Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“HERNIA”
DOSEN PEMBIMBING: AGUS WIWIT S. S.KEP. Ns.

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 11


KELAS 1 A

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN
PONOROGO
Jl. Dr. Ciptomangunkusumo No. 82 A Ponorogo
Tahun 2017/2018

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “HERNIA”
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1.
Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Dosen mata kuliah KMB 1 yakni Bapak Agus Wiwit S. S.Kep, M.Kep.
yang telah banyak meluangkan waktu guna memberikan bimbingan
kepada kami dalam penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi dukungan baik secara
moril maupun materil selama proses pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman mahasiswa tingkat 2A kelompok 11 Program Studi DIII
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ponorogo angkatan 2017/2018 yang
selalu memberikan dukungan dan saran serta berbagi ilmu pengetahuan
demi tersusunnya makalah ini.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki
banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Ponorogo, 8 Juli 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan Makalah .......................................................................... 1
D. Manfaat Makalah ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3
A. Pengertia Penyakit Hernia ........................................................... 3
B. Sistem Anatomi dan Fisiologi Hernia ......................................... 3
C. Klasifikasi Hernia........................................................................ 6
D. Etiologi Hernia ............................................................................ 8
E. Patofisiologi Hernia .................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis Hernia ........................................................... 9
G. Penatalaksanaan Hernia .............................................................. 10
H. Komplikasi Hernia ...................................................................... 11
I. Konsep Asuhan Keperawatan Hernia ......................................... 12
BAB III PENUTUP ................................................................................ 21
A. Kesimpulan ................................................................................. 21
B. Saran ............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Jong, 2004).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding
rongga dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal
tertutup (Nanda, 2006).
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu
hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk kedalam kanalis inguinalis (Jong, 2004).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia
yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrikainferior
didaerah yang dibatasi segitiga hesselbach (Arif Mansjoer, 2000)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari penyakit hernia?
2. Bagaimana sistem anatomi dan fisiologi dari penyakit hernia?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit hernia?
4. Jelaskan etiologi atau penyebab dari hernia?
5. Bagaimana patofisiologi fari penyakit hernia?
6. Bagaimana manifestasi klinis atau tanda gejala pada klien yang menderita
hernia?
7. Bagaimana penatalaksanaan atau cara pengobatan pada klien penderita
hernia?
8. Apa saja komplikasi yang diderita pada penderita hernia?
9. Bagaimana konsep Asuhan Keperwatan pada penyakit hernia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hernia secara lebih lanjut.
2. Untuk mengetahui sistem anatomi fisiologi dari hernia.

4
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit hernia.
4. Untuk mengetahui etiologi dari hernia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari hernia.
6. Untuk mengetahui tanda gejala pada klien hernia.
7. Untuk mengetahui cara pengobatan hernia.
8. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang terjadi pada penyakit hernia.
9. Untuk mengetahui bagaimana konsep Asuhan Keperawatan hernia.
D. Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengetahui wawasan lebih lanjut tentang Penyakit
Hernia. Dan untuk memenuhi tugas Mata Keperawatan Medikal Bedah 1.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Jong, 2004).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding
rongga dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal
tertutup (Nanda, 2006).
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu
hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk kedalam kanalis inguinalis (Jong, 2004).
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia
yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrikainferior
didaerah yang dibatasi segitiga hesselbach (Arif Mansjoer, 2000)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah
ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena
kelemahanpada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun aquisita.

6
B. Anatomi
1. Usus halus

Panjangnya kira – kira 2 – 8 m dengan diameter 2,5 cm. terentang dari


sphincter pylorus ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Panjangnya 25 cm, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz, terletak setelah lambung dan
menghubungkan ke jejunum. Pada Duodenum terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. duodenum
memiliki pH normal berkisar pada derajat 9.
b. Usus Kosong (Jejunum)
Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, diantara
duodenum dan illeum. Pada manusia dewasa panjangnya 2 – 8
meter.
c. Usus penyerapan (Illeum)
Illeum adalah bagian terakhir dari usus halus, yang
memiliki panjang sekitar 2 – 4 meter dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, kemudian dilanjutkan oleh usus buntu.
illeum memiliki pH 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam – garam empedu

7
2. Usus besar

Letak usus besar dimulai darii katup ileocecal ke anus dan rata –
rata panjangnya 1,5 m dan lebar 5 – 6 cm. Usus besar terbagi menjadi 3
bagian yaitu; cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix berada pada
bagian distal dari cecum. colon terbagi menjadi; colon ascending, colon
transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari usus
besar adalah rectum dan anus. Sphincter eksternal dan internal pada anus
berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus (Brunner dan Suddarth,
2001).
C. Fisiologi
1. Fungsi usus halus, yaitu:
a. Sekresi mukus. Sel – sel gobet dan kelenjar mukosa duodenum akan
mensekresi mukus guna melindungi mukosa usus.
b. Mensekresi enzim. Sel – sel mikrovili (brush border cell) mensekresi
sucrase, maltase, lactase dan enterokinase yang bekerja pada
disakarida guna membentuk monosakarida yaitu peptidase yang
bekerja pada polieptida, dan enterokinase yang mengaktifkan
trypsinogen dari pankreas.
c. Mensekresi hormon. Sel – sel endokrin mensekresi cholecystokinin,
scretin, dan enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu,
pancreatic juice, dan gastric juice.
d. Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati
masuk kedalam duodenum.

8
e. Absorbsi. Nutrisi dan airakan bergerak dari lumen usus kedalam
kapiler darah dan lacteal dari villi.
f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi, dan peristaltik.Gerakan
mencampur disebabkan oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus
menyebabkan chyme kontak dengan villi untuk diarbsorbsi.
2. Fungsi utama dari usus besar adalah:
a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltik akan
menggerakkan zat sisa menuju kebagian distal.
b. Sekresi. Pada umumnya memproduksi mukus yang melindungi
mukosa tidak akan mengalami injury, melunakkan feces yang
memungkinkan bergerak dengan lancar kearah pelepasan dan
menghambat pengaruh pembentukan keasaman oleh bakteri.
c. Arbsorbsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai kemampuan
mengarbsorbsi 90% air dan garam, dan juga dapat mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mensintesa Vitamin. Bakteri pada usus besar akan mensintesa
vitamin K, thiamin, riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.
e. Membentuk feses. Feses terdiri dari ¾ air dan ¼ massa padat. Massa
padat termasuk sisa makanan dan sel yang mati. Pigmen empedu
memberikan warna pada feses. Dan menstimulasi gerakan isi usus
kearah pelepasan.
f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feses dari dalam, keluar
tubuh. pada saat feses dan gas berada dalam rektum, tekanan dalam
rektum meningkat, menyebabkan terjadinya refleks defekasi.
D. Klasifikasi
1. Bagian – bagian dari hernia
a. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritonium parietalis. Tidak
semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia insisional, hernia
adipose, hernia intertitialis.
b. Isi hernia

9
Berupa organ atau jaringan yang keluar memlalui kantong
hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus
(omentum).
c. Pintu hernia. Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui
kantong hernia.
d. Leher hernia. Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan
kantong hernia.
e. Locus Minoris resistance (LMR).
2. Macam – macam hernia
a. Berdasarkan terjadinya;
1) Hernia bawaan atau konginetal
2) Hernia didapat dari akuisita
b. Berdasarkan tempatnya
1) Hernia Inguinalis. Adalah hernia yang tampak pada sela paha
(regio inguinalis)

2) Hernia Femoralis. Adalah hernia yang tampak pada didaerah fosa


femoralis.
3) Hernia Umbilikalis. Adalah hernia yang tampak pada daerah isi
perut.
4) Hernia Diafragmatik. Adalah hernia yang masuk melalui lubang
diafragma kedalam rongga dada.
5) Hernia Nucleus Pulposus (HNP).

10
c. Berdasarkan sifatnya
1) Hernia Peponible. Yaitu isi hernia yang masih dapat
dikembalikan ke kavum abdominalis lagi tanpa operasi.
2) Hernia Ireponibel. Yaitu isi hernia yang tidak dapat
dikembalikan ke rongga.
3) Hernia Akreta. Yaitu perlengketan isi kantong pada peritonium
kantong hernia.
4) Hernia Inkaserata. Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia.
d. Berdasarkan isinya
1) Hernia Adiposa. Yang terdiri dari jaringan lemak.
2) Hernia Litter. Adalah hernia inkaserata yang sebagian dinding
ususnya saja yang terjepit didalam cincin hernia.
3) Slinding hernia. Adalah hernia yang isi hernianya sebagian dari
dinding kantong hernia. (Sjamsuhidajat, 2004).
E. Etiologi
Penyebab dari hernia adalah peningkatan tekanan intra abdominal akibat
adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengedan, mengangkat
benda berat atau menangis.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena
sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan
pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat
dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar
itu.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut dan kelemahan
ototdinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta
kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering
disertai hernia inguinalis.
Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai
kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa. Dengan
klasifikasi sebanyak 16%. Bertambahnya umur menjadi fktor risiko,

11
dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Setelah apendektomi menjadi faktor resiko terjadi hernia inguinalis karena
elemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus
ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis (Jong, 2004).
F. Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
konginetal yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu
kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui
kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil,
batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi
rongga perut melalui kanal inguinalis, jika cukup panjang maka akan
menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut
tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi talli sperma
pada laki – laki, sehingga menyebabkan hernia. Hernia ada yang dapat
kembali secara spontan maupun manual, juga ada yang tidak dapat kembali
secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia
dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau
berpindah sehinggaaktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap
cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia
strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus
sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan
kurangnya suplai ogsigen yang bisa menyebabkan iskemik. Isi hernia ini akan
menyebabkan nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan
dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik
usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul
gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri
yang timbul lebih berat dan kontinue, daerah benjolan menjadi merah
(Syamsuhidajat, 2004).

12
G. Manifestasi Klinis
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang
timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan
menghilang pada waktu istirahat berbaring. pada inspeksi perhatikan keadaan
asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan
berbaring. pasien diminta mengedan atau batuk sehinggaadanya benjolan atau
keadaan simetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan
hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakan benjolan dapat
direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang
cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong,
2004).
Gejala dan tanda klinis hernia dapat ditemukan oleh keadaan isi hernia.
pada hernia reponibel keluhan satu – satunya adanya benjolan dilipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan da kemudian
menghilang saat berbaring. keluhan nyeri jarang dijumpai kalau ada biasanya
dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena
regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan diregio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah. Kantong hernia kosong kadan dapat diraba pada vunikulus
spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi
gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
tetapi pada umumnya tanda ini sukar untuk ditemukan. Kalau kantung hernia
berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak,
dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
anulus ekssternus sehingga dapat ditentukankan apakah isi hernia dapat
direposisi atau tidak.
H. Penatalaksanaan

13
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,
kecuali pada psien anak – anak, reposisi spontan lebih sering teradi karena
cincin hernia yang lebih elastis. reposisi dilakukan secara bimanual, tangan
kiri memegang hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendoroang kearah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap
sampai terjadi reposisi. pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan
menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan,
sehingga pemakain penyangga harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini
dapat menimbulkan komplikasi yaitu antara lain merusak kulit dan tonus otot
dinding perut didaerah yang tertekan, sedangkan strangulasi tetap mengancam.
Pengobatan operatif merupakan pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operaatif sudah ada begitu diagnosa ditegkkan. prinsip dasar
operatof hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi
dilakukan pembebasan kantong hernua sampai kelehernya, kantog dibuka dan
di isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong
hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus
inguinalis dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik
lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi. Hernia bilateral pada orang dewasa dianjurkan melakukan operasi
dalam satu tahap kecuali jika ada kontra indikasi. Begitu juga pada anak –
anak atau bayi. Dan terutama pada hernia inguinalis sinistra.
I. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong, pada hernia iropenibel ini dapat
terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ
ekstraperitonial. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa
benjolan.Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin herniasehingga
terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia sempit,

14
kurang elastis atau lebih kaku, lebih sering terjadi jepitan parsial. arang terjadi
inkarserasi retrograd, yaitu dua segen usus terperangkap didalam kantong
hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritonium, seperti huruf
“W”.Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi odema organ
atau struktur didalam hernia dan transudasu ke dalam kantong hernia.
Timbulnya odema menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah,
sehingga menyebabkan peredarn darah jaringan terganggu. Isi hernia terjadi
nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan
rongga perut (Jong, 2004).
Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang mengandung
usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, dan sam basa. Bila sudah terjadi strangulasi
karena gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan
gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh
nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan
peritoneal.Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia,
kemudian dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses local. hernia strangulata
merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat
pertolongan segera (Jong, 2004).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian fisik selama aspek pengumpulan informasi, perawat
melatih keterampilan perseptual dan observasional, dengan menggunakan
indea penglihatan, pendengaran, sentuhan, dan penciuman. Lama dan
kedalaman setiap pengkajian fisik tergantung pada kondisi pasien
sekarang. Pengkajian fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pengkajian fisik diperlihatkan dalam data dasar pasien sebagai
data objecktif. (Marylin, 1993)

15
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 2000). Meliputi:
a. Sirkulasi
Gejala: riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vaskular perifer, atau stasi vaskular (peningkatan resiko pembentukan
terobus).
b. Integritas ego
Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor – faktor stress
multiple
Misalnya; financial, hubungan, gaya hidup
Tanda: tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka
rangsang, stimulasi simpatis.
c. Makanan atau cairan
Gejala: insufisiensi pankreas atau DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia atau ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas),
membran mukosa yang kering (pembatasan pemasukan atau periode
puasa pra operasi)
d. Aktifitas atau istirahat
Tanda: mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu
lama, membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang
gerak, tidak mempu melakukan aktifitas seperti biasa, atrofi otot,
gangguan dalam berjalan.
e. Neurosensori
Gejala: kesemutan, ketakutan, kelemahan tangan atau kaki,
penurunan reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.
f. Pernafasan
Gejala: infeksi, kondisi yang kronis atau batuk, merokok.
g. Keamanan
Gejala: alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan.
Tanda: munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.
h. Kenyamanan

16
Gejala: nyeri seperti ditusuk – tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan
mobilisasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan,
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah
aktual dan risiko tinggi. Label diagnosa keperawatan memberi format
untuk mengekspresikan bagian identifikasi masalah dari proses
keperawatan.

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi dan distensi abdominal.


Ditandai dengan adanya rasa nyeri, perilaku yang sangat hati –
hati, melindungi bagian tertentu, memusatkan diri, mempersempit
fokus, perilaku distraksi (tegang, mengerang, menangis, mondar –
mandir, gelisah), raut wajah (kesakitan, mata kuyu, terlihat lelah,
gerakan kaku, meringis), perubahan tonus otot, respons autonom,
(diaforesis), perubahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pupil,
penurunan atau peningkatan frekuensi nafas.
b. Faktor resiko infeksi berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
sekunder terhadap tindakan invasive (insisi bedah).
c. Perubahan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik usus sekunder terhadap efek anesthesi.
Yang ditandai dengan feses keras, berbentuk, defekasi terjadi
kurang dari 3 kali seminggu, bising usus menurun, melaporkan adanya
perawaan penuh pada rectum.
d. imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak.
(Carpenito, 2000).
3. Intervensi dan Rasional
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. tindakan atau intervensi keperawatan dipilih untuk membantu
pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan tujuan

17
pemulangan. Intervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan
dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan
kekuatan – kekuatan pasien yang telah diidentivikasi bila memungkinkan.
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas,
dimulai dengan kata kerja aksi. (Marylin, 1993).

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi


1) Tujuan
Klien melaporkan nyeri berkurang dengan kriteria
menunujukan perilaku atau ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik, tampak rileks, tidur dan istirahat dengan tepat.
2) Intervensi
a) Observasi nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1 – 10).
Rasional: pengkajian nyeri mendasari bagi perencanaan
intervensi keperawatan.
b) Latih klien menggunakan metode distraksi
Rasional: Latihan pernafasan dan teknik relaksasi
menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi nafas, frekuensi
jantung, ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri.
c) Ubah posisi yang nyaman, misalnya; dengan posisi
semiflowler.
Rasional: Posisi yang tepat dapat mengurangi stress pada
area insisi.
d) Pantau Tanda – tanda vital tiap 4 jam.
Rasional: Untuk mengetahui perubahan ttv pasien
e) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik,
pengubahan posisi, pijayan punggung).

18
Rasional: Rangsang kutan mengaktifkan serabut besar yang
bereaksi terhadap nyeri yang mengatur pesan nyeri yang
dibawa oleh serabut kecil.
f) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: Obat – obat anti inflamasi non steroid dianjurkan
untuk nyeri pasca operasi ringan sampai sedang.
b. Faktor Resiko infeksi.
1) Tujuan
Klien terbebas dari infeksi selama proses penyembuhan dengan
kriteria tidak ada tanda infeksi.
2) Intervensi
a) Observasi adanya tanda – tanda infeksi
Rasional: sebagai respon jaringan terhadap infiltrasi patogen
dengan peningkatan darah dan aliran linfe, penurunan
epitelisasi peningkatan suhu tubuh oleh rangsangan
hipotalamus.
b) Pantau tanda – tanda vital, perhatikan demam ringan,
menggigil, nadi, dan pernafasan cepat, gelisah, peka,
disorientasi.
Rasional: untuk mengetahui perubahan ttv pasien.
c) Ganti balutan, dengan menggunakan teknik steril
Rasional: dapat mencegah masuknya mikroorganisme
kedalam luka dan mengurangi resiko tranmisi infeksi pada
orang lain.
d) Sarankan pada klien untuk tidak menyentuh area luka operasi.
Rasional: tanpa cuci tangan dan sarung tangan menambah
resiko infeksi pada luka.
e) Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi protein dan
tinggi karbohidrat
Rasional: untuk memperbaiki jaringan tubuh harus
meningkatkan masukan protein dan karbohidrat serta hidrasi
adekuat untuk transport vaskuler dari oksigen dan zat sampah.

19
f) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: sebagai penghambat pertumbuhan dan pembunuh
mikroorganisme pada luka, sehingga luka bersih dan terbebas
dari infeksi.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder
terhadap efek anesthesia.
1) Tujuan
Klien mempunyai pola eliminasi fekal yang normal dengan
kriteria mampu buang air besar dan bising usus normal.
2) Intervensi
a) Observasi adanya distensi, nyeri, dan pembatasan pasien
dalam melakukan mobilisasi.
b) Sarankan untuk melakukan mobilisasi secara dini.
Rasional: gerak fisik miring kanan atau kiri merangsang
eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan
merangsang nafsu makan peristaltik usus.
c) Sarankan untuk makan makanan tinggi serat segera setelah
peristaltik aktif kembali.
Rasional: diet seimbang tinggi serat merangsang peristaltik.
d) Sarankan klien minum banyak air sesuai anjuran dokter.
Rasional: minum yang cukup perlu untuk mempertahankan
pola BAB dan meningkatkan konsistensi feses.
d. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak.
1) Tujuan
Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dengan kriteria
hasil menunjukkan mobilitas yang aman, meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
2) Intervensi
a) berikan aktifitas yang disesuaikan dengan pasien.
Rasional: Imobilitas yang dipaksakan memperberat keadaan.
b) Anjurkan klien untuk berktifitas sehari - hari dalam
keterbatasan pasien.

20
Rasional: partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian
pasien.
c) Anjurkan keluarga melakukan peningkatan kemandirian
pasien.
Rasional: keterbatasan aktifitas bergantung pada kondisi yang
khusus tetapi biasanya berkembeang dengan lambat sesuai
toleransi.

d) Kolaborasi dalam pemberian obat


Rasional: Obat dapat meningkatan rasa nyaman dan
kerjasama pasien selama melakukan aktivitas (Doengoes,
2000).
4. Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam asuhan keperawatan. Kriteria Prosesnya yaitu:
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakankeperawatan
b. Berkolaborasi dengan profesi kesehatan lainuntuk meningkatkan
kesehatan lain.
c. mellakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalahkesehatan
klien.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatandibawah
tanggungjawabnya.
e. Menjadi coordinator pelayanan & advocator bagi klien
dalammencapai tujuan perawatan.
f. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan
danfasilitasi-fasilitasi pelayanan kesehatan yang ada.
g. Memberikan pendidikan pada klien & keluarga mengenai
konsepketerampilan asuhan diri serta membantu klien
memodifikasilingkungan yang digunakan.
h. Mengkaji ulang & merevisi pelaksanaan tindakan
keperawatanberdasarkan respon klien.
5. Evaluasi

21
Setelah Asuhan Keperawatan diberikan, pengkajian yang
berkelanjutan menentukan respons pasien terhadap terapi dan kemajuan
mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi
sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana
status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk
diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan. (Marylin, 1993).
Evaluasi Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan.
Kriteria Prosesnya yaitu:
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil terhadap intervensisecara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam
mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat dan
klien.
d. Bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan
e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasiperencanaan

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hernia adalah ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan
karena kelemahan pada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun
aquisita.
Sistem Anatomi pada usus halus. Usus halus memilikipanjang kira – kira 2
– 8 m dengan diameter 2,5 cm. terentang dari sphincter pylorus ke katup
ileocecal. Usus halus terdiri dari 3 bagian, yaitu; Usus dua belas jari
(Duodenum), Usus Kosong (Jejunum), Usus penyerapan (Illeum). Fungsi usus
halus, yaitu; Sekresi mukus, Mensekresi enzim, Mensekresi hormon,
Mencerna secara kimiawi, Absorbsi, dan Aktifitas motorik.
Sistem anatomi pada usus besar. Usus besar terletak mulai darii katup
ileocecal ke anus dan rata – rata panjangnya 1,5 m dan lebar 5 – 6 cm. Usus
besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu; cecum, colon, dan rectum. Vermiform
appendix berada pada bagian distal dari cecum. Fungsi utama dari usus besar
adalah; sebagai aktifitas motorik, Sekresi, Arbsorbsi air, garam, dan chlorida,
Mensintesa Vitamin, Membentuk feses, Defekasi.
Bagian – bagian dari hernia; Kantong hernia, Isi hernia, Pintu hernia, Leher
hernia, Locus Minoris resistance (LMR).
Macam – macam hernia;

23
1. Berdasarkan terjadinya;
a. Hernia bawaan atau konginetal
b. Hernia didapat dari akuisita
2. Berdasarkan tempatnya
a. Hernia Inguinalis.
b. Hernia Femoralis.
c. Hernia Umbilikalis
d. Hernia Diafragmatik.
e. Hernia Nucleus Pulposus (HNP).
3. Berdasarkan sifatnya
a. Hernia Peponible.
b. Hernia Ireponibel.
c. Hernia Akreta.
d. Hernia Inkaserata.
4. Berdasarkan isinya
a. Hernia Adiposa
b. Hernia Litter.
c. Slinding hernia.

Penyebab dari hernia adalah peningkatan tekanan intra abdominal


akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengedan,
mengangkat benda berat atau menangis.

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi


dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi.

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi


hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong, pada hernia iropenibel ini
dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dari isi materi maupun cara penulisan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

24
demi kesempurnaan makalah ini, sehingga makalah ini dapat menjadi
wawasan pengetahuan bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
E Doenges. Marilyn, Frances Moorhouse. Mary, dan C Geissler. Alice. 1993.
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. Penerbit: EGC.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: EGC
Syamsul, Hidayat R. dan Wim De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC

25

Anda mungkin juga menyukai