Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

“Hubungan Keeratan Pemberian Cairan RL terhadap Mual Muntah Post Operasi


Seksio Sesarea dengan Spinal Anestesi di RS Ngawi”

Dosen Pengampu :

Heri Puspito, S.Kep.,Ns., M.K.M

Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kesehatan

Disusun Oleh :

APRILIA RIZKIANA

1811604065

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2021
PROPOSAL PENELITIAN

“Hubungan Pemberian Cairan RL terhadap Mual Muntah Post Operasi Seksio Sesarea
dengan Spinal Anestesi di RS Ngawi”

Dosen Pengampu :

Heri Puspito, S.Kep.,Ns., M.K.M

Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kesehatan

Disusun Oleh :

APRILIA RIZKIANA

1811604065

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2021

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zaman yang serba modern seperti ini dimana ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang secara cepat terutama dalam bidang kesehatan, hal ini membuat pelayanan
kesehatan semakin maju dan berkembang. Hal tersebut sejalan dengan tuntutan
masyarakat yang dimana mereka menginginkan pelayanan yang berkualitas.
Pembedahan merupakan prosedur pengobatan yang menggunakan cara invasif
melalui sayatan untuk membuka atau melihat suatu bagian tubuh seseorang. Pasca
operasi merupakan masa penyembuhan setelah dilakukannya operasi yang dimulai saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir hingga evaluasi berikutnya.
Sedangkan tindakan operasi merupakan usaha untuk menghilangkan rasa nyeri, suhu,
posisi yang meliputi pra, intra dan post anestesi. (Arisdiani, Triana, Asyrofi, 2019)
Salah satu tindakan pembedahan yaitu melakukan tindakan operasi sesar pada ibu
hamil. Perempuan diseluruh dunia pasti menginginkan persalinan yang lancar tanpa
adanya hambatan apapun, namun tidak dapat dipungkiri juga terdapat beberapa penyebab
yang dapat terjadi selama masa kehamilan yang membuat persalinan dilakukan melalui
proses pembedahan atau seksio sesarea. Hal ini merupakan cara satu-satunya yang dapat
diambil jika tidak dapat melakukan persalinan normal. (Arisdiani, Triana, Asyrofi, 2019)
Operasi caesar telah menjadi bagian dari budaya manusia sejak zaman kuno, tetapi di
masa lalu, operasi caesar selalu dilihat sebagai upaya terakhir untuk menyelamatkan bayi
daripada menyelamatkan nyawa ibu. Baru pada abad kesembilan belas para pekerja
medis mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa operasi caesar dapat digunakan
untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Semakin lama, semakin sering operasi caesar
dilakukan dan semakin tinggi tingkat keberhasilannya, meski masih dipandang sebagai
upaya terakhir. (Katmono, Arijulman, Fachrudin, 2019)
Angka persalinan dengan metode caesar telah meningkat di seluruh dunia dan
melebihi kisaran 10%-15% yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) dalam upaya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Amerika Latin dan
kawasan Karibia memberikan kontribusi tertinggi angka persalinan sesar sebesar
(40,5%), diikuti oleh Eropa (25%), Asia (19,2%) dan Afrika (7,3%)2. Di Indonesia,
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi persalinan sesar
pada persalinan 17,6 persen, tertinggi di wilayah DKI Jakarta (31,3%) dan terendah di
Papua (6,7%). (Sulistianingsih & Bantas, 2019)
1
Anestesi spinal atau sering disebut juga subaracnoid blok (SAB) adalah salah satu
teknik dari anestesi regional, yang dimana dilakukan penyuntikan di ruang subaracnoid
untuk mendapatkan analgesik karena menghilangkan nyeri pada bagian tubuh umumnya
dari pusar hingga ujung kaki, teknik ini memungkinkan untuk pasien tetap tersadar.
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sering digunakan pada
operasi seksio sesaria, selain karena teknik yang sederhana, juga memiliki kualitas blok
yang kuat walaupun dengan volume dan dosis yang kecil, efek samping yang minimal
jika dibandingkan dengan anestesi umum, tetapi anestesi spinal ini tetap memiliki efek
samping antara lain hipotensi, mual muntah (PONV), shivering, bradikardi dan lain-lain.
Kejadian mual muntah sering terjadi tiga kali lipat dialami perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Mual muntah post anstesi biasa nya meliputi tiga tanda gejala umum
yaitu mual, muntah dan retaching, yang dimana terjadi secara terpisah atau kombinasi
setelah pembedahan. (Arif, Syarif, Setiawan, 2019)
Di Amerika Serikat Lebih dari 40 juta pasien menjalani operasi per tahun dan pasien
yang ada di seluruh dunia lebih dari 100 juta dengan sekitar 30% pasien mengalami mual
dan muntah pasca operasi (PONV). Sedangkan kejadian di Indonesia sendiri, terdapat 30
% kejadian PONV dari 230 juta operasi besar dengan insiden 69 juta atau 80% orang
pada kelompok yang beresiko tinggi yang dilakukan setiap tahunnya di setiap wilayah.
Dalam hal itu, sekitar 1% nya terpaksa dilakukan rawat inap semalam guna penangan
PONV yang lebih lanjut. Pada pasien anak-anak, yaitu usia lebih dari 3 tahun dapat
mencapai 40% insiden dan memiliki masa puncaknya yaitu saat usia pubertas. Dalam 2
jam pertama di PACU (Post Anesthesia Care Unit), kejadian mual mencapai 20% pasien
dan muntah pada 5% pasien. Selama 2 sampai 24 jam, kejadian mual dan muntah terjadi
masing-masing pada 50% dan 25%. (Fitria, 2020)
Komplikasi yang paling umum terjadi adalah setelah dilakukan operasi dengan
anestesi dalam 24 jam pertama pasca operasi. Pasien yang menjalani operasi dilaporkan
memiliki 25-30% mengalami PONV. Insiden PONV dilaporkan bervariasi menurut factor
penyebabnya. Insiden PONV di beberapa rumah sakit di Indonesia dilaporkan mencapai
27,08%5 dan 31%. (Hendro et al., 2018)
Penentuan risiko tinggi kejadian PONV ditentukan oleh skor faktor risiko PONV.
Beberapa sistem penilaian telah diperkenalkan untuk memprediksi PONV dalam waktu
24 jam setelah operasi. Sampai saat ini belum ada sistem skor prediksi PONV yang
dijadikan sebagai baku emas berdasarkan akurasinya. Skor paling sederhana adalah skor
Apfel, terdiri dari 4 faktor risiko yaitu jenis kelamin perempuan, tidak merokok, riwayat
PONV atau morning sickness sebelumnya, dan penggunaan opioid pascaoperasi. Masing-
2
masing faktor risiko ini meningkatkan kejadian PONV sebesar 20%. Skor Apfel
dilaporkan memiliki kemampuan diskriminatif yang lebih tinggi dibandingkan skor
lainnya dalam memprediksi kejadian PONV. Dalam Pedoman American Society of
Perianesthesia Nurses (ASPAN's) untuk Pencegahan dan/atau Manajemen PONV, skor
Apfel digunakan untuk menilai kelas pasien berdasarkan risiko PONV. (Hendro et al.,
2018)
Mual dan muntah ada yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Pada kasus
mual muntah dalam jangka pendek biasanya tidak terdapat efek samping yang serius
terhadap pasien. Namun jika kasus tersebut sudah termasuk jangka panjang atau terjadi
dalam waktu yang lama, biasanya memiliki efek samping yang serius, contohnya pasien
akan dehidrasi, yang dimana menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuhnya.
Hal ini tentunya dapat membahayakan pasien, muntahan yang dikeluarkan melalui mulut
dapat merusak email dan gusi pada gigi karena muntahan tersebut mengandung enzim
pencernaan yang bersifat asam. Efek mual muntah post operasi seksio sesaria juga dapat
menyebabkan nyeri hebat di daerah jahitan pasca pembedahan, hal tersebut terjadi karena
tarikan yang disebabkan refleksi dari parasimatis yang menyebabkan muntah. (David,
2016)
Mual adalah sensasi subjektif dari tanda muntah, dengan tidak adanya gerakan otot
untuk muntah, bila menjadi berat, berhubungan dengan peningkatan air liur, gangguan
vasomotor, dan berkeringat. Menurut penelitian yang dilakukan di RSUD Tjitrowardoyo
Purwerejo dalam satu bulan memiliki 150 kasus. Dengan rata rata kasus regional yang
ada di Rumah Sakit tersebut terdapat 145 kasus. Untuk tindakan seksio sesaria terdapat
80 pasien. Dan kejadian PONV hampir sering terjadi pada post anestesi spinal, dengan
jumlah kurang lebih 50 pasien dari 150 pasien dengan regional anestesi. Menurut data
yang diperoleh perempuan dengan rentan usia 20 sampai 55 tahun yang sering
mengalami mual muntah dan masih belum ada SOP yang mengatur penatalaksanaan
khusus pada pasien yang mengalami mual muntah post operasi. (S. Bakhri, 2015)
Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Wonosari, jumlah pasien yang menjalani
operasi elektif pada November-Desember 2018 sebanyak 500 pasien, dengan rata-rata
250 operasi elektif per bulan. Dari hasil observasi dan wawancara, PONV lebih sering
terjadi pada pasien spinal dibandingkan dengan anestesi umum di ruang pemulihan.
Dalam sebulan, sekitar 15-20% pasien yang menjalani operasi di RS IBS Wonosari
mengalami PONV. Di IBS RSUD Wonosari sudah memiliki standar prosedur operasi pra
anestesi terkait pemasangan jalur IV dan pemberian cairan, namun pemberian terapi

3
cairan yang lebih spesifik belum menjadi prosedur tertulis. (Isnaeni, Ana Pertiwi, And
Iriantom, 2018)
Mual dan muntah pasca operasi masih menjadi masalah yang sering terjadi pada
pasien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal. Penyebab mual dan muntah pada
anestesi spinal adalah: 1) penurunan tekanan darah / hipotensi yang merupakan penyebab
terbesar. 2) Hipoksia, merupakan penyebab terbesar kedua setelah hipotensi yang dapat
diobati secara efektif dengan terapi oksigen. 3) Kecemasan atau faktor psikologis yang
dapat diatasi dengan menjelaskan prosedur yang baik atau pemberian obat penenang. 4)
Memberikan obat yang termasuk golongan narkotika (opioid) sebagai premedikasi. 5)
Adanya peningkatan aktivitas parasimpatis yang disebabkan oleh blok spinal akan
mempengaruhi kontol parasimpatis gastrointentinal. 6) Traksi refleks dan manipulasi
usus oleh operator. Mual muntah yang terjadi selama operasi dapat menyebabkan hasil
operasi yang kurang dan juga dapat meningkatkan risiko aspirasi. Rata-rata gejala ini
sering terjadi akibat dari anestesi spinal dan angka kejadiannya kurang lebih hampir 25%.
Penyebabnya bermacam-macam, tetapi sebagian penyebab utama adalah hipotensi, yang
dapat dicegahdengan pemberian vasopresor atau preload cairan.
Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya mual muntah yaitu muntah dapat
menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit, stres jahitan bedah, dan kemungkinan
dehidrasi, hipertensi, peningkatan perdarahan di bawah flap kulit, peningkatan risiko
aspirasi paru akibat penurunan refleks saluran napas, dan ulserasi mukosa lambung. Mual
dan muntah dapat meningkatkan morbiditas, lama rawat dan merupakan salah satu
penyebab pengobatan bedah rawat jalan, sehingga meningkatkan biaya, menyebabkan
stres pada pasien dan mengurangi kenyamanan. Kebanyakan pasien menganggap keluhan
mual dan muntah lebih mengganggu daripada operasi itu sendiri.
Dalam survei pra operasi, pasien menempatkan emesis atau muntah sebagai kondisi
yang paling tidak diinginkan dan mual adalah kondisi yang paling tidak diinginkan
keempat dari sepuluh hasil pasca operasi negatif, dengan nyeri menjadi yang ketiga
dalam penelitian ini. Karena pasien menganggap PONV sebagai kondisi yang sangat
tidak diinginkan, disarankan untuk melakukan penatalaksanaan PONV, serta
penatalaksanaan nyeri. Dalam penelitian lain, rata-rata pasien bersedia membayar $ 56
atau setara dengan kurang lebih 800 ribu untuk menghindari muntah, dan jumlah yang
dibayarkan meningkat pada pasien yang sebelumnya mengalami PONV. (Teshome et al.,
2020)
Penanganan yang dilakukan untuk mengurangi mual dan muntah dapat dilakukan
dengan menggunakan dua metode yaitu farmakologis atau non farmakologis. Terapi
4
farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian antagonis 5-HT3, antihistamin,
antagonis dopamin, dan antikolinergik. Namun penatalaksanaan menggunakan metode
farmakologi lebih banyak memiliki efek samping yang bisa terjadi. Sedangkan
penatalaksanaan non farmakologis lebih meminimalisir terjadinya efek samping yang
dapat ditimbulkan, terapi yang banyak dilakukan yaitu diantaranya akupuntur, pemberian
aromaterapi peppermint, memenuhi status hidrasi dengan pemberian cairan pra operasi
dan lainnya. Kepatuhan pasien dalam mengikuti semua peraturan dan saran dari tim
medis yang bertugas pun juga sangat membantu mengatasi atau menekan angka kejadian
mual muntah post operasi.(Teshome et al., 2020)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka saya tertarik untuk meneliti bagaimana
“Hubungan Pemberian Cairan RL untuk Mengurangi Mual Muntah Post Operasi Seksio
Sesarea dengan Spinal Anestesi. Untuk itu dilakukan penelitian dengan pemberian terapi
cairan preoperatif pada pasien yang akan menjalani seksio sesaria untuk mencegah
kejadian mual muntah post anestesi spinal. Yang dimana hal tersebut diharapkan dapat
membantu menekan kejadian mual muntah post operasi terutama pada post operasi seksio
sesaria.

B. Rumusan Masalah
Adakah “Hubungan Pemberian Cairan RL terhadap Mual Muntah Post Operasi Seksio
Sesarea dengan Spinal Anestesi di RS Ngawi”.
C. Tujuan
A. Tujuan Umum :
Mengetahui keeratan dari Pemberian Cairan RL terhadap Mual Muntah Post
Operasi Seksio Sesarea dengan Spinal Anestesi di RS Ngawi.
B. Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui resiko mual muntah “Hubungan Keeratan Pemberian Cairan
RL terhadap Mual Muntah Post Operasi Seksio Sesarea dengan Spinal Anestesi
di RS Ngawi”
2. Untuk mengetahui karakteristik responden “Hubungan Keeratan Pemberian
Cairan RL terhadap Mual Muntah Post Operasi Seksio Sesarea dengan Spinal
Anestesi di RS Ngawi”

D. Manfaat penelitian
A. Bagi Rumah Sakit Tempat Penelitian
1. Direksi Rumah Sakit
5
Sebagai dasar untuk meningkatkan pelayanan mutu dan mutu profesionalisme
dalam bidang anestesi. Dan sebagai bahan masukan untuk mempergunakan
teknik pemberian preload cairan RL sebagai terapi alternatif nonfarmakologi
untuk mencegah mual muntah post operasi SC dengan spinal anestesi.
2. Penata Anestesi

Memberikan data dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan ilmu


keperawatan anestesi dalam memberikan asuhan keperawatan pasca anestesi
yang berkaitan dengan pemberian preload cairan RL untuk mencegah mual
muntah post operasi SC dengan spinal anestesi.

B. Bagi Institusi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta


Sebagai bahan masukan dalam proses belajar mengajar dan tambahan referensi
ilmiah di perpustakaan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini sebagai terapi nonfarmakologi mencakup bidang
keperawatan anestesi pada pasien seksio sesaria dengan spinal anestesi diruang persiapan
dan ruang pemulihan pasca operasi di RS.

F. Keaslian Penelitian
Table Keaslian Penelitian

Nama dan Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil


Andi Ade Wijaya, “Efektivitas Data disajikan Pemberian cairan praoperatif
Bona A. Fithrah, Pemberian Cairan dalam bentuk Ringer laktat 2
Arif H. M. Praoperatif tekstular dan juga mL/kgBB/jam puasa
Marsaban, Ringer Laktat 2 tubular. Untuk menurunkan insidensi mual
Jefferson Hidayat mL/kgBB/jam data saat 1 jam pascaoperasi
Puasa untuk nonparametrik (19,6%vs39,2%), namun
Tahun : (Wijaya et Mencegah Mual dilakukan analisis tidak menunjukkan
al., 2014) Muntah statistika kemaknaan insidensi muntah
Pascaoperasi” mempergunakan baik 1 (satu) jam maupun 24
uji chi-kuadrat jam pascaoperasi. Risiko
atau uji yang relatif untuk terjadinya mual
sesuai dengan muntah pascaoperasi adalah
6
mengunakan 0,52 (0,28– 0,97) kali pada
statistical product pasien yang diberikan cairan
and servise praoperatif Ringer laktat bila
solution (SPSS) dibandingkan dengan pasien
ver. 15. Perbedaan yang tidak mendapatkan
bermakna jika cairan praoperatif.
p<0,05.
Triana Arisdiani, “Gambaran Mual Penelitian ini Hasil penelitian terkait mual,
Ahmad Asyrofi Muntah Dan Stres peneliti muntah dan stres yang
Pada Pasien Post menggunakan dialami responden
Operasi” metode penelitian menunjukkan sebagian besar
kuantitatif dengan merasakan mual selama 2-4
menggunakan jam dalam 12 jam terakhir.
desain penelitian Sebagian besar responden
deskriptif survei. yang mengalami muntah
Penelitian keluar sebanyak <100 cc
deskriptif adalah dalam 12 jam terakhir.
suatu metode
penelitian yang
dilakukan dengan
tujuan utama
untuk membuat
gambaran atau
deskripsi tentang
suatu keadaan
secara obyektif.
Sedangkan
metode survei
yaitu suatu cara
penelitian
deskriptif yang
dilakukan
terhadap
sekumpulan
obyek yang
7
biasanya cukup
banyak dalam
jangka waktu
tertentu.
Diriba Teshome, “Preoperative Klinis Operasi Pemberian cairan IV
Efrem Fenta, prevention and pengelolaan pra operasi adalah cara yang
Sleshi Hailu postoperative PONV sederhana, tidak memakan
management of berdasarkan bukti waktu, dan efektif untuk
Tahun : (Teshome nausea and yang tersedia.  mengurangi kejadian PONV.
et al., 2020) vomiting in Metode: Item Hidrasi pasien sebelum
resource limited Pelaporan Pilihan operasi yang baik untuk
setting: A untuk Tinjauan menjaga nor- movolemia
systematic review Sistematis dan memiliki efek yang besar
and guideline” protokol Analisis pada penurunan PONV
Meta digunakan sehingga terhindar dari efek
untuk melakukan samping obat antiemetik
penelitian ini. yang digunakan untuk
PubMed, mencegah dan mengelola
perpustakaan PONV. Saat ini, banyak hasil
Cochrane, dan RCT membuktikan
mesin pencari penggunaan hidrasi pra
Google Cendekia operasi atau pemberian 1000
digunakan untuk ml cairan kristaloid sebelum
menemukan bukti dimulainya operasi telah
yang membantu menurunkan kejadian PONV
menarik dan komplikasi yang terkait.
rekomendasi dan
kesimpulan.

Berdasarkan jurnal diatas perbedaan antara peneliti sebelumnya dengan yang akan
saya teliti yaitu dari jurnal pertama membahas bagaimana efektivitas pemberian cairan
praoperatif ringer laktat 2 ml/kgbb/jam puasa untuk mencegah mual muntah pascaoperasi,
dengan hasil nya bahwa pemberian cairan praoperatif ringer laktat 2 ml/kgbb/jam puasa untuk
mencegah mual muntah pascaoperasi tidak memiliki kemaknaan, namun terdapat perbedaan
nya yaitu pemberian cairan praoperatif cenderung memiliki efek mual muntah lebih rendah

8
dari pada tidak diberikannya cairan praoperatif. Perbedaan dengan yang saya teliti adalah
pada penilitian ini masih dalam tahap general, sedangkan saya hanya mengkhususkan untuk
kasus pada pasien post operasi SC saja. Dan pada penelitian tersebut merupakan penelitian
eksperimental, sedangkan penelitian saya lebih kearah observasi. Pada jurnal kedua dengan
judul gambaran mual muntah dan stres pada pasien post operasi. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang saya buat yaitu terletak pada variabelnya, penelitian ini memiliki
beberapa variable diantara nya yaitu berpendidikan SD, usia responden 47 tahun, tidak pernah
merokok, memiliki riwayat mual muntah post operasi, berjenis kelamin laki-laki, pekerjaan
wiraswasta, jenis operasi yang dijalani responden sebagian besar sedang, dan penggunaan
antiemetic yang didapatkan adalah indeks terapi dosis tinggi. Sedangkan penelitian saya
hanya terdapat dua variable yaitu pemberian cairan rl pada pasien SC dan presentase dari
mual muntah. Kemudian pada jurnal yang ketiga dengan judul preoperative prevention and
postoperative management of nausea and vomiting in resource limited setting: a systematic
review and guideline yang membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian saya yaitu
penelitian ini termasuk sistemtik review sedangkan penilitan saya adalah eksperimental.
Berdasarkan pencarian peneliti dalam penelitian tentang Hubungan Keeratan
Pemberian Cairan RL Untuk Mengurangi Mual Muntah Post Operasi Seksio Sesarea Dengan
Spinal Anestesi. Judul peneliti ini belum diangkat sebagai penelitian, namun pernah di teliti
oleh peneliti lain dengan variable dan tempat yang berbeda seperti yang telah tertera diatas.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Seksio Sesarea
1.1 Pengertian Seksio Sesarea
Istilah seksio sesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang artinya
“memotong”. Pengertian ini dapat dijumpai dalam hukum roma yaitu lex regia
atau lex caesarea yang merupakan hukum yang menjelaskan bahwa prosedur
tersebut dilakukan di akhir kehamilan pada seorang wanita yang dalam
keadaan sekarat demi menyelamatkan calon bayinya. Secara definisi seksio
sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi melalui insisi abdominal
(laparotomi) dan dinding uterus (histereotomi). Definisi ini tidak mencakup
pengeluaran janin pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan
abdomen12. Bedah sesar merupakan suatu proses insisi dinding abdomen dan
uterus untuk mengeluarkan janin. Seksio sesarea adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Terdapat
beberapa cara seksio sesarea yang dikenal saat ini, yaitu (Husodo, 2002 dalam
Almira, 2020) :
a. Seksio sesarea transperitonealis profunda
b. Seksio sesarea klasik/ korporal
c. Seksio sesarea ekstraperitoneal
d. Seksio sesarea dengan teknik histerektomi
Teknik yang saat ini lebih sering digunakan adalah teknik seksio
sesarea transperitoneal profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
Keunggulan teknik seksio sesarea transperitoneal profunda antara lain
(Husodo, 2002 dalam Almira, 2020) :
a. Perdarahan akibat luka insisi tidak begitu banyak 6
b. Bahaya peritonitis tidak teralalu besar
c. Parut pada uterus umunya kuat, sehingga bahaya rupture uteri di masa
mendatang tidak besqr karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak
mengalami kontraksi yang kuat seperti korpus uteri. Hal ini menyebabkan
luka dapat sembuh lebih sempurna.

10
1.2 Indikasi
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Perdarahan ante partum
5) Disproporsi janin dan panggul
6) Bakat rupture uteri
7) Preeklampsia/ hipertensi
b. indikasi Janin
1. Kelainan letak
 Letak lintang
 Letak sungsang
 Letak dahi dan letak muka dengan dagu di belakang
 Presentasi ganda
 Kelainan letak pada gemili anak pertama
2. Gawat janin

c. Indikasi waktu/ profilaksis


1) Partus lama
2) Partus macet/ tidak maju
3) Kontra indikasi
4) Infeksi intra uterin
5) Janin mati
6) Syok/ anemia berat yang belum diatasi
7) Kelahiran kongenital berat

1.3 Komplikasi seksio sesarea


Walaupun saat ini seksio sesarea sudah jauh lebih aman daripada
dahulu, namun perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa risiko komplikasi
seksio sesarea yang dapat terjadi pada ibu dan janin. Faktor-faktor yang
mempengarui morbiditas dan mortalitas pembedahan antara lain kelainan atau
gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan, dan lamanya

11
persalinan berlangsung. Beberapa komplikasi yang dapat timbul antara lain
sebagai berikut (Almira, 2020) :
a. Infeksi puerperal
Infeksi puerperal yang terjadi bisa bersifat ringan , seperti kenaikan
suhu selama beberapa hari dalam masa nifas. Komplikasi yang terjadi
juga bisa bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis, dan sebagainya.
Infeksi pasca operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
terdapat gejala-gejala infeksi intrapartum, atau ada faktor-faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan tersebut. Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika namun tidak dapat
dihilangkan sama sekali.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri uterina ikut terbuka, atau karena terjadinya atonia uteri.
c. Suatu komplikasi yang baru tampak pada kemudian hari
Komplikasi jenis ini yaitu kemugkinan terjadinya rupture uteri pada
masa kehamilan yang selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh kurang
kuatnya parut pada dinding uterus. Komplikasi ini lebih sering
ditemukan setelah dilakukan metode seksio sesarea klasik
d. Komplikasi pada anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan seksio sesarea banyak tergantung
dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan seksio sesarea.
Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan
intra natal yang baik, kematian perinatal pasca seksio sesarea berkisar
antara 4% dan 7%.

B. Spinal Anestesi
1. Pengertian Spinal Anestesi
Anestesi spinal atau sering disebut juga subaracnoid blok (SAB) adalah
salah satu teknik dari anestesi regional, yang dimana dilakukan penyuntikan di
ruang subaracnoid di bagian vertebra lumbalis 2-3, lumbalis 3-4, lumbalis 4-5
menggunakan teknik (midline/median atau paramedian) dengan jarum yang
sangat kecilyang bertujuan untuk mendapatkan analgesik karena
menghilangkan nyeri pada bagian tubuh umumnya dari pusar hingga ujung

12
kaki, teknik ini memungkinkan untuk pasien tetap tersadar. (Poltekkes & Teori,
2019)
Vertebral/tulang belakang terdiri dari tulang belakang dan cakram
intervertebralis. Ada 7 vertebra serviks (C), 12 toraks (T), dan 5 vertebra
lumbar (L). Sakrum adalah perpaduan dari 5 sakral (S). Gangguan transmisi
otonom eferen di akar saraf tulang belakang selama blok neuraksial
menghasilkan blok simpatis. Aliran keluar simpatis dari medula spinalis dapat
digambarkan sebagai thoracolumbar, sedangkan serat aliran keluar
parasimpatis keluar dari medula spinalis dengan saraf spinal dari T1-L2 dan
dapat menghubungkan level simpatis atas atau bawah sebelum bersinaps
dengan sel postganglionik di ganglion simpatis. Sebaliknya, serat praganglion
parasimpatis keluar dari sumsum tulang belakang dengan saraf kranial dan
sakral. Anestesi neuraksial tidak memblokir saraf vagus (sepuluh saraf kranial).
Respon fisiologis terhadap blokade neuraksial. Oleh karena itu akibat dari
penurunan tonus simpatis dan/atau tonus parasimpatis kontra. (Morgan, 2013
dalam Almira, 2020).

2. Indikasi
Tindakan pembedahan yang melibatkan tubuh bagian bawah seperti tungkai
bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga bisa digunakan pada bedah
urologi, bedah rectum, bedah endoskopi, perbaikan fraktur tulang pinggul, bedah
obstetric dan ginekologi. (Almira, 2020)

3. Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan
tekanan intrakranial. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi neuropati, prior
spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi golongan
OAINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil. (Majid, 2011
dalam Almira, 2020).

4. Komplikasi Spinal Anestesi


1) Hipotensi dapat terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi
blok maka semakin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dengan pemberian
infus cairan kristaloid (NaCl, Ringer Laktat).
13
2) Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau hipotensi
berat dan iskemia medulla.
3) Hipotermia dapat terjadi karena pasien dehidrasi atau juga karena hipotensi.
4) Mual muntah dapat terjadi akibat pemakaian obat narkotik, hipotensi, hipoksia.
5) Gangguan sirkulasi, respirasi.

5. Keuntungan
Keuntungan dari spinal anestesi yaitu memiliki onset yang cepat sehingga
waktu untuk dilakukannya pembedahan atau insisi lebih cepat dibandingkan
dengan anestesi epidural, mengurangi resiko kematian pada ibu, ketinggian blok
yang memungkinkan untuk relaksasi otot selama prosedur dan toksisitas anestesi
local karena komplikasi neuroaksial. Dosis yang digunakan dalam anestesi spinal
cenderung minimal dan relatif tidak ada penyerapan sistemik yang cukup dari
cairan cerebrospinal (CSF). (Almira, 2020)

C. Post Operative Nausea Vomitting (PONV)


1. Pengertian
PONV adalah mual dan atau muntah yang terjadi 24 jam pertama setelah
pembedahan. PONV terdiri dari 3 gejala utama yang dapat timbul segera atau
setealah operasi. Nausea atau mual adalah sensasi subyektif akan keinginan untuk
muntah tanpa gerakan ekspulsif otot, jika berat akan berhubungan dengan
peningkatan sekresi kelenjar ludah, gangguan vasomotor dan berkeringat.
Vomitting atau muntah adalah keluarnya isi lambung melalui mulut (Miller, 2010
dalam Almira, 2020). Menurut Asosiasi Perawat Pasca Anestesi Amerika/ ASPAN
(2016) PONV dibedakan menjadi 3 yaitu:
1) Mual
a. Sensasi subjektif dibelakang tenggorok atau epigastrium
b. Aktivitas kortikal sadar
c. Kesadaran akan kebutuhan untuk muntah
d. Tidak ada gerakan otot ekspulsif
e. Mungkin tidak berujung pada muntah
2) Retching
a. Upaya akan terjadinya muntah
b. Tidak produktif
c. Meliputi sesak nafas dan gagging
14
d. Muntah dan retching adalah gabungan dari episode emesis.
3) Muntah
a. Pengeluaran isi lambung melalui organ mulut atau hidung
b. Reflek yang dikendalikan oleh batang otak
c. Mungkin atau tidak mungkin didahului mual
d. Gerakan otot terkoordinasi
e. Terkait dengan perubahan fisiologis; peningkatan denyut jantung,
peningkatan frekuensi nafas, berkeringat

2. Patofisiologi Mual Muntah Pasca Operasi


Vomiting/muntah adalah keluarnya isi gastrointestinal melalui mulut. Retching
adalah kontraksi otot respirasi (diafragma, dada, dinding abdomen) yang
spasmodik dan ritmik disertai dengan terdorongnya lambung dan esofagus tanpa
disertai dengan keluarnya isi respon pasien yang dapat dilihat, sedangkan mual
lebih bersifat subyektif dan merupakan sensasi tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kecenderungan untuk muntah. Muntah tidak sama dengan
refluk atau gastrointestinal. Muntah dan retching adalah regurgitasi yang terjadi
secara pasif akibat relaksasi sfingter esofagus pada pasien koma atau pada infant
(Miller, 2010 dalam Almira, 2020).
Pada sistem saraf pusat, terdapat tiga struktur yang dianggap sebagai pusat
koordinasi refleks muntah, yaitu chemoreceptor trigger zone (CTZ), pusat muntah,
dan nukleus traktus solitarius. Ketiga struktur tersebut terletak pada daerah batang
otak dan ada dua daerah anatomis di medula yang berperan dalam refleks muntah,
yaitu CTZ dan central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada
dasar ujung kaudal ventrikel IV di luar sawar darah otak (Fitrah, 2014 dalam
Almira, 2020).
Reseptor di daerah ini diaktifkan oleh zat-zat proemetik di dalam sirkulasi
darah atau di cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid, CSF). Sinyal eferen dari
CTZ dikirim ke CVC dan selanjutnya melalui nervus vagus sebagai jalur eferen
dari senyawa neuroaktif, terjadilah serangkaian reaksi simpatis parasimpatis yang
diakhiri dengan refleks muntah. CVC terletak dekat nukleus traktus solitarius dan
di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ (Fitrah, 2014 dalam
Almira, 2020).
Chemoreceptor trigger zone mengandung reseptor-reseptor untuk bermacam
macam senyawa neuroaktif yang dapat menyebabkan refleks muntah. Rangsang
15
refleks muntah berasal dari gastrointestinal, vestibulo-okular, aferen kortikal yang
lebih tinggi yang menuju CVC, kemudian dimulai gejala nausea, retching, serta
ekspulsi isi lambung atau muntah (Fitrah, 2014 dalam Almira, 2020).

3. Penyebab Mual dan Muntah Pasca Operasi


Secara umum muntah diakibatkan oleh pusat muntah medulla oblongata dan
berlangsung menurut beberapa mekanisme yaitu secara langsung kesaluran cerna
dan secara tidak langsung melalui CTZ (Guyton, 2007 dalam Almira, 2020).
1) Akibat rangsangan langsung dari saluran cerna (Makoreseptor) Bila peristaltik
dan perlintasan lambung terjadi masalah maka akan terjadi mual, apabila
gangguan tersebut makin lama makin hebat maka pusat muntah akan
dirangsang melalui saraf vagus sehingga dapat mengakibatkan muntah, hal ini
dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus dan lambung, termasuk
dalam hal ini distensi lambung merupakan faktor yang berperan penting.
2) Secara tidak langsung melalui CTZ (kemoreseptor) Chemoreseptor Trigger
Zone (CTZ) memiliki banyak reseptor yang berdekatan dengan pusat muntah,
dengan bantuan neurotransmitter dopamine CTZ menerima isyaratisyarat
mengenai kehadiran zat-zat kimia asing di dalam sirkulasi kemudian
rangsangan tersebut diteruskan ke medulla oblongata sebagai pusat muntah.

4. Klasifikasi Terjadinya PONV


Menurut Asosiasi Perawat Pasca Anestesi Amerika/ ASPAN (2016)
berdasarkan waktu timbulnya PONV digolongkan sebagai berikut:
1) Early PONV Adalah mual dan atau muntah pasca operasi yang timbul pada 2-6
jam setelah pembedahan, biasanya terjadi pada fase I PACU (Post Anesthesia
Care Unit).
2) Late PONV Adalah mual dan muntah pasca operasi yang timbul pada 6-24 jam
setelah pembedahan, biasanya terjadi di ruang pemulihan atau ruang perawatan
paska bedah.
3) Delayed PONV Adalah mual dan muntah yang timbul setelah 24 jam paska
pembedahan.

5. Faktor Resiko PONV

16
Faktor resiko terkait PONV dibagi menjadi 4 faktor antara lain faktor pasien,
operasi, farmakologi dan faktor lain (Tinsley dan Barone, 2012; Doubbravska, et al,
2010).
1) Faktor – faktor pasien
a. Umur : insidensi mual dan muntah pasca operasi 5% pada bayi, 25% pada
usia dibawah 5 tahun, 42-51% pada umur 6-16 tahun dan 14-40% pada
dewasa.
b. Jenis Kelamin : wanita dewasa akan mengalami mual dan muntah pasca
operasi 2-4 kali lebih mungkin dibandingkan laki-laki, kemungkinan
karena hormon perempuan.
c. Obesitas : BMI > 30 dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah
terjadi mual dan muntah pasca operasi baik karena adipos yang berlebihan
sehingga penyimpanan obat-obat anestesi atau produksi estrogen yang
berlebihan oleh jaringan adipos.
d. Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin
terkena mual dan muntah pasca operasi. Bukan perokok : pada perokok
resiko mengalami PONV jelas lebih rendah bila dibandingkan non-
perokok, hal ini disebabkan karena bahan kimia dalam asap rokok
meingkatkan metabolisme beberapa obat yang digunakan dalam anestesi
untuk mengurangi resiko PONV.
e. Lama operasi : Pembedahan lebih dari 1 jam akan meningkatkan resiko
terjadinya PONV karena masa kerja dari obat anestesi yang punya efek
menekan mual muntah sudah hampir habis, kemudian semakin banyak
komplikasi dan manipulasi pembedahan dilakukan.

2) Faktor Pembedahan
a. Kejadian mual dan muntah juga berhubungan dengan tingginya insiden dan
keparahan mual dan muntah pasca operasi. Seperti pada laparaskopi, bedah
payudara, laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik, bedah THT, bedah
ginekologi.
b. Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko mual dan muntah
pasca operasi meningkat sampai 60%).

3) Faktor Anestesi

17
a. Kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan masker
bisa menyebabkan muntah
b. Perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang vestibular
c. Obat-obat anestesi : Opioid adalah obat penting yang berhubungan dengan
mual dan muntah pasca operasi.
d. Agen anestesi inhalasi : Eter dan cyclopropane menyebabkan insiden mual
dan muntah pasca operasi yang tinggi karena katekolamin. Pada
sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian
mual dan muntah pasca operasi yang lebih rendah. N2O mempunyai
peranan yang dalam terjadinya mual dan muntah pasca operasi karena dapat
mengaktifkan sistim vestibular dan meningkatkan pemasukan ke pusat
muntah (Gilman, 2012).

4) Faktor Pasca Anestesi


Nyeri pasca operasi seperti viseral dan nyeri pelvis dapat menyebabkan PONV.
Nyeri dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung yang dapat
menyebabkan mual setelah pembedahan.

5) Penilaian respon PONV


Menurut (Gordon, 2003 dalam Rahmat, 2017), respon mual dan muntah pasca
operasi dapat dinilai dengan sistim skoring, yaitu :
Skor 0 : Bila responden tidak merasa mual dan muntah
Skor 1 : Bila responden merasa mual saja
Skor 2 : Bila responden mengalami retching/ muntah
Skor 3 : Bila responden mengalami mual ≥ 30 menit dan muntah ≥ 2 kali.

D. Tinjauan Islam
Menurut Muhammad Shalih Munajjid, terkait operasi tanpa indikasi medis, banyak
dokter yang sangat mudah memberikan rekomendasi kepada ibu hamil yang akan
melahirkan untuk menjalani operasi caesar. Alasan perolehan ini termasuk
keserakahan akan properti, atau pasien tidak sabar menjalani proses persalinan alami
(normal). Begitu juga dengan beberapa wanita yang sengaja memilih operasi ini untuk
menjaga kecantikan tubuhnya atau untuk menghindari rasa sakit. Tidak diragukan lagi,
sikap ini menyia-nyiakan banyak pahala. (Katmono, Arijulman, Fachrudin, 2019)

18
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimullahpernah ditanya: “Syaikh yang
mulia, Allah Subhanahu waTa’alaberfirman dalam Surat Abasa:
“Kemudian Dia memudahkan jalannya.”(Q.S. ‘Abasa [80]: 20)
Berdasarkan uraian di atas, melihat bahwa seorang wanita boleh saja melakukan
tindakan atau memilih operasi caesar untuk melahirkan, namun dengan syarat keadaan
darurat atau berdasarkan indikasi medis dari dokter yang terpercaya. Indikasi medis
yang dimaksud diperoleh dengan berkonsultasi dengan dokter kandungan.
faktor atau indikasi yang menjadi sebab dilaksanakannya operasi caesar ada dua
yaitu indikasi medis dan non medis. Faktor medis, yaitu terjadinya operasi caesar yang
pada dasarnya bukan karena ada niat atau keinginan dari pasien. Tetapi memang murni
karena adanya gangguan atau kondisi yang tidak normal. Faktor non medis, yaitu
terjadinya operasi caesar atas keinginan dari pasien atau pihak keluarga (suami),
karena alasan-alasan tertentu. pada masalah operasi caesar, dalam Islam dibolehkan
melakukan operasi caesar hanya dengan indikasi medis, karena bertujuan untuk
menghilangkan mudharat yang ditimbulkan. Adapun pada rekayassa operasi caesar
yang tanpa adanya indikasi medis, maka jelas Islam mengharamkan, karena hal ini
tidak selaras dengan ketentuan syariat. Karena besarnya bahaya atau dampak negatif
yang akan muncul baik kepada ibu atau bayi yang dilahirkannya ketika melakukan
rekayasa operasi caesar tanpa indikasi medis. (Katmono, Arijulman, Fachrudin, 2019)

E. Kerangka Teori

Perspektif Hukum Islam Pembedahan seksio sesaria

Pemberian Cairan RL
Spinal Anestesia

Pasca Operasi

PONV Faktor-Faktor
terjadinya PONV

Terapi Farmakologis Terapi Non


Farmakologis
19
20
BAB III

METODE PENELITAIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan desain
penelitian observasi. Penelitian observasi merupakan metode pengumpulan data
dengan cara mengamati atau meninjau secara cermat dan langsung di lokasi penelitian
untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau membuktikan kebenaran dari sebuah
desain penelitian yang sedang dilakukan. Metode pengambilan sampel menggunakan
metode purposive sampel dimana peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria
yang diinginkannya, dalam penelitian ini sampel yang diambil yaitu semua pasien
seksio sesaria post spinal anestesi.
Pendekatan yang digunakan yaitu cross sectional yang menekankan pada waktu
pengukuran atau observasi data variable independent dan variable dependen hanya
satu kali pengamatan pada suatu saat.

B. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini ada 2 variabel, yaitu :
1. Variabel bebas : Pemberian cairan RL
2. Variabel terikat : Presentase mual muntah
3. Variabel pengganggu :
Variable Pengganggu tersebut adalah :
1. Pemberian obat opioid pascaoperasi
2. Pasien yang memiliki riwayat merokok
3. Riwayat PONV/montion sickness sebelumnya
4. Lama operasi

21
C.Hubungan Antar Variabel
Variabel Bebas Variabel Terikat

Pemberian Cairan RL Presentase Mual


Muntah

Variabel Pengganggu

1. Pemberian obat opioid pascaoperasi


2. Pasien yang memiliki riwayat merokok
3. Riwayat PONV/montion sickness sebelumnya
4. Lama operasi
Gambar 2 : Hubungan Antar Variabel

: Di Teliti

: Tidak Diteliti

: Di Teliti
: Tidak Diteliti

Mual muntah pada pasien post anestesi spinal dipengaruhi oleh beberapa factor
antara lain pemberian cairan RL, pemberian obat opioid pascaoperasi, pasien yang
memiliki riwayat merokok, riwayat PONV/montion sickness dan puasa < 6 jam. Salah
satu yang sangat berpengaruh yaitu pemberian cairan RL.

D.Definisi Operasional
1. Pemberian cairan RL merupakan salah satu pendekatan non farmakologi untuk
mengatasi mual muntah dengan mencukupi status hidrasinya. Skala data yang
digunakan adalah nominal. Dengan pemberian cairan RL 2 mL/kgBB/jam puasa
untuk mencegah mual muntah pascaoperasi.

22
2. Presentase mual muntah merupakan keadaan pasien pasca operasi yang dapat
diukur dengan skor Apfel. Sakala data yang digunakan adalah ordinal. Presentase
mual muntah dikategorikan :
Pasien post operasi : 1 jam pertama
Pasien post operasi : 6 jam pasca operasi
Pasien post operasi : 24 jam pasca operasi

E.Populasi dan Sampel


1. Populasi
Penelitian ini populasinya adalah semua pasien yang menjalani operasi seksio
sesaria dengan anestesi spinal di RS Ngawi sebanyak 30 orang.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Metode yang digunakan adalah purposive sampling, sehingga Teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan semua anggota populasi yaitu sebanyak
30 orang.

3. Kriteria Inklusi
a. Pasien yang menjalani operasi seksio sesaria dengan anestesi spinal
b. Bersedia menjadi responden
c. Pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit

F.Etika Penelitian
Dalam penelitian ini etika penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti adalah :
1. Informed concent
Informent consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden.
2. Anomity (tanpa nama)
Yaitu memberikan jaminan kepada responden dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan
23
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya.

G.Alat dan Metode Pengumpulan Data


1. Alat atau instrument Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengambilan data presentase mual muntah
menggunakan skor Apfel. Skor Apfel merupakan salah satu prediktor PONV yang
objektif dan paling sederhana. (Hendro et al., 2018)
Variabel yang dinilai adalah skor Apfel yang didapat dari hasil pengukuran
empat faktor resiko pada setiap sampel, yaitu penggunaan opioid pascaoperasi,
pasien yang memiliki riwayat merokok, riwayat PONV/ motion sickness
sebelumnya dan lama operasi. Setiap faktor risiko mendapat skor 1 jika ditemukan
pada sampel sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 4. Varibel kejadian PONV
dinilai dengan menggunakan grade. Grade 1 adalah subjek penelitian yang
mengalami mual, tetapi tidak muntah, sedangkan grade 2 adalah subjek penelitian
yang mengalami mual dan muntah. Grade 1 dan 2 digolongkan mengalami PONV
dan grade 0 adalah tidak mengalami PONV. Kejadian PONV didapat dari hasil
wawancara kepada pasien atau perawat dalam 24 jam setelah operasi.

2. Metode Pengelolaan dan Analisa Data


PONV pada tiap kelompok skor Apfel dihitung dan dianalisis dengan uji chisquare,
penilaian nilai area under the curve (AUC), sensitivitas, serta spesifisitas. Data yang
didapat diolah menggunakan program statistical product and servise solution
(SPSS) versi 25.0 for windows.

24
DAFTAR PUSTAKA

Almira, D. (2020). PREVALENSI KEJADIAN POST OPERATIVE NAUSEA AND


VOMITING (PONV) PADA PASIEN SECTIO CAESAREA YANG MENGGUNAKAN
ANESTESI SPINAL DI RSIA SITTI KHADIJAH 1 PERIODE JANUARI 2020. 36.

Arif, syarif, Setiawan, I. et al. (2019). Jurnal Anestesiologi Indonesia Volume VII, Nomor 2,
Tahun 2015 1. VII.

Arisdiani, Triana, Asyrofi, A. (2019). Gambaran Mual Muntah dan Stres pada Pasien Post
Operasi. Community of Publishing in Nursing, 7(3), 8.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/view/55791

David. (2016). Universitas Sumatera Utara. Kedokteran, 63.

Fitria. (2020). efektifitas Ginger aromatherapy dengan relaksasi autogenik terhadap


penurunan mual muntah pasien poscaoperasi dengan general anestesi di rumah sakit Dr.
H. Abdul moeloek pada tahun 2020. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.

Hendro, R. T., Pradian, E., & Indriasari, I. (2018). Penggunaan Skor Apfel Sebagai Prediktor
Kejadian Mual dan Muntah Pascaoperasi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal
Anestesi Perioperatif, 6(2), 89–97. https://doi.org/10.15851/jap.v6n2.1425

Isnaeni, Ana Pertiwi, And Iriantom, A. and A. (2018). Poltekkes Kemenkes Yogyakarta | 9.
Jurnal Kesehatan, 6(6), 9–33. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1134/4/4. Chapter 2.pdf

Katmono, Arijulman, Fachrudin, F. (2019). Analisis Rekayasa Kelahiran Melalui Operasi


Caesar Dalam Perspektif Hukum Islam. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 13.

Poltekkes, & Teori, A. T. (2019). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1.


Kesiapan menghadapi. 27.

S. Bakhri. (2015). hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian mual muntah post
spinal anestesi di RSUD Dr. Tjitrowardoyo Purworejo. Nhk 技研, 151(1), 10–17.

Sulistianingsih, A. R., & Bantas, K. (2019). PELUANG MENGGUNAKAN METODE SESAR


PADA PERSALINAN DI INDONESIA ( ANALISIS DATA SDKI TAHUN 2017 ). 9(2),
125–133. https://doi.org/10.22435/kespro.v9i2.2046.125-133

25
Teshome, D., Fenta, E., & Hailu, S. (2020). Preoperative prevention and postoperative
management of nausea and vomiting in resource limited setting: A systematic review and
guideline. International Journal of Surgery Open, 27, 10–17.
https://doi.org/10.1016/j.ijso.2020.10.002

Wijaya, A. A., Fithrah, B. A., Marsaban, A. H. M., & Hidayat, J. (2014). Efektivitas
Pemberian Cairan Praoperatif Ringer Laktat 2 mL/kgBB/jam Puasa untuk Mencegah
Mual Muntah Pascaoperasi. Jurnal Anestesi Perioperatif, 2(3), 200–207.
https://doi.org/10.15851/jap.v2n3.332

26

Anda mungkin juga menyukai