Anda di halaman 1dari 15

RESUME KEPERAWATAN GADAR

Organ Sistem Pencernaan (Traktus Digestif)

Oleh :

FAIZATUL KHOLISOH (1810011)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG

2020
Organ Sistem Pencernaan (Traktus Digestif)
Saluran Pencernaan adalah Organ organ yang dilewati oleh makanan (Rongga
mulut, faring, esophagus, gaster,usus halus dan usus besar, rektum, anus).
Organ Tambahan (asesoris) adalah Organ yg berfungsi membantu proses
pencernaan, tetapi tidak dilewati oleh makanan (gigi, lidah, kelenjar ludah,
pankreas,hepar, dan kandung empedu).
Fungsi Dasar:
1. Pemasukan (Menelan): masuknya makanan kedalam tubuh
2. Pendorong: Pergerakan makanan dlam saluran pencernaan.
Peristaltik: Gerakan involunter yg berupa kontraksi & relaksasi otot polos
pada dinding organ.
3. Pencernaan Mekanik: proses pemecahan makanan ke molekul yang lebih
kecil secara fisik.
4. Pencernaan kimiawi: Hidrolisis secara enzimatik dari molekul makan
menjadi zat yg dapat diserap kedalam tubuh seperti monosakrida, asam
amino dan asam lemak.
5. Penyerapan: masuknya hasil akhir proses digestif seperti vitamin, mineral,
dan air dari saliran pencernaan kedalam darah atau limfe yang terjadi di
usus halus.
6. Defekasi: proses pembuangan material yang tidak tercerna sebagai feses.
Traktus Digestif merupakan saluran yg menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan Proses pencernaan
(pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dg enzim dan zat cair yg terbentang
mulai dari mulut (oris) sampai anus.
Proses Pencernaan:
1. Mulut: Makanan digigit dan dikunyah serta dihancurkan menjd bentuk yg
halus scra mekanik dg bantuan gigi dan lidah serta kimiawi dg bantuan
enzim dlm rongga mulut menjadi bentuk bolus.
2. Esophagus: Bolus lalu dikirimke lambung melalui kerongkongan
(esophagus).
3. Gaster: Di lambung makanan diubah menjadi setengah cair (Chyme) dg
bantuan asam lambung & enzim2 yg ada di lambung.
4. Usus Halus: Makanan berbentuk chyme ini lalu dicernalebih lanjut di
dalam usus halus dg bantuan enzim-enzim pencernaan.
5. Usus Halus: Zat2 yg berguna lalu diserap oleh usus halus.
6. Kolon: Zat2 sisa pencernaan lalu dikirim ke kolon dan selanjutnya dikirim
ke rektum u/ selanjutnya dikeluarkan melalui anus.
Organ Pencernaan:
 Oris (Mulut)
 Faring (Tekak)
 Esophagus (Kerongkongan)
 Gaster (Lambung)
 Intestinum (usus halus) Duodenum, Jejenum, Ileum
 Intertinum mayor (Usus besar) Sekum,Kolon asendens, dst
 Rectum
 Anus
KEGAWATDARURATAN SISTEM PENCERNAAN
1. Akut Abdomen
Pengertian:
Suatu keadaan dalam rongga abdomen (intraabdomen) mengalami
gangguan dan memerlukan tindakan segera Organ2 intraabdomen: hepar,
lien, gaster, usus halus dan sebagian besar usus besar (kolon)
Ekstraabdomen: ginjal & ureter, pankreas, duodenum, vesika urinaria dan
uterus.
Etiologi:
 Peradangan: Apendiksitis akut, peritonitis primer, pankreatitis,
infak ginjal akut, kholesistitis akut, tipus abdominalis.
 Perdarahan: Kehamilan ektopik, ruptura anurisma aorta,perdarahan
traktus gatrointestinal dan ruptur limpa.
 Obstruksi traktus gastrointertinalis: Perlengketan usus, hernia,
volvulus, instusupsepsi (invaginasi), ileus paralitik dan spastika.
 Trauma abdomen: Trauma tembus abdomen bersifat serius dan
biasanya memerlukan pembedahan segera.
Survei Primer dan Resusitasi Pada Akut Abdomen:
 Airway (Jalan Nafas): Perhatikan jalan nafas klien. Sadar atau
tidak sadar. Teknik mempertahankan jalan nafas.
 Circulation: Kaji tanda2 syok. Berikan resusitasi cairan jika perlu.
 Breathing (Pernafasan): Kaji pernafasan (adekuat/tidak). Aspirasi
lambung u/ mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi
terhadap rngga peritoneum dan komplikasi paru karena aspirasi.
 Disability (neurology): Kaji tingkat kesadaran klien dengan GCS
dan adanya lateralisasi.
Penatalaksanaan Apendiksitis:
 Pada apendiksitis akut dan perporasi, lakukan persiapan
apendiktomi
 Obervasi TTV, ukur luas infiltrat, fluktuasi dan perluasan
periotnitis, LED dan Leukosit
 Diet lunak rendah celulosa
 Berikan antibiotik
 Istirahat baring dalam posisi fowler
2. Pankreatitis Akut
 Anjurkan istirahat baring
 Atasi syok dan dehidrasi
 Lakukan persiapan operasi pda keadaan umum memburuk disertai
obstruksi biller
 Penghisapan isi lambung secara intermiten
 Pemberian antibiotik dan antikolinergik
3. Perporasi Ulkus Peptikum
 Pasang cairan infus
 Lakukan persiapan operasi laparatomi
 Pemberian antibiotik parenteral
 Pasang Sonde lambung
4. Trauma Tembus Abdomen
 Pemasangan infus: Untuk mengganti cairan secara cepat
 Kaji syok: Kaji syok setelh respon awal terhdap infus, hal ini seing
merupakan tanda adanya perdarahan internal.
 Aspirasi lambung: untuk membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritoneum dan
mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
 Tutup dengan balutan: Jika luka abdomen dg vicera menonjol
keluar, tutup dg balutan steril yang dlembabkan dg NaCl. Jika
benda menancap jangan dicabut tpi difiksasi.
 Fleksikan lutut: Untuk mencegah protusi lanjut.
 Jangan diberi peroral: Tunda pemberian cairan oral untuk
mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
 Pasang kateter: Pasang kateter uretra untuk mengethui kepastian
adanya hematuria dan pantau output urin.
 Observasi TTV: Observasi dan catat TTV, output urine,tekanan
vena central, nilai hematokrit, serta status neurologic.
 Berikan profilaksis: Berikan profilaksis tetanus sesuai dengan
ketentuan.
 Antibiotik: Berikan antibiotik spektrum luas sesuai ketentuan
untuk mencegah infeksi.
 Pembedahan: Siapkan klien untuk pembedahan jika terdpt bukti
adanya syok, kehilangan darah,adanya udara bebas di bawah
diafragma, eviserasi atau hematuria.
 Indikasi laparatomi:
- Luka tusuk dengan syok, BU hilang, prolaps isiusus, dll
- Luka lambung
- Trauma tumpul dengan syok darah dalam lambung,dll
5. Trauma Tumpul Abdomen
 Lakukan pengkajian secara periodik: inpeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi abdomen
 Kaji perubahan pada klien
 Hindari mobilisasi sebelum pengkajian awal selesai, untuk
mencegah hemoragik massif
 Kaji tanda dan gejala yang akibatkan dari kehilangan darah, memar
robekan organ padat,dan kebocoran
 Awasi cidera dada, khususnya faktrur iga bawah
 Inpeksi bagian tubuh dpan, pingang, punggung
 Observasi: Observasi tanda & gejala perdarahan
 Kaji nyeri: Obervasi dan catat nyeri tekan,nyeri lepas, gerakan
melindungi,kekakuan dan spasme.
 Peningkatan distensi: Observasi peningkatan distansi abdomen
 Pemeriksaan rektal: Siapkan klien untuk pemeriksaan rektal atau
vaginal untuk diagnosa cidera pada pelvis, kandung kencing dan
dinding usus.
 Pemeriksaan penunjang: Siapkan klien untuk pemeriksaan CT
scan, DL, Xray, urin, hematrokri.
 Pasang nasogastric: untuk mencegah muntah dan aspirasi, serta
membuang cairan dan udara dari gastrointestinal.
A. Gastro Enteritis Dehidrasi (Ged)
1. Pengertian:
Gastroenteritis didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi, volume,
dan kandungan fluida dari tinja. Propulsi yang cepat dari isi usus melalui
hasil usus kecil diare dan dapat menyebabkan defisit volume cairan serius.
Penyebab umum adalah infeksi, sindrom malabsorpsi, obat, alergi, dan
penyakit sistemik. (Black Joyce, Hawks Jane, 2010)
2. Etiologi:
Menurut Simadibrata (2006) diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli
pathogen, salmonella sp, vibrio cholera, yersinia entero colytika,
campylobacter jejuni, v.parahaemolitikus, staphylococcus aureus,
klebsiella, pseudomonas, aeromonas, dll. Virus: rotavirus,adenovirus,
Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus, echovirus. Makanan
beracun atau mengandung logam, makanan basi, makan makanan yang
tidak biasa misalnya makanan siap saji, makanan mentah, makanan laut.
Obat-obatan tertentu (penggantian hormone tiroid, pelunak feses dan
laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida).
3. Manifestasi Klinis:
Ditandai dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses , pasien
terlihat sangat lemas, kesadaran menurun, kram perut, demam, muntah,
gemuruh usus (borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik
yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi
setiap defekasi. Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi
cepat, tekanan darah turun, serta denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut
akan didapatkan tanda dan gejala dehidrasi, meliputi: Turgor kulit
menurun <3 detik pada anak-anak ubun-ubun dan mata cekung membran
mukosa kering dan di sertai penurunan berat badan akut, keluar keringat
dingin.(Muttaqin: 2011).
4. Patofisiologi:
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan
faktor di antaranya faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya
mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat kemudian menyebabkan diare. Iritasi mukosa usus dapat
menyebabkan peristaltik usus meningkat. Kerusakan pada mukosa usus
juga dapat menyebabkan malabsorbsi merupakan kegagalan dalam
melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. (Simadibrata:
2006).
5. Pemeriksaan Penunjang:
 Menurut Davey (2005) pemeriksaan gastroenterititis yang dapat
dilakukan yaitu: Tes darah lengkap, anemia atau trombositosis
mengarahkan dugaan adanya penyakit kronis. Albumim yang rendah
bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak
spesifik.
 Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.difficile
ditemukan pada 5% orang sehat. Oleh karenanya diagnosis di tegakan
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukanya toksin, bukan berdasar
ditemukanya organisme saja.
 Foto polos abdomen, pada foto polos abdomen bisa terlhat kalsifikasi
pankreas, walaupun diduga terjadi insufiensi pankreas, sebaiknya
diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP) atau CT pancreas.
6. Penatalaksanaan:

Menurut Davey (2005) langkah penatalaksanaan rehidrasi adalah


mengistirahatkan usus dan memberi rehidrasi secara parenteral. Kemudian
mengobati penyakit yang mendasari: pemberian antibiotik atau steroid bisa
diberikan jika pada pemeriksaan penunjang ditemukan patogen spesifik atau
bukti adanya penyakit inflamasi usus. Metronidazol atau vankomisin dipakai
pada kolitis pseudomembranosa.

B. Keracunan
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang
relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik kecelakaan
dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua
pengunjung departemen kedaruratan datang karena masalah toksik.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun.
Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu
organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat
tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya
pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan
efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Zat yang dapat menimbulkan keracunan dapat berbentuk :
1. Padat, misalnya obat-obatan, makanan.
2. Gas, misalnya CO.
3. Cair, misalnya alcohol, bensin, minyak tanah, zat kimia.
Seseorang dapat mengalami keracunan dengan cara :
- Tertelan melalui mulut, keracunan makanan, minuman.
- Terhisap melalui hidung, misalnya keracunan gas CO.
- Terserap melalui kulit/mata, misalnya keracunan zat kimia.

 Etiologi:

Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan


keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai
golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas ( nitrogen metana, karbon monoksida, klor ), golongan
logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik (
akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis :
sengatan serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis :
Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum,
Escherichia coli dll.
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants )
mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll.
 Patofisiologi:
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin, dan lain-lain. Dari penyebab tersebut
dapat mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi-
fungsi organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan
mual, muntah, diare, perut kembung, gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan
bahan kimia). Gejala dan tanda keracunan yang khas biasanya sesuai
dengan jalur masuk racun ke dalam tubuh. Bila masuk melalui saluran
pencernaan, maka gangguan utama akan terjadi pada saluran pencernaan.
Bila masuk melalui jalan nafas maka yang terganggu adalah pernafasannya
dan bila melalui kulit akan terjadi reaksi setempat lebih dahulu. Gejala
lanjutan yang terjadi biasanya sesuai dengan sifat zat racun tersebut
terhadap tubuh. Mual dan muntah terjadi disebabkan karena adanya iritasi
pada lambung sehingga asam lambung meningkat. Makanan yang
mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat atau
menginaktivasi enzim tubuh yaitu kolinesterase (KhE). Dalam keadaan
normal, KhE ini bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (Akh) dengan
jalan mengikat Akh-KhE yang bersifat inaktivasi. Bila konsentrasi racun
lebih tinggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi, maka akibatnya
akan terjadi penumpukan Akh di tempat-tempat tertentu, sehingga timbul
gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan dan pada akhirnya akan
menimbulkan efek muskarinik, nikotinik, dan SSP (menimbulkan
stimulasi dan kemudian depresi SSP).
 Manifestasi Klinis:
Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara
pemberian,apakah melalui mata,paru,lambung atau melalui suntikan.
Karena hal ini mungkin mengubah tidak hanya kecepatan absorpsi dan
distribusi suatu bahan toksik,tetapi juga jenis dan kecepatan
metabolismenya,pertimbangan lain meliputi perbedaan respon jaringan.
Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas seperti pupil
sangat kecil (pinpoint),muntah,depresi,dan hilangnya pernapasan pada
keracunan akut morfin dan alkaloid.
Kulit muka merah,banyak berkeringat,tinitus,tuli,takikardia dan
hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan salisilat akut (aspirin).
Riwayat menurunnya kesadaran yang jelas dan cepat,disertai dengan
gangguan pernapasan dan kadang-kadang henti jantung pada orang muda
sering dihubungkan dengan keracunan akut dekstroprokposifen,terutama
bila digunakan bersamaan dengan alkohol.
1. Gejala yang paling menonjol meliputi :
a. Kelainan Visus;

b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat;

c. Gangguan Saluran pencernaan;

d. Kesukaran bernafas.

2. Keracunan ringan

a. Anoreksia;

b. Nyeri kepala;

c. Rasa lemah;

d. Rasa takut;

e. Tremor pada lidah dan kelopak mata;

f. Pupil miosis.

3. Keracunan sedang

a. Nausea;

b. Muntah – muntah;

c. Kejang dan kram perut;

d. Hipersalifa;

e. Hiperhidrosis;

f. Fasikulasi otot;

g. Bradikardi.

4. Keracunan berat

a. Diare;
b. Reaksi cahaya negatif;

c. Sesak nafas;

d. Sianosis;

e. Edema paru;

f. Inkontinensia urine dan feses;

g. Kovulsi;

h. Koma;

i. Blokade jantung akhirnya meninggal.

 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pada keracunan diperoleh melalui analisis laboratorium. Bahan
analisis dapat berasal dari bahan cairan,cairan lambung atau urin.
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah,
cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum,
elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto
toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes
toksikologi kuantitatif.
 Komplikasi
- Kejang
- Koma
- Henti jantung
- Henti napas
- Syok
 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus keracunan adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus
keracunan harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang
mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda-tanda Vital seperti jalan
napas, sirkulasi,dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
2. Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa
pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas
buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-
obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan
nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab
racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan
alat bag – valve – mask.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat
diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal
lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada
penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak
kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam
4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang
hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan
bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah
aspirasi pnemonia.
4. Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah
mengatasi keadaan sesuai dengan masalah.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh
pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk
gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
5. Penilaian Klinis
6. Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya
mengatasi keracunan,ialah :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan,termasuk yang sering dipakai.
b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas
tentang obat yang digunakan.
c. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi.
d. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik.
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan
fungsi autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah,nadi,ukuran
pupil,keringat,air liur, dan aktivitas peristaltik usus.
7. Dekontaminasi
Umumnya bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap melalui
kulit sehingga dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Di
samping itu,dilakukan dekontaminasi saluran cerna agar bahan yang
tertelan hanya sedikit diabsorpsi,biasanya hanya diberikan
pencahar,obat perangsang muntah,dan bilas lambung.
Induksi muntah atau bilas lambung tidak boleh dilakukan pada
keracunan parafin,minyak tanah, dan hasil sulingan minyak mentah
lainnya. Upaya lain untuk megeluarkan bahan/obat adalah dengan
dialisis.
8. Terapi suportif,konsultasi,dan rehabilitasi
Terapi suportif,konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.
9. Observasi dan konsultasi
10. Rehabilitasi

DAFTAR PUSTAKA
Kisanti, Annia. 2012. Panduan Lengkap Pertolongan Pertama pada Darurat
Klinis. Yogyakarta:Araska.
Krisanty, dkk. 2011. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media
Aesculapius, FKUI, Jakarta
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Suzanne C. Brenda G.2001,Keperawatan Medikal Bedah,EGC,Jakarta

https://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-
berbahaya/

Anda mungkin juga menyukai