Walaupun sejak tahun 2012/2013 tidak menerima Mahasiswa baru lagi,
dan direncanakan tahun 2015 akan dibuka kembali.

Sumber:
http://www.ikatanpenataanestesiindonesia.org/index.php/public/about/information
-history/ pukul 12.17 WIB pada hari Kamis, 25 Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai