Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
GAMATARI SUBPRABA PURNAMA SARI
SN202010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2021
A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Perilaku kekerasaan adalah tingkah laku individu yang ditunjukkan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikolog. (Budi Ana Keliat,
2017)
Perilaku kekerasan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri
maupun orang lain, sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana
seseorang marah berespon terhadap sesuatu stresor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol. (Yosep, 2017)
2. Tanda dan Gejala
Data obyektif :
a. Mata merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Suka berdebat
f. Sering memaksakan kehendak
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang
Data subyektif
a. Mengeluh merasa terancam
b. Mengungkapkan perasaan tak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa
tercekik, sesak dan bingung

3. Penyebab Terjadinya Masalah


a. Faktor predisposisi
1) Psikologi
2) Kegagalan yang dialami dapat yang menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan, contohnya
pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung
saat dewasa menjadi perilaku kekerasan
3) Perilaku
4) Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut
akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
5) Sosial Budaya
6) Budaya yang pasif agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan
adalah hal yang wajar
7) Bioneurologi
8) Beberapa berpendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmiter ikut
menyambang terjadi perilaku kekerasan
b. Faktor Presipitasi
Faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal, dan sebagainya.
2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
3) Ekspresi tidak terpenuhnya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
4) Ketidaksiapan seorang bibu dalam merawat anak dan ketidak
mampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi mengonsumsi obat,
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi. ( Yosep, 2009)
4. Akibat Terjadinya Masalah
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemngkinan
menciderai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan
dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya.
Kondisi ini biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara
konstruktif.

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain danlingkungan
(Effect)

Perilaku Kekerasan/amuk (Core Problem)

Gangguan Konsep diri :Harga Diri Rendah (Cause)

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
E. DiagnosaKeperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
F. RencanaTindakan
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilihcara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, dan efek
samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek samping obat yang dirasakan.
Diagnosa II: gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
TujuanKhusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspekpositif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negative ditiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspekpositif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
kerumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Keliat A,Budi Akemat. (2017). Model Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta


Maramis, W.F.(2017). Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Ed.9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Yusuf,Ah, dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika Yosep Iyus, (2017). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Masalah Utama : Perilaku Kekerasan

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Data Obyektif :
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat,
sering pula tampak pasien memaksakan kehendak, merampas makanan,
memukul jika tidak senang
b. Data Subyektif :
Klien mengeluh perasaan terancam, mengungkapkan perasaan tidak
berguna, mengungkapkan perasaan jengkel, mengungkapkan adanya
keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak dan bingung
2. Diagnosa Keperawatan :
Perilaku kekerasan

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


1. Tindakan Keperawatan untuk pasien
a. Tujuan khusus :
1) Klien mampu mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan
2) Klien mampu menyebutkan tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Klien mampu menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
4) Klien mampu menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
5) Klien mampu menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan
6) Klien mampu mencegah/mengontrol perilaku kekerasan secara fisik,
spiritual, social dan dengan terapi psikofarmaka
b. Tindakan keperawatan :
1) Bina hubungan saling percaya
2) Mendiskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan
3) Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
4) Mendiskusikan bersama klien tentang perilaku kekerasan yang
biasanya dilakukan
5) Mendiskusikan bersama klien akibat perilaku kekerasan
6) Mendiskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan
7) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
8) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial / verbal
9) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
10) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum
obat
11) Ikut sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi sensori mengontrol perilaku kekerasan

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab


perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol
secara fisik ke – 1 : Relaksasi Nafas Dalam
Fase Orientasi :
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya Sofiana Purnamasari, panggil saya
Sofi, saya Mahasiswa Stikes Cendekia Utama Kudus. Namanya siapa ?
Senangnya dipanggil apa ?”
“Bagaimana perasaan A saat ini ?” Masih ada perasaan kesal atau marah
?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan kesal
atau marahnya A? Berapa lama A mau berbincang-bincang ?” Bagaimana kalau
20 menit ?”
“Dimana enaknya jika kita duduk untuk berbincang-bincang?” Bagaimana
kalau di ruang tamu?”
Fase Kerja :
“Apa yang menyebabkan A marah ? Apakah sebelumnya A pernah marah ?
Terus penyebabnya apa ?”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti A pulang ke rumah dan istri
belum menyediakan makanan (misalkan ini penyebab marah pasien), apa yang A
rasakan ?”
“Apakah A merasakan kesal kemudian dada A berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal ?”
“Jadi ketika A marah, A memukul istri A dan memecahkan piring ? Apa
dengan cara seperti ini makanan terhidangkan ?”
“A tahu tidak kerugian yang A lakukan ? Istri A jadi sakit dan takut, piring-
piring jadi pecah”
“Maukah A belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian ?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik dapat menyalurkan rasa marah”.
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu ?”
“Begini, kalau tanda marah tadi sudah A rasakan maka A berdiri, lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan! Atau tiup perlahan-lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi! Bagus sekali A
sudah melakukannya. Bapaimana perasaanya ?”
“Nah, sebaiknya latihan ini A lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul A sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah berbincang-bincang tentang kemarahan A?”
“coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah A yang lalu. Jangan
lupa tarik nafas dalam ya. Sekarang kita buat jadwal latihan ya”
“Bagaimana kalau 2 hari lagi saya datang dan kita latihan cara lain untuk
mencegah/mengontrol marah ? Dimana tempatnya A? Baikah, Sampai jumpa besuk ya”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke – 2

Fase Orientasi :
“Selamat pagi, A, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya
datang lagi”
“Bapaimana perasaan A saat ini, adakah hal yang menyebabkan A marah ?
Apakah latihan nafas dalamnya sudah dilakukan ?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 20 menit ?”
“Dimana kita bicara ? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Fase Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan A marah dan muncul perasaan kesal dada
berdebar-debar, mata melotot, selain nafas dalam dapat melakukan pukul kasur
dan bantal.”
“Lampiaskan kekesalan A ke kasur dan bantal”
“Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah latihan cara menyalurkan kesal/marah tadi
?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih ? coba A sebutkan lagi!Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan A sehari-hari. Kalau ada
keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya”
“Bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol
marah dengan belajar bicara yang baik. A mau pukul berapa ?
Baik, pukul 10 pagi ya. Sampai jumpa!”

SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

Fase Orientasi :
F FFase
“Selamat pagi, A, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu
lagi”
“Bagaimana, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur
bantal ? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur ?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah
marah?”
Dimana kita berbincang-bincang ? Berapa lama A mau berbincang-bincang
? Bagaimana kalau 20 menit ?”

Fase Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah. Ada tiga caranya yaitu :
Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan A tidak ingin
melakukannya, katakan : Maaf saya tidak dapat melakukannya karena sedang
ada kerjaan. Coba A praktikan!
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal, A dapat mengatakan : “Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu. Coba A praktikkan”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba A sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”
“Bagus sekali, sekarang kita masukkan ke dalam jadwal. Berapa kali sehari
A mau latihan bicara yang baik ?”
“Nah, sudah berapa cara yang A pelajari ? Bagus, betul sekali 5 cara yaitu
dua cara fisik dan 3 cara bicara yang baik”
“Bagaiman kalau dua hari lagi kita bertemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara ketiga untuk mengatassi rasa marah A
yaitu dengan cara ibadah, Bagaimana A setuju ? Baik, sampai jumpa nanti ya”

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

Fase Orientasi :
“Selamat pagi A, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya
datang lagi. Baik, yang mana yang mau dicoba ?”
“Bagaimana A, latihan apa yang sudah dilakukan ? apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur ?”
“Bagaiman kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang ? Berapa lama A mau
berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit ?”

Fase Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasanya A lakukan! Baik, yang
mana yang mau dicoba ?”
“Nah, kalau A sedang marah coba A langsung duduk dan tarik nafas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya, rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudlu kemudian sholat”
“A dapat melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan” “Coba A sebutkan sholat 5 waktu! Bagus. Coba jelaskan
caranya”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari ?”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan A. Mau berapa
kali A sholat ?”
“Coba A sebutkan lagi cara ibadah yang dapat A lakukan bila A merasa
marah!”
“Besok kita ketemu lagi iya, nanti kita bicarakan cara ke-4 untuk mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah A, Bagaimana A setuju ?”
SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat

Fase Orientasi :
“Selamat pagi, A, sesuai dengan janji saya kemarin, hari ini kita bertemu
lagi”
“Bagaimana A, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat ? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur ? Jadi rasa marah telah berkurang”
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang ? Berapa lama A mau kita
berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 20 menit ?”

Fase Kerja : (Perawat membawa obat pasien)


“A sudah dapat obat dari dokter ?”
“Berapa macam obat yang A minum ? Warnamya apa saja ? Jam berapa A
minum ?”
“Obatnya ada 3 macam, yang warnanya orange namanya CPZ diminum 2X
sehari jam 1 siang dan jam 8 malam gunanya agar dapat pikiran tenang, yang
kuning namanya THP diminum 2X sehari jam 7 pagi dan jam 5 sore agar rilex,
tenang dan mengurangi otot kaku serta menurunkan cairan saliva, dan yang
warna biru ini namanya HLP diminum 2X sehari jam 7 pagi dan jam 5 sore agar
lebih tenang, berpikir lebih jernih, lebih tidak gugup dan rasa marah berkurang”.
“Sebelum minum obat ini A lihat dulu label di kotak obat apakah benar
nama A tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, pukul berapa saja
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar ? kemudian cek
lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya, karena dapat terjadi kekambuhan”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya ke dalam jadwal ya,”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar ?”
“Coba A sebutkan lagi jenis obat yang A minum! Bagaimana cara minum
obat yang benar ?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari ?
Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”
“Baik, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana A
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa!”
2. Tindakan Keperawatan untuk keluarga
a. Tujuan Khusus :
Keluaga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan Keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama kelaurga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku
tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain
4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala perilaku kekerasan
5) Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara


merawat klien perilaku kekerasan di rumah, masalah
yang dihadapi keluarga dalam merawat klien

Fase Orientasi :
“Selamat pagi Bu, perkenalkan nama saya Sofiana Purnamasari, panggil
saya Sofi, Saya Mahasiswa Stikes Cendekia Utama Kudus, saya perawat yang
akan merawat A (pasien). Namanya siapa ? Senangnya di panggil apa?”
“Bisakah kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu
hadapi? Berapa lama kita berbincang-bincang bu? Bagaimana kalau 30 menit?”

Fase Kerja :
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi dalam merawat A ? Apa yang Ibu lakukan
? Baik, Bu saya akan coba jelaskan tentang marah A dan hal-hal yang perlu
diperhatikan”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tetapi jika tidak dapat
disalurkan dengan benar maka akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain
dan lingkungan”
“Yang menyebabkan suami Ibu marah dan mengamuk adalah kalau dia
merasa direndahkan dan keinginan tidak terpenuhi”
“Kalau nanti wajah suami Ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan
gelisah, itu artinya suami Ibu sedang marah. Bila hal tersebut terjadi sebaiknya
Ibu tetap tenang, bicara lembut tetapi tegas, jangan lupa jaga jarak dan jauhkan
benda-benda tajam dari sekitar A seperti gelas dan pisau. Jauhkan juga anak-
anak kecil dari A.
“Bila A masih marah dan mengamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ
setelah sebelumnya diikat dulu. Jangan lupa minta bantuan orang lain saat
mengikat A ya Bu, lakukan dengan tidak menyakiti A dan jelaskan alasan
mengikat A yaitu agar A tidak menciderai diri sendiri, oarng lain atau
lingkungan”
“Sekarang Ibu dapat membantu A dengan mengingatkan jadwal latihan
cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual,
dan minum obat secara teratur”
“Kalau seandainya A dapat melakukan latihannya dengan baik jangan lupa
dipuji ya Bu”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
merawat A?”
“Setelah ini coba Ibu ingatkan jadwal yang telah dibuat untuk A ya, Bu!”
“Baik Bu, dua hari lagi kita ketemu kembali untuk latihan cara-cara yang
telah kita bicarakan tadi kepada A. Sampai jumpa!”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol


kemarahan

Fase Orientasi :
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu, sekarang kita
ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah A. Apakah sudah
berkurang rasa marah A ?”
“Berapa lama waktu yang Ibu inginkan untuk kita latihan ?”
“Bagaimana kalau kita latihan disini saja ? Sebentar saya panggilkan A
supaya dapat berlatih bersama”

Fase Kerja :
“Nah, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah A lakukan. Bagus
sekali. Coba praktikan kepada Ibu jadwal harian A! Bagus!”
“Nanti Ibu dapat membantu A latihan mengontrol kemarahan A”
“Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya”
“Masih ingat Bu, kalau tanda-tanda marah sudah A rasakan maka yang
harus dilakukan A adalah…?”
“Ya… betul, A berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar lalu
keluarkan atau tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Nah coba 5 kali, coba Ibu temani dan Bantu A. Bagus sekali, A dan
Ibu sudah dapat melakukannya dengan baik”
“Cara yang kedua masih ingat , Bu ?”
“Ya benar, kalau ada yang menyebabkan A marah dan muncul perasaan
kesal, dada berdebar-debar, mata melotot, selain nafas dalam A dapat melakukan
pukul kasur dan bantal. Sekarang coba A latihan memukul kasur dan bantal
sambil di damping Ibu, berikan A semangat ya Bu”
“Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila sedang marah. Ada 3
caranya, coba praktikkan langsung kepada Ibu mengenai cara bicara yang telah
kita pelajari kemarin”
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu uang untuk
beli rokok! Coba bapak praktekkan. Bagus”.
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang
ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
“Cara keempat yang dapat dilakukan jika A sedang marah adalah A
langsung duduk dan tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan
badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudlu kemudian sholat. A dapat
melakukan sholat secara teratur dengan didampingi Ibu untuk meredakan
kemarahan”
“Cara terakhir adalah minum obat secara teratur ya Bu, agar pikiran A
jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang A
dapatkan, Ibu tolong ingatkan A untuk meminumnya secara teratur dan jangan
dihentikan tanpa sepengetahuan dokter”

SP 3 Pasien dan Keluarga : jelaskan perawatan lanjutan bersama keluarga

Fase Orientasi :
“Selamat pagi Bu, karena kunjungan saya sudah akan berakhir,
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perawatan lanjutan untuk
keluarga A/ Ibu. Apakah sudah dipuji keberhasilannya ?”
“Berapa lama waktu yang akan A dan Ibu inginkan untuk kita berbicara?
Bagaimana kalau 30 menit ?”

Fase Kerja :
“Bu, jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas
maupun jadwal minum obatnya. Mari kita lihat jadwal A!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh A. Kalau misalnya A menolak minum obat atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain, segera hubungi saya di puskesmas.
Selanjutnya keadaan A akan di pantau

Fase Terminasi :
“Bagaimana Bu, ada yang ingin ditanyakan ? Coba Ibu sebutkan apa saja
yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, tindak lanjut ke
puskesmas). Baik, sekali seminggu sekali akan kami pantau kondisi A. Sampai
jumpa!”

Anda mungkin juga menyukai