RS CIBITUNG MEDIKA
DISUSUN OLEH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada By.Ny. D dengan BBLR di ruang
perisakit di RS Cibitung Medika”
Penulisan makalah ini merupakan bagian dari syarat memenuhi kegiatan preseptorship bagi
perwat orientasi. Penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala bimbingan selama penyusunan
makalah ini dan penulis menyadari selama penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak yang memberikan saran dan kritik yang membangun.
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
1. Definisi............................................................................................................
2. Etiologi............................................................................................................
3. Manifestasi klinis............................................................................................
4. Patofisiologi.....................................................................................................
5. Komplikasi......................................................................................................
6. Penatalaksanaan.............................................................................................
1. Pengkajian..............................................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................
3. Intervensi Keperawatan........................................................................................
A. Pengkajian.............................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian.............................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................
D. Implementasi Keperawatan..................................................................................
E. Evaluasi Keperawatan..........................................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. ............
B. Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh yang
terdiri dua bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga
abdominal, dan rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada
pada didalam rongga itu (Pearce, 2009).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa
rongga abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah
peradangan pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan aliran limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi
aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi
peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik (japanesa, et al
2014).
1. Anatomi
a) Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh
yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding
rongga abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang ada
didalam rongga itu (Pearce, 2009). Peritoneum parietal yaitu bagian peritoneum
yang melapisi dinding abdomen dan peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera
(misalnya gaster dan intestinum). Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah
potensi karena organ-organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat
sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi permukaan peritoneum sehingga
memungkinkan viscera abdomen bergerak satu terhadap yang ain tanpa adanya
gerakan.
Organ intraperitoneal adalah abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral
dan organ ekstraperitoneal (retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran
peritoneum pariatale dan dinding abdomen dorsal (Pearce, 2009).
Mesinterium Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan
peritoneum visceral pembungkus sebuah organ.
Mesenterium berisi jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe
(Pearce, 2009).
b) Omentum
Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster dan
bagian proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2 yaitu
omentum minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan curvatura
minor gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan ementum
mencegah melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal yang melapisi
dinding abdomen. Daya gerak omentum majus cukup besar dan dapat bergeser –
geser keseluruh cavitas paritonealis serta membungkus organ yang meradang seperti
appendiks vermiformitis artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan
melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi (Pearce, 2009).
c)Ligamentum Peritoneal
Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding
abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan pada
permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gatrophenicul lien yang melipatkan
balik pada hilum splenicum dan colon tranversum oleh ligamentum gastroconicum.
Plica peritonealis adalah peritoneum yang terangkat dari abdomen oleh pembuluh
darah, saluran, dan pembuluh fetal yang telah mengalami oblitersi dan resucessus
peritonealis adalah sebuah kantong peritoneal yang dibentuk oleh plica peritonealis
(Pearce, 2009).
2.Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh.
Peritoneum terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan pertoneum
viseral. Ruang yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal
atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam
peritoneum sebuah lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak
bergantung di sebelah depan lambung (Pearce, 2009).
Omentum minor berjalan dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke
bawah kurvatura minor lambung dan di sini bercabang menyelaput lambung.
Peritoneum ini kemudian berjalan keatas dan berbelok kebelakang sebagai
mesokolon ke arah posterior abdomen dan sebagian peritoneum membentuk
mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mensenterium sebagian
besar organ-organ abdomen dan pelvis, dan membentuk perbatasan halus
(Pearce, 2009).
C. Etiologi
Penyebab terjadinya peritonoitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga
peritoneum dan terjadi peradangan. Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering
menyebabkan peritonoitis yaitu Escheria coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%),
Streptococcus pneumoniae (15%), Pseudomonas species, Proteu species, dan gram
negatif lainnya (20%), Streptoccous lainnya (15%), Staphylococcus (3%).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonis juga bisa
disebabkam secara langsung dari luar seperti operasi yang tidak seteril,
terkontaminasi talcum veltum, lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa, dan ruptur hati.
D. Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan
pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan reaksi
penting pertahanan tubuh tetapi sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks
fibrins. Matrin fibrin tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih
tubuh. (Muttaqin, 2001).
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi
bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek
sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis
berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis
yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan
agen potensi abses ke lingkungan yang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat
mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem
kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur
yang umum yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang
disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan
paparan antigen bakteri telah ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi
peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan
abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian. Studi terbaru
menunjukan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonea, spesies, infeksi
luka) juga meningkatkan kemungkinkan pembentukan abses abdomen berikutnya
(Muttaqin, 2011).
Faktor – faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis
sehingga menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini adalah pembentukan
kapsul, pembentukan fakultatif anaerob, kemampuan adhesi, dan produksi asam
suksinat. Sinergi antara bakteri dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran
penting dalam merusak pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin terdapat
antara B fagilis dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi
bakteri secara signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses (Muttaqin,
2011).
Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan cairan
yang terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan sebelah organ
viseral. Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits. Sekitar setengah dari
pasien mengembangkan abses sederhan, sedangkan separuh pasien yang lain
mengembangkan sekunder abses kompleks fibrinosa dan organisasi dari bahan
abses. Pembentukan abses terjadi paling sering didaerah subhepatik dan panggul,
tetapi mungkin juga terjadi didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan
puteran usus kecil, serta mesenterium (Muttaqin, 2011).
Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel
menjadi satu permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang pula, tetapi dapat menetap sebagai pita- pita fibrinosa. Bila bahan yang
menginfeksi terbesar luas pada perrmukaan peritoneum, maka aktivitas motolitas
usus menurun dan meningkatkan resiko ileus peristaltik (Muttaqin, 2011).
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena
kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi
dengan cepat dan agresif, maka akan menyebabkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator misal interleukin, dari kegagalan organ. Oleh karena tubuh
mencoba untuk mengompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi badikardi begitu terjadi syok
hipovolamik (Muttaqin, 2011).
Organ – organ di dalam vakum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas pembuluh darah kapiler
organ- organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum
dan lumen – lumen usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemik bertambah dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta
muntah. Terjebaknya cairan di rongga peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernafasan penuh menjadi
sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin, 2011).
F. Penatalaksanaan.
Menurut Kristiyanasari (2012) ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang
perlu diketahui yaitu:
1. test laboratorium : leukositosis, hematokrit meningkat dan asidosis metabolik
meningkat.
2. pemeriksaan X-Ray : foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), akan
didapatkan ileus, usus halus dan usus besar dilatasi, dan udara dalam rongga abdomen
terlihat pada kasus perforasi.
G. Pathway Keperawatan
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
A. Pengkajian
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Pemeriksaan Fisik.
a. Sistem pernafasan
b. Sistem kardiovaskuler
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran.
d. Sistem Perkemihan
f. Sistem Pencernaan
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat
proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi
peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan
peristaltic usus turun (<12x/menit)
i. Personal Hygiene
j. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Pemeriksaan Radiologi.
a) Foto polos.
c) Scintigraphy.
d) MRI
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan mual.
4. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi
abdomen dan menghindari nyeri.
C. Intervensi Keperawatan
7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengukuran Antropometri : BB 70 kg
b. Pengukuran tanda-tanda vital :TD 120/100 mmHg, HR 86X/ menit,
RR 20x/menit, S 36,0 0C
c. Tigkat kesadaran : DPO
d. Keadaan umum : tampak sakit berat
e. Kulit : normal
f. Kepala : normal
g. Mata : normal
h. Telinga : normal
i. Hidung : normal
j. Mulut/gigi : normal
k. Leher/tengkuk : normal
l. Dada : normal
m. Abdomen : Terdapat luka post op laparatomy
n. Punggung : normal
o. Genito urinaria : normal
p. Anus : normal
q. Ekstremitas : normal
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Pemeriksaan Laboratorium : Terlampir
b. Hasil EKG : Terlampir
c. Hasil Thorax Foto : Terlampir
Hasil pemeriksaan di tanggal 17/05/2021
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
NORMAL
HEMATOLOGI
H2TL
Haemoglobin 10.6 12.5-16.0 g/dl
Hematokrit 30.6 37.0-47.0 %
Leukosit 9.900 5000-10000 /lpb
Trombosit 303 150-450 10ˆg/l
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0 % 0 -1
Eosinofil 0 % 1-3
N. Batang 2 % 2 -6
N.Segmen 76 % 50-70
Limfosit 22 % 20-40
Monosit 1 % 2-8
KIMIA KLINIK
Karbohidrat
Glukosa Darah Sewaktu 140 g/dL 70-150
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
NORMAL
HEMATOLOGI
H2TL
Haemoglobin 9.7 12.5-16.0 g/dl
Hematokrit 28.2 37.0-47.0 %
Leukosit 12,440 5000-10000 /lpb
Trombosit 303 150-450 10ˆg/l
Eritrosit 3.4 4.5- 5.9 Juta/uL
Index Eritrosit
MCV 83.3 fL 78.0-100.0
MCH 28.6 pg 27.0-31.0
MCHC 34.3 g/dL 32.0-36.0
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0 % 0 -1
Eosinofil 0 % 1-3
N. Batang 1 % 2 -6
N.Segmen 90 % 50-70
Limfosit 8 % 20-40
Monosit 1 % 2-8
RDW-CV 13.4 % 11.5-14.5
Total Neutrofil 11.6 ribu/uL 2.0-7.7
Total Lymphosit 0.71 ribu/uL
Neutrofil Lymfosit Ratio 16.34 <3.13
Laju Endap Darah 96 mm/jam <=10
KIMIA KLINIK
Analisa Gas Darah
pH 7.375 7.350-7.450
PCO2 27.6 mm Hg 35.0-45.0
PO2 62.2 mmHg 75-100
HCO3 16.6 mmol/L 21-25.0
TCO2 17.7 mmol/L 21-27.0
BEecf -9.6 mmol/L (-2)-2
SBE -8.7 mmol/L -1.0-3.0
CBS 17.4 22.0-26.0
SO2 95.5 % 96-97
10.THERAPI
a) Pemasangan Infus :
- RL 2000 /D5 500/24 jam
b) Pengobatan Injeksi
- Meropenem 3 x1 gr
- Metronidazole 3 x 500
- Ranitide 2x 1 amp
c) Pemasangan Kateter/ DC
d) Pemasangan NGT
e) Terpasang Ventilator mode ASV peep +5, Fio2 50, ETT no 7.0 Batas bibir 21 cm
f) Terpasang Drain
11.ANALISA DATA
Data Subjektif Data Objektif
1. Pengobatan Injeksi
a. Meropenem 3 x1 gr
b. Metronidazole 3 x 500
c. Ranitide 2x 1 amp
2. Pemasangan Kateter/ DC
3. Pemasangan NGT
4. Terpasang Ventilator mode ASV peep +5, Fio2 50, ETT no
7.0 Batas bibir 21 cm
5. pasien tampak post op Laparatomi
6. pasien tampak nyeri dengan skala nyeri 3-4, lokasi nyeri
bagian abdomen, kualitas, sifat hilang timbul
7. TTV:
TD: 120/80 mmHg
N: 86 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36 C
8. Leukosit 12.440
9. Terpasang Drain
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
2. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri berhubungan dengan proses inflasi
3. Resiko Tinggi Infeksi berhubungan trauma jaringan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN
TUJUAN& KRITERIA TINDAKAN
KEPERAWATAN
HASIL
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1) Obs k/u dan vital
nafas b.d 3x24 jam bersihan jalan sign
nafas efektif, dengan 2) Ajarkan pasien
kritaria hasil : untuk batuk efektif
1) Pasien mengatakan 3) Atur posisi pasien
tidak sesak semifowler
2) Nafas dalam batas 4) Auskultasi bunyi
normal nafas pasien.
3) Tidak ada tanda-tanda 5) Kaji frekuensi, tipe
sianosis dan irama
4) Dapat mengeluarkan pernapasan pasien.
lendir.
2 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Melakukan
dengan proses 3x24 jam nyeri hilang/ pengkajian nyeri
inflamasi. berkurang, dengan kritaria PQRST
hasil : 2) Lakukan
1) Terjadi penurunan pengkajian ulang
skala nyeri nyeri secara berkala
2) Mampu mengurangi 3) Ajarkan teknik non
nyeri tanpa analgetik farmakologi
(relaksasi dan
distraksi nyeri)
4) Kolaborasi dengan
dokter jika nyeri
tidak terkontrol
3 Risiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1) Obs k/u dan vital
berhubungan dengan 3x24 jam resiko tinggi sign
trauma jaringan infeksi tidak terjadi, 2) Kaji adanya tanda-
dengan kritaria hasil : tanda infeksi
1) Tidak ada tanda-tanda 3) Jaga personal
infeksi hyegiene pasien
2) Tanda-tanda vital 4) Pertahankan tehnik
dalam batas normal aseptik
5) Ganti alat peralatan
pasien sesuai
protokol
6) Pastikan tehnik
perawatan luka
yang tepat.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi Respon
Jam Keperawatan Keperawatan
1 Selasa, 1. Ketidakefektifan 1. Obs k/u dan
18/05/2021 pola nafas b.d vital sign
2. Lakukan
suction secara
berkala.
3. Atur posisi
pasien
semifowler
4. Auskultasi
bunyi nafas
pasien.
5. Kaji frekuensi,
tipe dan irama
pernapasan
pasien.
2. Nyeri 1. Melakukan
berhubungan pengkajian
dengan proses nyeri PQRST
inflamasi. 2. Lakukan
pengkajian
ulang nyeri
secara berkala
3. Ajarkan teknik
non
farmakologi
(relaksasi dan
distraksi nyeri)
4. Kolaborasi
dengan dokter
jika nyeri tidak
terkontrol.
2. Nyeri 1. Melakukan
berhubungan pengkajian
dengan proses nyeri PQRST
inflamasi. 2. Lakukan
pengkajian
ulang nyeri
secara berkala
3. Ajarkan teknik
non
farmakologi
(relaksasi dan
distraksi nyeri)
4. Kolaborasi
dengan dokter
jika nyeri tidak
terkontrol.
2. Nyeri 1. Melakukan
berhubungan pengkajian
dengan proses nyeri PQRST
inflamasi. 2. Lakukan
pengkajian
ulang nyeri
secara berkala
3. Ajarkan teknik
non
farmakologi
(relaksasi dan
distraksi nyeri)
4. Kolaborasi
dengan dokter
jika nyeri tidak
terkontrol.
B. SARAN
1. Untuk Perawat
a. Melakukan kerjasama antar tim yang lebih solid
b. Sesalu memberikan pelayanan biopsikososial spiritual kepada pasien atau keluarga
pasien sehingga mutu asuhan keperawatan dapat tetap dipertahankan.
c. Perbanyak membaca dan update ilmu tentang asuhan keperwatan guna untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien.
2. Untuk Keluarga Pasien
Diharapkan keluarga mampu memahami apa yang telah disampaikan oleh perawat dan
mampu diterapkan di rumah.
3. Untuk Rumah Sakit
Diharapkan dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan dapat
diwujudkan melalui peningkatan keterampilan dan motivasi kerja tim.
DAFTAR PUSTAKA