Anda di halaman 1dari 85

NASKAH AKADEMIK

DOKTER SPESIALIS
KEDOKTERAN KELUARGA

The Family Medicine Specialists – Menginduk pada organisasi internasional:

1. WONCA Asia-Pacific Association of Family Doctors


2. WONCA World Association of Family Doctors

Diajukan kepada:

Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI)

Oleh:

Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia (KKKI)


Kolegium Dokter Indonesia (KDI)

Desember 2012

1 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Kata Pengantar

Jakarta, 26 Desember 2012

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya maka kami telah

menyelesaikan draf yang pertama Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia untuk

diajukan kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI). Naskah Akedemik ini kami tulis

dengan penuh rasa terima kasih berkat kerjasama dan kolaborasi yang baik antar institusi perguruan

tinggi – fakultas kedokteran se Indonesia, yang telah menyelanggarakan pertemuan nasional dengan

fasilitasi dari Health Professional Education Quality project (HPEQ) – Primary Health Care (PHC) di

Makassar, pada tanggal 19 November 2012.

Pertemuan tersebut merupakan pertemuan ke-lima dari serangkaian workshop-workshop yang

diselenggarakan oleh Konsorsium Kedokteran Indonesia bekerja sama dengan Kolegium Dokter

Indonesia untuk menggagas pentingnya meningkatkan kualitas Dokter Umum (Dokter Layanan

Primer Dasar) yang telah ada di Indonesia; sejumlah kurang lebih 80.000 orang, menjadi setara

kualitasnya dengan Spesialis Kedokteran Keluarga (Dokter Layanan Primer Paripurna) atas

rekomendasi dari WHO, 2003 dan WHO 2012.

Spesialis Kedokteran Keluarga merupakan ujung tombak layanan primer yang seharusnya mampu

menyelesaikan target-target Millenium Development Goals (MDGs) untuk Indonesia, bekerja sama

dengan berbagai dokter layanan sekunder, tersier, maupun berbagai profesi kesehatan yang lain.

Usulan kami dalam naskah akademik ini telah sesuai dengan perkembangan Profesi Dokter Umum

menjadi Spesialis Umum atau Spesialis Kedokteran Keluarga yang juga telah terjadi evolusi selama

beberapa dekade di Negara Inggris Raya maupun Di Amerika Serikat sejak tahun 1950 sampai

dengan berdirinya spesialisasi umum di tahun 1970 an. Saat ini perkembangan Kedokteran Keluarga

2 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
telah mencapai berbagai belahan dunia yang lain, termasuk negara-negara di Asia Tenggara seperti

Singapore, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Perkembangan Kedokteran Keluarga di

Indonesia sendiri sebenarnya telah terjadi sejak tahun 1980 an, namun baru saat ini kami mampu

menyusun sebuah naskah akademik Spesialis Kedokteran Keluarga berkat kerja sama yang baik antar

berbagai pihak.

Harapan kami, dengan adanya Spesialis Kedokteran Keluarga, Indonesia akan mendapat manfaat

sebesar-besarnya, terutama demi tercapainya target MDGs di daerah-daerah urban maupun rural di

Indonesia tercinta. Dokter Keluarga yang sebenar-benarnya adalah Spesialis Kedokteran Keluarga

yang berkualitas, yang telah mendapat pendidikan formal setara dengan dokter-dokter spesialis yang

lain. Upaya Komprehensif dan Kontinuitas oleh Dokter Keluarga, merupakan ujung tombak layanan

kesehatan di Indonesia, bagi seluruh lapisan masyarakat.

Besar harapan kami untuk dapat segera dimulainya pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga

di Fakultas Kedokteran di Indonesia, demi segera terpenuhinya akses Layanan Primer Paripurna bagi

seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya Sistem Jaminan Sosial Semesta 2014, maka jelas bahwa

Indonesia juga akan memerlukan Dokter Keluarga yang berkualitas.

Terima kasih atas perhatian yang diberikan,

Hormat kami, Mengetahui,

KetuaKonsorsium Kedokteran keluarga Indonesia Ketua Kolegium Dokter Indonesia

Prof. Dr. dr. Adi Heru Sutomo, MSc, DSLHTMNutr Prof. Dr. dr. Irawan Yusuf

3 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Ucapan Terima Kasih

Penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan kepada:

Seluruh Dokter Layanan Primer yang berada di garis depan pelayanan kesehatan primer di

kota-kota besar, di daerah terpencil, di perbatasan Republik Indonesia yang tetap setia

melayanani masyarakat Indonesia dalam keadaan sehat maupun sakit dan mendampingi

mereka di setiap saat memerlukan konsultasi kesehatan dan terus berupaya menekan indeks

MDGs di Indonesia melalui pelayanan kesehatan primer yang paripurna.

Terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ketua Mejelis Kolegium Kedokteran Indonesia: Professor Erol

2. Ketua Kolegium Dokter Indonesia: Prof Irawan Yusuf

3. Kolegium-Kolegium Spesialis di Indonesia

4. Ketua dan Sekretaris Eksekutif HPEQ DIKTI – Kemnedikbud Jakarta 2012-2014: Dr.

Illah Sillah dan Dr Asitawati

5. IDI Pusat: Dr. Abraham

6. Pakar Kedokteran Keluarga dari WONCA Asia Pasifik, AAFP-Amerika , WONCA

Eropa dan WONCA Dunia: Prof. Zorayda Leopando, Prof. Mark Alan Graber, Prof.

Job Metsemakers dan Prof. Michael Kidd

7. LSM SHEEP Indonesia: Bp Andreas Subiyakto dan Tomothius Aprianto

8. Ketua PDKI Pusat Jakarta: Dr. Sugito Wonodirekso

9. Seluruh Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kedokteran di Indonesia

4 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
10. Seluruh pemangku kepentingan layanan kesehatan primer bagi seluruh masyarakat

Indonesia secara merata

11. Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia: Prof. Adi Heru Sutomo, Dr Armyn

Nurdin, Dr. Gatot Lawrence, Dr. Oryzati Hilma Agrimon, Dr Dhanasari Vidiawati,

Dr. Isti Ilmiati Fujiati, Dr. Nita Arisanti, Dr Putu Surasa, Dr. Jack Roebiyoso, Dr.

Fitriana Murriya Ekawati, Dr. Wahyudi Istiono, Prof. Anies, Dr. Mora Claramita

Yang telah membantu memberikan umpan balik yang membangun dan ikut menyusun

Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia.

“Ilmu Amaliyah – Amal yang Ilmiah”

Pengembangan ilmu tanpa di implementasikan pada masyarakat luas tidak akan

bermanfaat, sementara memberi amal pada orang banyak akan kurang bermanfaat

kalau tanpa ilmu. Kiranya moto tersebut menggambarkan semangat kami dalam

mengembangkan Kedokteran Keluarga demi manfaat Layanan Kesehatan primer bagi

seluruh Masyarakat Indonesia.

5 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Bab 1
Latar Belakang

1.1 Sejarah Pengembangan Dokter Keluarga di Indonesia

Seringkali tidak disadari, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang luas dan

beragam. Keadaan geografis yang terdiri dari lebih 13 ribu pulau, keberagaman keadaan,

infrastruktur baik kesehatan maupun non-kesehatan, distribusi dokter yang tidak merata, serta

bervariasi kualitas pelayanan dokternya, maka pelayanan kesehatan primer (primary health

care) memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap derajat kesehatan nasional. Dokter yang

bekerja pada pelayanan kesehatan primer haruslah seorang primary care health provider

yang handal dan profesional.

Gagasan mengenai Dokter Keluarga di Indonesia mulai muncul sesudah staf pengajar dari

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Pencegahan (yang saat ini disebut

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

(FKUI) Jakarta berpartisipasi di International Conference of Family Medicine di Philipina

tahun 1978, Tahun 1979 dibentuklah “Kelompok Studi Dokter Keluarga Indonesia” dan

terbitlah buku Bunga Rampai Dokter Keluarga Indonesia dan pembelajaran mengenai

kedokteran keluarga mulai dilaksanakan di FKUI. Sejak peristiwa tersebut diatas, maka

upaya-upaya kearah pengembangan Dokter Keluarga di Indonesia terus dilakukan dengan

perkembangan sebagai berikut:

6 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
a. Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI) yang terbentuk pada tahun 1983 yang

kemudian berubah menjadi Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)pada

tahun 1997 setelah diakui oleh Ikatan Dokter Indonesia pada Muktamar ke ….

sebagai perhimpunan profesi dan bukan lagi perhimpunan seminat.

b. Pada tahun 1990 tersusun program pembelajaran post graduate Paket A, B, C, D

atas kerjasama Departemen Kesehatan RI (Direktorat Jenderal Bina Upaya

Kesehatan Masyarakat), dengan PDKI dan FKUI, yang kemudian diujicobakan

serta dilaksanakan di berbagai tempat di Indonesia.

c. Pada tahun 1995-2002 diselelnggarakan berbagai TOT dan pelatihan paket

A,B,C,D di berbagai tempat dengan penyelenggara tripartied, yaitu FKsetempat,

PDKI cabang dan Dinas Kesehatan setempat, dengan narasumber bervariasi dari

PDKI pusat dengan narasumber setempat.

d. Pada tahun 1998 dimulainya program Magister Dokter Keluarga di FK

Universitas nasional 11 Maret, pada saat ini 500 lulusan telah bekerja tersebar

diseluruh Indonesia

e. Pada tahun 2001 diselenggarakan lokakarya nasional yang dihadiri oleh Dekan

dan Ketua Bagian IKK atau IKM-IKP seluruh Indonesia, pada saat itu berjumlah

38 fakultas kedokteran dan sepakat bahwa materi kedokteran keluarga harus

masuk dalam kurikulum pemndidikan dokter

f. Pada tahun 2003 diselenggarakan kegiatan pemutihan untuk menjadi pakar

kedokteran keluarga dengan maksud mendorong pembelajaran kedokteran

keluarga pada institusi pendidikan dokter. Sejumlah 20 fakultas kedokteran yang

7 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
berminat dalam pembelajaran kedokteran keluarga memiliki Pakar Kedokteran

Keluarga sejumlah 2-5 orang tiap Fakultas.

g. Pada tahun 2003 diselenggarakan lokakarya nasional sebagai kelanjutan pada

tahun 2001 dengan hasil kesepakatan materi kedokteran keluarga pada tahap

preklinik dan tahap klinik,

h. Pada tahun 2004 diselenggarakan lokakarya nasional yang ketiga dan

menyepakati kepaniteraan kedokteran keluarga pada 3 FK yang pada saat itu

presentasi untuk dijadikan contoh.

i. Pada tahun 2004 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Kurikulum

Berbasis Kompetensi Program Studi Dokter yang bertujuan meluluskan dokter

primer dengan pendekatan kedokteran keluarga

j. Pada tahun 2006 dibentuk Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia

(KIKK) dan menghasilkanStandar Profesi Dokter Keluarga, Standar Kompetensi

Dokter Keluarga, Standar Pelayanan Dokter Keluarga oleh PDKI atas pembiayaan

proyek HWS IDI dan arahan Ketua PB IDI

k. Pada tahun 2006 Konsil Kedokteran Indonesia mengeluarkan Standar Kompetensi

Dokter Indonesia dengan menyebutkan karekteristik lulusan pada pendahuluan

buku standara, sama dengan karakteristik dokter keluarga yang terdapat pada buku

Standar Profesi Dokter Keluarga

l. Pada tahun 2007 KIKK bergabung dengan Kolegium Dokter Indonesia (KDI)

menjadi Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia (KDDKI) atas arahan

Ketua PB IDI yang menganjurkan agar profesi di tingkat primer sebaiknya

8 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
menjadi satu, dengan ketua kelompok kerja penyatuan adalah Dr. Tom Suryadi

Dari FK Trisakti sebagai perwakilan KDI.

m. Pada tahun 2008, IDI mencanangkan dimulainya program konversi Dokter

Keluarga yang dikelola oleh PDKI, dan pada saat dihentikan oleh PB IDI pada

tahun 2011, telah dikonversi 1734 dokter praktik umum menjadi dokter keluarga.

n. Pada tahun 2012, FKUI dan FKUNHAS memulai program diploma post graduate

o. Pada tahun 2012, Konsorsium Dokter Keluarga Indonesia yang didukung project

Health Professional Education Quality (HPEQ-2012-2014) dibentuk dalam rangka

memperkuat kualitas dan kuantitas staf pengajar Kedokteran Keluarga baik dalam

program undergraduate maupun post graduate.

Mengapa dokter yang telah lulus dari fakultas kedokteran dan bekerja di lahan pelayanan

tingkat primer masih perlu pelatihan dan pendidikan lanjutan?

Pendidikan dokter yang berlangsung selama 5-7 tahun, baik kurikulum berbasis konten

maupun kurikulum berbasis kompetensi, tidak memiliki cukup waktu untuk melatih

mahasiswanya menjadi mahir pada seluruh ketrampilan yang dibutuhkan di primer.

Dokter yang bekerja sebagai dokter praktik umum dengan benar selama beberapa tahun

dilayanan kesehatan primer, dan ditambah dengan penyegaran pengetahuan terkini serta

pelatihan ketrampilan mutakhir, merupakan dokter praktik umum yang berpengalaman.

Dokter praktik umum yang berpengalaman, sekaligus melaksanakan praktiknya secara

menyeluruh, paripurna, bersinambung, tidak memilih jenis pasien, dapat diaudit dan

dipertanggungjawabkan, serupa dengan gambaran seorang dokter keluarga. Oleh karena itu,

pada tahun 2008, setelah Standar Profesi, Standar Kompetensi dan Standar Pelayanan Dokter

Keluarga dikukuhkan, PB IDI melalui Proyek HWS-IDI, menyelenggarakan program

9 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
konversi Dokter Keluarga yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi dokter-dokter praktik

umum di Indonesia yang selama ini sebetulnya berpraktik sebagai Dokter Keluarga.

Program konversi Dokter Keluarga yang dikelola oleh PDKI dan peserta konversi yang lulus

dilantik oleh Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga sejak 2008 hingga akhir 2011

adalah 1734 orang dokter. Walaupun sedianya program konversi diselenggarakan hingga

akhir tahun 2012, namun program dihentikan oleh PB IDI pada tahun 2011dengan alasan

menyalahi undang-undang.

Menyadari bahwa program studi dokter yang singkat, baik kurikulum berbasis konten

maupun kurikulum berbaasis kompetensi, tidak memungkinkan lulusan fakultas kedokteran

telah mahir untuk menjadi dokter layanan primer yang berkualitas, maka Kolegium Ilmu

Kedokteran Keluarga menyusun Standar Pelatihan Dokter Keluarga dan Standar

Penyelenggara Pelatihan Dokter Keluarga Indonesia untuk dapat dilaksanakan di seluruh

Indonesia oleh tripartied.

Namun dengan adanya beberapa pertemuan nasional dari berbagai instittusi pendidikan

dokter bersama-sama dengan PDKI, maka diperlukan adanya Konsorsium Dokter Keluarga

Indonesia yang beranggotakan institusi-institusi pendidikan yang bersatu menyamakan suara

untuk memajukan Dokter Keluarga di Indonesia. Konsorsium Dokter Keluarga Indonesia

diawali pada tanggal 16 April dengan pertemuan konsultatif di Hotel Bidakara-Jakarta,

dengan Pembina dan ketua PB PDKI yang dihadiri juga oleh Prof. Job Metsemakers, dari

Maastrich University-Belanda yang merupakan Secretary General WONCA-Europe Region,

sebagai pengamat. Pertemuan nasional pertama pada tanggal 14-15 Juli 2012 di hotel

Swissbell inn-Makassaryang menghasilkan rekomendasi pembentukan Konsorsium Dokter

Keluarga Indonesia. Pertemuan nasional kedua pada tanggal …… di Hotel Centruy,

menghasilkan pendirian Konsorsium dan pembacaan deklarasi yang disaksikan juga oleh

10 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Prof.Zorayda Leopando, mantan Ketua WONCA-Asia Pacific regional sebagai pengamat dan

penasihat. Serta pertemuan nasional ketiga pada tanggal …… untuk membicarakan langkah

Kosnsorsium berikutnya. Pertemuan-pertemuan nasional merupakan bagian dari projek

Health Professional Education Quality Primary Health Care (HPEQ-PHC) 2012.

1.2 Permasalahan Layanan Kesehatan Primer dan Pendidikan Layanan Primer di

Indonesia

Landasan munculnya gagasan tentang perlunya “Spesialis Kedokteran Keluarga“

disebabkan adanya berbagai macam faktor, diantaranya adalah :

1. Permasalahan memburuknya pelayanan kesehatan di Indonesia:

1.1 Akses ke layanan kesehatan primer yang kurang merata bagi seluruh rakyat

Indonesia (Alma Ata – WHO, 1978)

1.2 Banyaknya rujukan untuk kasus-kasus layanan primer yang sebenarnya tidak

perlu dirujuk ke layanan sekunder/ tersier sehingga rumah sakit menjadi

Puskesmas Raksasa (Green et al. 2004, Depkes, 2009) – Figur 1

1.3 Kemampuan tenaga medis di area pre-service layanan primer yang kurang

berpusat pada pasien – sebagai salah satu prinsip kedokteran keluarga

(Claramita et al. 2011)

11 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Figur 1. Lebih dari 85% masalah kesehatan dapat ditangani di layanan primer

2. Permasalahan penurunan kualitas tenaga medis di tingkat layanan primer:

2.1 Kekurangan informasi ilmiah dan publikasi ilmiah di bidang layanan primer

2.2 Kekurangan pendidikan dokter tingkat lanjut – formal - di area layanan primer di

Indonesia (Figur 2a)

2.3 Belum adanya unit/ bagian/ department “Layanan Primer” atau “Kedokteran

Keluarga” yang dikembangkan secara formal di setiap fakultas kedokteran di

Indonesia

2.4 Uji Kompetensi Dokter menggunakan cara Computer Based Test dan OSCE.

Keduanya menilai Kognitif dan Demonstrasi Keterampilan Klinik = Kompetensi

= Kemampuan Layanan Primer Dasar

12 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
2.5 UKDI BELUM MENJAMIN bahwa kompetensi mampu dilakukan secara rutin,

dengan variasi kasus yang luas dan penanganan secara mandiri (MAHIR)(Figur

2b)

Figur 2a. Puzzle yang hilang dari pendidikan lanjutan formal dokter layanan primer dibanding
pendidikan lanjutan formal dokter spesialis di rumah sakit

Figur 2b. Dokter Umum Lulusan Uji Kompetensi Dokter Indonesia

• Level DOES pada Piramida Miller belum ada untuk area Pelayanan Kesehatan

Primer (untuk > 80% kasus)

• Level DOES pada Piramida Miller sudah ada untuk Spesialis Rumah Sakit (untuk <

20 % kasus)

13 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
3. Permasalahan – permasalahan kependudukan yang semakin kompleks yang

berakibat pada status kesehatan di Indonesia : (Figur 3)

3.1 Angka kelahiran yang tinggi dan tendensi untuk menjadi tidak terkontrol

3.2 Jumlah pengangguran yang tinggi dan tendensi untuk meningkat

3.3 Agenda Indeks MDGs yang belum terselesaikan misanya penyakit infeksi TB/ HIV

dan malaria

3.4 Penyakit infeksi baru misalnya DBD, HIV AIDS, Avian Flu, dsb.

3.5 Penyakit kronik degenerasi seperti DM dan Hipertensi yang memiliki tendensi

untuk tindak terkontrol

3.6 Angka kematian Ibu akibat persalinan yang seharusnya dapat dicegah seandainya

Dokter Layanan Primer mendapat tugas untuk melakukan ANC yg baik dan

dlengkapi dengan sarana penunjang diagnosis dini seperti USG.

3.7 Angka kematian anak yang tetap tinggi pun antara lain disebabkan terbengkalainya

pelayanan kesehatan tingkat primer. Tidak mungkin menurunkan angka kematisn

neonatal dan balita jika hanya menggantungkan kepsda layanan canggih RS. Yang

paling efektif dan efisien tentunya memberdayakan DLP untuk meningkatkan

kesehatan ibu hamil sehingga dapat menurunkan insidens BBLR.

14 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Figur 3. Target Millennium Development Goals untuk Indonesia 2012

4. Permasalahan pembiayaan kesehatan yang belum merata:

4.1 Service-cost di tingkat pelayanan primer yang masih dirasakan mahal oleh

masyarakat, sehingga belum seluruh masyarakat terjamin pelayanan kesehatannya

4.2 Service-cost di tingkat pelayanan primer yang belum menjangkau 5 level

pencegahan (Promosi, Deteksi Dini, Prevensi terhadap Komplikasi dan

Rehabilitasi) dan masih menitikberatkan pada ketika sesudah sakit / kurasi saja,

sehingga biaya kesehatan terhitung mahal karena selalu mengobati pada saat sudah

sakit.

1.3. Dukungan HPEQ-Project DIKTI – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

terhadap Pelayanan Kesehatan Primer dan Pendidikan Lanjutan Dokter

Keluarga

Adapun hasil dari lima kali pertemuan nasional dengan dukungan fasilitas dari HPEQ-

Project DIKTI – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sbb:

15 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Pertemuan 1 HPEQ-PHC Santika Yogyakarta 1 September 2012:

Membahas tentang dasar-dasar Pelayanan dan Pendidikan Kesehatan Primer yaitu:

Kebutuhan Masyarakat

• Bahwa > 80 % masalah kesehatan dapat ditanggulangi di Pelayanan Kesehatan

Primer

• Hanya < 20 % kasus perlu dilayani di Rumah Sakit

• Maka Kebutuhan AHLI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER adalah NYATA

Tabel 1. Perbandingan Status Kesehatan Negara-Negara ASEAN

ASEAN Life Expectancy, Infant Mortality Maternal


Countries Both-sexes (years) Rate Mortality
Rate

Brunei 76 6 37
Singapore 81 2 16
Malaysia 72 5 42
Thailand 70 9 47
Philippines 71 21 84
Indonesia 68 30 229
Vietnam 72 11 64
Laos 61 49 339
Cambodia 61 50 266
Myanmar 56 42 219
Sumber: Chongsuvivatwong et al 2011. Health and health-care`systems in South East Asia: Diversity and transitions.
The Lancet,377,429-37

Pertemuan 2 HPEQ-PHC Century Jakarta 22 September 2012:

Deklarasi Nasional Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer dengan Dokter Keluarga

sebagai Koordinator Pelayanan Kesehatan di Indonesia – Ditandatangani oleh Ketua dan

Wakil Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia:

1. Pelayanan Kesehatan Primer (PHC) sebagai pelayanan kesehatan dasar yang


memperhatikan kondisi sosial, politik, ekonomi dan hak asasi manusia dalam
kebijakan Sistem Kesehatan Nasional yang terintegrasi dengan Sistem

16 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Pembiayaan Kesehatan Nasional yang pelaksanaannya dijamin oleh pemerintah
dalam aspek-aspek sebagai berikut:
1. Komprehensif dan berkelanjutan: Mencakup lima tingkat pencegahan
(promosi kesehatan, perlindungan yang spesifik, deteksi dini dan pengobatan
awal yang tepat, rehabilitasi dan pembatasan kecacatan)
2. Biaya yang efektif dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
3. Memiliki sasaran MDGs (Millenium Development Goals) Indonesia dan
SDGs (Sustainable Development Goals)
4. Bersifat perseorangan, fokus pada keluarga serta berorientasi pada kesehatan
komunitas
5. Organisasi penyelenggara layanan kesehatan bersifat fungsional, menerapkan
pengelolaan yang efektif dan mengarah kepada pelayanan kesehatan primer
yang berkualitas
6. Dokter Keluarga sebagai koordinator pelayanan kesehatan (care coordinator)
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain baik di tingkat pelayanan primer,
sekunder maupun tersier.
7. Tersedinya sistem remunerasi yang profesional dan memadai untuk seluruh
dokter dan tenaga kesehatan yang melayani di tingkat primer, sekunder
maupun tersier, sehingga dokter dan tenaga kesehatan siap menolong
kapanpun dibutuhkan

2. Pelayanan Kesehatan Primer (PHC) sebagai Disiplin Ilmu dan Profesi


Kedokteran dan Kesehatan:
Mengacu pada pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
tujuan Negara adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa yang sejalan dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, yang menyatakan bahwa Program Magister, Program
Doktor, dan Program Profesi serta Program Spesialis merupakan pendidikan keahlian
lanjutan bertingkat dan diperuntukkan bagi lulusan untuk mengembangkan bakat dan
kemampuannya yang diperlukan dalam dunia kerja, maka:
1. Institusi pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan di Indonesia segera
mengembangkan Kedokteran Keluarga di Indonesia sebagai sebuah disiplin
ilmu dari cabang Ilmu Kedokteran; dengan konsekuensi sebagai berikut:

17 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
1. Terbentuknya Departemen Kedokteran Keluarga di Fakultas-Fakultas
Kedokteran dan Staf Medik Fungsional (SMF) Kedokteran Keluarga di
rumah sakit – rumah sakit di Indonesia dan menyiapkan staf dosen untuk
menjadi ahli pelayanan primer; dididik di Indonesia atau di negara lain
2. Kedokteran Keluarga sebagai Pendekatan Ilmiah: Penanaman prinsip-
prinsip kedokteran keluarga dalam kurikulum pendidikan dasar
kedokteran dan tenaga kesehatan (pendidikan kedokteran dan tenaga
kesehatan yang berpusat pada pasien: holistic, komprehensif,
berkelanjutan, berfokus kepada keluarga dan berbasis pada komunitas),
berlandasakan bukti ilmiah kedokteran
3. Terbentuknya program pascasarjana Kedokteran Keluarga: magister,
doktoral. Diploma pascasarjana dan spesialis di Fakultas-Fakultas
Kedokteran di Indonesia
4. Terlaksananya penelitian-penelitian kedokteran keluarga dan kesehatan
primer sebagai Basis Ilmiah Pelayanan Kesehatan Primer secara
berkesinambungan
2. Sistem pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan nasional menjaga kualitas
pendidikan dan pelatihan dokter dan tenaga kesehatan di bidang pelayanan
kesehatan primer melalui alokasi anggaran untuk rekruitmen, pelatihan,
evaluasi hasil belajar mahasiswa dan program pendidikan berkelanjutan
(INPUT-PROSES-OUTPUT) untuk profesi medis dan nonmedis, baik dalam
pendidikan medis dasar maupun pelatihan pascasarjana berbasis pelayanan:
1. Berkolaborasi antar profesi kesehatan untuk melakukan pelayanan
kesehatan primer, sekunder maupun tersier yang perorientasi pada
keselamatan pasien
2. Reformasi organisasi dan manajemen pelayanan kesehatan di
puskesmas agar mampu mempersiapkan diri menjalankan pendidikan
dokter keluarga berbasis pelayanan yang profesional dan terintegrasi
secara konseptual, sistematis, dan terukur dengan upaya kesehatan
publik sebagai penyempurnaan penerapan program internship sesuai
dengan PERMENKES Nomor 299/MENKES/PER/II/2010

18 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Pertemuan 3 dan 4 HPEQ-PHC Sheraton Mustika Yogyakarta 19 Oktober 2012:

• Membahas mengenai persiapan jenjang akademik dan jenjang profesi bagi Dokter

Layanan Primer:

Figur 4a dan 4b: Jalur Akademik dan Profesi bagi Dokter Layanan Primer di Indonesia dan
Penguatan Koass dan Internship

• Membahas mengenai Panduan Pelayanan Dokter Keluarga yang ideal

• Membahas mengenai Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Kurikulum

Pendidikan Dokter S1

• Membahas mengenai Kurikulum Pendidikan Lanjutan Kedokteran Keluarga

jenjang Diploma Paska Sarjana

• Membahas mengenai Kurikulum Pendidikan Lanjutan Kedokteran Keluarga

jenjang Master Kedokteran Keluarga (Jalur Akademik)

• Membahas mengenai Kurikulum Pendidikan Lanjutan Kedokteran Keluarga

jenjang Spesialis Kedokteran Keluarga (Jalur Profesi)

19 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
• Membahas mengenai penguatan Internship – bahwa sesuai dengan salah konsep

SPICES dari Ronald Harden, 1984 bahwa sebaiknya bagi mahasiswa kedokteran

diberikan peminatan (electives) akan melanjutkan ke ranah pelayanan primer

sebagai GP/ FP atau ke layanan sekunder sebagai Spesialis Rumah Sakit. Dengan

demikian sejak Koass dan Internship, mahasiswa kedokteran sudah diarahkan

untuk memilih salah satu dari jenjang peminatan yang ada (Layanan Primer atau

berbagai macam Layanan Sekunder). Figur 5 menggambarkan rencana jangka

panjang akan penguatan internship dan pendidikan lanjutan formal kedokteran

keluarga.

Figur 5. Rencana Penguatan Internship dan Pendidikan Formal Lanjutan bagi Dokter Layanan Primer

20 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Pertemuan 5 HPEQ-PHC Arya Duta Makassar 19 November 2012:

• “Persiapkan Pengembangan Disiplin Ilmu Kedokteran Keluarga”:

o Pembukaan S2 Ilmu Kedokteran Keluarga

o Pembukaan S3 Ilmu Kedokteran Keluarga

o Pembukaan Bagian atau Prodi Kedokteran Keluarga di tiap FK di Indonesia

o Dimulainya Program Spesialis Dokter Keluarga (secara bertahap: 1 tahun→ 2

tahun→ 3 tahun)

• “Persiapkan Dokter Keluarga”:

o S1 Pengkayaan Pendekatan Kedokteran Keluarga dengan Community Based

Education

o Intership Pengkayaan Pendekatan Kedokteran Keluarga

o Spesialis Dokter Keluarga (Sp 1)

o Spesialis Dokter Keluarga di Daerah terpencil - dg modul belajar jarak jauh

(Sp 2)

• Cara menghasilkan Dokter Keluarga setaraf kualifikasi Internasional:

1. Program spesialisasi 1 tahun (40 minggu) – Dokter Umum

pengalaman praktik > 10 tahun – menjawab tantangan SJSN 2014

dengan 80.000 DU yang ada di Indonesia saat ini:

▪ Peningkatan knowledge:

▪ Menjawab kasus di Textbook of Family Medicine

▪ 6 principles of family medicine (Kuliah/ Critical Appraisal)

▪ Application (Skills + Professionalism):

21 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
▪ Pengalaman praktik selama 10 tahun (Bukti: SIP & STR) dihargai

dengan: Presentasi kasus setiap minggu (total 40 kasus)

▪ Feedback dari Pakar DK dari LN dan Pakar Spesialisasi lain dari

Indonesia

2. Program spesialisasi 2 tahun (80 minggu) – Dokter Umum

pengalaman praktik 5-10 tahun – menjawab tantangan SJSN 2014

dengan 80.000 DU yang ada di Indonesia saat ini:

• Peningkatan knowledge:

• Menjawab kasus di Textbook of Family Medicine

• 6 principles of family medicine (Kuliah/ Critical Appraisal)

• Application (Skills + Professionalism):

• Pengalaman praktik selama 5-10 tahun (Bukti: SIP & STR) dihargai

dengan: Presentasi kasus setiap minggu (total 80 kasus)

• Feedback dari Pakar DK dari LN dan Pakar Spesialisasi lain dari

Indonesia

3. Program spesialisasi 3 tahun (120 minggu) – Dokter Umum Lulusan

dari FK dengan pengalaman praktik 0-5 tahun:(Lihat Kurikulum

Spesialis Kedokteran Keluarga terlampir)

22 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
1.4 Rekomendasi WHO dan WONCA Family Doctors Internasional untuk

meningkatkan kualitas Dokter Layanan Primer di Indonesia:

Untuk menuju the Cost Effective Doctors, perlu dilakukan langkah-langkah sbb:

• Who 2003 Srilanka: Dokter Umum di Indonesia sebaiknya ditingkatkan dari BASIC

menjadi ADVANCE primary care doctors

• Who 2012 Margareth Chan (Direktur WHO): ADVANCE primary care doctors

terbukti:

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Termasuk menurunkan target

MDGs)

2. Meningkatkan Kepuasan Pasien

3. Menurunkan Biaya Kesehatan (COST-EFFECTIVE DOCTORS)

1.5 Kebutuhan Pemerintah RI tentang Dokter Keluarga

Dalam RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN 2005- 2009

(Depkes-RI, 2006) disebutkan bahwa untuk program Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

yang bertujuan untuk :

1. meningkatkan akses

2. meningkatkan keterjangkauan

3. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan perorangan

23 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
yang sasarannya adalah :

1. cakupan rawat inap sebesar 1,5 %

2. jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan gawat darurat sebesar 90%

3. jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan Obstetri dan Neonatal

Emergensi Komprehensif (PONEK) sebesar 75%

4. jumlah rumah sakit yang terakreditasi sebanyak 75%

5. terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi GAKIN di kelas III rumah sakit

sebesar 100%

Terkait dengan Renstra Depkes RI tersebut diatas, maka kegiatan pokok dan kegiatan

indikatif program tersebut diatas meliputi :

a. pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin kelas III rumah sakit

b. pembangunan sarana dan prasarana rumah sakit di daerah tertinggal secara selektif

c. perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit

d. pengadaan obat dan perbekalan rumah sakit

e. peningkatan pelayanan kesehatan rujukan

f. Pengembangan Pelayanan Kedokteran Keluarga :

Selanjutnya dalam Lokakarya Pelayanan Kedokteran Keluarga yang diselenggarakan oleh

Depkes RI di Surabaya tahun 2011 (Depkes-RI, 2011) disebutkan bahwa terhitung sejak

tahun 2013 akan diperlukan 11.500 Dokter Keluarga, yang mana pada saat itu PT ASKES

dan PT JAMSOSTEK sudah memiliki 4.000 Dokter Keluarga.

24 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Bab 2
Spesialis Kedokteran Keluarga

Prof Sir Dennis Pereira Gray (GP-Bristol UK):


“GP is the easiest profession to do badly – but the most difficult one to do well”

Panacea dan Higiea adalah kedua putra Aesculapius. Mereka berbeda sifat. Salah satunya

mempunyai sifat serupa dengan Dokter Layanan Primer:

25 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
2.1 Definisi Dokter Keluarga

Difinisi tentang GP/dokter keluarga menurut WONCA Eropa (2002) adalah sebagai

berikut :

“GP ADALAH DISIPLIN AKADEMIK DAN ILMIAH, DAN ADALAH SEORANG


SPESIALIS KLINIK DENGAN MUATAN PENDIDIKANNYA, PENELITIANNYA,
EVIDENCE BASE DAN KEGIATAN KLINIK YANG DILAKUKANNYA YANG
BERORIENTASI KEPADA PELAYANAN PRIMER”

Difinisi tentang GP/dokter keluarga menurut American Board of Family Practice (2009)

adalah sebagai berikut :

• Family medicine (FM), formerly Family Practice (FP), is a medical specialty devoted
to comprehensive health care for people of all ages

• Specialist is named a family physician, family doctor, or formerly family practitioner.


• It is a division of primary health care that provides continuing and comprehensive
health care for the individual and family across all ages, genders, diseases, and parts
of the body

Tabel 2: Lima level intervensi Dokter Keluarga terhadap Keluarga

Level Physician Prospective Physician behavior


1. Minimal Communicating with families for Meet families, discuss only biomedical issues
emphasis on medical &legal reason
family
2. Medical Family useful in diagnosis & Facilitate diagnosis & treatment, identify family
information & treatment, general openness dysfunction, refer
advice
3. Feelings & Mutual impact of patient, family, Emphatically discuss stresses & emotional reactions to
support physician. Important to diagnosis & illness & treatment
treatment
4. Assessment & Family development to diagnosis & Help families alter roles & interactions to effectively
Intervention treatment illness & treatment
5. Family therapy Family dynamics & patient sustain Meet regularly with families to change underlying
one another dynamics

26 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Tabel 3: Perkembangan Spesialis Dokter Keluarga di ASEAN

ASEAN FM Education Examples of FM Department Health Insurance


Countries

Brunei RCGP Accredited Postgraduate Universal health care (single payer)


FM Exams
Singapore FM Modular Course, FM Grad Dept of Community, Occup. & FM , Universal health care (two-tier)
Diploma NUS
Malaysia FM Specialisation: 4-year Dept of FM, Universiti Kebangsaan
Master of FM & Voc Train. Malaysia

Thailand Specialty in Family Medicine


Philippines FM Specialisation: 3-year Dept of Family & Community Med,
Residency Training, 1974 UPM
Indonesia ???????????
Vietnam FM Specialisation: 2-year FM Center , Hanoi Medical Univ
Residency Training, 2001
Laos
Cambodia
Myanmar FM Diploma (1 year)

Ilmu Kedokteran Keluarga berada dalam ranah ILMU KEDOKTERAN, yaitu sesuai dengan

namanya yang adalah:

“Ilmu yang memperlajari Ilmu-Ilmu Kedokterandengan mempertimbangkan pusat pelayanan

kesehatan pada pasien, keluarga dan lingkungannya.”

(Sesuai prinsip dari Higiea yang telah diterangkan di atas).

Basic ==➔Health ==➔Medical Sciences========➔Family Medicine


Sciences Sciences Dental Sciences Occupational Medicine
Pharmaceutical Sciences Medical Surgery
Public Health Sciences Medical Forensic
Medical Pathology
Internal Medicine

27 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Hyperbaric Medicine
Tahap Penguasaan Ilmu Kedokteran Keluarga

Sebenarnya Ilmu Kedokteran Keluarga itu amat luas, sehingga kurikulum S-1 Fakultas

Kedokteran tidak akan mampu memuatnya.Tahap-tahap penguasaan atau pemaparan Ilmu

Kedokteran Keluarga itu meliputi :

Penguasaan Keilmuan Penguasaan Keahlian

a. S-1 (diperkenalkan) a. Spesialis (Ahli/ Profesi)

b. S-2 (Memperkaya ilmu) b. Spesialis Konsultan

c. S-3 (Memperkaya ilmu)

S-2 (Master) dan S-3 (DOKTOR) Ilmu Kedokteran Keluarga diselenggarakan untuk

memperkaya khasanah keilmuan di bidang Ilmu Kedokteran Keluarga.

Capaian Ilmu Kedokteran Keluarga saat ini :

a.Short Course :telah dilakukan oleh:

1. PDKI memakai Paket A, Paket B, Paket C dan Paket D

2. Tim Pengembangan Dokter Keluarga FKUGM memakai Blok 1, Blok 2,

Blok 3, Blok 4 dengan sertifikat “ POST GRADUATE FAMILY

MEDICINE SERTIFICATE”

28 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
b. S-1 (Under Graduate) :

Paparan ke dalam kuliah S-1 (Under Graduate) telah dilakukan di hampir

seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia, jadi sifatnya hanya sekedar

memperkenalkan apa itu Dokter Keluarga dan adanya Ilmu Kedokteran

Keluarga.

c. S-2 atau Master/ Magister :

telah diselenggarakan di :

1. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta

2. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makasar

3. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

d. S-3 atau DOKTOR :

Telah dilaksanakan di berbagai program Studi S-3 di berbagai Fakultas

Kedokteran di Indonesia, namun hal itu bercampur dengan ilmu-ilmu lainnya

e. Spesialisasi :

Akan diselenggarakan di :

1. Fakultas Kedokteran Universitas Hassanuddin, Makasar

2. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ,Yogyakarta

3. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta

f. Magang di luar negeri

29 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Terkait dengan rencana pengembangan dokter keluarga tersebut diatas, berbagai

upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak, misalkan :

1.Short Course Family Medicine

a. di Melbourne University, Australia : dr.Fitria Muriyya dari FKUGM

b. di Maastricht University, Belanda : Tim berbagai spesialis dari

UGM 2011

2. S-2 Family Medicine:

• dr.Dhanasari dari FK UI (University of Philiphinnes)

• dr. Isti Ilmiati Fujiati dari FK USU(University of Philiphinnes)

• dr. Nita Arisanti dari FK UNPAD(University of Philiphinnes)

• dr, Oryzati Hilman dari FK UMY(University of Philiphinnes)

3. S-3 Family Medicine:

• dr.Dhanasari dari FK UI (University of Philiphinnes)

• dr. Isti Ilmiati Fujiati dari FK USU(University of Philiphinnes)

• dr, Oryzati Hilman dari FK UMY(University of Flinders Australia)

30 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
2.2 Prinsip-Prinsip Kedokteran Keluarga

Figur 5: Komprehensif-Care oleh Dokter Keluarga

31 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
6 Prinsip Dasar Kedokteran Keluarga – Patient-centered care:

1. Manajemen Pelayanan Primer

Dalam prinsip ini, Ilmu Kedokteran Keluarga menekankan pentingnya tanggungjawab

pada manajemen kontak pertama dengan pasien, Dokter dengan pendekatan Kedokteran

Keluarga ini diharapkan untuk menguasai kondisi kesehatan pasien dan keluarganya

secara keseluruhan, memberikan pelayanan dan menjadi pendamping kepada pasien

dengan pihak lain yang terkoordinasi sesuai sistem kesehatan.

2. Pelayanan yang Berorientasi Pasien

Pada prinsip ini Ilmu Kedokteran Keluarga harus dapat mengembangkan pendekatan

yang berorientasi pasien, dapat memberikan prioritas dalam hubungan dua arah dokter

pasien, serta pelayanan kesehatan yang berkesinambungan.

3. Penanganan Komprehensif

Ilmu Kedokteran Keluargamemberikanpemahaman tentang penanganan yang

komprehensif baik yang bersifat akut maupun kronis, pada aspek prevensi, promosi,

kurasi dan rehabilitasi. Pada prinsip ini, pesertadiharapkan memahami fungsi yang

berbeda pada berbagai sistem pelayanan kesehatan lain sekaligus dapat mengaplikasikan

kemampuan bekerja dalam tim.

4. Pelayanan Holistik

Pelayanan primer sebagai ranah Kedokteran Keluarga adalah pelayanan yang holistik,

dengan penanganan dengan pendekatan bio-psiko-sosio-kultural-agama dalam dimensi

kultural internal dan eksistensial. Pendekatan ini didasarkan bahwa pasien sebagai

seorang individu tidak hanya terdiri dari satu sisi fisik saja, tetapi juga sisi rohaniah,

dalam kehidupannya sebagai individu dan anggota masyarakat.

32 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
5. Pelayanan Berbasis Komunitas

Pada prinsip ini, Kedokteran Keluarga memberikan pemhaman tentang rekonsiliasikan

kebutuhan individu dan masyarakat secara seimbang dengan memanfaatkan sumber daya

yang ada, sekaligus memberikan pemenuhan terhadap permintaan kebutuhan masyarakat

yang diampunya. Dokter juga harus dapat memahami struktur masyarakat dan mampu

bekerjasama dengan berbagai pihak dalam masyarakat.

6. Pelayanan dengan Pendekatan Pemecahan Masalah secara Spesifik

Kedokteran Keluargamemberikan pemahaman tentang penanganan pasien secara khusus,

pendekatan permasalahan kesehatan dan pemecahannya juga dilakukan secara spesifik sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Pendekatan ini juga berlaku pada saat proses diagnosis

dan terapi kepada pasien, termasuk pemilihan alat bantu yang efektif dan ditunjang oleh

evidence based medicine.

Family
Medicin
e Basic
Principle
s

Figur 6: Prinsip Dasar Kedokteran Keluarga

33 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Figur 7: Siklus Keluarga sebagai dasar Prinsip Kedokteran Keluarga

Figur 7: Individu sebagai entri poin Kedokteran Keluarga (UKP→ UKM)

34 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Figur 8: Peran dan Fungsi Dokter Keluarga sebagai Dokter Layanan Primer
Paripurna

35 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Bab 3
Kurikulum Spesialis Kedokteran Keluarga

3.1. Definisi dan Pelaksanaan Kurikulum

Definisi Spesialis Kedokteran Keluarga


The European definition of the Discipline and Specialty of General Practice/Family
Medicine (WONCA Europe 2002) menyebutkan bahwa:
“General Practice is an academic and scientific discipline, and a clinical specialty
with its own educational content, research and evidence base and clinical activity,
orientated to primary care.”

Kemudian, dari Konsorsium Kedokteran Keluarga menyebutkan bahwa definisi spesialis


Kedokteran Keluarga adalah:
“Dokter Umum / dokter keluarga adalah dokter spesialis yang terlatih dalam
prinsip-prinsip disiplin kedokteran keluarga. Mereka adalah dokter yang
bertanggung jawab untuk penyediaan komprehensif dan berkelanjutan perawatan
untuk setiap orang dalam mencari perawatan medis terlepas dari usia, jenis kelamin
dan penyakit. Mereka memperhatikan individu dalam konteks keluarga, komunitas,
dan budaya mereka, serta selalu menghormati otonomi pasien mereka. Dokter juga
akan memiliki tanggung jawab profesional untuk mereka masyarakat. Dalam
negosiasi rencana manajemen dengan pasien mereka mereka mengintegrasikan
fisik, psikologis, sosial, budaya dan eksistensial faktor, memanfaatkan pengetahuan
dan percaya ditimbulkan oleh kontak berulang. Dokter Umum / dokter keluarga
melaksanakan peran profesional mereka dengan mempromosikan kesehatan,

36 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
mencegah penyakit dan memberikan obat, perawatan, atau paliatif. Hal ini
dilakukan baik secara langsung atau melalui jasa orang lain sesuai dengan
kesehatan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia dalam masyarakat yang
mereka layani, membantu pasien dimana diperlukan dalam mengakses layanan ini.
Mereka harus mengambil tanggung jawab untuk mengembangkan dan memelihara
keterampilan mereka, personal keseimbangan dan nilai-nilai sebagai dasar untuk
perawatan yang efektif dan aman”

Dengan demikian, kedokteran keluarga adalah “bidang ilmu” dan kedokteran keluarga
memerlukan suatu formulasi untuk mengembangkan keilmuan dan kombinasi dengan
praktek sehari hari.

Tujuan Kurikulum
Tujuan dari kurikulum ini harus jelas menjelaskan secara baik mengenai dokter keluarga
dan kualitasnya pada dokter, dirinya, pasien dan keluarganya serta masalah pada umumnya.
The WONCA 2002 mendefinisikan bahwa praktek umum terus untuk menentukan inti
kompetensi yang penting untuk dokter keluarga, terlepas dari sistem kesehatan negaranya.
Kompleks karakteristik kompetensi ini meliputi :
A. Kompetensi Inti
1. Perawatan utama manajemen pelayanan primer :
Termasuk kemampuan:
• Pengelolaan kontak utama dengan pasien yang mempunyai bermacam kondisi
kesehatan
• Untuk mengkoordinasikan perawatan dengan para profesional lain dalam perawatan
primer dan dengan lainnya spesialis
• Untuk menguasai penyediaan pelayanan yang efektif dan pelayanan kesehatan yang
tepat guna
• Untuk bertindak sebagai advokat bagi pasien
2. Pelayanan Kesehatan berbasis Pasien
Termasuk kemampuan:
• Untuk mengadopsi pelayanan berpusat pasien dan berbagai permasalahannya
37 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh
Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
• Untuk menggunakan konsultasi dokter praktik umum untuk membawa hubungan
dokter-pasien yang efektif
• Dapat berkomunikasi untuk menetapkan prioritas dan bertindak dalam kemitraan
dokter - pasien
• Untuk memberikan perawatan jangka panjang yang sesuai kebutuhan pasien
3. Keterampilan Memecahkan masalah dengan spesific
Termasuk kemampuan:
• Untuk berhubungan spesifik proses pengambilan keputusan medis sesuai dengan
prevalensi dan kejadian penyakit di masyarakat
• Selektif dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan rencana pengelolaan masalah yang tepat bekerjasama
dengan pasien.
• Menerapkan prinsip-prinsip kerja yang sesuai (misalnya tambahan penyelidikan,
menggunakan waktu sebagai alat) untuk mentoleransi ketidakpastian
• Untuk kepentingan intervensi segera bila diperlukan
• Penggunaan intervensi medis yang tepat guna dan efisien
4. Pendekatan komprehensif
Termasuk kemampuan:
• Untuk mengelola keluhan pasien secara simultan baik akut dan kronis
• Untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dengan menerapkan prinsip
promosi kesehatan dan strategi pencegahan penyakit dengan tepat
• Untuk mengelola dan mengkoordinasikan berbagai tindak pelayanan kesehatan:
promosi kesehatan, pencegahan, penyembuhan, perawatan, rehabilitasi dan paliatif
5. Komunitas Orientasi
Termasuk kemampuan:
• Untuk menjembatani kebutuhan kesehatan pasien individu dan kebutuhan kesehatan
dari masyarakat di mana mereka tinggal, menyeimbangkanya dengan ketersediaan
sumber daya
6. Holistik pemodelan
Termasuk kemampuan:

38 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh


Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
• Untuk menggunakan prinsip bio-psiko-sosial model, dengan mempertimbangkan
budaya dan dimensi eksistensial pasien.

Organisasi Konten Kurikulum


Program Spesialis Family Medicine ini merupakan sebuah perjalanan pendidikan dimana
pengetahuan dokter residen family medicine mempunyai keuntungan baru, belajar
keterampilan baru, dan memunculkan sikap baru yang berhubungan dengan karirnya.
Kurikulum menyediakan peta untuk para peserta dan pelatih untuk mengikuti, menu untuk
mengambil poin pembelajaran yang penting, dan juga daftar periksa untuk memastikan
bahwa lama pendidikan yang diperlukan adalah selama tiga tahun. Dalam model
kurikulum terpadu, pendidik mengambil tanggung jawab menghubungkan mata pelajaran
bersama-sama. Integrasi bisa horisontal, seperti ketika itu adalah paralel subyek missal
pasien dengan penyakit jantung dan pernapasan. Integrasi vertical terjadi antara subjek
pada fase yang berbeda, seperti integrasi antara pediatri, pencegahan penyakit dan skrining,
hokum minimal imunisasi, bioetika dan praktik manajemen. Integrasi idealnya harus baik
vertikal maupun horizontal, dalam sistem dan berbasis pembelajaran berdasarkan masalah.
Kurikulum ini mencoba untuk mendorong pendekatan spiral untuk belajar: yaitu mulai
dengan praktek teori dan simulasi, melanjutkan teori yang lebih canggih dan terbatas
aplikasi untuk berlatih, dan berakhir dengan aplikasi. Berikut ini adalah perkiraan alokasi
waktu pendidikan :
• 3 bulan pada praktek Kedokteran Keluarga penuh waktu
• 3 bulan waktu Rumah Sakit Besar 4 besar penuh waktu
• 2 bulan Kedokteran Keluarga & Rumah Sakit Kecil paruh waktu
• 2 bulan Kedokteran Keluarga & Rumah Sakit Kecil paruh waktu
• 2 bulan Kedokteran Keluarga & Rumah Sakit Kecil paruh waktu
• 3 bulan waktu Rumah Sakit Khusus 4 besar Mayor penuh
• 3 bulan Kedokteran Keluarga penuh waktu
• 3 bulan waktu Rumah Sakit Khusus 4 besar penuh waktu
• 2 bulan Kedokteran Keluarga & Rumah Sakit Khusus Kecil baik paruh waktu
• 2 bulan Kedokteran Keluarga & Rumah Sakit Khusus Kecil baik paruh waktu
• 2 bulan Kedokteran Keluarga & Rumah Sakit Khusus Kecil baik paruh waktu
39 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh
Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
• 3 bulan waktu Rumah Sakit Khusus Mayor penuh
• 6 bulan Kedokteran Keluarga penuh waktu

Waktu waktu tersebut, secara akademis, tentu saja telah dibagi menjadi tiga tahap,
masing-masing berlangsung satu tahun. :
• Tahap 1: Aklimatisasi untuk Kedokteran Keluarga, Prinsip Teoritis dan Keselamatan
Pasien
• Tahap 2: Aplikasi Praktis dan Pemantapan
• Tahap 3: Pemecahan masalah dan Praktek Paripurna

Selain itu, berbagai 'Modul Klinis' (misalnya kardiovaskular, geriatri) harus menyebar ke
seluruh tiga tahapan program. Untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal bagi setiap
peserta pelatihan, Modul klinis harus sesuai dengan setting tempat pembelajaran sehingga
pendidikan dapat berjalan efektif. Adapun jenis modul klinis antara lain:
• Terapan Genetika • Mental Masalah Kesehatan dan
• Pediatri dan Remaja Kesehatan Ketergantungan
• Kesehatan Pria • THT dan Masalah wajah
• Kesehatan Wanita • Eye Masalah
• Geriatric Kesehatan • Masalah Kulit
• Kardiovaskular Masalah
• Masalah Pernapasan
• Pencernaan Tract Masalah
• Neurologis Masalah
• Endokrin dan metabolik Masalah
• Pra, Musculoskeletal &
Pengobatan Trauma
• Ginjal dan Urologi Masalah
• Penyakit Infeksi
• Hematologi dan Imunologi
• Darurat
• Kesehatan Seksual
40 Naskah Akademik Dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Indonesia – Ditulis oleh
Konsorsium Kedokteran Keluarga Indonesia dan Kolegium Dokter Indonesia
Strategi Pendidikan
Dalam Program Pelatihan Spesialis, peserta pelatihan mengikuti pelatihan pada tempat
praktek dokter dan mendapatkan bimbingan dari dokter yang telah mempunyai
sertifikat pelatih. Strategi pembelajaran menggunakan SPICES.
Adapun syarat untuk menjadi trainer dan tempat pendidikan adalah sebagai hal berikut:

Pelatih Tempat Praktik


Mempunyai komitmen dalam mengajar dan Mempunyai kualitas yang bagus, peralatan dan
mengikuti perkembangan metodologi fasilitas IT dan metode pembelajaran lain
pendidikan melalui pelatihan / kursus
Mempunyai persiapan dan sertifikasi menjadi Mempunyai Fasilitas Rekam Medis yang
seorang trainer diakui oleh Kolegium berkualitas
Kedokteran Keluarga
Mempunyai standar pendidikan kompetensi Mempunyai jumlah pasien tertentu dan beban
klinis dan telah mengajar dalam waktu minimal kerja yang cukup sebagai pelatih
5 tahun
Mempunyai gelar akademis yang setara dengan Mempunyai tim yang berkualitas
standar pengajar oleh kolegium Kedokteran
Keluarga
Kemampuan berkomunikasi baik Manajemen praktek berkualitas
Berpartisipasi aktif dalam program CME yang Mempunyai fasilitas pemeriksaan penunjang
diakui oleh asosiasi kedokteran keluarga lengkap
Berjaminan mutu Dapat digunakan sebagai wahana penelitian
Dapat mengikuti akreditasi / audit mutu

41 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
3.2 . Kurikulum Inti Spesialis Kedokteran Keluarga

Konsultasi
Konsultasi ini adalah jantung dari praktek umum. Komunikasi adalah pusat
pengaturan di mana perawatan primer diberikan, dan di mana hasil kurikulum
diimplementasikan dan kesuksesan pelayanan dapat tercapai. Mendasari hasil di
bawah ini adalah komitmen pelayan untuk 'berpusat pada pasien'. Untuk tujuan
kurikulum, dokter berpusat pada pasien dapat dikatakan memiliki atribut sebagai
berikut:
1. Pemahaman tentang konteks yang lebih luas dari konsultasi. Sebuah persepsi
pasien sebagai pribadi: keyakinan bahwa pasien yang sakitbukanlah sebuah
mesin, dan bahwa "kesehatan" dan "penyakit" terdiri lebih dari kehadiran atau
tidak adanya tanda-tanda dan gejala. skills.4-8 Namun, harapan dan preferensi
pasien bervariasi, seperti gaya bahasa yang digunakan dalam berkonsultasi
juga sangat bervariasi.
2. Sebuah komitmen untuk etika, sikap reflektif yang memungkinkan dokter
untuk memahami dan memantau / nya prakteknya, dan mengembangkannya
untuk kepentingan pasien.

Patient Safety
Primum – non nocere merupakan salah satu prinsip dasar dalam pengobatan.
Keselamatan pasien adalah pusat masalah bagi semua petugas kesehatan, termasuk
dokter dan keluarga, di mana pun mereka bekerja. Dokter Keluarga yang praktek
secara simultan akan menerapkan prinsip keselamatan pasien.

Praktek Berbasis Bukti


Kedokteran berbasis bukti merupakan cerminan ke'telitian, eksplisitasi dan
kebijaksanaan penggunaan bukti terbaik saat ini dalam membuat keputusan tentang
perawatan
individu pasien. Praktek umum adalah disiplin ilmu dan pasien alami berharap untuk
mendapatkan Pengobatan terbaik, sehingga dokter keluarga harus mendasarkan
pengambilan keputusan pada bukti terbaik yang tersedia. Perawatan kesehatan
berbasis bukti ilmiah berarti menggunakan ketelitian untuk menilai bukti dari

42 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
berbagai sumber terbaik untuk menguntungkan pasien atau pemberian perawatan
kesehatan. Seorang GP juga perlu mengembangkan pengetahuan tentang di mana dan
bagaimana untuk mencari 'bukti terbaik', dan keterampilan untuk menilai bukti ini
kritis dan memutuskan apakah itu berlaku untuk konteks klinis tertentu.

Manajemen Penyakit Kronis


Pola penyakitdominan sekarang ini adalah penyakit kronis, penyakit ini merupakan
kondisi jangka panjang yang sering dihadapi dan dikelola dalam praktek umum,
antara lain: diabetes mellitus, arthritis, kanker, sakit punggung, asma, paru-paru
kronis lainnya, hipertensi, penyakit jantung, hiperlipidemia, stroke, demensia, depresi
dan kecemasan. Meskipun rincian dari manajemen bervariasi sesuai dengan penyakit
tertentu (dan muncul dalam modul klinis dari kurikulum ini), ada unsur-unsur yang
umum bahwa fitur dalam pengelolaan semua penyakit kronis. Selain kerusakan fisik
yang disebabkan langsung oleh penyakit kronis, pasien sering menderita efek
psikologis. Ketika seorang pasien mengatakan bahwa mempunyai sebuah penyakit
kronis maka dia mempunyai sesuatu yang tidak dapat disembuhkan, pasien juga akan
melewati periode 'berkabung' di mana ia / dia mendukakan hilangnya 'diri yang
sehat', dan kemudian secara bertahap menyesuaikan dengan konsekuensi dari
penyakit. Menghadapi hal ini, maka GP harus mencoba untuk memanfaatkan bantuan
anggota keluarga dan teman-teman
dari pasien.

Pencegahan Penyakit dan Penyaringan (Skrining)


Dokter keluarga, bersama-sama dengan anggota lain dari tim kesehatan
primer,memainkan peran penting dalam mempromosikan kesehatan dan mencegah
penyakit bagi orang-orang dari segala usia dengan berbagai macam latar belakangnya.
Mereka menyediakan link antara agenda kesehatan masyarakat danperawatan individu
pasien.
Pasien mengunjungi dokter mereka sekitar tiga kali per tahun, rata-rata, sebagian
besar untuk mengatasi masalah minor. Oleh karena itu, dokter memiliki kesempatan
yang sangat baik setiaptahun untuk membahas kiat hidup sehat dengan pasien mereka,
untuk melakukan check-up dan untukmendeteksi tanda-tanda awal penyakit. Dokter
keluarga harus mengambil pendekatan pro-aktif dalam kesehatan
oportunistikpendidikan dan berbasis bukti skrining. Mereka berada dalam posisi yang

43 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
ideal untuk melakukan hal inikarena pasien percaya mereka, mereka tahu pasien yang
medis dan social dan mereka juga tahu keluarga pasien mereka dan setiap genetik
yang relevan dengan lingkungan dan faktor risiko.

Manajemen Informasi dan Teknologi


Praktek umum melibatkan penanganan sejumlah besar informasi seperti rekam medis,
resep, surat rujukan, daftar nama, keuangan dan laporan. Hal ini didasarkan atas
catatan kertas tradisional dan sistem pengarsipan yang besar akan memakan
waktu,kadang-kadang tidak terbaca, dan sulit untuk mengatur, mengakses dan
memperbarui. Dengan demikian, tidakmengejutkan bila praktek umum semakin
bergantung pada penyimpanan data elektronik. Untuk alasan ini, setiap GP yang
modern harus akrab dengan komputasi sampai dengan software rekam medis tertentu.
Misal : program SPSS.

Teamwork, Kepemimpinan dan Rujukan


Kebanyakan dokter melakukan prakteknya secara “solo” namun, kini telah banyak
juga dokter yang melakukan praktek dokter keluarga secara berkelompok. Praktek
berkelompok akan memudahkan pembagian kerja, kerjasama dan update informasi
yang lebih baik. Dokter
dapat langsung digunakan oleh praktek sendiri (perawat praktek misalnya, kesehatan
perawatan asisten, sekretaris, manajer praktek) atau dapat bekerja di area yang sama
(misalnya komunitas perawat, bidan, apoteker, ahli gizi, radiografer, podologist,
fisioterapis, ahli terapi okupasi, ahli patologi bicara dan bahasa, klinik psikolog).
Dokter keluarga juga perlu untuk secara tepat memahami peran dari berbagai anggota
tim perawatan primer sehingga dapat merujuk pasien dengan petugas kesehatan yang
dapat memberikan perawatan yang terbaik.

Manajemen Praktek
Sebagai seorang dokter keluarga yang berpraktek dalam seting pelayanan kesehatan
primer, dokter keluarga perlu mengembangkan manajerial dasar, antara lain
keterampilan untuk mengatasi kebutuhan berikut:
• akuisisi transportasi pribadi dan pemeliharaan
• menggunakan / sewa / akuisisi aset
• pembersihan dan pemeliharaan aset

44 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
• furnishing dan non-peralatan medis
• pembelian peralatan medis dan pemeliharaan
• akuisisi peralatan IT (hardware dan software) dan
• pemeliharaan
• penebaran habis medis
• penebaran alat tulis (termasuk formulir resmi dan resep)
• berkomunikasi dengan publik (, ponsel, situs leaflet,)
• wajar fee-for-service struktur
• manajemen waktu: klinik dan janji kali, waktu untuk rumah
• Kunjungan
• kecil uang tunai, pengumpulan uang dan penerbitan kwitansi
• rekening dan pembayaran tagihan dan pajak
• isu-isu kesehatan dan keselamatan
• keamanan (tempat, mobil, uang tunai, personal)
• Pasien kerahasiaan dan perlindungan data
• penanganan keluhan pasien dan audit peristiwa penting
• perumusan strategi
• manajemen proyek
• organisasi Audit
• ± asuransi (tempat, kesehatan, malpraktik)
• ± kerja staf pendukung dan manajemen sumber daya manusia
• ± Locums
• ± khusus klinik
Di Inggris, terutama di praktek kelompok, sebagian besar fungsi di atas dilaksanakan
oleh administrator praktik / manager, sehingga memungkinkan dokter untuk fokus
pada klinik tempat bekerja. Keterampilan ini bisa juga disertai dengan sistem
cadangan untuk menggantikan dokter yang berhalangan praktek.

45 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
Nutrisi
Nutrisi pasti mempengaruhi kesehatan dan, sebaliknya, penyakit yang sering
mempengaruhi gizi(Misalnya muntah, masalah menelan, malabsorpsi usus). Dokter
keluarga harus dapat memahami bahwa makanan adalahkebutuhan dasar manusia, dan
memiliki biologis, psikologis dan fungsi sosial. Kebutuhan nutrisi bervariasi menurut
usia seseorang, jenis kelamin, tingkataktivitas fisik dan keadaan kesehatan. Pola diet
juga dapat dibentuk oleh factor sosial-budaya seperti kebiasaan keluarga, tekanan
teman sebaya, keyakinan kesehatan, keyakinan agama,media komunikasi dan status
ekonomi.Dokter harus mampumemberikan bukti-berbasis nasihat tentang nutrisi,
bagaimana mencukupkan kebutuhan gizi pada pasien dengan kebutuhan khusus
seperti kehamilan, diet vegetarian ketat, intoleransi makanan (misalnya defisiensi
G6PD, intoleransi laktosa) , alergi, gagal ginjal, alcohol, dan orang tua. Pendekatan
interdisipliner berguna dalam pengelolaan kebanyakan pasien yangperlu membuat
perubahan pola makan. Oleh karena itu dalam hubungannya dengan nutrisi, dokter
dapat bekerja sama dengan ahli gizi, perawat, dan keluarga.

KesehatanKerja
Dokter keluarga harus mempunyai pemahaman yang cukup terhadap bidang
kesehatan keluarga karena kapitasi masyarakat yang dimiliki tentunya juga bekerja,
yang memilliki sisi fisik, sosial dan psikologis individu. Sebaliknya, pekerjaan juga
mempunyai efek pada kesehatan individu, misal: kecemasan, cedera regangan
berulang, asma, dan gangguan pendengaran.

Transcultural Kedokteran
Masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia adalah masyarakat yang multi
etnis, mempunyai budaya, dan sikap tertentu terhadap satu isu permasalahan
kesehatan yang ada di sekitarnya. Melihat hal ini, maka Terapanpengetahuan budaya
muncul sebagai tujuan dan media utama dari klinis dan kesehatan masyarakat dalam
praktek dokter keluarga. Pemahaman terhadap budaya dalam praktek dokter ini adalah
satu peluang untuk memunculkan harmonisasi hubungan dokter – pasien. Adapun
beberapa poin keterlibatan pemahaman transkultural kedokteran antara lain:
• konsep penyakit dan perilaku penyakit
• penilaian, wawancara, kemunculan gejala
• rawat inap, obat-obatan, keterlibatan keluarga, masalah persetujuan

46 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
• bidang medis, misalnya, manajemen nyeri, transfusi,
• reproduksi isu, donor organ
• sering stigma kondisi seperti AIDS, PMS, kanker, dan
• gangguan kejiwaan
• pendapat yang diadakan tentang perawatan yang disediakan oleh non-medis
profesional seperti
• pekerja sosial, terapis fisik, dan ahli gizi.

Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternative adalah bagian dari pengobatan holistic. Kemper menyebutkan
bahwa model pelayanan model pelayanan holistic terdiri dari beberapa aspek yakni :
biokimia menggunakan obat obatan maupun herbal, intervensi nutrisi, terapi
lingkungan dan keterlibatan keseluruhan aspek diri pasien, keterlibatan aspek ini tidak
hanya dari segi aspek spiritual, tapi juga bagaimana mengelola pola hidup pasien,
meditasi dan konseling. Di Indonesia sendiri, masyarakat tidak hanya terpapar dengan
obat obatan dan perhatian dokter, namun banyak juga diantara masyarakat tersebut
yang menggunakan pengobatan herbal dan terapi lain seperti Reiki, dan pijat
(massage). Diantara terapi tersebut ada yang sudah mempunyai evidence dan banyak
juga yang masih berupa testimoni. Dokter keluarga dalah dokter utama yang terpapar
dengan pasien dan segaka segi hidupnya, dokter keluarga diharapkan mampu
menjembatani kebutuhan medis pasien dan usaha lain yang diyakininya.

Perawatan Paliatif
World Health Organisation mendefinisan perawatan paliatif sebagai :

“an approach that improves the quality of life of patients and their families facingthe
problems associated with life-threatening illness, through the prevention andrelief of
suffering by means of early identification and impeccable assessmentand treatment of
pain and other problems, physical, psychosocial and spiritual.”

Pemaparan tersebut didasari adanya kebutuhan akan pasien tertentu pada saat
menghadapi hal hal tertentu: ketika pengobatan tidak terjangkau, pengobatan yang ada
belum efektif, dsb. Adapun menurut definisi Curriculum of Family Medicine Training
di Malta menyebutkan bahwa perawatan paliatif meliputi :
• pemberikan bantuan dari rasa sakit dan gejala tidak nyaman yang
lainnya;

47 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
• menegaskan hidup dan akhir kehidupan sebagai proses normal;
• bermaksud baik untuk mempercepat atau menunda kematian;
• mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan pasien;
• menawarkan sistem dukungan untuk membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai akhir hayat nya
• menawarkan sistem dukungan untuk membantu keluarga menanggulangi
selama penyakit pasien dan dalam fase berdukacita
• menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarga mereka, termasuk konseling dukacita, jika diindikasikan dapat:
meningkatkan kualitas hidup, dan mempengaruhi jalannya penyakit
pasien di awal perjalanan penyakit, dalam hubungannya terapi seperti
kemoterapi atauterapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang
diperlukan untuk pemahaman dan pengelolaan penyakit yang lebih baik

48 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
3.3 . Kurikulum Klinis Spesialis Kedokteran Keluarga

Genetika Terapan
Sebuah penelitian di tahun 2004 menyebutkan bahwa minimal 1/10 dari pasien yang
dihadapi dokter keluarga mempunyai penyakit yang berhubungan dengan genetika dalam
dirinya. Penyakit ini antara lain : thalasemia, kanker payudara, down syndrome, asma,
dan hipertensi. Pembelajaran mengenai genetika ini juga semakin dibutuhkan seiring
dengan kemajuan teknologi dalam pemeriksaan kesehatan. Pada materi genetika ini
dokter diharapkan dapat menjadi konselor dan memberikan pemeriksaan terkait pola
penyakit genetika tersebut. Secara lebih detail, mendeteksian permasalahan genetika ini
didasarkan pada hal berikut :
• sebagai usaha untuk menilai perkembangan penyakit dalam individu, missal :
pemeriksaan payudara sendiri untuk mendeteksi ca payudara
• mendeteksi individu carier
• mencegah terjadinya transmisi progeny pada individu yang beresiko.

Kesehatan Pediatri dan Remaja


Pendidikan tambahan dalam bisang pediatri dan remaja dilakukan karena dokter
keluarga mengelola pasien tidak berdasarkan pada umumnya, sehingga dokter
keluarga diharapkan dapat menyelesaikan masalah pokok pada dua kelompok usia
tersebut. Adapun tujuan pembelajaran di akhir pendidikan dokter keluarga diharapkan
mampu:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan anak-anak dan keluarga mereka - dan,
denganremaja, sendiri.
2. Menjelaskan pentingnya merawat anak-anak dan remaja secara baik, dan dengan
menghormati keyakinan mereka, pilihan, martabat dan hak-hak mereka.
3. Menunjukkan ketrampilan konsultasi yang baik kepada anak dan remaja dan
keluarganya.
4. Menghargai pentingnya sosial (termasuk pendidikan), psikologis dan dampak
penyakit pada anak dan / keluarganya.
5. Menghargai kontribusi penting dari ibu, ayah, dan kakek-nenek (terutama nenek)
dalam pengasuhan darianak dan remaja.
6. Mempu mengenali bahwa stres pada anak-anak sering muncul dengan gejala
psikosomatikseperti sakit perut dan sakit kepala.

49 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
7. Memahami bahwamasalah kesehatan pada anak dapat disebabkan oleh dinamika
keluarga disfungsional.
8. Mampu melakukan pemeriksaan umum lengkap bayi, neonatus atau anak yang
lebih tua
9. Mampu menjelaskan tonggak perkembangan masa kecil yang normal
danfisiologis tahap pubertas.
10. Menunjukkan pengetahuan tentang prevalensi relatif dan kejadiananak penyakit di
masyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
11. Mampu mengenali kelompok pasien berisiko tinggi masalah kesehatan, missal
(Kelas sosial rendah, cacat mental atau fisik, pencari suaka)
12. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan masa penyakit,
untuk memutuskan kapan harus merujuk pasien ke perawatan sekunder dan
apakah rujukan bersifat darurat, mendesak atau rutin.
13. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan dan
14. manajemen masa kanak-kanak dan penyakit remaja. Menghargai bahwa sebagian
15. kondisi anak yang membatasi diri dan meningkatkan alami dengan sederhana
16. langkah-langkah gejala.
17. Timbang risiko terhadap manfaat ketika merawat anak-anak. Jadilah akrab dengan
18. obat yang umum digunakan untuk mengobati anak-anak, jelaskan sesuai dengan
usia mode
19. pemberian obat (misalnya Haler bayi) dan menunjukkan bagaimana untuk
menyesuaikan dosis dengan berat badan.
20. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraan
21. dengan orang tua anak-anak yang sakit, terutama dengan penyakit kronis.
22. Libatkan anak-anak dan remaja dalam pengambilan keputusan dan
memberdayakanmereka untuk mengelola sendiri kondisi mereka sepraktis
mungkin.
23. Mengakui bahwa otonomi anak meningkat seiring dengan usia dan pengembangan
mental
24. Menghargai bahwa remaja memiliki kebutuhan kesehatan dan sosial yang
berbedadari anak-anak.
25. Menghormati kerahasiaan remaja, dan menyeimbangkannya dengan kebutuhan
orang tua untuk diberitahu.

50 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
26. Mempromosikan gaya hidup kesehatan dengan mendidik anak atau remaja dan
dan keluarganya tentang kebutuhan akan pendidikan, kebersihan pribadi, olahraga
teratur,sehat gizi, dan kesehatan seksual dan pencegahan obesitas, tembakau,
merokok, penggunaan alkohol, narkoba penyalahgunaan dan kecelakaan.
27. Jelaskan Jadwal Imunisasi Nasional dan merugikan kemungkinanefek dan kontra-
indikasi vaksin, serta mendorong penyerapan iniimunisasi, dan mengelola mereka
bila diperlukan.
28. Mengakui bahwa anak-anak cacat sering memiliki kesehatan yang berhubungan
dengan masalah dan karena keluarga mereka membutuhkan dukungan..
29. Mampu mengenali tanda-tanda pelecehan anak dan intervensi mendesak ketika
pelecehan anak terjadi
30. Mengetahui akan berbagai layanan yang di bidangpenyalahgunaan zat dan tahu
bagaimana untuk merujuk anak-anak yang terkena dampak pada keluarga mereka
31. Menghargai pentingnya pendidikan, dan masalah anak di sekolah serta Bekerja
sama dengan pihak sekolah untuk kasus tertentu seperti: kasus penyakit menular,
diduga bullying atau kekerasan lainnya.
32. Menghargaibahwa perubahan sekolah, bullying, sekolah, uang pribadi, dan
ujiandapat menimbulkan stres psikologis pada anak dan orang tuanya.
33. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
sepertidokter anak, bidan, perawat praktek, perawat komunitas,fisioterapi,
psikolog, pidato dan patolog bahasa danapoteker untuk memungkinkan
manajemen cacat atau penyakit kronis.
34. Mampu bertindaksebagai advokat untuk anak atau keluarga bila diperlukan.

Kesehatan Pria
Dokter keluarga menghadapi pasien baik laki laki dan wanita, Tujuan pembelajaran
berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalamperawatan pria. Hasil
menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari selama
training residensi spesialisasi dokter keluarga. Pada akhir pelatihan khusus, peserta
pelatihan diharapkan dapat:
1. Mengatur kontak palayanan primer dengan pasien laki-laki.
2. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis dari penyakit pada
pasien, keluarga, teman, dan tanggungan pekerjaannya.

51 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
3. Menunjukkan sikap yang non-menghakimi, gaya konsultasi peduli dan
professional untuk meminimalkan rasa sungkan dari pasien laki-laki, terutama
ketika mereka datang dengan gejala yang sensitive seperti gangguan pada
saluran kencing.
4. Mendeteksi apakah pasien laki-lakikeinginan untuk melihat seorang dokter
dari jenis kelamin yang sama.
5. Jelaskan dampak gender pada kognisi individu dan gaya hidup, serta mampu
merumuskan strategi untuk menanggapi hal ini.
6. Memahami bahwa laki-laki mungkin kurang mengartikulasikan tentang
kesehatan mereka dibandingkan wanita dan dapat menjelaskan strategi untuk
mengkompensasi ini selamakonsultasi.
7. Memahami bahwa laki-laki dari latar belakang budaya yang berbeda memiliki
sikap terhadap kesehatan dan harapan dari dokter.
8. Mengidentifikasi keyakinan kesehatan pasien mengenai penyakit dan gaya
hidup, lalu dapat memodifikasi lalu dapat mendiplomasikan keyakinan yang
sesuai.
9. Mempromosikankesejahteraan dengan menerapkan promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan strategi yang tepat.
10. Mampu memberikan intervensi mendesak / darurat ketika pasien hadir dengan
kondisi tertentu seperti torsi testis, paraphimosis, cedera dan priapism.
11. Mampu memberikan penjelaskan indikasi untuk rujukan mendesak untuk
layanan spesialis, bagi pasien laindengan kecurigaan tertentu, missal ; kanker.
12. Mengakui bahwa kekerasan dan agresi yang lebih umum di antara pria,
sehingga dokter mampu menilai risiko bahaya bagi diri sendiri atau orang lain
dan bertindak dengan tepat.

Kesehatan Wanita
Tujuan pembelajaran berikut akan dibahas selama periode pelatihan dokter keluarga
seputar kesehatan wanita, khususnya tentang penguasaan peserta pelatihan
kompetensi dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan masalah kesehatan
perempuan.Pada akhir pelatihan khusus, peserta pelatihan residensi diharapkan dapat:
1. Menunjukkan pengetahuan tentang masalah kesehatan wanita, kondisi dan
penyakitnya.

52 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
2. Mampu menjelaskan bagaimana praktik manajemen dampak masalah pada
penyediaan perawatanbagi perempuan, termasuk pilihan dan ketersediaan dokter
perempuan.
3. Memfasilitasi kelangsungan pelayanan, menghormati kerahasiaan pasien
danmemelihara catatan pasien yang akurat.
4. Dapat mengakomodasi hal hal sensitive dalam kasus-kasus yang melibatkan isu-
isu keluarga,kekerasan dalam rumah tangga, penghentian kehamilan, menular
seksualinfeksi dan bagaimana memberitahukannya kepada mitra/pasangan
pasien.
5. Bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan lokal lainnya dukungan
layanan, jaringan dan kelompok perempuan(Misalnya keluarga berencana,
klinik payudara, LSM keluarga dan masalah dalam rumah tangga).
6. Mampu berkomunikasi secara sensitif dengan perempuan tentang seksualitas
dan masalah intim.
7. Mengakui bahwa banyak wanita berkonsultasi untuk saran gaya hidup, dan
bahwa doktertidak boleh terlalu mendikte masalah ini atau menghakimi dalam
saran mereka.
8. Waspadai isu-isu gender, kekuasaan dan hubungan pasien-dokter, dantahu
bagaimana mencegah masalah ini berdampak negatif pada kesehatan
perempuan.
9. Mengakui kecenderungan seksual yang berbeda dari beberapa perempuan dan
menjadimenyadari kebutuhan wanita lesbian, atau biseksual, tanpa
memungutpenilaian dan menghindari membuat asumsi seperti tentang
perlunyakontrasepsi sesuai norma yang berlaku.
10. Menjelaskan pentingnya kerahasiaan dan informed consent dalam
kaitannyadengan perawatan wanita.
11. Menjelaskan masalah yang berkaitan dengan penggunaan pendamping.
12. Menjelaskan dampak gender pada perilaku individu dan gaya hidup,
danmerumuskan strategi terbaik untuk menangani isu-isu masalah.
13. Peka terhadap kemungkinan bahwa seorang pasien wanita dapat memilih untuk
berkonsultasidan diperiksa oleh dokter wanita dan mengatur ini di mana praktis
yang sesuai.

53 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
14. Mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan membuat diagnosis
berdasarkan pemeriksaan tambahan, dengan cara yangnyaman untuk kedua
pasien dan GP.
15. Mengakui prevalensi kekerasan dalam rumah tangga, waspada tentang terhadap
tanda-tanda masalah ini dan menunjukkan kemampuan untuk mempertanyakan
hal sensitive kepada pasien ketika isu sensitive ini diduga.
16. Mampu mengintervensi segera jika keganasan diduga missal : rujukan dari
benjolan payudara.
17. Mengidentifikasi kasus-kasus ketika intervensi awal atau langsung diperlukan,
missal, pada kehamilan ektopik khususnya nyeri, nyeri panggul akut dan
pendarahan vagina yang berat.
18. Jelaskan mengenai pencegahan yang relevan (misalnya seks yang lebih aman,
pra-kehamilankonseling, perawatan kehamilan, imunisasi, mencegah
osteoporosis).
19. Menerapkan pelayanan berbasis bukti strategi skrining yang relevan dengan
perempuan danmendiskusikan kelebihan / kekurangan.
20. Menghargai pentingnya mempromosikan kesehatan dan gaya hidup sehat pada
perempuan, dan khususnya menunjukkan awarenesss dari dampak inipada janin,
pertumbuhan anak-anak dan keluarga dan masyarakat.
21. Memahami dampak dari penyakit lain, baik untuk pasien dan keluarganya,

Kesehatan Usia Lanjut


Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
memberikan pelayanan pada perawatan pasienlansia. Hasil menggambarkan
pengetahuan, keterampilan dansikap bahwa peserta pelatihan harus belajar selama nya /
pelatihannya. Pada akhir pelatihan spesialis ini, peserta pelatihan diharapkan dapat:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan pasien tua, mengadopsi pendekatan
patientcentred
2. Mampu menjelaskan efek penuaan normal pada fisik dan psikologis kesehatan
individu pasien.
3. Mengakui pentingnya faktor sosial dalam kesehatan geriatri. Dan dapat
emanfaatkandukungan dari keluarga, pengasuh, dan teman-teman dalam
perawatan orang dewasa yang lebih tua.

54 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
4. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
sejarah yang baik daripasien dan kerabatnya, dan menunjukkan empati dan
kasih sayang dalam melakukan pendekatan terhadap pasien dengan penyakit
kronis atau terminal.
5. Mampu menjelajahi ide pasien yang lebih tua, kekhawatiran dan harapan, dan
bagaimanamereka cocok dalam konteks sosial dan klinis.
6. Mengakui bahwa pasien tua mungkin banyak memiliki masalah komunikasi
atau kesulitan lain dalam upaya mempromosikan gaya hidup sehat dan
mendorong pelayanan pencegahan, skrining dan pencegahan sekunder penyakit
berbasis bukti.
7. Memahami bahwa lansia mungkin kurang fleksibel dan mudah beradaptasi
dalam melakukan ide dan perilaku mereka sehari hari.
8. Menyadari bahwa pasien tua membuat tuntutan yang lebih besar untuk
kunjungan rumah yang bisa disebabkan karena masalah mobilitas. Dokter
keluarga diharapkan dapat memenuhi permintaan tersebut.
9. Melakukan pemeriksaan lengkap dari pasien lanjut usia, termasuk keadaan
kejiwaannya.
10. Mampu menjelaskan co-morbiditas sering terjadi pada usia. Mengembangkan
keterampilan untuk mengelolamasalah kesehatan konkuren yang dialami oleh
pasien yang lebih tua melaluiidentifikasi, eksplorasi, negosiasi, penerimaan dan
prioritas.
11. Dapat memutuskan kapan harus merujuk pasien ke perawatan sekunder dan
apakah rujukan bersifat sebagai janji darurat, mendesak atau rutin.
12. Mampu menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif
dalam kemitraandengan pasien yang menderita penyakit (dan / atau wali
mereka), terutama pada pasien dengan penyakit kronis.
13. Menunjukkan, konsisten berbasis bukti pendekatan terhadap peresepan pada
orang tua. Menghargai bahwa polifarmasi sering terjadi, dan bahwapotensi
kejadian efek samping obat dan interaksi obat-obat meningkat.
14. Mengakui bahwa kepatuhan dengan pengobatan sering suboptimal, dan
bahwalansia sering membuat kesalahan dalam mengambil mereka (sering
beberapa)obat.
15. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
seperti geriatrician, spesialis medis lainnya, perawat praktek, perawat

55 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
komunitas,fisioterapis, ahli patologi bicara dan bahasa, terapis
okupasi,podologist pekerja, sosial dan apoteker untuk memungkinkan
pengelolaan dan rehabilitasi penyakit kronis.
16. Menghargai bahwa banyak orang tua yang tergantung dan rentan. Dokter harus
waspada untuk mengidentifikasi penyalahgunaan tua, dan melaporkannya
kepada pihak yang berwenang dan mampu bertindak sebagai advokat bagi
pasien.

Masalah kardiovaskular
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
pencegahan, diagnosis dan penatalaksanaan penyakit kardiovaskular. Selama
pembelajaran, diharapkan dokter dapat mempelajari pengetahuan, keterampilan dan
sikap bahwa peserta pelatihan harus mengenai system kardiovaskuler dan gangguan
yang bisa disebabkannya. Pada akhir pendidikan spesialisasi, peserta pelatihan
diharapkan dapat:
1. Membuat dan mengatur kontak perawatan primer dengan pasien manapun yang
mempunyai kelainan kardiovaskuler.
2. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis gangguan kardiovaskular
masalah pada pasien, / keluarganya, teman-teman, tanggungan perusahaan dan
lingkungannya.
3. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
riwayat pasien dankerabatnya, dan menunjukkan empati dan kasih sayang
dalamranak pendekatan terhadap pasien dengan penyakit kronis.
4. Menghargai tingginya prevalensi faktor risiko kardiovaskular di Indonesia dan
proyeksi memburuknya situasi akibatpenuaan dan populasi yang semakin
gemuk.
5. Menyadari bahwa Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan menanyakan
kepada semua pasien tentang status merokok, konsumsi alkohol, kebiasaan
dietdan kebiasaan berolahraga.
6. Menawarkan non-menghakimi sarandan membantu pasien untuk mengubah /
nya gaya hidupnya. Ketika ditunjukkan, tawarkanobat atau rujukan ke
profesional kesehatan lainnya atau sesi kelompok.
7. Melakukan pemeriksaan lengkap dari sistem kardiovaskular. Antara lain
pemeriksaan tekanan darah pada semua orang dewasa, pemeriksaan lipid pada

56 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
pasien >35 tahun untuk pria dan >45 tahun untuk wanita atau pada usia yang
lebih muda pada pasien yang beresiko.
8. Mengenali kelompok tertentu pasien berisiko tinggi kardiovaskular, mana yang
dapat dan tidak dapat dimodifikasi.
9. Menunjukkan bagaimana melakukan EKG dan menginterpretasikan hasilnya
10. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan penyakit
kardiovaskular, untuk memutuskan kapan harus merujuk pasien ke perawatan
sekunder dan apakahsebagai janji darurat, mendesak atau rutin.
11. Memahami bahwa nyeri dada mungkin karena berbagai penyebab non-jantung
(misalnyaPenyakit lambung) dan menentukan manajemen yang optimal untuk
12. Memberikan komunikasi kepadapasien mengenai resiko dan permasalahan
kardiovaskular jelas danefektif dengan cara non-bias.
13. Menyarankan pasien tepatmengenai intervensi gaya hidup sesuai dengan risiko
kardiovaskular dan tingkat kecacatan yang bisa diakibatkannya
14. Memberdayakan pasien untukmengelola sendiri kondisi mereka sepraktis
mungkin.
15. Menilai dampak penyakit pada kualitas hidup pasien dan kebugaran
untukbekerja, membuat rekomendasi yang tepat.
16. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
sepertiahli jantung, dokter perawatan sekunder, praktek perawat, perawat
jantung,fisioterapis, ahli gizi dan apoteker untuk mengaktifkan optimal penyakit
kardiovaskular pengelolaan dan rehabilitasi jantung..

Masalah Pernapasan
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
diagnosis dan manajemen pasien dengan gejala dan tanda-tandayang mengarah ke
penyakit pada sistem pernapasan. Diharapkan padda akhir pendidikan spesialisasi akan
tergambarkanpengetahuan, keterampilan dan sikap yang perlu dilakukan mengenai
penyakit saluran pernafasan. Pada akhir pelatihan khusus, peserta pelatihan diharapkan
dapat :
1. Dapat mengatur kontak perawatan primer dengan pasien manapun yang
mempunyai masalah pada saluran pernapasan.
2. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologismasalah pernapasan pada
pasien, / keluarganya, teman-teman, tanggungandan pengusaha.

57 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
3. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
anamnesis yang baik dari pasien dan atau kerabatnya, dan menunjukkan empati
dan kasih sayang dalampendekatan terhadap pasien dengan penyakit kronis atau
terminal.
4. Menanyakan semua pasien tentang status merokok, mengidentifikasi keyakinan
kesehatan mengenaimerokok tembakau, dan baik menentang atau memperkuat
tersebut sesuai kebutuhan masing masing
5. Dokter dapat melakukan satu negosiasi kepada pasien namun, pastikan bahwa
pendapat pribadi tentang merokok tidak merugikan klinismanajemen pasien.
6. Menawarkan nasihat dan membantu pasien yang bersedia untukkeluar, mungkin
dengan bantuan obat-obatan atau rujukan untuk berhenti merokok
7. Kenali stigma yang terkait dengan merokok ketikamemberikan nasihat promosi
kesehatan untuk memastikan hubungan dokter-pasien tidak akan rusak.
8. Melakukan pemeriksaan lengkap dari sistem pernapasan.
9. Menunjukkan pengetahuan tentang epidemiologi masalah pernapasan
dalammasyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
10. Kenali kelompok tertentu pasien berisiko tinggi tertular suatupernapasan infeksi,
misalnya usia ekstrem, mereka yang mendasar lainnya, paru patologi,
immunocompromised, dan pecandu alkohol.
11. Jelaskan peran puncak arus pengukuran serial, pengujian dan
reversibilitasspirometri dalam diagnosis asma dan COPD. Mengilustrasikan
teknik untukmenggunakan meter PEFR dan menginterpretasikan hasil kapasitas
paru.
12. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan penyakit
pernapasan, untuk memutuskan kapan harus merujuk pasien ke perawatan
sekunder dan apakahsebagai janji darurat, mendesak atau rutin.
13. Dapat memberikan intervensi mendesak ketika pasien hadir dengan pernapasan
darurat,misalnya anafilaksis, benda asing inhalasi, epiglotitis, dll
14. Kenali sesak napas yang mungkin memiliki penyebab lain bersama beberapa
(misalnyasimultan jantung dan penyakit pernapasan) dan menentukan langkah
manajemen yang optimum untuk ini.
15. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
masalah pernapasan.

58 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
16. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraadengan pasien yang menderita penyakit pernafasan, khususnya pasien
dengan penyakit kronis paru.
17. Memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri kondisi mereka dengan usaha
yang praktis.
18. Menilai kemungkinan paparan kerja sebagai penyebab penyakit pernafasan
(misalnya asma atau COPD) dan membuat rekomendasi yang tepat.
19. Mengakui bahwa kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian akibat
kanker menempati posisi yang tinggi padapria dan wanita, seringkali
mempengaruhi pasien muda.
20. Mengakui bahwaperawatan suboptimal dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan
masih berkontribusi pada penyakit tertentu missal : TB, asma, dan COPD.
21. Tampilkan pengetahuan yang luas tentang pilihan pengobatan farmakologi
untukpenyakit pernapasan dan modus beragam pemberian obat.
22. Mendemonstrasikan pendekatan terapi yang konsisten berbasis bukti pendekatan
terhadap obat resep untuk infeksi pernapasantermasuk penggunaan antibiotik,
glukokortikoid, inhaler dan oksigen.
23. Mengkoordinasikan perawatan pasien dengan profesional perawatan kesehatan
lainnya, seperti dokter paru, dokter kesehatan masyarakat, perawat praktek,
perawat komunitas,fisioterapis terapis, pekerjaan dan apoteker untuk
mengaktifkan pengelolaan penyakit paru yang lebih baik dan komprehensif.
24. Menangani kasus penyakit pernapasan menular (misalnya influenza pandemi)
yang tepat dengan menggunakan peralatan pelindung yang memadai, ventilasi
tempatdan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada staf (termasuk diri)
danorang lain.
25. Memberitahu kondisi berikut untuk Pencegahan Penyakit Menular pada dinas
kesehatan terkait :
• AIDS • Listeriosis
• Antimikroba resistensi • Infeksi nosokomial
• Chlamydia Infeksi • Pertusis
• Difteri • Pneumococcal infeksi
• Haemophilus influenza grup B • Pneumonia
• Influenza
• Legionellosis

59 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
• Pernapasan Sangat Akut • Tuberkulosis
Distress Syndrome (SARS) dan
Flu Burung

Masalah Saluran Pencernaan

Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
diagnosis dan manajemen pasien dengan gejala dan tanda-tandayang mengarah ke
penyakit pada saluran pencernaan. Pada akhir pelatihanspesialis, peserta pelatihan
diharapkan dapat:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan pasien manapun yang mempunyai
gangguan pencernaan
2. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk
menganamnesis pasien dan / nya kerabat, mengklarifikasi istilah yang
digunakan oleh pasien untuk menggambarkanpenyakit yang berhubungan
dengan saluran pencernaan (misalnya diare, sembelit dandispepsia)
3. Menunjukkan empati dan kasih sayang dalam pendekatan terhadap pasien
dengan kronis atau terminal.
4. Mengakui bahwa beberapa pasien mungkin menemukan masalah pencernaan,
khususnya dan mempunyai kesadaran tentang gangguan saluran gastrointestinal
yang rendah, Dengan demikian, dokter keluarga harusmenunjukkan gaya non-
menghakimi, gaya konsultasi peduli dan profesional untukmeminimalkan rasa
malu pasien dengan masalah pencernaan. Dia juga harusmengakui keengganan
beberapa pasien untuk menjalani pemeriksaan dubur danmenghormati otonomi
pasien
5. Menghargai dampak keanekaragaman sosial dan budaya, dan peran penting
darikeyakinan kesehatan yang berkaitan dengan diet, nutrisi dan fungsi
pencernaan.
6. Mengakui bahwa stres psikologis sering mempengaruhi pencernaanberfungsi
dan dapat memperburuk penyakit sistem ini.
7. Menyarankan intervensi gaya hidup yang tepat untuk pasien yang
memilikidampak pada kesehatan pencernaan, seperti rekomendasi untuk diet
sehat, penghentian merokokdan pengurangan stres.
8. Menunjukkan pemeriksaan abdomen lengkap, termasuk pemeriksaan dubur.

60 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
9. Menunjukkan pendekatan, terstruktur logis untuk diagnosis perutnyeri. Kenali
abdomen akut.
10. Jelaskan indikasi untuk rujukan untuk perawatan sekunder, dan apakah rutin
atau mendesak
11. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
masalah saluran pencernaan.
12. Jelaskan efek samping gastrointestinal dari obat-obatan yang umum.
Memodifikasibentuk atau modalitas pengobatan untuk memenuhi fungsi GI
pasien dan memberikan preferensi.
13. Menunjukkan kemampuan untuk mendukung dan memberdayakan orang
terdekat pasien untuk perawatan diri, mungkindengan keterlibatan anggota
keluarga mereka.
14. Bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya misalnya pencernaan; ahli
diet;perawat stoma, dan apoteker untuk mencapai hasil terbaik bagi pasien.
15. Beritahu kondisi berikut untuk Pencegahan Penyakit Menular dan
melaporkannya pada dinas setempat
• AIDS • Giardiasis
• Antimikroba resistensi • Hepatitis A
• Botulisme • Hepatitis B
• Campylobacteriosis • Hepatitis C
• Kolera • Leishmaniasis
• Kriptosporidiosis • Salmonellosis
• Disentri (amuba dan • Shigellosis
bacillary) • Yersiniosis
• E.coli
(Enterohaemorrhagic)

Masalah Neurologis
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
diagnosis dan manajemen pasien dengan gejala dan tanda-tanda
yang mengarah ke penyakit pada sistem saraf. Pada akhir pelatihan khusus, peserta
pelatihan diharapkan dapat:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan pasien manapun yang menyajikan
dengan masalah neurologis

61 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
2. Menjelaskan peran sentral dari perawatan primer dalam mengelola penyakit
neurologis kronis
3. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis masalah neurologis pada
pasien, / keluarganya, teman-teman, dan tanggunganpengusaha.
4. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta data
anamnesis dari pasien dan kerabatnya, dan menunjukkan empati dan kasih
sayang dalamPendekatan terhadap pasien dengan penyakit kronis atau terminal.
5. Mempromosikan gaya hidup sehat dan layar untuk hipertensi pada semua orang
dewasa, dan untukatrial fibrilasi pada orang tua.
6. Melakukan intervensi yang terbaik untuk mengontrol faktor-faktor risiko
denganmendorong perubahan gaya hidup terapi dan menggunakan cara
farmakologis.
7. Mengakui bahwa perawatan suboptimal dan ketidakpatuhan terhadap obat
berkontribusiuntuk kematian yang tidak perlu missal : stroke.
8. Melakukan pemeriksaan neurologis lengkap dari tengkorak dan perifersistem
saraf termasuk ketajaman visual, bidang visual dan fundoscopic
9. Dapat Jelaskan anatomi fungsional dari sistem saraf untuk membantudiagnosis.
10. Menunjukkan pengetahuan tentang prevalensi relatif masalah neurologis
dimasyarakat setempat untuk membantu diagnosis
11. Kenali kelompok tertentu pasien berisiko tinggi penyakit neurologis(Misalnya
riwayat keluarga demensia, keterbelakangan mental, pecandu alkohol).
12. Intervensi mendesak ketika pasien datang dengan keadaan darurat neurologis
(misalnyakejang, stroke)
13. Mengakui bahwa gejala neurologis dan tanda-tanda sistemik mungkin memiliki
berbagaipenyebab (misalnya diabetes mellitus, vaskulitis, psikogenik) dan
menentukanmanajemen yang optimal untuk ini.
14. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
masalah neurologis.
15. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraan denganpasien (dan wali mereka) yang menderita penyakit saraf,
terutama
16. Memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri kondisi mereka sejauh hal
tersebut praktis dan dapat dilakukan dengan mudah

62 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
17. Tampilkan pengetahuan yang luas tentang pilihan pengobatan farmakologi
untukpenyakit neurologis penyakit dengan beragam pemberian obat.
18. Menunjukkankonsisten, berbasis bukti pendekatan terhadap obat resep untuk
penyakit neurologis
19. Menerapkan kriteria berbasis bukti untuk menilai keparahan penyakit neurologis
untuk memutuskan kapan harus merujuk pasien ke perawatan sekunder dan
apakahdarurat, mendesak atau rutin.
20. Komunikasikan prognosis dengan jujur dan sensitif untuk pasien dengan kasus
saraf yang sulit dan tak tersembuhkan seperti penyakit Parkinson dan
multiplesclerosis, dan ketidakpastian saham ketika pasien menginginkan
informasi ini.
21. Mendorong dan membantu pasien dan pengasuh untuk mengakses
layananinstansi pemerintah, organisasi sukarela dan kelompok swadaya.
22. Jelaskan pentingnya kesinambungan perawatan untuk pasien dengan penyakit
saraf kronis. Gunakan waktu sebagai alat diagnostik untuk neurologis kronis
23. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
seperti ahli saraf, ahli bedah saraf, dokter, perawat praktek, perawat khusus,
fisioterapis,kerja terapis dan apoteker untuk memungkinkan penyakit kronis
mendapatkan pengelolaan dan rehabilitasi neurologis.
24. Beritahu kondisi berikut untuk Pencegahan Penyakit Menular dan
melaporkannya pada dinas terkait.
• AIDS • Poliomyelitis
• akut ensefalitis • Rabies
• flaccid paralysis • Sifilis
akut • Tetanus
• antimikroba • Toksoplasmosis
resistensi • encephalopathies
• Bakteri meningitis, spongiform
selain menular, varian
meningokokus Creutzfeldt-Jakob
• Penyakit • Tuberkulosis
meningokokus

63 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
Masalah Endokrin dan Metabolik

Tujuan pembelajaran berikut menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap


yang dibutuhkan seorang dokter keluarga dalam menangani pasien dengan masalah
metabolic endokrin. Pada akhir pelatihan spesialisasi, peserta pelatihan diharapkan
dapat:
1. Mengatur kontak primer dengan pasien yang memiliki masalah metabolisme.
2. Koordinasikan perawatan interprofesional di ranah kesehatan primer-sekunder,
sepertidokter mata, diabetes perawat spesialis, ahli diet, masyarakatperawat,
apoteker, dan psikolog podologists untuk mennyempurnakan penanganan
penyakit kronis
3. Mampu mengidentifikasi kasus-kasus yang membutuhkan rujukan ke seorang
ahli endokrinologi untukpengelolaan masalah metabolisme yang kompleks atau
penyelidikan endokrin yang lebih baik.
4. Komunikasikan risiko komplikasi dari obesitas dan diabetes yang mungkin
dimiliki pasien dan mengakomodasi kepentingan pasien serta dapat
memformulasikannya dengan kesepakatan manajemen penyakit yang dibuat
bersamanya
5. Memunculkan fleksibilitas dalam pendekatan promosi kesehatan, beradaptasi
dengankhususnya kebutuhan kelompok tertentu dengan obesitas atau diabetes
mellitus, menyadaribahwa ini memerlukan pendekatan yang berbeda, misalnya
anak-anak, remaja dandewasa muda, wanita hamil, etnis minoritas, orang tua
dan tinggal di rumahpasien.
6. Negosiasikan program pengurangan berat badan sensitif dengan
pasien,memberikan promosi kesehatan yang tepat.
7. Melibatkan pasien dalam rencana pengobatan dan modifikasi gaya hidup,
memberdayakanpasien untuk memungkinkan kontrol yang lebih baik dari
keadaan metabolik mereka melalui sarandiet, olahraga, dan terapi farmakologis
yang sesuai.
8. Memanfaatkan register penyakit dan data-rekaman template efektif
untukmemantau masalah metabolisme untuk memastikankesinambungan
perawatan antara penyedia layanan kesehatan yang berbeda dan kemampuan
untuk menggunakan catatan tersebut untuk mengingat dan tujuan audit.

64 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
9. Memahami potensi penyalahgunaan misalnya obat tiroksin,insulin. Dan
memberikan pengetahuan praktis kepada pasien untuk menangani hal tersebut.
10. Mengobati dan mengelola masalah metabolisme, intervensi mendesak ketika
pasien datang dengan darurat metabolik, misalnya hipoglikemia dan kondisi
hyperglycaemic.
11. Menghargai bahwa pasien dengan masalah metabolik seringasimptomatik atau
memiliki gejala non-spesifik. diagnosis sering dibuat setelah skrining atau
mengenali gejalakompleks dan dokter diharapkan dapat melakukan
penyelidikan yang tepat.
12. Menunjukkan pendekatan, logis tambahan untuk investigasi dandiagnosis
masalah metabolisme.
13. Mengakui bahwa pasien dengan diabetes sering memiliki beberapa co-
morbiditasdan akibatnya polifarmasi adalah hal yang biasa, namun dokter
diharapkan bisa mengembangkan strategi untuk menyederhanakan rezim
pengobatan sehingga mendorongkepatuhan pasien.
14. Memahami dampak penyakit kronis pada pasien dan menunjukkankemampuan
untuk merawat pasien dengan cara holistik seluruh berbeda pada tiap fase
penyakit.
15. Mengakui bahwa faktor lingkungan dan genetik mempengaruhi prevalensi
masalah metabolisme, misalnya riwayat keluarga diabetes.
16. Mengakui pentingnya dan dampak dari intervensi kesehatan masyarakat
padaobesitas dan diabetes mellitus, dan program dukungan seperti berolahraga,
mendorong pasien untuk bergabung latihan khusus, mendorong pasien untuk
mendaftar sebagai anggota aktif dalam kelompok terkait, missal : grup senam
aerobic.
17. Memahami tentang dampak psikososial dari diabetes dan lainnya secara jangka
panjang metabolik masalah, misalnya risiko depresi, pembatasanpekerjaan dan
mengemudi untuk diabetes, disfungsi seksual.
18. Dapat menerapkan pedoman nasional dan internasional mengenai kunci yang
dapat mempengaruhikesehatan ketentuan untuk masalah kardiovaskular, missal
: JNE 7, ATP III

Reumatologi Dan Masalah Muskuloskeletal


Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam

65 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
diagnosis dan manajemen pasien dengan gejala dan tanda-tanda yang mengarah ke
penyakit pada sistem muskuloskeletal. Pada akhir pelatihan khusus, peserta pelatihan
diharapkan dapat:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan pasien manapun yang menyajikan
dengan masalah muskuloskeletal, dengan mengadopsi pendekatan berpusat pada
pasien
2. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis masalah muskuloskeletal
pada pasien, / keluarganya, teman-teman, tanggungandan pengusaha.
3. Mampu mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk
meminta sejarah yang baik daripasien dan / nya kerabat, dan menunjukkan
empati dan belas kasihan terhadappasien dengan penyakit kronis atau terminal.
4. Menanyakan kepada semua pasien tentang kebiasaan olahraga, mengidentifikasi
keyakinan kesehatan mengenaiolahraga, dan baik menentang atau memperkuat
tersebut sesuai. Pastikan bahwapendapat pribadi tidak merugikan manajemen
klinis. Bila perlu dokter dapat menawarkan saran yang nonjudgementaldan
membantu pasien untuk berolahraga teratur
5. Dapat melakukan pemeriksaan lengkap dari sistem muskuloskeletal.
6. Dapat menunjukkan pengetahuan tentang prevalensi relative masalah
musculoskeletal pada masyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
7. Mengenali kelompok tertentu pasien berisiko tinggi terhadap masalah
musculoskeletal masalah, mis atlet, dan wanita pasca-menopause.
8. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan penyakit
musculoskeletal dan untuk memutuskan kapan harus merujuk pasien ke
perawatan sekunder dan apakah sebagai janji darurat, mendesak atau
rutin.Intervensi mendesak ketika pasien datang dengan keadaan darurat,
misalnya keseleo,fraktur, dislokasi, dll
9. Dapat menjelaskan gejala 'bendera merah' dan tanda-tanda yang mengarah ke
keganasan.
10. Dapat menjelaskan bagaimana sistem muskuloskeletal mungkin terlibat dalam
penyakit sistemik.
11. Dapat menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan
danpengelolaan masalah muskuloskeletal.
12. Dapat menjelaskan peran radiologi dan pemeriksaan darah dalam
diagnosispenyakit muskuloskeletal. Menginterpretasikan hasil baik dalam

66 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
konteks klinis dan menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan
komprehensif dalam kemitraan denganpasien yang menderita penyakit
muskuloskeletal, terutama kronis.
13. Memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri kondisi mereka sepraktis
mungkin dan membantu mereka berfungsi pada tingkat tertinggi.
14. Pertimbangkan faktor biomekanik yang mungkin penyembuhan
15. Dapat menilai kemungkinan penyebab masalah musculoskeletal dari factor
kerja(Misalnya nyeri punggung, cedera regangan berulang) dan membuat
rekomendasi yang sesuai
16. Mengakui bahwa patah tulang karena osteoporosis menyebabkan morbiditas
biaya besar,dan kadang-kadang kematian. Dokter dapat merekomendasikan
kalsium dan vitamin D yang tepat missal : suplementasi dalam semua wanita
pasca-menopause.
17. Menampilkan pengetahuan yang luas tentang pilihan pengobatan farmakologi
untukpenyakit muskuloskeletal dan rheumatological. Menunjukkan pengobatan
yang konsisten,berbasis bukti pendekatan NSAID resep, analgesik lainnya,
ototrelaksan dan glukokortikoid. Daftar indikasi, dosis rejimen danefek samping
dari masing-masing kelas obat.
18. Dapat menjelaskan dan menggambarkan bagaimana untuk menyedot dan / atau
menyuntikkan sendi.
19. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
seperti ortopediahli bedah, ahli bedah saraf, rheumatologist, perawat,
fisioterapis, okupasiterapis, apoteker dan terapis pelengkap untuk
memungkinkan manajemen penyakit kronis
20. Berkomunikasi dengan jujur dan sensitif terhadap pasien mengenai rencana
terapi dan mengakomodasi adanya kesalahan paham ketika berbeda pendapat
dengan pasien.
21. Menilai kemungkinan bahwa gejala muskuloskeletal dapat disebabkan oleh
sebab psikologis (somatisasi).Hindari penyelidikan yang tidak perlu yang tidak
mungkin untuk mempengaruhi manajemen, untukalasan keamanan (misalnya
radiasi), untuk biaya-penahanan, dan untuk mencegahkecemasan berlebihan
pada pasien.
22. Memberikan informasi yang memadai untuk informed consent sebelum
prosedur apapundilakukan.

67 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
Masalah ginjal dan Urologi
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
diagnosis dan manajemen pasien dengan gejala dan tanda-tanda
yang mengarah ke penyakit pada saluran kemih. Hasil menggambarkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap bahwa peserta pelatihan harus belajar selama nya /
pelatihannya.
Pada akhir pelatihan khusus, peserta pelatihan diharapkan:
1. Dapat mengatur kontak perawatan primer dengan pasien yang menyajikan datang
dengan gangguan ginjal atau masalah saluran urologis lain, kemudian
mengadopsi pendekatan berpusat pada pasien.
2. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis dari ginjal ataumasalah
urologis pada pasien, / keluarganya, teman-teman, dan tanggunganpengusaha.
3. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
anamnesis yang baik daripasien dankerabatnya, dan menunjukkan empati dan
kasih sayang dalam melakukan pendekatan terhadap pasien dengan penyakit
kronis atau terminal.
4. Mempromosikan berhenti merokok dan asupan cairan yang cukup untuk
mencegah gangguan ginjal danpenyakit urologis.
5. Melakukan pemeriksaan lengkap dari sistem urin dan dapat menunjukkan
pengetahuan tentang prevalensi relatif ginjal dan masalah urologidalam
masyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
6. Dapat menjlaskan bagaimana menafsirkan tes urine dipstick dalam konteks klinis.
7. Dapat menjelaskan bagaimana untuk mengumpulkan spesimen mid-stream urine.
Jelaskan mengapa cepat mengirim specimen ke laboratorium atau pendingin
adalah penting.
8. Jelaskan indikasi untuk kultur urin bakteriologi. Jelaskan bagaimanamenafsirkan
hasil, dan hal lain yang mungkin terjadi.
9. Mengakui bahwa infeksi saluran kemih sangat umum pada wanita, dan
bahwasistitis rumit pada wanita yang tidak hamil dapat diobati atas dasardari
hasil dipstick saja.
10. Menghargai pentingnya mendeteksi bakteriuria asimtomatik pada ibu hamil
perempuan dan pengobatan awal.

68 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
11. Mengakui kelompok tertentu pasien berisiko tinggi tertular ISK yang parah,
misalnya usia ekstrem, mereka yang mempunyai gangguan patologi lain,dan
wanita hamil dan penderita diabetes.
12. Mengakui bahwa ginjal sering rusak oleh penyakit multisystem seperti
aterosklerosis, myeloma vaskulitis, ganda dan amiloidosis.
13. Menghargai bahwa diabetes dan hipertensi adalah yang paling umum dan
merupakan penyebab penyakit ginjal kronis yang dapat dihindari.
14. Jelaskan pentingnya pemeriksaan mikroalbuminuria, dan bagaimana hal itu
diukur dan dipantau.
15. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan ginjal atau
penyakit urologisuntuk memutuskan kapan harus merujuk pasien ke perawatan
sekunder dan apakahsebagai janji darurat, mendesak atau rutin.Intervensi
mendesak ketika pasien hadir dengan ginjal atau saluran kemih darurat,misalnya
kolik ginjal, retensi urin, gagal ginjal akut, dll
16. Mengakui bahwa hematuria mungkin memiliki beberapa penyebab, dan bahwa
hal itu mungkinhanya gejala dari keganasan urologis. Merujuk pasien dengan
gangguan hematuria untuk perawatan sekunder untuk penyelidikan lebih lanjut.
17. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
masalah ginjal dan urologis.Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis
dan komprehensif dalam kemitraan denganpasien yang menderita penyakit ginjal
atau urologi, terutama yang kronis
18. Memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri kondisi mereka sejauhpraktis.
19. Tampilkan pengetahuan yang luas tentang pilihan pengobatan farmakologi untuk
ginjal danpenyakit urologis. Menunjukkan, konsistensi pengobatan berbasis
bukti.
20. Obat resep untuk ISK. Dan obat yang bisa digunakan mungkin bersifat
nefrotoksik (NSAID misalnya;aminoglikosida) dan obat-obatan yang perlu
penyesuaian dosis di hadapanpenyakit ginjal kronis.
21. Mengakui diuresis yang dapat sangat nyaman bagi pasien, dan
mungkinmenyebabkan inkontinensia. Hindari memberikan diuretik pada malam
hari.
22. Jelaskan tindakan pencegahan yang harus diambil ketika meresepkan ACEIs,
ARB atau inhibitor renin untuk memantau fungsi ginjal, karena gangguan ginjal
bilateral kemungkinanarteri stenosis.

69 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
23. Jelaskan indikasi untuk kateterisasi. Lakukan kateterisasi dari orang dewasa
dengan menggunakan teknik aseptik.
24. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
seperti nephrologist,urolog, spesialis medis lainnya, perawat dialisis, praktik
perawat, masyarakatperawat dan apoteker untuk memungkinkan manajemen
penyakit kronis yang lebih baik.

Penyakit menular
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit menular. Pada akhir pelatihan khusus, peserta
pelatihan diharapkan dapat:
1. Mengelola konsultasi perawatan primer dengan pasien manapun yang
mengalamigejala dan tanda-tanda penyakit menular.
2. Mengakui bahwa sektor-sektor tertentu dari populasi mungkin pada peningkatan
risiko terkena penyakit menular berasal dari usia, lingkungan, kondisi hidup,
pola makan,perilaku, pekerjaan, dll
3. Mengambil anamnesis yang cermat terhadap gejala yang dialami oleh pasien,
dan mengakomodasi idenya, ketakutan, kekhawatiran dan harapan yang
berkaitan dengan penyakitnya dan pengobatannya
4. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum untuk memperoleh tanda-tanda
infeksi.Mendiagnosa dan menangani pasien dengan penyakit menular,
menyediakan pengobatan cepat untuk kondisi mudah ditangani dan merujuk
pada kasus yang lebih kompleks / berat.
5. Jelaskan bagaimana untuk menyelidiki penyakit menular melalui penggunaan
spesimen untuk diperiksa menggunakan mikroskop budaya, mikrobiologi dan
tes serologi. Jelaskan bagaimanamenginterpretasikan hasil dari penyelidikan
tersebut. Intervensi mendesak dalam kasus septikemia, syok septik atau infeksi
yang serius.
6. Mengetahui sejarah alami penyakit menular sehingga memberikan saran
kesehatan yang sesuaidan sertifikasi untuk ketidakhadiran dari sekolah atau
bekerja. Jangan lupa juga berikan saran yang tepat tentang bagaimana untuk
mencegah penyebaran penyakit menular seperti kebersihan tangan, menutup
mulut saat bersin, karantina, danmengobati hewan peliharaan yang sakit.

70 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
Menghargai pentingnya kebersihan pribadi dankebersihan makanan, dan
memberikan nasihat yang benar.
7. Perlu diingat bahwa sebagian besar infeksi dilihat oleh dokter keluarga adalah
dari berasal virus mempengaruhi saluran pernafasan dan pencernaan. Menahan
diri darimeresepkan antibiotik untuk infeksi ini, yang sopan tegas denganpasien
dan / keluarganya. Ambil kesempatan untuk mendidik tentang penggunaan
antimikroba yang tepatdan bahaya penyalahgunaan dan biaya.
8. Jadilah akrab dengan anti-bakteri yang umum digunakan, anti-virus, anti-jamur,
antiprotozoal, anti- cacing dan anti-arthropoda obat yang digunakan sesuai
ketentuan dinas kesehatan
9. Jelaskan pola lokal resistensi bakteri terhadap antibiotik (misalnya MRSA)
10. Mintalah pasien dan / atau keluarga, dan berkonsultasi catatan medis (jika
tersedia) mengenai masalah hipersensitivitas obat yang sebelumnya dikenal atau
obat yang merugikan lainnya
11. Diskusikan diagnosis, prognosis, risiko infektivitas, pilihan pengobatan dan efek
samping yang mungkin dengan pasien (dan / keluarganya jika sesuai)
12. Jelaskan bila menguntungkan untuk menggabungkan antibiotik, dan yang
kelasyang sinergis juga jelaskan kemungkinan alasan untuk kegagalan
antimikroba jelas, dan bagaimanamelanjutkan terapi dari sana.
13. Menghargai bahwa penyakit menular mungkin memiliki fisik yang merugikan
psikologis dan sosial efek pada pasien, terutama jika mengancam jiwa,atau tidak
dapat disembuhkan. Mengambil pendekatan holistik untukpasien dengan
menilai dimensi psikologis dan sosial dari penyakit padanya, keluarganya dan
campur tangan untuk membantu, mungkin mengacu untuk
mendukungkelompok, pekerja sosial, konselor atau psikolog untuk dapat
berkolaborasi bersama.
14. Jelaskan Jadwal Imunisasi Nasional dan lainnya yang tersedia di pasar swasta
imunisasi, dan jadwal dosis mereka,kontra-indikasi, dan efek samping yang
mungkin. Jelaskan juga bahwa imunisasi dapat bermanfaat dalam mencegah
penyakit tertentu
15. Berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat dalam pengelolaan penyakit
infeksi yang mempunyai program khusus: missal : TB, Malaria, Dengue, AIDS,
ensefalitis akut, acute flaccid paralysis, anthrax;antimikroba resistensi,
meningitis bakteri, botulisme;brucellosis, campylobakteriosis, cacar / herpes

71 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
zoster;klamidia infeksi, kolera, sindrom rubella bawaan;kriptosporidiosis,
demam berdarah, difteri;disentri (amuba dan bacillary), echinococcosis;
erisipelas;E.coli (Enterohaemorrhagic); penyakit karena makanan;
giardiasis;Infeksi gonokokal, granular konjungtivitis / trachoma;Haemophilus
influenza grup B;hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, infeksi HIV,
influenza;legionellosis, leishmaniasis, kusta, leptospirosis, listeriosis;kutu
demam kambuh ditanggung, malaria, campak, penyakit meningokokus;gondok,
infeksi nosokomial, pertusis, wabah, infeksi pneumokokus;pneumonia,
poliomielitis, demam nifas, Q-demam; rabies;rubella, salmonellosis, demam
berdarah, SARS, shigellosis;sifilis, cacar, tetanus, toksoplasmosis;spongiform
menular encephalopathies, varian Creutzfeldt-Jakobpenyakit, trichinosis,
tuberkulosis, tularaemia, demam tifoid, tifus;virus demam berdarah.
16. Jelaskan prinsip-prinsip desinfeksi dan sterilisasi, dan menunjukkan teknik steril
sementara melakukan operasi kecil atau mengambil kultur darah.Jelaskan
langkah-langkah untuk mencegah infeksi memperoleh dia / dirinya sendiri,
termasuk menjaga kebersihan tangan, penggunaan sarung tangan karet dll ...
17. Jelaskan tindakan pencegahan yang tepat dan tepat waktu dalam hal
paparaninfeksi serius (misalnya wanita hamil yang tidak kebal terkena varicella,
cedera jarum suntik) dalam diri atau orang lain.
18. Berkolaborasi dengan spesialis penyakit menular,kesehatan masyarakat
spesialis, spesialis dalam perawatan sekunder, perawat praktek,perawat
komunitas, bidan, apoteker, pendidik kesehatan, dan lainnya untuk membantu
dalam promosi kesehatan, pencegahan penyakit menular danpengelolaan yang
baik dalam masyarakat setempat.
19. Jelaskan langkah-langkah yang harus diambil dalam praktek umum selama ada
pandemi influenza atau SARS untuk melindungi staf dan pasien lain dari
penularan (baik di klinik dan sementara melakukan kunjungan rumah tangga).

Masalah Hematologi dan Imunologi


Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga
dalamdiagnosis dan manajemen penyakit hematologi dan imunologi.Pada akhir
pelatihan khusus, peserta pelatihan spesialisasi diharapkan dapat:
1. Mengelola konsultasi perawatan primer dengan pasien manapun yang
mengalamigejala dan tanda-tanda penyakit hematologis atau imunologi. Dapat

72 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
menjelaskan penyakit thalassaemias, para haemophilia dan G6PD defisiensi.
memahami peningkatan risiko penyakit sel sabit dan malaria. Kemudian dokter
diharapkan dapat memberikan konseling kepada pasangan yasng beresiko
mengenai thalassemia sebelum konsepsi, dan nasihat dan merujuk tepat.
2. Dokter dapat menganamnesis riwayat pasien yang cermat terhadap gejala yang
dialami oleh pasien dan dapat menggali harapan yang berkaitan dengan
penyakitnya.
3. Menghargai bahwa penyakit hematologis atau imunologi (dan pengobatan)
mungkin memilikimembawa pengaruh tidak hanya dari aspek fisik, efek
psikologis dan social pasien, terutama jika kronis atau tidak dapat disembuhkan.
4. Memperhatikan hubungan dengan berbagai elemen yang dapat membantu dalam
memperbaiki kualitas hidup pasien, seperti : anggota keluarga, pekerja sosial,
konselor atau psikolog.
5. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum untuk memperoleh tanda-tanda atau
hematologismengacu pada guideline yang dipercaya dan berkoordinasi dengan
perawatan sekunder bila diperlukan.
6. Dokter dapat menyeebutkan penyebab umum anemia dan menjelaskan
bagaimana untuk menyelidiki hal itu. Dapat menjelaskan bagaimana
menafsirkan hasil hitung darah lengkap dan gambar darah.
7. Dalam keadaan darurat dokter dapat memberikan intervensi mendesak dalam
kasus perdarahan (eksternal dan internal),anafilaksis atau syok septik.
8. Jelaskan tanda-tanda dan gejala dari keganasan hematologis.
9. Mengetahui daftar obat yang mungkin memiliki efek imunosupresan.
10. Mengetahui daftar obat yang dapat menghasilkan hemolisis defisiensi G6PD.
11. Dokter dapat menjelaskan bagaimana donor darah disaring. Jelaskan jenis
darahindikasi untuk penggunaan dan efek samping yang mungkin.
12. Mengkoordinasikan perawatan dengan hematologi, spesialis lain dalam
perawatan sekunder, atau profesi lain seperti : perawat, petugas laboratorium
13. Menghargai bahwa darah memiliki makna khusus dalam agama-agama tertentu,
dan memahami bahwa pasien yang percaya percaya dapat menolak transfusi
darah di semua biaya. Secara obyektif dokter diharapkan dapat membahasrisiko
yang melekat pada pendekatan ini, selalu menghormati keputusan pasien
dewasa.

73 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
Keadaan darurat
Pada uraian dibawah ini akan dibahas bagaimana tujuan pendidikan dokter spesialis
dokter keluarga dalam menghadapi kasus kegawatdaruratan dalam prakternya sehari
hari. Pada akhir pendidikan diharapkan dokter dapat:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan setiap pasien dengan keadaan
darurat.
2. Mengakui benar darurat dan intervensi segera. Yakinkan pasienyang TIDAK
memiliki masalah mendesak dapat memahami hal yang sama. Hal ini akan
dimudahkan bila dokter mengetahui prinsip triase.
3. Dokter membuat aturan untuk membuat pengaturan yang tepat untuk melihat
pasien secepatmungkin dan memberi nasihat mana yang sesuai.
4. Menunjukkan kemampuan komunikasi yang baik, observasi, pemeriksaan fisik
dan mental untuk melakukan penilaian awal terhadap suatusituasi darurat dalam
hitungan menit dan merumuskan yang sesuai
5. Jelaskan bagaimana penyakit akut sendiri dan kecemasan yang disebabkan oleh
gawat darurat bias merusak komunikasi antara dokter dan pasien, dan dokter
diharapkan dapat secara simultam mengutamakan keselamatan pasien.
6. Menghormati otonomi pasien '
7. Memahami bahwa penyakit akut dapat menjadi eksaserbasi akut kronis
8. Mengadopsi pendekatan berbasis bukti untuk diagnosis dan pengelolaankeadaan
darurat.
9. Sesuai memprioritaskan masalah. Dokter dapat memastikan milik sendiri dan
keselamatan orang lain dalam situasi darurat.
10. Panggilan untuk bantuan awal bila diperlukan, termasuk memanggil ambulans
atau rekan yang lebih berpengalaman.
11. Daftar peralatan yang diperlukan untuk menangani keadaan darurat di klinik
atau lainnya seupaya mungkin mudah dijangkau. Bawa selalu peralatan dasar
(misalnya jalan napas, kanula intravena; intravena obat) dalam kantong dokter.
14. Tahu di mana peralatan terletak dan menggunakannya secara efisien dalam
keadaan darurat.
15. Menunjukkan kepemimpinan tenang dan jelas dan kerja sama tim dalam
keadaan darurat.
16. Mengkoordinasikan perawatan dengan para profesional lain dalam perawatan
primer dan dengan spesialis lainnya

74 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
17. Memperoleh pelatihan periodic lifesupport .
18. Membuat keputusan etis kompleks yang menunjukkan kepekaan terhadap
keinginanpasien (atau kerabat, jika pasien tidak mampu) dalam perencanaan
perawatan.
19. Melaksanakan rujukan yang tepat ke rumah sakit dan profesional lainnya dalam
Keadaan darurat. Gunakan pengetahuan pasien dan keluarga, danketersediaan
sumber daya masyarakat spesialis, untuk memutuskan apakah pasienharus
dirujuk untuk perawatan akut atau penilaian kurang akut ataurehabilitasi,
sehingga penggunaan sumber daya secara tepat.
20. Menunjukkan kesadaran faktor budaya dan lainnya yang mungkin
mempengaruhi manajemen pasien.
21. Mengakui pasien yang mungkin membutuhkan perawatan akut dan menawarkan
merekarekomendasi untuk pencegahan, efektif manajemen diri dan kapan dan
siapa yang harus meminta bantuan
22. Melibatkan polisi dalam situasi kekerasan atau menyakiti diri.
23. Menunjukkan kesadaran kerangka hukum (UU Kesehatan Mental)

Kesehatan Seksual
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga
dalamperawatan masalah kesehatan seksual. Hasil menggambarkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap bahwa peserta pelatihan harus belajar selama nya /
pelatihannya. Pada akhir pelatihan khusus, peserta pelatihan diharapkan:
1. Atur kontak perawatan primer dengan pasien dengan masalah kesehatan seksual
danmengadopsi pendekatan berpusat pada pasien.Menunjukkan pendekatan
sensitif dan tidak menghakimi terhadap hal tersebut.
2. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
riwayat seksual yang baik.
3. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis seksualmasalah kesehatan
pada pasien dan / nya pasangannya.
4. Menghargai kontribusi penting dari tekanan sosial (misalnya nilai-nilai
keluarga;tekanan teman sebaya, agama, media komunikasi) pada keyakinan
seksual danperilaku pasien.
5. Melakukan pemeriksaan lengkap dari alat kelamin.

75 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
6. Jelaskan anatomi fungsional dari sistem kelamin laki-laki dan perempuan
danfisiologi reproduksi wanita untuk membantu diagnosis.
7. Menunjukkan pengetahuan tentang epidemiologi masalah kesehatan seksual
dimasyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
8. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan kesehatan
seksual, dan membantu jawaban atas masalah untuk memutuskan kapan harus
merujuk pasien ke perawatan spesialis dan apakahsebagai janji darurat,
mendesak atau rutin.
9. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
IMS. Jelaskan layanan yang ditawarkan oleh klinik.Menghargai bahwa sebagian
besar IMS tidak menunjukkan gejala. Upayakan untuk melacak dan mengobati
seksual pasien dan pasangannya.
10. Berikan konseling kepada pasien dengan masalah seksual termasuk masalah
psikoseksual terkaitkontrasepsi, IMS, HIV dan tes untuk pasien yang memiliki
merencanakankehamilan. Konseling ini bias dilakukan pada orang-orang muda
di bawah 16 tahun.
11. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraan denganpasien, terutama dengan penyakit kronis. Libatkan pasien
dalam pengambilan keputusandan memberdayakan mereka untuk mengelola
sendiri kondisi mereka sepraktis mungkin.
12. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
seperti genito-urinaryspesialis, ginekolog, urolog, spesialis penyakit
menular,mikrobiologi, perawat, psikiater, psikolog, apoteker danstaf
laboratorium untuk memungkinkan manajemen yang optimal dari masalah
kesehatan seksual.
13. Mengakui dan menghormati otonomi pasien.Menghormati pasien 'hak
kerahasiaan kecuali kesehatan masyarakat adalah membahayakan.
14. Mempromosikan praktek seksual yang lebih aman.Mendorong penyerapan
vaksin terhadap hepatitis B dan human papilomavirus.
15. Jelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko,
termasukmasalah kesehatan mental, obat dan penyalahgunaan alkohol dan
riwayat seksual yang salah.

76 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
16. Jelaskan kelompok pasien yang berbeda yang berada pada risiko yang lebih
besar dari kehamilan yang tidak direncanakan dan nilai dari pendekatan
oportunistik untuk promosi kesehatan.
17. Jelaskan presentasi umum dari disfungsi seksual dan kekerasan seksualdan
penyalahgunaan, termasuk presentasi rahasia seperti somatisasi.
18. Bekerja sama dengan spesialis lain dan polisi dalam kasus pelecehan seksual
ataupenyerangan.
19. Memahami harapan budaya yang berbeda mengenai perilaku seksual dan
orientasi yangberbeda. Perjelas nilai-nilai pribadi dan sikap yang berkaitan
dengan seksualitas. Berhati-hatilah agar tanggapan diri pribadi
tidakmempengaruhi kualitas manajemen klinis.
20. Mempertahankan standar tertinggi etika profesional ketika berhadapan dengan
pasienyang memiliki masalah kesehatan seksual.
21. Beritahu kondisi berikut untuk Pencegahan Penyakit Menular dan koordinasi
dengan dinas kesehatan : AIDS, resistensi antimikroba, klamidia
infeksi,gonokokal infeksi, hepatitis B, HIV-infeksi, sifilis.

Masalah Kesehatan Mental dan Kecanduan


Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga
dalampencegahan, diagnosis dan manajemen penyakit mental. Pada akhir pelatihan
khusus, peserta pelatihan diharapkan dapat:
1. Mengatur kontak perawatan primer dengan pasien yang datang dengan gejala
dan tanda penyakit mental atau kecanduan.
2. Menghargai pentingnya dampak sosial negatif dari kesehatan mentaldan alkohol
dan penyalahgunaan zat pada pasien, / keluarganya,teman-teman, tanggungan
dan pengusaha. Jelaskan cakupan dan implikasieksklusi stigma dan sosial.
3. Menunjukkan pemahaman bahwa penyakit mental budaya ditentukandan
tergantung pada asumsi yang mungkin tidak universal. Mendemonstrasikan
pengaruh sensitivitas budaya dan mendemonstrasikan keterampilan konsultasi
yang memadai untuk menggali riwayat daripasien dan kerabat, dan
menunjukkan empati dan kasih sayang dalam melakukan pendekatan terhadap
pasien dengan penyakit kronis.

77 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
4. Jelaskan tantangan khusus dari hubungan-bangunan dengan pasien
denganpenyakit mental, dan alkohol dan obat-obatan, terutama mengingat
ketidaktahuan mereka dapat menggunakan layanan ini.
5. Menghargai tingginya prevalensi masalah kesehatan mental, dan alcohol dan
substansi penyalahgunaan dalam masyarakat
6. Kenali kelompok tertentu pasien berisiko tinggi penyakit mental(Misalnya anak-
anak dari keluarga yang bercerai, korban pelecehan, postpartum) dan mengambil
langkah-langkah untuk melindungi mereka.
7. Mengambil pendekatan bio-psiko-sosial yang holistik untuk diagnosis
danpengelolaan masalah kesehatan mental dan alkohol dan penyalahgunaan
obat.
8. Melakukan pemeriksaan keadaan lengkap mental.
9. Memberikan contoh penyakit organik yang dapat hadir dengan gejala
neuropsikiatridan tanda-tanda (misalnya hipoglikemia, penyakit tiroid).
10. Menghargai pentingnya dampak negatif dari penyakit mental dankecanduan
terhadap kesehatan fisik (misalnya penyakit jantung iskemik padaskizofrenia,
sirosis alkoholik).

11. Jelaskan tanda-tanda dan gejala dari alkohol dan penyalahgunaan zat.
12. Mempromosikan gaya hidup bebas narkoba yang sehat. Dengan menawarkan
konseling yang non-menghakimi nasihat dan membantu pasien untukmengubah
nya / gaya hidupnya.
13. Menjelaskan faktor pasien yang melekat yang meningkatkan risiko. Perlakukan
risikobunuh diri secara serius dan mengambil tindakan yang tepat untuk
mengurangi itu.
14. Menerapkan kriteria berbasis bukti untuk menilai keparahan penyakit mentaldan
alkohol dan obat-masalah yang berhubungan, untuk memutuskan kapan harus
merujuk pasienuntuk perawatan sekunder dan apakah rujukan harus sebagai
keadaan darurat,mendesak atau janji rutin.
15. Intervensi mendesak ketika pasien hadir dengan darurat psikiatri, dokter harus
dapat menilai bahaya, mengelola situasi dengan tenang dan memanggil awal
untuk bantuandari polisi dan ahli kejiwaan yang lain bila diperlukan.

78 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
16. Jelaskan cara mengakses kesehatan dan organisasi pelayanan sosial, baik
sukarela dan hukum, yang merupakan komponen penting dari pengelolaanorang
dengan masalah kesehatan mental.
17. Mengakui bahwa penyakit mental sering muncul dengan fitur dan somatic dan
dokter harus mampu mengelola dengan tepat.
18. Merespon dengan cepat untuk keprihatinan yang diajukan olehorang tua,
anggota keluarga, awal tahun pekerja, guru, dan orang lain yangberada dalam
kontak dekat dengan anak atau orang muda.
19. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
masalah kesehatan mental dan alkohol dan narkoba
20. Memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri kondisi mereka sejauhpraktis.
21. Menilai dampak dari penyakit kejiwaan pada kualitas hidup pasien dan
pekerjaanya, dan dapat membuat rekomendasi yang tepat.
22. Tampilkan pengetahuan yang luas tentang pilihan pengobatan farmakologi dan
non farmakologi untukpenyakit mental, dan alkohol dan penyalahgunaan zat.
Mengetahui indikasi,kontra-indikasi, memperingatkan, interaksi, rejimen dosis
dan umum
23. Meresepkan obat terlarang secara bertanggung jawab: hanya jika diindikasikan
dan untuksesingkat mungkin durasi. Menghargai potensi kecanduan
danpenyalahgunaan obat-obat ini.
24. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan lainnya,
sepertipsikiater, perawat jiwa, perawat praktek, pekerja sosial,psikolog,
psikoterapis dan apoteker untuk mengaktifkan optimal mental yangpenyakit dan
kecanduan pengelolaan dan rehabilitasi.

Masalah THT

Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga dalam
diagnosis dan manajemen pasien dengan masalah THT. Pada akhir pelatihan khusus,
peserta pelatihan diharapkan dapat:
1. Atur kontak dengan pasien perawatan primer setiap orang yang hadir dengan
masalah THT dan mengelola secara bersamaan masalah akut dan kronis
dipasien.

79 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
2. Mengadopsi pendekatan orang-berpusat dalam menangani pasien dengan
gangguan THTdalam konteks situasi pasien. Identifikasi kesehatan pasien
keyakinan mengenai masalah THT dan baik, dokter dapat memperkuat,
memodifikasi atau menantang keyakinan yang sesuai
3. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis THTpenyakit pada
pasien, / keluarganya, teman-teman, tanggungan dan pengusaha.
4. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
riwayat pasien dankleluarganya, dan menunjukkan empati dan kasih sayang
terhadapnya.
5. Jelaskan strategi untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien tunarungu
dan tuli, misalnya mengingat untuk menghadapi pasiendan berbicara dengan
jelas sehingga mereka bisa membaca bibir.
6. Melakukan pemeriksaan lengkap dari telinga, hidung, sinus, mulut,
tenggorokan,kepala dan leher, termasuk otoscopy dan tes dasar untuk
pendengaran dan keseimbangan.
7. Mengidentifikasi gejala yang berada dalam kisaran normal dan tidak
memerlukanpengobatan, misalnya siklus memblokir hidung, rhinorrhoea leher
kecilkelenjar getah bening pada anak-anak dengan baik.
8. Menunjukkan pengetahuan tentang epidemiologi masalah THT di local
masyarakat untuk membantu diagnosis.
9. Menunjukkan kesadaran bahwa gejala THT tertentu dapat
mengindikasikantekanan psikologis, misalnya 'pusing' pada pasien yang bisa
berjalan tanpa kesulitan.
10. Jelaskan bagaimana mulut dan telinga mungkin terlibat dalam sistemik tubuh
pasien
11. Mengakui bahwa penderita diabetes berada pada risiko tinggi untuk otitis
eksterna ganas.
12. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan penyakit
THT, untukmemutuskan kapan untuk merujuk pasien ke perawatan sekunder
dan apakah rujukanharus sebagai janji darurat, mendesak atau rutin.
13. Mencegah pengenalan kapas-tunas atau benda lain ke dalam telinga
14. Mendorong mengenakan pelindung telinga untuk mencegah tuli pada pekerja
15. Hati hati dalam mendiagnosis gangguan pendengaran pada anak-anak muda
sehingga untuk merujuk untuk perawatan khusus awal.

80 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
16. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraandengan pasien yang menderita penyakit THT, terutama dari sifat
kronis.
17. Menunjukkan secara konsisten pengobatan berbasis bukti pendekatan terhadap
obat resepuntuk penyakit THT, termasuk penggunaan analgesik topikal dan
sistemik,antibiotik, dekongestan, glukokortikoid dan antihistamin.
18. Sadarilah bahwa sebagian besar kasus infeksi saluran pernapasan atas akut
danotitis media adalah dari etiologi virus, dan resep langsung dari antibiotic
dapat menyebabkan hal yanglebih berbahaya.
19. Jelaskan gejala kanker kepala dan leher, misalnya suara serakbertahan selama
lebih dari enam minggu, ulserasi mukosa oral untuk bertahanlebih dari tiga
minggu.
20. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan
lainnya, seperti THTspesialis, dokter gigi, audiolog, perawat, fisioterapis dan
apoteker untukmemungkinkan pengelolaan yang optimal dari masalah THT.
21. Memfasilitasi akses pasien terhadap sumber manfaat sosial dan jasa untuk
pasien tuli.
22. Mengakui bahwa pasien dengan gangguan pendengaran sering mengalami
kesulitanberkomunikasi dan mengakses layanan kesehatan dan
menerapkanlangkah-langkah untuk mengatasi hambatan-hambatan terhadap
perawatan kesehatan yang efektif.

Masalah Kesehatan Mata


Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga
dalam mendiagnosis dan manajemen pasien dengan masalah mata. Pada akhir
pelatihan khusus, peserta pelatihan diharapkan dapat:
1. Atur kontak dengan pasien perawatan primer setiap orang yang hadir dengan
masalah mata. Dan mengelola secara bersamaan masalah akut dan kronis di
dalam diri pasien.
2. Mengadopsi pendekatan berpusat pasien dalam menangani pasien dengan
masalah mata
3. Identifikasi kesehatan pasien keyakinan mengenai masalah mata dan baik,
dokter dapat memperkuat, memodifikasi atau menantang keyakinan yang
sesuai.

81 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
4. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis dari mata pada pasien, /
keluarganya, teman-teman, tanggungan dan pengusaha.
a. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk
mendapatkan riwayat kesehatan dari pasien dan keluarganya, dokter juga
harus melakukan pendekatan dengan baik terhadap pasien dengan penyakit
kronis atau gangguan penglihatan.
5. Menggambarkan penampilan normal, respon neurologis dan motorik mata
pasien dari bayi yang baru lahir sampai orang tua
6. Melakukan pemeriksaan lengkap dari mata dan fungsi mereka,
termasukoftalmoskopi dan ketajaman visual.
7. Menunjukkan pengetahuan tentang prevalensi relatif masalah mata
dalammasyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
8. Jelaskan bagaimana mata mungkin terlibat dalam penyakit neurologis atau
sistemik.
9. Mengakui bahwa penderita diabetes berada pada risiko tinggi untuk retinopati,
glaukoma dankebutaan, dan bahwa risiko ini dapat dikurangi secara signifikan
dengan manajemen yang tepat
10. Jelaskan siapa dan kapan harus merujuk untuk skrining.
11. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan penyakit
mata, untukmemutuskan kapan untuk merujuk pasien ke perawatan sekunder
dan apakah rujukan sebagai darurat, mendesak atau rutin.
12. Dapat melakukan pengambilan benda asing subtarsal atau benda asing
superfisial kornea menggunakan anestesi lokal. Mendorong penggunaan
kacamata pelindung untuk menghindaricedera pada saat kerja.
13. Mengakui bahwa banyak penyakit menyebabkan mata merah, dan
menunjukkan kemampuan untukmendiagnosa dan mengelola dengan benar.
14. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraan denganpasien yang menderita penyakit mata, berdayakanpasien
untuk mengelola sendiri kondisi mereka sepraktis mungkin.
15. Menunjukkan, konsisten menggunakan terapi berbasis bukti pendekatan
terhadap obat resep untukpenyakit mata, termasuk penggunaan pelumas
topikal, antibiotik,glukokortikoid, antihistamin dan stabilisator sel mast.
16. Berhati-hati untuk mengecualikan keratitis herpes dan glaukoma sebelumresep
glukokortikoid topikal, dan mendidik pasien pada tepat yang digunakan.

82 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
17. Sadarilah bahwa banyak obat yang kontra-diindikasikan pada pasien yang
menderitaglaukoma.
18. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan
lainnya, sepertidokter mata, ahli kacamata, perawat terapis, pekerjaan
danapoteker untuk memungkinkan pengelolaan yang optimal dari masalah
mata.
19. Memfasilitasi akses pasien terhadap sumber dukungan sosial bagi
visualterganggu.
20. Mengakui bahwa pasien dengan gangguan penglihatan mungkin memiliki
kesulitan menerimainformasi tertulis dan layanan kesehatan mengakses dan
mengimplementasikanlangkah-langkah untuk mengatasi hambatan-hambatan
terhadap perawatan kesehatan yang efektif.

Masalah kulit
Tujuan pembelajaran berikut berhubungan khusus untuk peran dokter keluarga
dalamdiagnosis dan manajemen pasien dengan gejala dan tanda-tandayang mengarah
ke penyakit pada kulit. Pada akhir pelatihan khusus, peserta pelatihan diharapkan:
1. Mendidik masyarakat tentang perlindungan kulit dari sinar matahari, tentang
perawatan kulit dan kebersihan diri.
2. Identifikasi kesehatan pasien keyakinan mengenai masalah kulitdan baik
memperkuat, memodifikasi atau menantang keyakinan-keyakinanyang tidak
sesuai.
2. Atur kontak perawatan primer dengan pasien manapun yang menyajikan
dengan masalah kulit
3. Menghargai pentingnya dampak sosial dan psikologis dari masalah kulitpasien,
/ keluarganya, teman-teman, dan tanggungapengusaha.

83 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
4. Mendemonstrasikan keterampilan konsultasi yang memadai untuk meminta
riwayat sakit pasien dan kerabatnya, dan menunjukkan empati dan kasih sayang
dalam melakukan pendekatan terhadap pasien dengan penyakit kulit.
5. Menunjukkan pengetahuan tentang prevalensi relatif masalah kulit
dalammasyarakat setempat untuk membantu diagnosis.
6. Kenali kelompok tertentu pasien berisiko tinggi tertular penyakit kulitInfeksi
(misalnya anak usia sekolah, pencari suaka, penderita diabetes, kurang peduli
terhadap kebersihan pribadi).
7. Melakukan pemeriksaan lengkap dari rambut, kulit dan kuku.
8. Mengakui bahwa penyakit sistemik yang sering memanifestasikan dirinya
dalam kulit,dan berhati-hati untuk tidak melewatkannya.
9. Jelaskan bagaimana obat dapat menyebabkan efek samping dermatologis.
10. Menerapkan kriteria berbasis bukti suara untuk menilai keparahan penyakit
kulit, untukmemutuskan kapan untuk merujuk pasien ke perawatan sekunder
dan apakah rujukansebagai janji mendesak atau rutin.
11. Menunjukkan pendekatan berbasis bukti terhadap penyelidikan danpengelolaan
masalah kulit.
12. Jelaskan peran pemeriksaan darah, sinar Wood, mengorek kulit, specimen
kuku, biopsi kulit dan biopsi eksisi dalam diagnosis penyakit kulit
13. Intervensi segera untuk menilai dan benar mengobati luka dangkal, dan luka
bakar. Jelaskan kapan harus merujuk ke layanan kesehatan sekunder..
14. Menegosiasikan rencana manajemen yang realistis dan komprehensif dalam
kemitraan dengan pasien (atau keluarga) yang menderita penyakit kulit.
Memberdayakan pasien untuk mengelola sendiri kondisi mereka sejauh dapat
dipraktekkan secara mudah..
15. Tampilkan pengetahuan yang luas tentang pilihan pengobatan farmakologi
untuk penyakit kulit. Menunjukkan, konsisten berbasis bukti pendekatan
terhadap peresepan obat untuk kondisi kulit, termasuk penggunaan antibiotik.
16. Jelaskan dan menggambarkan kepada pasien bagaimana menggunakan dan
menerapkan pengobatan topical misalnya sampo, krim, saus oklusif.
17. Mengkoordinasikan perawatan dengan profesional perawatan kesehatan
lainnya, sepertidokter kulit, praktik perawat, perawat komunitas, danapoteker
untuk memungkinkan manajemen penyakit kronis dan rehabilitasi.

84 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012
18. Mengambil langkah-langkah untuk mencegah penyebaran infeksi kulit atau
infestasi pada anak danberkomunikasi dengan staf sekolah atau majikan bila
diperlukan.
19. Menilai kemungkinan paparan kerja sebagai penyebab penyakit kulit(Misalnya
eksim kontak) dan membuat rekomendasi yang tepat.
20. Beritahu kondisi berikut untuk Pencegahan Penyakit Menular dan melaporkan
pada dinas setempat.
• AIDS • Kusta
• Anthrax • Campak
• Antimikroba resistensi • Wabah
• Erisipelas • Rubella
• Cacar / herpes zoster • Smallpox
• Leishmaniasis

85 Naskah Akademik Spesialis Kedokteran Keluarga – Kolegium Dokter Indonesia – Konsorsium


Kedokteran Keluarga 2012

Anda mungkin juga menyukai