Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

ilmiah yang berjudul “PERSETERUAN IPAI DAN HIPANI”. Adapun tujuan

penulisan karya tulis ini merupakan hak mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis banyak menerima bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada yang

terhormat dosen pembimbing dan seluruh teman-teman yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih sangat jauh dari taraf

kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya

tulis ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Hormat Kami
Penulis

Kelompok A
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Tujuan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
A. Sejarah IPAI..........................................................................................
B. Sejarah HIPANI ...................................................................................
C. Perseteruan IPAI dan HIPANI .............................................................
D. Jalan Keluar Dari Permasalahan...........................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Era globalisasi mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di seluruh bidang kehidupan melaju dengan cepat dan pesat sehingga

menimbulkan diversifikasi menyeluruh, termasuk dalam bidang pelayanan

kesehatan.

Pelayanan kesehatan mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh

dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, hal ini

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan

pencapaian upaya kesehatan Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna sesuai yang diamanatkan dalam Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yang menitikberatkan

kepada upaya meningkatkan penyembuhan dan pemulihan kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu, termasuk di dalamnya upaya untuk meningkatkan mutu

Tenaga Kesehatan yang telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Salah satu jenis pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan adalah

tindakan operatif.Tindakan operatif sangat kompleks karena membutuhkan

keterlibatan berbagai jenis tenaga kesehatan, termasuk tenaga kesehatan yang

memberikan Pelayanan Anestesi.Pelayanan Anestesi merupakan salah satu

pelayanan yang sangat vital pada tindakan operatif.

Di rumah sakit, Perawat atau Penata Anestesi sebetulnya memikirkan


bagaimana mereka bisa bekerja dengan aman, nyaman dan makmur tanpa

gangguan. Mereka inginkan bisa bekerja terlindungi dari resiko tuntutan, terkait

tugasnya nan penuh tantangan menyelamatkan nyawa. Bila digiring ke politik

praktis organisasi, lalu kisruh dan perang opini, kapan hal aman dan makmur itu

diperjuangkan

Perawat/ Penata yang dinas di instalasi bedah sentral kebingungan, bila

memilih IPAI maka ia akan dibawah Keteknisan Medis. Sedangkan bagi Penata

yang berijazah Aknes, tapi bagaimana dengan yang berijazah Akpernes plus S1

Keperawatan + Ners. Bila disuruh memilih salah satu, jelas mereka akan "mati"

kebingungan, mau di keperawatan apa di Keteknisan medis

Bila dihitung dari segi kepangkatan PNS, tentunya mereka yang tamatan

Akpernes plus ijazah Ners cendrung akan memilih di bawah kendali bidang

Keperawatan. Mengingat kesinambungan kepangkatan dan gelar terakhir yang

melekat di awal namanya.Sementara yang D 3, berpotensi memilih di bawah

Keteknisan medis dan berasosiasi ke IPAI. Artinya, dalam satu ruangan akan ada 2

kubu yang mengerjakan sesuatu tindakan sama persis.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk membahas dan mencari

jalan keluar yang tepat dalam memecahkan perseteruan antara kedua organisasi

IPAI dan HIPANI sehingga tidak menimbulkan masalah bagi tenaga kesehatan

khususnya anastesi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah IPAI

1. Sejarah

Pelayanan Kesehatan khususnya Anestesi di Indonesia dimulai

dari adanya tindakan 0perasi di Rumah sakit,pelaksanaan anestesi

dilaksanakan oleh Juru Rawat atau Mantri Verpleiger yang diberikan

pelatihan secara individual oleh ahli bedah tanpa sertifikat apalagi ijazah.

Dalam pekerjaannya sehari-hari mereka dibawah pengawasan dari Dokter

Operator

Dalam tulisannya Bapak Drs.Yuswana BSc.An MBA (Almarhum)

seorang alumni Akademi Anestesi yang kuliah di AKNES DEPKES RI

JAKARTA pada tahun 1976-1979 menyatakan bahwa Tidak ada catatan

yang otentik tentang sejarah Perawat Anestesi di Indonesia, namun dari

ceritera yang disampaikan oleh para orangtua generasi abad ke 19 akhir dan

awal abad ke.20 dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Belanda sewaktu

berkuasa di negeri ini mulai mendidik orang pribumi untuk menjadi tenaga

kesehatan yang disebut “Juru Rawat” dan “Mantri Verpleiger”, ini yang

dianggap sebagai “Perawat Anestesi” yang mendapat Training secara

individual dan tanpa Sertifikat, namun bekerja sebagai “Anesthetist”

dibawah suvpervisi Ahli Bedah. Perkembangan dari tenaga jenis ini tidak

terlalu pesat jika dilihat dari segi jumlahnya, namun cukup banyak untuk

ukuran orang pribumi yang tidak mudah untuk menempuh pendidikan di

bidang pelayanan kesehatan.


Pada tahun 1954 seorang Dokter ahli bedah Prof.Dr. Mohammad

Kelan DSAn (Almarhum) bekerja di RSUP CBZ (dikenal masyarakat

sebutan rumah sakit Sibiset ) sekarang RSUPN Cipto Mangunkusumo

( dikenal luas oleh masyarakat dgn sebutan RSCM ) Jakarta adalah dokter

Indonesia pertama yang mengambil Spesialis Anestesi di Amerika Serikat

dan kembali ke Indonesia . kemudian melanjutkan bekerja di RSCM sebagai

Ahli Anestesiolgi,dalam melakukan pelayanan anestesi dilakukan dibantu

oleh “Perawat Anestesi” yang dilatih secara individual dan tanpa diberikan

sertifikat

(http://www.ikatanpenataanestesiindonesia.org/index.php/public/about/

information-history/)

2. Perkembangan

Pada tahun 1962 Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn mempunyai Ide

dan konsep pendidikan perawat anestesi disampaikan kepada Ahli Anestesi

lain diantaranya : Dr. Dentong Kartodisono,Prof.Dr.Muhardi

Mukiman,Dr.Noto Avia, dan Dr. Ade Kalsid. Beliau-beliau sepakat untuk

mendidik Pegawai yang berijazah “Perawat” menjadi “Penata/Perawat

Anestesi” dengan Program kurikulum lebih banyak muatan ilmu medis

meniru Pendidikan Perawat anestesi di Amerika Serikat. Gagasan itu

disambut baik oleh Kepala Bagian Bedah RSUP Cipto Mangunkusumo

pada saat itu Prof.Dr. Soekaryo dan beliau mendukung sepenuhnya dengan

memfasiltasi untuk tenaga Dosen,alat-alat praktek,obat2an dan Ruang kuliah

ukuran 4x6 meter eks Gudang kamar cuci yg berada di Lantai 2 berdinding
dan berlantai kayu. Ruang kuliah tersebut cukup memadai untuk proses

belajar mengajar karena Mahasiswanya baru hanya 7 (tujuh) orang berasal

dari RSCM,RS Persahabatan, RSPAD Gatot Soebroto,RS PMI Bogor dan

RSAL Mintohardjo. Secara Administratif pendidikan tersebut diberi nama

Sekolah Penata Anestesi berkududukan di Jakarta dan pengukuhan serta

pengakuan dari Departemen Kesehatan RI pada tanggal 14 September 1962

dengan SK DEPKES RI Nomor : 107/Pend./Sept 1962. Kegiatan

perkuliahan diselenggarakan di RSUP CM. Jakarta . Pendidikan Penata

dilaksanakan awalnya 1(satu) tahun, kemudian ditambah jadi 2 (dua) tahun

sementara didaerah lain dengan perintis pelayanan Anestesi Prof.Dr.Karyadi

SpAn (Almarhum) RSUD Dr.Sutomo Surabaya juga mengadakan

Pendidikan(?)/Pelatihan 1(satu) tahun Perawat menjadi Penata Anestesi

sesuai kebutuhan masing2

Program Pendidikan Peñata anestesi sangat membantu

terselenggaranya pelayanan Anestesi di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia

karena Dokter Anestesi masih sedikit jumlahnya sementara perkembangan

teknologi kesehatan termasuk Rumah Sakit baik Negeri maupun Swasta

mulai berkembang pesat. Maka SDM lulusan Penata Anestesi banyak

dibutuhkan terutama didaerah-daerah dan dikirimlah SDM Perawat untuk

masuk ke Sekolah Penata di Jakarta dan Depkespun mulai meningkatkan

Status dari sekolah Penata Anestesi menjadi Akademi Anestesi Depkes-RI

dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 92/Pend/1966

dikeluarkan di Jakarta tanggal 5 Nopember 1966, lulusannya disebut Penata

Anestesi dan masuk dalam rumpun keteknisian medis dan kemudian


dikukuhkan pula oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan

Nomior 37/1966 pada tahun yang sama, serta ditambah juga Surat

Keputusan Mandikbud Nomor 5945/UU, Tentang Persamaan ijazah

Pengatur Rawat DEPKES-RI sama dengan Sekolah menengah Atas Negeri,

dikeluarkan di Jakarta tertanggal 10 Agustus 1966.

Pendidikan Akademi Anestesi di Depkes-RI Jakarta merupakan

tempat pendidikan Perawat satu-satunya di Indonesia dalam bidang

Anestesi , selain untuk meningkatkan status kepegawaian Perawat yang

waktu itu setara dengan lulusan SMA, juga untuk membantu pemerintah

dalam mencetak tenaga Anestesi di Rumah Sakit baik piusat maupun

Rumah Sakit daerah-daerah setingkat Kabupaten. Lulusan Akademi Anestesi

yang diberi nama “Penata Anestesi” mempunyai kemampuan untuk

melakukan anestesi paripurna dari perawatan anestesi pre anestesi, durante

anestesi dan pasca anestesi, bekerja di Rumah Sakit yang sebagian besar

tidak ada Dokter Ahli anestesi dan sebagian lagi bekerja di Rumah Sakit

yang ada Dokter Ahli Anestesi sebagai mitra.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi khususnya

kesehatan, Akademi anestesi berupaya untuk menyesuaikan dan mengikuti

perubahan-perubahan yang berkaitan dengan program-program pemerintah

dibidang kesehatan khususnya pelayanan anestesi telah berkembang menjadi

pelayanan anestesi dan reanimasi yang meliputi

a. Pelayanan Anestesi

b. Pelayanan Gawat darurat

c. Terapi intensif
d. Terapi nyeri dan

e. Terapi Inhalasi.

3. Perubahan Pendidikan Penata/Perawat Anestesi

Program Pendidikan Akademi Anestesi Depkes RI Jakarta berjalan

dengan sangat baik sampai dengan tahun 1980-an seperti catatan yang ditulis

oleh Bpk.Drs.Yuswana BSc.An MBA alumni Aknes 1979 mengutip

Ceramah Prof.Dr.Mohammad Kelan DSAn dihadapan calon Mahasiswa

Aknes thn 1976. Sebagai berikut :

“Yang membedakan antara saudara dan saya barangkali adalah nasib,

mungkin orangtua saudara kurang mampu sehingga tidak sanggup

menyekolahkan saudara ke Fakultas Kedokteran dan hanya ke Sekolah

Perawat, sedangkan orangtua saya cukup mampu sehingga saya bisa

masuk ke fakultas kedokteran dan menjadi dokter. Tetapi kapasitas otak

saya dan saudara tidak berbeda,bahkan mungkin saudara memiliki

kapasitas lebih unggul daripada saya. Oleh karena itu, saya yakin sekali

saudara akan mampu untuk menerima ilmu kedokteran yang akan

diajarkan kepada saudara dalam pendidikan Akademi anestesi ini,

bahkan ilmu spesialis anestesi, meskipun mungkin kedalamannya

sedikit berbeda. Saudara akan dididik sebagai Pembius,guna

mmemenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang saat ini bahkan untuk

jangka panjang yang tidak tahu berapa lama, masih sangat kurang. Jadi

pesan saya, belajarlah dengan tekun,baik teori maupun praktek agar

saudara tidak terhambat untuk lulus ujian dan menjadi perawat anestesi
yang handal. Tenaga saudara sangat dibutuhkan dalam pelayanan

anestesi di Indonesia.Pendidikan seperti ini juga diterapkan di Negara-

negara maju seperti di Amerika Serikat dan disana Perawatnya hebat

hebat, seperti dokter anestesi saudara jangan kalah dengan

mereka.Selamat belajar.”

Program Pendidikan Aknes yang menggunakan kurikulum yang

menyerupai program pendidikan perawat anestesi di amerika Serikat dan

kompetensi yang tinggi dari para lulusannya menunjukan kualitas yang

tinggi,mampu bekerja selayaknya seorang anesthetist yang professional.

Memang inilah tujuan dari program pendidikan yang dikehendaki oleh

Prof.Dr.Mohammad Kelan sebagai perintis Anestesi di Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu dikalangan Dokter Spesialais

anestesi itu sendiri terjadi pro dan kontra terhadap konsep Pendidikan yang

berhasil dibangun oleh Prof Kelan, bagi yang tidak setuju dengan

Pendidikan Aknes , mereka beralasan bahwa :

a. Ilmu medis yang diajarkan kepada mahasiswa Aknes terlalu

banyak sedangkan basic mereka hanya Perawat.

b. Lulusan dari Aknes ada yang arogan merasa sebagai penguasa

tunggal di Rs daerahnya sehingga dokter anestesi yang baru lulus

tidak boleh masuk

c. Untuk Perawat Anestesi yang bisa mendampingi dokter anestesi

cukup diberi ilmu anestesi 40 sks saja dan bisa diberikan

dengan inhause training

Selanjutnya IAAI ( Ikatan Ahli Anestesiologi Indonesia) melalui


ketua umumnya Prof.Dr.Karyadi SpAn (Almarhum) pada acara Munas

IKLUM (Ikatan Alumni) dengan Ketua Umumnya Bpk Drs. I Ketut Sangke

Yudhistira BSc.An SH.tahun 1983 di Wisma YTKI Jl.Gatot Soebroto

Jakarta, mengusulkan agar Penata Anestesi masuk kedalam Rumpun

Keperawatan, karena peran dan fungsi perawat ada 3 yaitu. 1.Caring

Rolle,2. Therapeutic dan 3.Coordination. Dan Presatuan Perawat Nasional

Indonesia melalui Ketua Umumnya pada waktu itu Bpk.H.Oyo Radiat

menerima dengan senang hati Penata anestesi masuk rumpun PPNI dan

pada Tahun 1986 pada Munas IKLUM terbentuklah Organisasi Profesi yang

bernama Ikatan Perawat Anestesi Indonesia disingkat IPAI dengan Ketua

Umumnya yang Pertama adalah Ibu.Dra.Hj. Susbandiyah BSc.An

Beberapa waktu kemudian IAAI dengan beberapa point alasan diatas,

meminta kepada Departeman Kesehatan agar pendidikan Akademi

Anestesi ditutup saja , karena perawat tidak perlu pendidikan dan perawat

anestesi sudah cukup dengan pelatihan. Depkes bertanya kepada IAAI

apakah ahli anestesi sudah cukup untuk memenuhi pelaksanaan pelayanan

anestesi di seluruh Rumah Sakit Indonesia sampai tingkat Kabupaten ?

dankarena jumlah dokter Ahli Anestesi masih terbatas di kota-kota besar

saja maka dijawab tidak bisa karena Dokter Anestesi belum cukup.

Kemudian Depkes mengeluarkan Surat Perintah kepada IAAI agar seluruh

Fakulas Kedokteran yang menyelenggarakan PPDS Anestesi harus

mendirikan Akademi Perawat Anestesi , dan kepada dokter Residen anestesi

yang mau ujian akhir harus mengajarkan ilmu anestesi ke Mahasiswa

Akpernes. Maka dibuka lah program pendidikan Perawat Anestesi di


Jakarta,Bandung,Surabaya dan Semarang pada thn 1985, yang berlanjut

hanya 3 kota Jakarta,Bandung dan Surabaya sementara Semarang hanya

menerima 2-3 angkatan saja.

Pedidikan Akademi Perawatan Anestesi ( Akpernes ) di Kota Jakarta,

Bandung, Surabaya dan Semarang terus mencetak Perawat Anestesi yang

handal dengan kurikulum yang tidak jauh berbeda dengan Akademi

Anestesi, dan dikalangan IAAI yang kemudian berganti nama menjadi

IDSAI ( Ikatan Dokter Anestesi Indonesia ) kembali terjadi pro kontra

terhadap kurikulum Pendidikan yang masih menggunakan kirikulum lama

( di kampus Aknes jl.Kimia 22-24 Jakarta papan nama masih AKADEMI

ANESTESI DEPKES-RI ) dan puncaknya pada tahun 1989 Direktur Aknes

Bpk. R.O Soepandi BSc, digantikan oleh Dr. Kartini Suryadi DSAn. Dan

mulailah Beliau merombak Staf Akademik dengan merekrut SDM

Keperawatan dari PPNI yang ahli dalam bidang ilmu

Keperawatan.Kurikulum Ilmu Anestesi makin dipangkas karena dari PPNI

kalau yang dinamakan Perawat Harus menyelesaikan Ilmu Keperawatan

minimal 102 SKS baru bisa masuk dan diterima di Program Studi Ilmu

Keperawatan (PSIK) pada waktui itu, dan sisanya silakan ilmu lain sebagai

warna saja.

Perubahan kurikulum yang diterapkan di Akpernes membuat

“GALAU” para Mahasiswa Akpernes baik di Jakarta, Bandung dan

Surabaya karena tidak sesuai dengan harapan baik buat Mahasiswa itu

sendiri maupun yang diharapkan oleh Rumah Sakit pengirim dari Daerah,

karena yang diharapkan oleh rumah Sakit daerah adalah alumni dari
Akpernes bisa mengisi sebagai pelaksana pelayanan Anestesi yang

tidak/belum didisi oleh Dokter Anestesi, begitu pula untuk Rumah Sakit

Umum Pusat dan Swasta di Kota-kota besar diharapakan alumni Akpernes

dapat melaksanakan pelayanan Anestesi sebagai anggota Team di kamar

operasi,bersinergi dan bermitra dengan Dokter Anestesi.

Keadaan pendidikan Akpernes yang tidak sesuai dengan harapan

Mahasiswa membuat para generasi penerus yang sedang tumbuh

berkembang tersebut menjadi berpikir sangat kritis dan menuangkan dengan

tindakan “BERDEMONTRASI” menuangkan pemikiran dan usulan mereka

baik ke Direktur Akpernes maupun ke Depkes c.q Pusdiknakes dan itu

terjadi dimasing-masing Kampus Jakarta,Bandung dan Surabaya maupun

secara bersama-sama berdemo di Pusdiknakes Hasil dari Demo-Demo

Mahasiswa maka Pusdiknakes mengijinkan penambahan Ilmu Anestesi

selama 6 (enam) bulan atau Satu semester kepada Mahasiswa Akpernes.Hal

tersebut selalu terjadi setiap tahun mulai th 1991 sampai dengan tahun

2003dan pada tahun 2004 Akpernes Jakarta,Bandung dan Suarabaya

“DITUTUP” tidak menerima Mahasiswa baru lagi.

Pada tahun 2007 dengan beberapa usulan dari Staf Poltekkes Jakarta

3 akhirnya Pusdiknakes kembali mengijinkan membuka lagi Diploma III

Program Studi Keperawatan Anestesi di Jakarta, dan menerima Mahasiswa

dari lulusan SMA. Sesuai Brosur dari Poltekkes Jakarta III Mahasiswa/I

akan kuliah di program studi keperawatan anestesi dan diberikan 24 SKS

mata kuliah Anestesi selama 6 (enam) semester masa perkuliahan baik teori

maupun praktek, tetapi kenyataannya mereka hanya menerima 16 SKS


Anestesi sehingga tidak cukup untuk menjadi seorang Perawat Anestesi, hal

itu terus terjadi hingga 3 ( tiga ) angkatan th 2009 dan setelah itu tidak

menerima Mahasiswa baru lagi. Mahasiswa tersebut juga sama dengan

seniornya tidak puas menerima ilmua anestesi hanya sedikit, hanya mereka

tidak berdemo secara besar2an karena mereka masih remaja dan Organisasi

Profesi dalam hal ini IPAI bisa menenangkan Mahasiswa dan menjembatani

antara Mahasiswa dan Pusdiknakes apa yang diinginkan Mahasiswa

disampaikan ke Pusdiknakes BPPSDM

Pada tahun 2011 dan 2012 Ikatan Perawat Anestesi Indonesia

mendapat perintah dari Pusdiknakes untuk menyelenggarakan Pelatihan

Ilmu Anestesi kepada Alumni Program studi Keperawatan Anestesi dan

dilaksanakan secara marathon terus menerus selama 3 (tiga) bulan baik

Teori maupun Praktek, Untuk Teori thn 2011 bekerjasama dengan Bagian

Anestesi dan terapi intensif RSCM dengan dosen-dosen dari UI dan Praktek

bekerjasama /MoU dengan Bag. Anestesi RS Persahabatan,RSUD KOJA,

RSUD Tangerang,RSUD Cibinong Bogor, RS PMI Bogor,RSUD

Bekasi,RSAU Halim Perdana Kusuma,RSUD Karawang. Untuk Gelombang

kedua thn 2012 untuk Teori diselenggarakan kerjasama dengan Bag.

Anestesi RS Pusat Fatmawati Jakarta dengan lahan Praktek bekerjasama

dengan Rumah Sakit Rumah sakit seperti Gelombang pertama ditambah

dengan Rumah Sakit Umum Daerah BAYU ASIH Purwakarta

Sejak ditutupnya Akpernes di 3 (tiga) sentra Pendidikan Anestesi

Jakarta,Bandung dan Surabaya tahun 2004 Organisasi Profesi IPAI

berusaha terus untuk mengajukan permohonan kepada Institusi terkait


maupun Pemerintah untuk bisa dibuka lagi Pendidikan Keperawatan

Anestesi di Indonesia, dan pada akhirnya ada secercah harapan karena pada

tahun 2007 berkat perjuangan dan loby-loby di Poltekkes Jogjakarta

akhirnya dibuka Diploma IV Keperawatan Anestesi dan Reanimasi

Walaupun sejak thn 2012/2013 tidak menerima Mahasiswa baru lagi, dan

direncanakan thn 2015 akan dibuka kembali.

4. Sejarah perkembangan profesi penata/perawat anastesi Indonesia

a. Ikatan Alumni Penata Penata Anestesi (IKLUM)

Setelah banyaknya Alumni Sekolah Penata Anestesi dan Akademi

Anestesi Depkes RI Jln. Kimia 22-24 Jakarta, pada tahun 1970an maka

mereka berkumpul untuk membentuk perkumpulan dari para alumni

SPA dan Aknes dari mulai angkatan pertama sampai ke 4 antra lain :

Bpk. Suken S BScAn (Alm), Bpk Drs. Amin Jusuf BSc.An,(Alm), Bpk.

Drs.Ketut sangke yudhistira BSC.An SH, Bpk. R.O. Soepandi BSc.An,

Bpk. Anshori Hasan BSc.An akhirnya disepakati namanya adalah :

IKLUM singkatan dari Ikatan Alumnidari AKNES Jakarta, awal nya

Ketua umumnya Bpk Drs.Amin Jusuf BSc.An, Penata Anestesi RSCM

Jakarta terakhir bekerja di Bagian Therapi Inhalasi Bagian Anestesi

RSCM, kemudian mengadakan kongres Iklum di Wisma YTKI Jalan

Gatot Soebroto Jakarta., dalam acara Kongres dan acara symposium

anestesi.. mulai dianjurkan oleh IAAI agar peñata anestesi masuk ke

dalam Rumpun keperawatan dan Organisasinya berada dibawah

Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ), waktu itu IKLUM

b. Ikatan Perawat Anestesi Indonesia ( IPAI )


Pada tanggal 1 Oktober 1986 IKLUM mengadakan Kongres Luar

biasa karena ada desakan dari IAAI agar organisasi IKLUM masuk ke

organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dengan

perdebatan cukup “Seru” akhirnya Ikatan Alumni Aknes Jakarta

( IKLUM ) dirubah namanya menjadi Ikatan Perawat Anestesi

Indonesia disingkat IPAI. Ikatan Perawat Anestesi In donesia ( IPAI )

mulai berjalan tidak seperti layaknya Organisasi Profesi lain yang

Mandiri,inikarena situasi dan kondisi yang kurang kondusif masih

dibawah bayang-bayang organisasi Profesi lain yaitu PPNI ,sementara

pekerjaan Perawat anestesi itu tindakan keperawatannya hanya sedikit,

lebih banyak Tindakan Medis, semestinya organisasi IPAI bisa Mandiri

Pembinanya adalah IAAI.

Pada tahun 1994 Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Perawat

Anestesi Indonesia diselenggarakan di Jakarta tepatnya di Auditorium

RS KANKER Nasional DHARMAIS.Dalam Munas nya yang pertama

terpilih sebagai Ketua Umum IPAI Periode 1994-1999 Ibu Dra.HJ.

Susbandiyah BSC.An. Organisasi IPAI dengan Ketua Umum Ibu

Susbandiyah menjadi tantangan yang sangat berat bagi IPAI, karena

disamping masalah Pendidikan Akpernes yang berlarut-larut dengan

adanya kurikulum yang tidak sesuai dengan harapan baik bagi

Mahasiswa maupun Insitusi pengirimnya, juga Tantangan berat dari

Organsiasi yang terkait dengan IPAI.


PPNI dalam hal pendidikan memaksakan bahwa kalau mau disebut

Ahli Madya Keperawatan dari 110 SKS yg harus diselesaikan makal

ilmu keperawatan yg wajib diikuti dan lulus adalah 102 SKS, sedangkan

sisanya yang 8 SKS boleh yang lain sebagai warna saja.

Keadaan seperti ini tentu saja membuat para Mahasiswa Akpernes

“GERAM” dan tidak “PUAS” maka mulailah Mahasiswa

mempertanyakan kurikulum baik ke Insitusi maupun atasan Institusi

dalam hal ini Pusdiknakes,karena jumlah Mahasiswanya banyak maka

disebut Demonstrasi untuk meluluskan permintaannya

Pada Periode kepengurusan DPP IPAI 1994-1999 berbagai usaha

dan cara DPP IPAI untuk mengusulkan agar SKS Anestesiologi lebih

banyak selalu menemui jalan buntu.. pernah DPP c.q. Ibu Susbandiyah

dan Ibu Sulastri menyusun kurikulum Akpernes dan dikonsultasikan ke

CHS Prof. Ma’rifin, dan beliau pun Setuju, akan tetapi Tetap saja tidak

bisa dijalankan

B. Sejarah HIPANI

Himpunan Perawat Anestesi Indonesia  (HIPANI) adalah

organisasi profesi yang menghimpun perawat yang bekerja di bidang

pelayanan keperawatan anestesi dan telah memiliki sertifikat pelatihan

anestesi dan atau memiliki ijazah anestesi.

Yang dimaksud dengan Perawat anestesi  adalah Perawat yang

bekerja difasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kriteria dan

kompetensi khusus di bidang Pelayanan keperawatan anestesi

(memiliki sertifikat pelatihan anestesi) dengan memegang teguh kode


etik keperawatan serta mampu bekerja dan berupaya melakukan

Pelayanan keperawatan anestesi.

Himpunan Perawat Anestesi Indonesia  (HIPANI) dibentuk

pada tanggal 20 September 2016 di Jakarta. Menjadikan HIPANI

sebagai wadah yang kuat dalam menyuarakan dan menerapkan

pentingnya pelayanan keperawatan anestesi dalam pemberian

pelayanan kesehatan serta mampu mengembangkan profesionalisme

anggota.

Tujuan pendirian HIPANI:

1. Dapat memperkenalkan perawat anestesi sebagai salah satu jenis perawat kepada

masyarakat umum

2. Dapat memperkenalkan Keberadaan perawat anestesi pada profesi lain dan

sejawat

3. perawatan baik yang ada di pendidikan dan pelayanan

4. Dapat menyelenggarakan praktik keperawatan anestesi dan reanimasi yang

aman, kompeten, dan professional bagi masyarakat Indonesia.

5. Dapat mengembangkan keilmuan bidang keperawatan anestesi dan reanimasi

Perawat Anestesi di Indonesia, tidak ada catatan yang otentik

tentang sejarah namun dari ceritera yang disampaikan oleh para orang

tua generasi abad ke-19 akhir dan awal abad ke-20 dapat disimpulkan

bahwa Pemerintah Belanda sewaktu masih berkuasa di negeri ini mulai

mendidik orang pribumi untuk menjadi tenaga kesehatan yang disebut

“Juru Rawat” dan “Mantri Verpleiger” ini yang dianggap sebagai

“Perawat Anestesi” yang mendapat “Training” secara individual, tanpa


sertifikat, namun bekerja sebagai “Anesthetist” di bawah supervise dari

Ahli Bedah. Perkembangan dari tenaga jenis ini tidak terlalu pesat jika

dilihat dari segi jumlahnya, namun cukup banyak untuk ukuran orang

pribumi yang tidak mudah untuk menempuh pendidikan di bidang

pelayanan kesehatan.

Pada tahun 1962, beliau mencetuskan untuk mengadakan

program pendidikan Penata Anestesi di bawah naungan Departemen

Kesehatan RI, meniru Program Pendidikan Perawat Anestesi di

Amerika Serikat. Sejak saat itu, berkembanglah dan bertambahlah

jumlah tenaga perawat yang menjadi perawat anestesi, yang semula

dalam bentuk program pendidikan peñata anestesi yang lama

pendidikannya adalah mula-mula selama 1 tahun, kemudian berubah

menjadi 2 tahun dan kemudian ditingkatkan menjadi Akademi Anestesi

yang lama pendidikannya adalah selama 3 tahun.

Program pendidikan ini menggunakan kurikulum yang

menyerupai program Pendidikan Perawat Anestesi di Amerika Serikat

dan kompetensi dari para lulusannya menunjukkan kualitas yang tinggi,

mampu bekerja selayaknya seorang anesthetist yang professional.

Memang inilah tujuan dari program pendidikan yang dikehendaki oleh

dr. Mohammad Kelan, sebagaimana beliau katakan dalam suatu

ceramah yang diberikan kepada para calon mahasiswa Akademi

Anestesi pada tahun 1976

Sejarah Awal Perkembangan Perawat Anestesi Di Indonesia Di

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


a. Sekolah Penata Anestesi dengan SK Men .Kes. Nomor 107/Pend/1962,

tertanggal 11 September 1962.

b. Akademi Anestesi, sesuai SK Men Kes Nomor 92/Pend/1966,

tertanggal 5 Nopember 1966.

c. SK Menkes Nomor 148/Diknakes/Kep/VIII/1988 memberlakukan

kurikulum Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

(Anestesiologi) dengan beban studi 102 SKS kurikulum yang

digunakan adalah kurikulum D III Keperawatan tahun 1984, 8 SKS

pengetahuan dasar anestesiologi.

d. Ahli Madya, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

14/MENKES/SK/I/1992, Akademi Anestesi resmi berubah menjadi

PAM Keperawatan (Program Anestesi)

e. Tahun 1997, terjadi perubahan nomenklatur dari PAM Keperawatan

(Program Anestesi) menjadi Akademi Keperawatan (Program Anestesi)

dengan SK No. 233/MenKes/SK/IV/ 1997 tertanggal 10 April 1997.

f. Tahun 2001 Akademi Perawatan (Program Anestesi) masuk dalam

jajaran jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Departemen

Kesehatan Jakarta III dengan SK No. 298/MenKes/Kesos/SK/IV/200

g. Keputusan Menteri Kesehatan RI OT.01.01.1.4.2.00636.1tentang

Pembentukan Program Diploma IV Keperawatan Anestesi Reanimasi

Pada Jurusan Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Yogyakarta.

h. Munaslub IPAI di Bali dengan IKATAN PENATA ANESTESI

INDONESIA berpedoman pada Permenkes 18 tahun 2016, sehingga

tidak ada lagi Perawat Anestesi dan menjadi Penata Anestesi Indonesia.
i. Pendidikan yang dilakukan di Yogyakarta mohon dapat dikaji kembali

karena bertentangan dengan izin yang diberikan oleh pemerintah, yaitu

D4 Keperawatan tetapi lulusannya dinyatakan Penata Anestesi.

Organisasi Himpunan Perawat Anestesi Indonesia disingkat (HIPANI)

merupakan organisasi profesi Perawat Anestesi yang profesional sebagai

sarana untuk mengembangkan kepentingan anngotanya, bergaul dengan

masyarakat, menjaga hubungan dengan bagian-bagian di luar pelayanan

kesehatan. Organisasi HIPANI, tidak terpisah dari struktur pokok dari norma-

norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, seperti dinyatakan oleh

para ahli, bahwa profesi itu ada hanya karena ada pengakuan dari masyarakat,

artinya hak-hak untuk berpraktek dan hak-hak istimewa yang diberikan

kepada profesi itu karena masyarakat masih mengakuinya. Maka dalam

melaksanakan tugasnya organisasi HIPANI harus mencerminkan

keseimbangan antara kepentingan anggota dan kepentingan

masyarakat.Untuk kedua hal inilah organisasi profesi HIPANI bekerja dengan

rasa percaya diri yang kuat.

Himpunan Perawat Anestesi Indonesia dalam pengabdiaannya bersama

Dokter spesialis Anestesi Indonesia sebagai mitra atau membantu dalam

memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan Anestesi baik di ruang anestesi

maupun di ruang intensif sesuai dengan standar kompetensi organisasi

Perdatin dan Hipani.Perawat Anestesi Indonesia dalam memberikan

Pelayanan Asuhan Keperawatan Anestesi sesuai ketentuan Undang –undang

kesehatan dan keperawatan serta mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan

yang erlaku.
Himpunan Perawat Anestesi Indonesia jelas adalah perawat yang lulus

dari pendididkan keperawatan dengan sertifikasi keahlian bidang keperawatan

Anestesi, sedangkan Penata Anestesi Indonesia adalah memberikan

pelayanan dalam kelompok ketehnisan medis,dalam pelayanan Anestesi dan

terapi intensif berpedoman permenkes no 18 tahun 2016 tentang Praktek

Penata Anestesi. Pengelolahan tenaga perawat di Rumah Sakit di pertegas

oleh Undang – Undang no 36 yang menegaskan,bahwa bidan bukan tenaga

keperawatan, Refraksi Optisi dan Penata Anestesi juga bukan tenaga

Keperawatan. Mereka punya kelompok sendiri yang disebut tenaga kebidanan

dan Tenaga ketehnisan medis.

https://www.hipani.id/tentang-hipani

C. Perseteruan IPAI dan HIPANI

Perawat merupakan tenaga kesehatan professional yang

mempunyai peranan penting dalam pelayanan di rumah sakit.Pelayanan

di rumah sakit terutama dalam tindakan operasi khususnya dalam

konteks praanestesi, perawat ruang memiliki peranan yang penting

dalam memberikan asuhan keperawatan prabedah, memantau, dan

melaporkan kondisi pasien praoperasi kepada dokter operator dan juga

dokter anestesiologi.Keperawatan anestesiologi merupakan salah satu

program studi dalam rumpun ilmu kesehatan.Antara perawat anestesi

dan penata anestesi memiliki peranan yang berbeda dalam

implementasinya.

Menurut dr.Dyah Novita Anggraini yang dilansir

klikdokter.com, seorang Certified Registered Nurse Anesthetists


(CRNA) mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Pra operasi : Memastikan dengan benar identitas pasien yang akan

dibius, mengidentifikasi riwayat alergi dan penyakit lainnya. 

2. Intra Operasi : Perawat anastesi bertanggung jawab terhadap

manajemen pasien, alat-alat serta obat yang digunakan saat operasi.

3. Post Operasi : Memantau kondisi pasien sampai pasien sadar secara

penuh. 

Perawat memiliki kewewenangan untuk melakukan praktik keperawatan

berupa Asuhan Keperawatan.Sedangkan penata anestesi merupakan jenis tenaga

kesehatan yakni keteknisian medis yang dalam praktiknya melakukan pelayanan

asuhan kepenataan anestesi. (https://mediaperawat.id/apa-perbedaan-perawat-

anestesi-penata-anestesi/)

IPAI lahir dari cikal bakal Ikatan Alumni Akademi Anestesi (Iklum

Aknes), karena ada perubahan kurikulum menjadi Akademi Keperawatan

Anestesi (Akpernes) sehingga lulusan Akpernes tidak terakomodir. Maka, sejak

1 Oktober 1986 Iklum Aknes berubah menjadi organisasi Ikatan Perawat

Anestesi Indonesia (IPAI) dan diakui dibawah payung PPNI sebagai organisasi

sayap.

Selanjutnya IPAI kembali berubah, sebagai dampak lahirnya UU Tenaga

Kesehatan No. 36 Tahun 2014, dimana perawat anestesi bukan lagi termasuk

rumpun Keperawatan, tapi berada dibawah Keteknisian Medis.Hal ini diatur

pada BAB 3, pasal 11.Sebagai bentuk respon, kata Perawat diganti menjadi

Penata, lengkapnya menjadi Ikatan Penata Anestesi Indonesia. Artinya, Perawat

Anestesi, telah meninggalkan profesinya sebagai Perawat dan menjadi Penata.


Tidak lagi dibawah kendali PPNI.

Di rumah sakit, Perawat atau Penata Anestesi sebetulnya memikirkan

bagaimana mereka bisa bekerja dengan aman, nyaman dan makmur tanpa

gangguan. Mereka inginkan bisa bekerja terlindungi dari resiko tuntutan, terkait

tugasnya nan penuh tantangan menyelamatkan nyawa. Bila digiring ke politik

praktis organisasi, lalu kisruh dan perang opini, kapan hal aman dan makmur itu

diperjuangkan

Perawat/ Penata yang dinas di instalasi bedah sentral kebingungan, bila

memilih IPAI maka ia akan dibawah Keteknisan Medis. Sedangkan bagi Penata

yang berijazah Aknes, tapi bagaimana dengan yang berijazah Akpernes plus S1

Keperawatan + Ners. Bila disuruh memilih salah satu, jelas mereka akan "mati"

kebingungan, mau di keperawatan apa di Keteknisan medis

Bila dihitung dari segi kepangkatan PNS, tentunya mereka yang tamatan

Akpernes plus ijazah Ners cendrung akan memilih di bawah kendali bidang

Keperawatan. Mengingat kesinambungan kepangkatan dan gelar terakhir yang

melekat di awal namanya.Sementara yang D 3, berpotensi memilih di bawah

Keteknisan medis dan berasosiasi ke IPAI. Artinya, dalam satu ruangan akan ada

2 kubu yang mengerjakan sesuatu tindakan sama persis.

D. Jalan Keluar Dari Permasalahan

Pandangan penulis, apapun alasannya, 2 kubu organisasi yang

berseberangan antara IPAI dan PPNI (pembentuk HIPANI) sebaiknya

Islah. Duduk bersama, buang egosentrisme, lepaskan segala saling

klaim kehebatan demi kesatuan profesi nan tangguh. Sebab, yang

merasakan dampak dari pertikaian ini adalah "rumput akar" pelaksana


dilapangan. Yang biasanya hangat, akan saling terpecah dalam

melaksanakan profesionalisme pelayanan. Langkah konsolidasi belum

terlambat, meskipun UU Tenaga Kesehatan No. 36 Tahun 2014 yang

memposisikan Penata bukanlah bagian dari Keperawatan akan bisa

diperbaiki. Dasar "blunder" terbelah perawat anestesi berawal dari UU

tersebut.

Untuk mengatasi perseteruan yang terjadi antara IPAI dan

HIPANI alangkah baiknya kedua organiasi ini sering mengadakan

pertemuan untuk mengadakan pembahasan dalam menentukan batasan-

batasan yang memperjelas fungsi dan tujuan organisasi mereka serta

menentukan tupoksi dari setiap anggota baik itu penata anastesi

maupun perawat anastesi.Kegiatan pendidikan berhubungan dengan

peningkatan pengetahuan dan pemahaman atas lingkungan secara

menyeluruh, sedangkan pelatihan merupakan suatu usaha peningkatan

pengetahuan dan keahlian seseorang untuk mengerjakan suatu

pekerjaan tertentu.

Dengan adanya pendidikan dan pelatihan keperawatan yang

biasa dilaksanakan salah satunya sebagai sarana untuk mendapatkan

tenaga perawat yang berkualitas dan berkompeten, sehingga perlu

mendapatkan dukungan dari pihak yang terkait.Dari berbagai

pelaksananaan Diklat yang berlangsung selama ini, kemungkinan

persamaan persepsi yang menjadi panduan belum terlaksana dengan

baik.

Diharapkan jika sudah terbentuk tupoksi antara penata anastesi


dan perawat anastesi maka kedua organisasi ini menyamakan persepsi

dalam kontek pelaksanaan pelatihan perawat anestesi.Dalam perspektif

PPNI sesuai dengan UU No 38 tahun 2014 bahwa perawat mempunyai

tugas utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan pada semua

pelayanan.Kami berpikir setiap unit pelayanan itu pasti membutuhkan

asuhan keperawatan, makanya adanya perawat termasuk di area

anestesi maupu dalam pelaksanaan sebagai penata anastesi.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yang menitikberatkan

kepada upaya meningkatkan penyembuhan dan pemulihan kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu, termasuk di dalamnya upaya untuk meningkatkan mutu

Tenaga Kesehatan yang telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Salah satu jenis pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan adalah

tindakan operatif.Tindakan operatif sangat kompleks karena membutuhkan

keterlibatan berbagai jenis tenaga kesehatan, termasuk tenaga kesehatan yang

memberikan Pelayanan Anestesi.Pelayanan Anestesi merupakan salah satu

pelayanan yang sangat vital pada tindakan operatif.

Di rumah sakit, Perawat atau Penata Anestesi sebetulnya memikirkan

bagaimana mereka bisa bekerja dengan aman, nyaman dan makmur tanpa

gangguan. Mereka inginkan bisa bekerja terlindungi dari resiko tuntutan, terkait

tugasnya nan penuh tantangan menyelamatkan nyawa. Bila digiring ke politik

praktis organisasi, lalu kisruh dan perang opini, kapan hal aman dan makmur itu

diperjuangkan

Untuk mengatasi perseteruan yang terjadi antara IPAI dan

HIPANI alangkah baiknya kedua organiasi ini sering mengadakan

pertemuan untuk mengadakan pembahasan dalam menentukan batasan-

batasan yang memperjelas fungsi dan tujuan organisasi mereka serta

menentukan tupoksi dari setiap anggota baik itu penata anastesi

maupun perawat anastesi.Kegiatan pendidikan berhubungan dengan

peningkatan pengetahuan dan pemahaman atas lingkungan secara


menyeluruh, sedangkan pelatihan merupakan suatu usaha peningkatan

pengetahuan dan keahlian seseorang untuk mengerjakan suatu

pekerjaan tertentu.

B. Saran

Diharapkan untuk organisasi IPAI dan HIPANI lebih bisa mengedepankan

kepentingan anggota dengan tidak memberatkan dengan adanya peselisihan.

Sehingga Perawat/ Penata yang dinas di instalasi bedah sentraltidak kebingungan,

untuk memilih IPAI maupun HIPANI. Bila disuruh memilih salah satu, jelas mereka

akan "mati" kebingungan, mau di keperawatan apa di Keteknisan medis

DAFTAR PUSTAKA
Media perawat , “apa perbedaan perawat anastesi dan peata anastesi” di akses pada
web : https://mediaperawat.id/apa-perbedaan-perawat-anestesi-penata-anestesi/
tanggal 25 Oktober 2022
IPAI, “Himpunan Penata Anastesi Indonesia : diakses pada web:
http://www.ikatanpenata
anestesiindonesia.org/index.php/public/about/information-history/tanggal 25
Oktober 2022
HIPANI , diakses pada web : https://www.hipani.id/tentang-hipanitanggal 25 Oktober
2022
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Tentang : STandar Profesi Penata
Anastesi Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai