Anda di halaman 1dari 16

REFERAT RADIOLOGI

PNEUMOPERITONEUM

Disusun Oleh
Putri kusuma Wardhani 1920221115
Fakhri Haidar Anis 1920221170

Pembimbing
dr. Rosiana Anneke Sjahruddin, Sp. Rad
dr. Mira Fitriningsih Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN RADIOLOGI


RSUD CENGKARENG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA PERIODE 11 OKTOBER– 30 OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat
dengan judul Pneumoperitoneum. Tugas ini dibuat sebagai salah satu syarat
memenuhi tugas untuk ujian kepanitraan klinik di Departemen Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Rosiana Anneke Sjahruddin, Sp. Rad dan dr. Mira
Fitriningsih, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah memberikan pengajaran dan
bimbingan, serta terima kasih juga penulis ucapkan untuk seluruh rekan dan
semua pihak di Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Radiologi atas kerjasama
dan bantuan yang diberikan selama penyusunan referat ini.
Penulis mengharapkan masukan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sehingga menimbulkan perbaikan dan perkembangan yang lebih baik
lagi. Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 17 Oktober 2021

Penulis
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
(UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA)
Jl. RS. FATMAWATI RAYA, PD. LABU, JAKARTA SELATAN
KEPANITERAAN KLINIK
RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA

Hari/Tanggal Ujian/Referat:
Kamis/21 Oktober 2021/ ReferatPneumoperitoneum

SMF ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa NIM TTD


Putri Kusuma Wardhani 1920221115 .....................
Fakhri Haidar Anis 1920221170 .....................
Dokter Pembimbing TTD
dr. Rosiana Anneke .....................
Sjahruddin, Sp. Rad
dr. Mira Fitriningsih Sp. Rad .....................
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ruang subperitoneal dan rongga peritoneum adalah dua ruang yang dipisahkan
oleh peritoneum. Peritoneum berfungsi untuk menopang organ perut dan bertindak
sebagai saluran untuk lewatnya saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Pneumoperitoneum adalah adanya udara atau gas di rongga perut (peritoneal)
Pencitraan radiologi yang digunakan untuk mendeteksi pneumoperitoneum meliputi foto
polos abdomen, USG, CT scan, MRI.
Teknik radiografi yang optimal penting untuk dugaan perforasi abdomen. CT
scan merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum dikarenakan
lebih sensitif dibanding foto polos abdomen, tetapi CT scan tidak selalu dibutuhkan jika
dicurigai pneumoperitoneum karena lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar.
Dibandingkan dengan foto polos abdomen, ultrasonografi memiliki keuntungan dalam
mendeteksi kelainan lain, seperti cairan bebas intra abdomen dan massa inflamasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Cavum Abdomen
Ruang subperitoneal dan rongga peritoneum adalah dua ruang yang dipisahkan
oleh peritoneum. Masing-masing merupakan suatu ruang lanjutan dengan wilayah yang
saling berhubungan. Penyakit dapat menyebar baik di dalam ruang subperitoneal atau di
dalam rongga peritoneum ke tempat yang jauh di bagian perut dan panggul melalui jalur
yang saling berhubungan. Penyakit juga bisa melintasi peritoneum hingga menyebar dari
ruang subperitoneal ke rongga peritoneum atau sebaliknya.
Ada dua ruang di perut dan panggul, rongga peritoneum (ruang potensial) dan
ruang subperitoneal, dan ini dipisahkan oleh peritoneum. Terlepas dari kompleksitas
perkembangan embrio, ruang subperitoneal dan rongga peritoneum tetap terpisah satu
sama lain, dan masing-masing tetap menjadi ruang kontinu tunggal. Membedakan ruang
subperitoneal dari ruang potensial rongga peritoneum penting untuk memahami pola
penyebaran penyakit yang berbeda di masing-masing.
Istilah subperitoneal mengacu pada jaringan yang berada jauh ke dalam
peritoneum dan mencakup ruang ekstraperitoneal, ligamen dan mesenterium serta organ
yang tersuspensi. Organ yang permukaannya ditutupi oleh peritoneum disebut
subperitoneal. Organ subperitoneal yang berada jauh ke dalam peritoneum posterior
disebut ekstraperitoneal. Karena hanya ada 2 ruang di perut dan tidak ada organ di rongga
peritoneum, semua organ panggul perut, dan pembuluh yang terkait, limfatik, dan saraf
berada di ruang subperitoneal. Dengan kata lain, semua struktur yang terlihat di perut dan
panggul pada pencitraan penampang berada di ruang subperitoneal. Organ terletak di
rongga perut, bukan rongga peritoneum. Rongga peritoneum adalah ruang potensial tanpa
organ (1)

Gambar 1. Ruang peritoneum


Peritoneum merupakan membran serosa yang melapisi rongga perut, terdiri dari
sel mesothelial yang didukung oleh lapisan tipis jaringan fibrosa dan secara embriologis
berasal dari mesoderm. Peritoneum berfungsi untuk menopang organ perut dan bertindak
sebagai saluran untuk lewatnya saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Peritoneum terbuat
dari 2 lapisan dengan ruang potensial di antara keduanya. Ruang potensial antara 2
lapisan berisi sekitar 50 hingga 100 ml cairan serosa yang mencegah gesekan dan
memungkinkan lapisan dan organ melayang bebas. Lapisan bagian luar adalah
peritoneum parietal, yang menempel pada dinding perut dan panggul. Lapisan visceral
merupakan bagian dalam yang membungkus organ dalam dan terletak di dalam ruang
intraperitoneal. Struktur yang terikat oleh rongga peritoneum dapat berupa intraperitoneal
atau retroperitoneal. Batas-batas rongga peritoneum meliputi: otot perut anterior, tulang
belakang, dasar panggul, diafragma.
Peritoneum terdiri dari 2 lapisan: lapisan parietal superfisial dan lapisan viseral
dalam. Rongga peritoneum berisi omentum, ligamen, dan mesenterium. Organ
intraperitoneal termasuk lambung, limpa, hati, bagian pertama dan keempat dari
duodenum, jejunum, ileum, transversal, dan kolon sigmoid. Organ retroperitoneal terletak
di belakang selubung posterior peritoneum dan termasuk aorta, esofagus, bagian kedua
dan ketiga dari duodenum, kolon asenden dan desenden, pankreas, ginjal, ureter, dan
kelenjar adrenal.
Ruang penting dalam rongga peritoneum adalah foramen epiploic, juga dikenal
sebagai foramen Winslow. Foramen ini memungkinkan komunikasi antara kantung besar
dan kecil. Hal ini dibatasi oleh ligamentum hepatoduodenal di anterior, vena cava inferior
(IVC) di posterior, duodenum di inferior, dan lobus kaudatus hepar di bagian superior.
Foramen menyediakan akses ke ahli bedah, jika mereka perlu menjepit ligamentum
hepatoduodenal untuk menghentikan perdarahan atau mendapatkan akses anatomis ke
kantung kecil. Foramen juga dapat berfungsi sebagai lokasi untuk hernia kantung kecil.
Omentum mayor menggantung secara longgar dari kelengkungan lambung yang
lebih besar dan terlipat di anterior usus sebelum melengkung kembali ke superior untuk
menempel pada kolon transversal. Omentum mayor bertindak sebagai lapisan pelindung
atau isolasi. Mesenterium membantu menempelkan organ perut ke dinding perut dan
mengandung banyak pembuluh darah, saraf, dan limfatik. Organ intraperitoneal biasanya
bergerak sedangkan yang berada di retroperitoneum biasanya menempel pada dinding
perut posterior. Mesenterium punggung juga mengeluarkan mesokolon transversal dan
sigmoid, yang penting karena mengandung darah, saraf, dan suplai limfatik untuk struktur
terkait.(2)
II.2 Definisi Pneumoperitoneum
Pneumoperitoneum adalah adanya udara atau gas di rongga perut (peritoneal).
Biasanya terdeteksi pada x-ray, tetapi sejumlah kecil udara peritoneal bebas mungkin
terlewat dan sering terdeteksi pada computerized tomography (CT). Penyebab paling
umum dari pneumoperitoneum adalah perforasi / gangguan pada dinding viskus yang
berlubang. Penyebab pneumoperitoneum yang terjadi pada anak-anak berbeda dengan
populasi orang dewasa(3).

II.3 Etiologi
Penyebab pneumoperitoneum multifactorial, berikut adalah sebagian etiologi
pneumoperitoneum: Penyakit tukak lambung, keganasan, penyakit radang usus, perforasi
mekanis, trauma, kolonoskopi, benda asing, gas intraperitoneal bebas pasca operasi (4).

II.4 Patofisiologi
Prinsip terjadinya respon patofisiologis ini adalah peningkatan resistensivaskular
sistemik (SVR), tekanan pengisian miokardium, dengan perubahan yang kecil dari
frekuensi denyut jantung (HR). Pneumoperitoneum menyebabkan perubahan
hemodinamik yang lebih besar karena meningkatnya SVR sehingga meningkatkan
afterload, akhirnya akan menurunkan cardiac output (5).
Pneumoperitoneum juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang berhubungan dengan penekanan pembuluh darah vena yang awalnya menyebabkan
peningkatan preload sesaat diikuti secara perlahan dengan penurunan preload. Penekanan
pembuluh darah arteri meningkatkan afterload dan biasanya secara nyata mengakibatkan
peningkatan SVR.
Pneumoperitoneum dapat menyebabkan stimulasi sistem syaraf simpatis dan
menstimulasi pengeluaran katekolamin yang akan menstimulasi fungsi renin dan
aldosteron. Peningkatan 4kali lipat pada konsentrasi rennin dan aldosteron berhubungan
dengan peningkatan MAP. Katekolamin, sistem renin angiotensin dan khususnya
vasopressin semuadikeluarkan selama pneumoperitoneum dan mempunyai andil dalam
meningkatkanafterload (Adnyana & Priyambodo, 2008).
Pada pneumoperitoneum, fungsi dan komplians paru menurun dan dapat
menyebabkan hipoksemia(6).
II.5 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala umum adalah sakit perut, muntah, perut kembung, sembelit,
demam, diare, takikardia (nadi> 110 / menit), hipotensi (tekanan darah sistolik
<100 mmHg), pengeluaran urin (<30 mL / jam), dan takipnea (frekuensi
pernapasan> 20 / menit).
2. Gambaran klinis pasien bervariasi sesuai dengan tempat perforasi. Pasien
perforasi ulkus duodenum biasanya memiliki riwayat singkat nyeri epigastrium
disertai dengan nyeri tekan dan pelindung umum. Riwayat terkait konsumsi obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) mungkin ada. Pasien dengan perforasi usus
halus mungkin datang dengan riwayat demam yang berkepanjangan diikuti
dengan munculnya nyeri di perut bagian bawah. Perforasi apendikuler biasanya
memiliki riwayat nyeri klasik yang dimulai di daerah periumbilikalis atau fosa
iliaka kanan, bersamaan dengan muntah dan demam. Perforasi saluran
gastrointestinal proksimal lebih sering terjadi di India, sangat berbeda dengan
temuan dari penelitian di negara maju, seperti Amerika Serikat, Yunani, dan
Jepang, di mana perforasi saluran gastrointestinal distal lebih umum terjadi (3).

II.6 Radiologis
 Gambaran foto polos radiologis
Teknik radiografi yang optimal penting untuk dugaan perforasi abdomen.
Setidaknya 2 foto radiografi harus diperoleh, termasuk foto abdomen posisi
telentang dan foto dada tegak atau gambar dekubitus lateral kiri. Pasien harus
tetap dalam posisi selama 5-10 menit sebelum radiografi berkas horizontal
diperoleh. Rontgen dada lateral terbukti lebih sensitif untuk diagnosis
pneumoperitoneum daripada rontgen dada saat ereksi. Gambar di bawah ini
menggambarkan teknik radiografi. (7).
Gambar 2. Udara pada subdiafragma Gambar 3. Tanda coupula

Gambar 4. Tanda rigler Gambar 5. Udara bebas dibawah diafragma


Gambar 6. Abdomen posisi supine, Thorax dan Left Lateral Dekubitus (LLD)

Pada foto polos abdomen atau foto toraks posisi erect, terdapat
gambaranudara (radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar
Shadow) diantara diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga
bisatampak area lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi
lateraldekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar
dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan, tampak
Triangular Sign seperti segitiga yang kecil-kecil dan berjumlah banyak karena
pada posisi miring udara cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi
ruang-ruang diantara incisura dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi
abdomen supine, berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi
Falciform Ligament Sign dan Rigler`S Sign(8).
Gambar 7. Kiri: Foto posterior subhepatic space air (Morrison’s pouch, gambaran
triangular). Kanan: Foto anterior ke permukaan ventral dari hepar

Tanda peritoneum pada foto polos diklasifikasikan menjadi pneumoperitoneum dalam


jumlah kecil dan pneumoperitoneum dalam jumlah besar yang dengan >1000 mL udara
bebas. Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar antara lain:
a) Football Sign
Menggambarkan pengumpulanudara di dalam kantung dalam jumlah besar
sehingga udara tampakmembungkus seluruh kavum abdomen, mengelilingi
ligamen falsiformissehingga memberi jejak seperti gambaran bola kaki.
b) Gas-Relief Sign, Rigler Sign, dan Double Wall Sign
Memvisualisasikan dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar
lingkaran usus dan udara normal intralumen.
c) Urachus
Merupakan refleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat pada foto
polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama denganstruktur jaringan
lunak intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara tampak
melapisi urachus. Urachus tampak sepertigaris tipis linier di tengah bagian bawah
abdomen yang berjalan dari kubah vesika urinaria ke arah kepala. Dasar urachus
tampak sedikit lebih tebal dari pada apeks
d) Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik inferior
dapat terlihat sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis sebagai akibat
pneumoperitoneum dalam jumlah banyak
e) Telltale Triangle Sign
Menggambarkan daerah segitiga udara diantara 2 lingkaran usus dengan dinding
abdomen.
f) Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal (melalui
prosesus vaginalis yang paten).
g) Cupola Sign
Mengacu pada akumulasi udara di bawah tendon sentraldiafragma

Gambar 8. Telltale triangle sign (kiri), the sign Cupola (kanan)

 CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi
pneumoperitoneum dikarenakan lebih sensitif dibanding foto polos
abdomen,tetapi CT scan tidak selalu dibutuhkan jika dicurigai
pneumoperitoneum karena lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar. CT
scan berguna untuk mengidentifikasi udara intraluminal meskipun terdapat dalam
jumlah yang minimal, terutama ketika temuan foto polos abdomen tidak spesifik.
CT scantidak terlalu dipengaruhi oleh posisi pasien pada pemeriksaan dan teknik
yangdigunakan.
Pada posisi supine, dengan CT Scan udara yang terletak di anterior
dapatdibedakan dengan udara di dalam usus. Jika ada perforasi, cairan inflamasi
yang bocor juga dapat diamati di dalam peritoneum. Penyebab perforasi kadang
dapatdidiagnosis dengan CT scan. Pada CT scan, kontras oral digunakan untuk
mengopasitaskan lumen saluran pencernaan dan memperlihatkan adanya
perforasi. Pemeriksaan kontrasdapat mendeteksi adanya ekstravasasi kontras
melalui dinding usus yangmengalami perforasi. Tetapi dengan kondisi adanya
ulkus duodenum perforasi dengan cepat ditutupi oleh omentum sehingga bisa
tidak terjadi ekstravasasi kontras.

Gambar 9. Udara bebas pada CT Scan abdomen

 MRI
Pneumoperitoneum dapat terlihat sebagai area dengan gambaran hipointens pada
semua potongan. Pneumoperitoneum dapat secara tidak sengajaditemukan
dengan MRI, karena MRI bukan modalitas pencitraan pertama.Adanya gerakan
peristaltis usus dapat mengaburkan gambaran abdomen

Gambar 10. Udara bebas pada peritoneum

 USG
Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier
peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau Distal Ring Down.
Pengumpulan udara terlokalisir akibat perforasi usus dapat dideteksi, terutama
jika berdekatan dengan abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding usus.
Dibandingkan dengan foto polos abdomen, ultrasonografi memiliki
keuntungandalam mendeteksi kelainan lain, seperti cairan bebas intraabdomen
dan massa inflamasi
Gambaran USG pada pneumoperitoneum antara lain bayangan sebuah costa,
artifak Ring Down dari paru yang terisi udara dan udara kolon anterior yang
berhimpitan dengan hepar. Udara di kuadran kanan atas dapat keliru dengan
Kolesistitis Emfisematosa, kalsifikasi Mural, kalsifikasi Vesika Fellea,
VesikaFellea porselen, Adenomiosis, udara di dalam abses, tumor, udara bilier,
atauudara di dalam vena porta. Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi.
Namun,udara bebas dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan dari
anterioratau anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat hepar, dimana
lingkaranusus biasanya tidak ditemukan. Sulit untuk membedakan udara
ekstralumen dengan udara intramural atau intraluminal

Gambar 11. Pneumoperitoneum pada USG

II.7 Tatalaksana dan prognosis


Intervensi operatif dikaitkan dengan penurunan mortalitas pada pasien
pneumoperitoneum dan peritonitis. Dengan tidak adanya peritonitis, pengobatan operatif
dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan keluarnya cairan dari luar naungan (9).
Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Untuk mencari
tahu penyebabnya dibutuhkan pemeriksaan diagnostic tambahan selain anamnesis pasien.
Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi dibutuhkan segera.
Perforasi dan infeksi dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera (10)
BAB III
KESIMPULAN
Pneumoperitoneum adalah adanya udara atau gas di rongga perut
(peritoneal). Tanda dan gejala umum adalah sakit perut, muntah, perut kembung,
sembelit, demam, diare, takikardia (nadi> 110 / menit), hipotensi (tekanan darah
sistolik <100 mmHg), pengeluaran urin (<30 mL / jam), dan takipnea (frekuensi
pernapasan> 20 / menit). Penyebab pneumoperitoneum multifactorial, berikut
adalah sebagian etiologi pneumoperitoneum: Penyakit tukak lambung, keganasan,
penyakit radang usus, perforasi mekanis, trauma, kolonoskopi, benda asing, gas
intraperitoneal bebas pasca operasi.
Pencitraan radiologi yang digunakan untuk mendeteksi pneumoperitoneum
meliputi foto polos abdomen, USG, CT scan, MRI. Pada Foto polos dapat terlihat
gambaran Football Sign, Gas-Relief Sign, Rigler Sign, dan Double Wall Sign,
Urachus, Ligamen umbilical lateral yang mengandung pembuluh darah epigastrik
inferior dapat terlihat sebagai huruf ‘V’ terbalik di daerah pelvis, Telltale Triangle
Sign, Udara skrotal dapat terlihat akibat ekstensi intraskrotal peritoneal dan
Cupola Sign.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pannu HK, Oliphant M. The subperitoneal space and peritoneal cavity:
basic concepts. Abdom Imaging. 2015 Oct;40(7):2710-22. [PMC free
article] [PubMed]
2. Kalra A, Wehrle CJ, Tuma F. Anatomy, Abdomen and Pelvis, Peritoneum.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534788/
3. Sureka B, Bansal K, Arora A. Pneumoperitoneum: What to look for in a
radiograph?. J Family Med Prim Care. 2015 Jul-Sep. 4 (3):477-8.
4. Rasuli B dan Jeremi J, et al.
https://radiopaedia.org/articles/pneumoperitoneum
5. Adnyana IGN, Pryambodo. Anestesia pada prosedur laparoskopi. Majalah
Anestesi dan Critical Care. 2008;26(2);225–39.
6. Cunningham AJ, Nolan C. Anesthesia for minimally invasive procedures.
Clinical Anesthesia. Fifth Edition. Philadelphia, Lippincott, Williams &
Wilkins, 2006, pp 2204-2228.
7. Khan AN. 2016. Pneumoperitoneum Imaging. Medscape
8. Khan AN. 2011. Pneumoperitoneum Imaging. Medscape
9. Udelsman B, Lee K, Qadan M, Lillemoe KD, Chang D, Lindvall C,
Cooper Z. 2019 Jul 23. Management of Pneumoperitoneum: Role and
Limits of Nonoperative Treatment. Ann Surg doi:
10.1097/SLA.0000000000003492. Online ahead of print.
10. Pitiakoudis. 2011. Spontaneous idiophatic pneumoperitoneum presenting
as an acute abdomen : A case report. USA : National Library of medicine

Anda mungkin juga menyukai