Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

SINDROM TURP
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

RST dr. Soedjono Magelang

Pembimbing:
Mayor CKM dr. Bambang T., Sp. U

Disusun Oleh:
Viki Dwi Randa
30101407346

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
SINDROM TURP

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Bedah RST Tingkat II
dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:
Viki Dwi Randa
30101407346

Magelang, 26 November 2018


Dosen Pembimbing

Mayor CKM dr. Bambang T., Sp. U


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas karunia dan kasih sayang Allah SWT, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tugas penyusunan referat bedah dengan judul Sindrom
TURP.Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
program pendidikan profesi di bagian bedah di RST dr. Soedjono.
Terimakasih yang sebesar- besarnya penulis ucapkan kepada:
1. Mayor CKM dr. Bambang T., Sp. U selaku dokter pembimbing referat ini.
2. Semua dokter dan perawat bedah di RST dr. Soedjono yang telah banyak
membantu penulis dalam pendidikan profesi di RST dr. Soedjono.
3. Rekan-rekan koasisten atas semangat dan bantuannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini dengan baik.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan referat
ini. Akhirnya penulis berharap semoga referat ini berguna bagi yang
membacanya.

Magelang, 26 November 2018


Penulis
SINDROM TURP

I. Pendahuluan
TURP (Transurethral Resection of Prostate) adalah operasi kedua
terbanyak yang dilakukan oleh ahli bedah setelah operasi katarak pada pria
dengan umur lebih dari 65 tahun. Perkembangan teknologi membuat seorang
urologis mampu mencapai seluruh area sistem urinarius dengan menggunakan
endoskopi yang meminimalkan trauma pada pasien. Prosedur endoskopi pada
sistem urinarius memerlukan penggunaan cairan irigasi untuk mendilatasi ruang
mukosa secara halus, membersihkan darah, dan memotong jaringan atau debris
untuk membersihkan lapangan operasi.sehingga diperoleh penglihatan yang bagus
saat operasi.

Walaupun begitu tidak otomatis prosedur ini tidak menimbulkan efek


samping bagi pasien. Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi dan
kedokteran, 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP menunjukkan satu atau
lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada waktu
perioperatif. Hampir 5-10% pasien yang menjalani operasi TUR mengalami
absorbsi sejumlah kecil (1-2 liter) cairan. Maka dari itu penting bagi seorang
anestesiologi mengetahui manifestasi dari sindrom ini untuk dapat mengambil
suatu keputusan yang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping yang
berbahaya.

Gejala sindrom TURP meliputi gejala-gejala yang terjadi akibat


peningkatan volume cairan ke dalam pembuluh darah, meliputi overload cairan
sampai yang paling parah terjadi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).
Hal ini dapat menyebabkan pasien mengalami koma sampai kematian. Gejala
yang muncul dalam sindrom TURP dipengaruhi juga oleh jenis cairan yang
dipergunakan, keadaan pasien sebelumnya, dan lama reseksi.

Penanganan penderita dengan sindrom TURP melaiputi penanganan


simptomatis dan etiologi. Ketika satu dari gejala tersebut sudah terlihat, operasi
harus dihentikan. Namun penanganan yang utama dari sindrom TURP adalah
pencegahan. Sebelum melakukan tindakan operasi seseorang ahli anestesi harus
mampu melakukan manajemen intraoperatif yang baik. Pengaturan alat saat
operasi, lama operasi, jenis anesthesia yang dipilih, tekanan yang digunakan
harus diperhatikan karena hal tersebut juga merupakan faktor yang berpengaruh
dalam munculnya sindrom ini.

\
BAB II

HIPERPLASIA PROSTAT

2.1 Anatomi Prostat

Prostat adalah sebuah organ fibromuskular sebesar kemiri yang berfungsi


sebagai kelenjar aksesori dan mengelilingi pars prostatika uretra. Kelenjar prostat
adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan
membungkus uretra posterior. Berat normal pada orang dewasa > 20 gr. Prostat
memiliki kapsul fibrosa yang padat dan diliputi oleh sarung prostat jaringan ikat
sebagai bagian fasia pelvis visceralis. Topografi prostat adalah sebagai berikut.

1. Alasnya berhubungan dengan serviks vesicae


2. Puncaknya bersandar pada diafragma urogenital
3. Permukaan ventral prostat terpisah dari simfisis pubik oleh lemak
retroperitoneal dalam spatium retropubicum
4. Permukaan dorsal prostat berbatas pada ampulla recti
5. Permukaan laterokaudal berhubungan dngan musculus levator ani
6. Ductuli prostatici yang berjumlah 20-30 buah terutama bermuara ke
dalam sinus prostatica pada dinding dorsal pars prostatica urethra

Gambar 1. Anatomi Prostat 4


Mcneal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona antara lain : zona
perifer, sentral, transisional, zona fibromuskular anterior dan zona periuretra.
Sebagian besar hiperplasia prostat terjadi pada zona transisional.

Gambar 2. Zona Prostat12

2.2 Vaskularisasi dan Persarafan

Arteri dari prostat terutama berasal dari arteri vesikalis inferior dan arteri vesikalis
media, cabang arteri iliaka eksterna. Vena-vena bergabung untuk membentuk
pleksus venosus prostatikus sekeliling sisi dan alas prostat. Pleksus venosus
prostatikus yang terletak antara kapsula fibrosa dan sarung prostat ditampung oleh
vena iliaka interna. Pleksus venosus prostatikus juga berhubungan dengan pleksus
venosus vesikalis dan pleksus venosi vertebralis. Pembuluh limfe terutama
berakhir pada nodi lymphoidei iliaci interni dan nodi lymphoidea sacrales.

Persarafan prostat berasal dari serabut parasimpatis nervi splanchnici


pelvici (nervus erigentes S2-S4). Sedangkan serabut simpatis berasal dari plexus
hypogastricus inferior.

2.3 Hiperplasia prostat

Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung dari hormon testosteron yang di


dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan diubah menjadi metabolit aktif
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α- reductase.
Dehidrotestosteron inilah secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel di
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.

Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab terjadinya hiperplasia


prostat tetapi beberapa hipotesis menduga penyebab timbulnya hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar DHT dan proses aging, adanya
ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, interaksi antara sel stroma dan
epitel sel prostat, berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan teori stem sel.

Bila mengalami pembesaran, sesuai dengan letak anatominya organ ini


akan menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urin keluar buli-buli. Manifestasi klinis yang muncul dari hal tersebut adalah
keluhan pada saluran kemih maupun di luar saluran kemih. Keluhan pada saluran
kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan iritatif.
Tabel 1. Gejala obstruksi dan iritasi

Obstruksi Iritasi

Hesitansi Frekuensi

Pancaran miksi lemah Nokturi

Intermittensi Urgensi

Miksi tidak puas Disuri

Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih tingkat bawah
dibuatlah sistem scoring. Sistem scoring yang dianjurkan WHO adalah Skor
International Gejala Prostat atau IPSS (International Prostatic Sistem Score). Dari
scoring IPSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu Ringan
(Skor 0-7), Sedang (8-19), Berat (20-35)

Selain gejala LUTS, keluhan yang dapat muncul dalam hiperplasia prostat
adalah gejala saluran kemih atas dan gejala di luar saluran kemih. Gejala saluran
kemih atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (tanda hidronefrosis ) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi
atau urosepsis. Gejala di luar saluran kemih dapat berupa hernia ingunalis dan
hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena pasien sering mengejan saat miksi sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal.

Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan buli-buli yang terisi penuh


dan teraba massa kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin. Kadang
didapatkan urin yang menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan
pertanda inkontinensia paradoksa. Colok dubur pada pembesaran prostat jinak
menemukan konsistensi prostat kenyal seperti ujung hidung, lobus kanan kiri
simetris dan tidak didapatkan nodul.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sedimen


urin untuk mencari proses infeksi dan inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan
kultur urin untuk menentukan penyebab infeksi dan sensitivitas antimikroba. Faal
ginjal untuk menentukan penyulit saluran kemih bagian atas. Untuk keganasan
prostat perlu diperiksa PSA (prostat specific antigen). Pemeriksaan ultrasonografi
digunakan untuk mendeteksi adanya hidronefrosis atau kerusakan ginjal yang
diakibatkan obstruksi BPH yang lama. Sedangkan pemeriksaan khusus untuk
mengukur derajat obstruksi prostat adalah pengukuran residual urin dan pancaran
urin / flow rate.

Tabel 2. Skor Internasional Gejala Prostat (I-PSS)4

SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)

Untuk pertanyaan nomer 1 hingga 6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :

0 = Tidak pernah 3 = Kurang lebih separuh dari kejadian

1 = Kurang dari sekali dari 5 kali kejadian 4 = Lebih dari separuh dari kejadian

2 = Kurang dari separuh kejadian 5 = Hampir selalu

Dalam satu bulan terakhir ini berapa seringkah anda :

1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing ?

2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja kencing?

3. Harus brhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkali-kali ?

4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing ?

5. Merasakan pancaran urine yang lemah ?

6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?

Untuk pertanyaan nomer 7, jawablah dengan skor sperti dibawah ini :


0 = Tidak pernah 3 = Tiga kali
1 = Satu kali 4 = Empat kali
2 = Dua kali 5 = Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing
TOTAL SKOR (S) =

Pertanyaan nomer 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas : jawablah
dengan :
1. Sangat senang
2. Senang
3. Puas
4. Sangat tidak puas
5. Tidak bahagia
6. Buruk sekali

Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati ini ?

Kesimpulan : S___, L___, Q____, R____,V____


S : Skor I-PSS, L : Kualitas hidup, Q : Pancaran urine dalam ml/detik, R: Sisa Urine, V :
Volume prostat

2.4. Terapi Pembedahan Endourologi pada Hiperplasia Prostat

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan
miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika,
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu
urin setelah miksi dan mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai
melalui dua pendekatan, yaitu : medikamentosa dan pembedahan.

Terapi pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak


menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosam, mengalami retensi urin,
infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, timbulnya batu saluran
kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. Terapi
pembedahan dapat dilakukan dengan prostatktomi terbuka maupun dengan
pembedahan endourologi.

Reseksi prostat transuretra (TURP) merupakan operasi paling banyak


dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini disenangi karena tidak diperlukan insisi
kulit perut, masa pulih lebih cepat dan memberikan hasil yang tidak banyak
berbeda dengan operasi terbuka. Operasi ini adalah operasi endourologi dengan
menggunakan tenaga listrik. Walaupun begitu operasi TURP memiliki beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi.
Tabel 3 5

Komplikasi mayor yang berhubungan dengan


TURP

- Pendarahan
- Sindrom TURP
- Perforasi bladder
- Hipotermia
- Septisemia
- DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation)
BAB III

SINDROM TURP

3.1 Definisi 1

Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada
prostat dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari
cairan dalam jumlah yang besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala
dan tanda yang disebut dengan sindrom TURP.

Tabel 4. Sindrom TURP1

Manifestasi dari Sindrom TURP

1. Hiponatremia
2. Hipoosmolaritas
3. Overload cairan
4. Gagal jantung kongestif
5. Edema paru
6. Hipotensi
7. Hemolisis
8. Keracunan cairan
9. Hiperglisinemia
10. Hiperamonemia
11. Hiperglikemia
12. Ekspansi volume intravaskular
3.2 Epidemiologi

Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan endoskopi


urologi. Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka mortalitas
yang signifikan. Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5%-20 %
pasien yang mengalami TURP menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP
dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada waktu perioperatif. Angka mortalitas
dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%.

3.3. Etiologi – Cairan Irigasi 1,2,5,7,8

Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan


irigasi agar daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah5.
Cairan elektrolit / ionik tidak bisa digunakan untuk irigasi saat TURP karena
cairan tersebut mendispersi aliran elektrokauter dan menyebabkan hantaran saat
operasi. Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah : isotonik, non-
hemolitik, electrically inert, non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan
tidak mahal. Akan tetapi sayangnya cairan yang memenuhi syarat seperti di atas
belum ditemukan5.

Untuk TURP biasanya menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik


sebagai cairan irigasi seperti air steril, Glisin 1,5% (230 mOsm/L), atau campuran
Sorbitol 2,7% dengan Mannitol 0,54% (230 Osm/L). Cairan yang boleh juga
dipakai tapi jarang digunakan adalah Sorbitol 3,3%, Mannitol 3%, Dekstrosa 2,5-
4% dan Urea 1%..1,2,5

a. Air steril / akuades (H2O)

Walaupun air steril memiliki banyak kualitas yang diperlukan sebagai cairan
irigasi yang ideal, kerugian dalam penggunaannya adalah air dapat menyebabkan
hipotonisitas yang ekstrim, hemolisis, hiponatremia delusional dan gagal ginjal
serta syok. Air / Akuades (H20) menunjukkan visibilitas yang bagus karena air
dengan sifat hipotonisnya melisis sel darah merah, tetapi absorbsi yang signifikan
bisa menghasilkan acute water intoxication. Penggunaan air sebagai cairan irigasi
dilarang hanya pada reseksi transurethral tumor bladder.
b. Glycine 1.2%, 1.5%. 2.2%:

Glycine, asam amino endogen dianjurkan sebagai cairan irigasi yang sesuai,
mengingat beberapa keuntungannya yaitu : harganya murah walaupun tidak
semurah air steril, isotonik dengan plasma hanya pada konsentrasi 2,2% namun
efek samping glisin pada konsentrasi ini lebih banyak. Osmolaritas glisin dengan
konsentrasi 1,5% adalah 230 mOsm/liter bila dibandingkan dengan osmolalitas
serum 290 mOsm/liter sehingga toksisitas ginjal dan kardiovaskular dapat terjadi.
Penurunan konsentrasi glisin dapat menyebabkan komplikasi yang lebih banyak
akibat hipotonisitasnya sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai cairan irigasi.
Keuntungan glisin 1,5% bila dibandingkan dengan air steril adalah tendensitasnya
menyebabkan gagal ginjal dan hemolisis yang lebih rendah.

c. Mannitol 3%

Mannitol dianggap tidak memiliki toksisitas yang disebabkan glisin, namun dapat
mendorong air keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan overload dari
sirkulasi. Disamping itu harganya lebih mahal dibandingkan glisin. Ekskresinya
melalui ginjal sehingga akan menurun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

d. Dekstrosa 2.5% - 4%

Tidak digunakan lagi secara luas karena dapat menyebabkan membakar jaringan
yang direseksi dan berkaitan dengan hiperglikemia apabila diabsorbsi ke dalam
sirkulasi. Juga tidak disukai karena membuat lengket instrumen dan sarung tangan
ahli bedah saat operasi.
e. Cytal

Cytal adalah campuran dari Sorbitol 2.7% dan Mannitol 0.54% banyak digunakan
di Amerika Serikat sebagai cairan irigasi, namun tidak popular di India karena
harganya yang mahal dan tidak tersedia secara luas. Didalam tubuh, Sorbitol
dimetabolisme menjadi fruktosa, yang dapat menimbulkan masalah baru pada
pasien yang hipersensitif terhadap fruktosa

f. Urea 1%

Urea dapat menyebabkan kristalisasi pada intrumen selama reseksi maka dari itu
tidak dipilih untuk cairan irigasi.

Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut diatas maka glisin 1,5% dan air
steril yang paling sering digunakan sebagai cairan irigasi pada operasi urologi
endoskopi.

3.4. Patofisiologi dan Gejala Klinis

Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit
kepala, kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi
dan seizure. Selain itu bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi
overload sirkulasi cairan, toksisitas dari cairan yang digunakan sebagai cairan
irigasi. Sindrom TURP bisa terjadi setiap saat dan telah diobservasi awal setelah
pembedahan dimulai dan beberapa jam setelah pembedahan selesai

Jumlah cairan yang dapat memasuki daerah vaskularisasi dipengaruhi


beberapa faktor yaitu : tekanan hidrostatik dari cairan irigasi, jumlah venous sinus
yang terbuka, lama reseksi / paparan dan perdarahan vena yang terjadi. Tekanan
hidrostatis cairan irigasi yang rendah, semakin banyaknya vena yang terbuka saat
reseksi dan semakin lama waktu reseksi meningkatkan absorbsi air ke dalam
sistem sirkulasi.
1. Overload Sirkulasi 1

Uptake dari sejumlah kecil cairan irigasi dapat ditunjukkan pada setiap operasi
TURP melalui venous netwok of prostatic bed. Absorbsi cairan diteliti dengan
cara memeriksa udara ekspirasi dari etanol setelah penambahan etanol sampai
dengan konsentrasi lebih dari 1% ke dalam cairan irigasi. Uptake dari 1 liter
cairan dalam satu jam yang berkaitan dengan penurunan akut dari konsentrasi
natrium serum 5-8 mmol/liter adalah jumlah volume yang secara statistic
meningkatkan resiko gejala terkait absorpsi (absorption related symptoms).

Reseksi biasanya berlangsung 45-60 menit dan rata-rata 20mL/menit dari


cairan irigasi diserap / diabsorbsi selama operasi TURP. Karena volume sirkulasi
yang meningkat, volume darah akan meningkat, tekanan sistolik dan diastolik
meningkat dan dapat menyebabkan gagal jantung. Absorbsi cairan mendilusi
protein serum dan menurunkan tekanan onkotik darah. Hal ini bersamaan dengan
peningkatan tekanan darah mendorong cairan dari vaskular menuju ke
kompartmen interstisial, menyebabkan edema paru dan serebri. Ditemukan pada
absorbsi langsung ke dalam sirkulasi, hampir lebih dari 70% cairan irigasi
terakumulasi dalam ruang interstisiil (periprostatik, retroperitoneal ). Untuk setiap
100 ml cairan yang memasuki ruangan interstisial 10-15 mEq Na ikut masuk ke
dalamnya.

Durasi operasi berpengaruh pada jumlah absorbsi dan overload sirkulasi.


Morbiditas dan mortalitas ditemukan lebih tinggi pada operasi dengan waktu lebih
dari 90 menit. Absorbsi intravaskular dipengaruhi ukuran prostat sedangkan
absorbsi interstisial dipengaruhi integritas kapsul prostat. Overload sirkulasi
terjadi apabila berat dari prostat lebih dari 45 gr. Faktor penting lainnya adalah
tekanan hidrostatik dari prostatic bed. Tekanan ini dipengaruhi ketinggian kolom
cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kemih saat pembedahan. Tinggi yang
ideal dari cairan adalah 60 cm sehingga kira-kira 300 ml cairan dapat dihasilkan
per menit untuk mendapatkan penglihatan yang baik.
2. Water Intoxication 1

Beberapa pasien dengan sindrom TURP menunjukkan gejala intoksikasi air dan
kelainan neurologis disebabkan karena peningkatan jumlah air dalam otaknya.
Pasien awalnya menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Kejang dapat
berkembang menjadi koma dalam posisi deserebrasi. Terdapat klonus dan respon
Babinski positif. Papiledema, yaitu pupil yang terdilatasi dan bereaksi lambat
dapat terjadi. EEG menunjukkan tegangan rendah bilateral. Gejala ini muncul
apabila level Natrium turun sampai di bawah 15-20 mEq / liter di bawah level
normal.

3. Hyponatremia – Hiperosmolaritas 1,11

Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstra seluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan volume cairan ekstraseluler.

Natrium penting dalam fungsinya untuk eksitasi sel, terutama pada jantung
dan otak. Hiponatremia dapat terjadi pasien yang mengalami TURP melalui
berbagai mekanisme :

1. Dilusi serum Na akibat kelebihan absorbsi cairan irigasi

2. Hilangnya Na menuju aliran cairan irigasi pada tempat reseksi prostat

3. Hilangnya Na menuju ruangan interstisial pada periprostat dan


retroperitoneal

4. Jumlah besar glisin menstimulasi pelepasan atrial natriuretik peptida pada


kelebihan volume cairan menyebabkan natriuresis..
Gejala hiponatremia adalah gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan
kejang. Ketika Na serum turun sampai di bawah 120 mEq / liter, hipotensi dan
penurunan kontraktilitas miokardial terjadi. Dibawah 115 mEq / l, bradikardi dan
perluasan dari kompleks QRS pada EKG dapat terjadi, ektopik ventrikuler dan
inversi gelombang T dapat terjadi. Di bawah 100 mEq / liter maka kejang umum,
koma, henti nafas, Ventricular Tachycardia (VT), Ventricular Fibrillation (VF)
dan henti jantung terjadi. Kebutuhan Na dihitung berdasarkan formula :

Sodium Deficit = Normal serum Na - Estimated serum Na x Volume of body water

Namun gangguan fisiologis yang menyebabkan gangguan system saraf


pusat bukanlah hiponatremia tersebut melainkan hipoosmolalitas yang terjadi.
Seperti yang kita tahu bahwa sawar darah otak bersifat impermeabel terhadap
natrium namun permeabel terhadap air. Edema serebri terjadi akibat
hipoosmolalitas akut yang terjadi meningkatkan tekanan intrakranial,
menyebabkan bradikardi dan hipertensi (Cushing reflex).

4. Glycine Toxicity 1

Kelebihan glisin yang diabsobrsi ke sirkulasi bersifat toksik pada jantung dan
retina dan dapat menyebabkan hiperammonia. Pada pasien glisin 1,5%
berhubungan efek subakut dari miokardium, muncul sebagai depressi atai inverse
gelombang T. pada EKG 24 jam setelah pembedahan. Absorbsi lebih dari 500 ml
menunjukkan dua laki resiko jangka panjang acute myocardial infarction. ini yang
menyebabkan jumlah mortalitas yang lebih tinggi antara operasi transuretra vs
open prostatectomy masih diperdebatkan oleh urologis hingga saat ini. Dilutional
hypocalcemia juga dapat menjadi penyebab gangguan kardiovaskular ketika glisin
di absorbsi. Namun kalsium dijaga tetap normal secara cepat dengan mobilisasi
kalsium dari tulang.
Glisin adalah asam amino yang berperan sebagai neurotransmitter utama pada
system saraf pusat. Tempat kerja glisin adalah terutama pada batang otak dan
medulla spinalis berbeda dengan neurotransmitter lainnya yaitu GABA yang
bekerja pada area subkortikal dan kortikal area. . Mekanisme kerjanya diakibatkan
dari hiperpolarisasi dari membran postsinaps dengan meningkatkan hantaran
klorida. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan efek pada sistem saraf pusat dan
gangguan penglihatan. Glycolic acid, formal dan formaldehyde adalah metabolit
lain dari glisin yang juga menyebabkan gangguan penglihatan. Tanda seseorang
mengalami toksisitas glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat, kejang, spell
apneoea dan sianosis, hipotensi, oligouria, anuria dan kematian.

Nilai normal glisin pada pria adalah 13-17 mg / liter. Glycine toxicity
jarang pada pasien TURP mungkin karena hampir seluruh glisin yang diabsorbsi
ditahan pada ruang periprostatik dan retroperitoneal yang tidak memiliki efek
sistemik.

5. AmmoniaToxicity1

Amonia adalah produk mayor dari metabolisme glisin. Konsentrasi ammonia


yang tinggi menekan pelepasan norepinefrin dan dopamine dalam otak. Hal ini
menyebabkan encephalopati TURP syndrome. Namun hal ini jarang terjadi pada
manusia. Karakteristik toksisitas yang terjadi adalah satu jam setelah pembedahan.
Pasien tiba-tiba mual dan muntah dan menjadi koma. Ammonia darah meningkat
menjadi 500 mikromol / liter (nilai normal : 11-35 mikromol / liter).
Hyperammonemia dapat bertahan sampai lebih dari 10 jam paska operasi karena
glisin secara kontinu diabsorbsi dari ruang periprostat.

Mekanisme mengapa hiperammonia tidak diderita oleh semua pasien yang


mengalami TURP masih belum jelas. Hiperamonia mengimplikasikan bahwa
tubuh tidak dapat memetabolisme glisin secara sempurna melalui glisin cleavage
system., citric acid cycle dan konversi glycolic dan glioxylic acid.
Makanisme lain yang dapat menjelaskan adalah defisiensi arginin. Amonia
normalnya diubah menjdi urea dalam hati melalui ornithine cycle. Arginin adalah
produk intermediet dari siklus ini. Defisiensinya menandakan bahwa ornithine
cycle tidak berlangsung sempurna dan terjadi akumulasi amonia.

6. Hipovolemi, Hipotensi1

Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan sebagai
cairan irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak muncul
jika pendarahan berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi. Pelepasan
substansi jaringan prostatik dan endotoksin menuju sirkulasi dan asidosis
mtabolik yang bisa berkontribusi terhadap hipotensi. Kehilangan darah saat
Sindrom TURP akan menimbulkan hipovolemia, menyebabkan kehilangan
kemampuan mengangkut oksigen secara signifikan sehingga bisa menuju iskemia
myokardial dan infark miokard. Kehilangan darah berkorelasi dengan ukuran
kalenjar prostat yang direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari operator.
Rata-rata kehilangan darah saat TURP adalah 10ml/gram dari reseksi prostat.

7. Gangguan Penglihatan1

Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara, pandangan
berkabut, dan melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi dilatasi dan tidak
merespons. Lensa mata normal. Gejala bisa muncul bersamaan dengan gejala lain
dari Sindom TURP atau bisa juga menjadi gejala yang tersembunyi.
Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah pembedahan. Kebutaan
TURP disebabkan oleh disfungsi retina yang kemungkinan karena keracunan
glisin. Karena itu persepsi dari cahaya dan refleks mengedipkan mata
dipertahankan dan respon pupil terhdap cahaya dan akomodasi hilang pada
kebutaan TURP, tidak seperti kebutaan yang disebabkan karena disfungsi kortikal
serebri.
8. Perforasi1

Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan instrumen
pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari kantung kemih dan
letusan didalam kantung kemih. Perforasi instrumen dari kapsul prostatik telah
diestimasi terjadi pada 1% dari pasien yang melakukan TURP. Tanda awal dari
perforasi, yang sering tidak diperhatikan adalah penurunan kembalinya cairan
irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti oleh nyeri abdomen, distensi dan nausea.
Bradikardi dan hipotensi arterial juga ditemukan. Juga ada resiko tinggi kesalahan
diurese spontan. Pada perforasi intraperitoneal, gejalanya berkembang lebih cepat.
Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan iritasi pada diafragma merupakan gejala
khas Pallor, diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea, muntah dan hipotensi bisa
terjadi. Perforasi ekstraperitonial, pergerakan refleks dari ekstemitas bawah bisa
terjadi. Letusan didalam kantung kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat
dipercaya bisa membebaskan gas yang mudah terbakar. Secara normal, tidak
cukup oksigen yang terdapat didalam kantung kemih agar bisa terjadi letusan.
Tetapi jika udara masuk bersama dengan cairan irigasi akan bisa berakibat
timbulnya ledakan.

9. Koagulopati1

DIC (Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan dengan


pelepasan partikel prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin menuju
sirkulasi yang menyebabkan fibrinolisis sekunder. Dilutional trombositopenia bisa
memperbusuk situasi. DIC bisa dideteksi pada darah dengan timbulnya penurunan
jumlah platelet, FDP (Fibrin Degradation Products) yang tinggi (FDP > 150
mg/dl) dan plasma fibrinogen yang rendah (400 mg/dl)
10. Bakteremia, Septisemia dan Toksemia 1

Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat
preoperatif. Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan
tekanan tinggi, maka bakteri akan masuk menuju sirkualsi. Pada 6% pasien,
bakteremia menjadi septisemia. Absorbsi dari endotoksin bakteri dan produksi
toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan toksik pada pasien
postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi kapiler dan hipertensi bisa
terjadi secara temporer pada pasien ini.

11. Hipotermia1,10

Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan
dilakukan TURP. Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi
hemodinamika, yang mengakibatkan pasien menggigil dan peningkatan konsumsi
oksigen. Irigasi kandung kemih merupakan sumber utama dari hilangnya panas
dan penggunaan cairan irigasi pada suhu ruangan menghasilkan penurunan suhu
tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk oleh keadaan ruangan operasi yang bersuhu
dingin. Pasien geriatri diduga akan mengalami hipotermia karena disfungsi
otonom. Vasokonstriksi dan asidosis bisa berefek pada jantung dan berkontribusi
terhadap manifestasi sistem saraf pusat. Menggigil juga bisa diperparah oleh
pendarahan dari tempat reseksi.
Gambar 2. Skema Patofisiologi sindrom TURP 11

3.5 Diagnosis

Anestesia Umum Vs Anestesia Regional Pada TURP 1,5

Diagnosis TURP syndrome didasarkan atas gejala klinis. Dibawah pengaruh


anastesi umum, diagnosis Sindrom TURP sukar dan sering ditunda. Tanda umum
adalah peningkatan yang tidak bisa dijelaskan, kemudian tekanan darah menurun
dan terjadi bradikardia refrakter. Perubahan dalam EKG seperti ritme nodal,
perubahan ST, gelombang U dan pelebaran kompleks QRS dapat diobservasi.
Pengembalian dari anestesi umum dan penggunaan pelemas otot bisa tertunda.
TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa sedasi (Awake
TURP) lebih dipilih daripada anestesia umum karena hal berikut :

1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien
yang sadar
2. Vasodilatasi periferal berfungsi untuk membantu meminimalisir overload
sirkulasi.
3. Memberikan lebih banyak tingkat analgesia postoperatif
4. Kehilangan darah akan lebih sedikit

Ketika dalam pengaruh anastesi regional, maka satu dari empat tanda
mayor ini dapat muncul. : peningkatan tekanan darah sistolik dengan sedikit
peningkatan pada tekanan darah diastolik, denyut yang lambat, perubahan
aktivitas saraf pusat (seperti kebingungan, semicoma, gelisah, nyeri kepala, mual,
muntah). Kongestif paru dengan tanda dyspnea, sianosis dan wheezing. Denyut
jantung menurun.

Jika tidak diterapi secara cepat, maka pasien bisa mengalami sianotik dan
hipotensi dan menjadi henti jantung. Beberapa pasien muncul dengan gejala
neurologikal. Pasien menjadi lemah kemudian tidak sadar. Pupil dilatasi dan
lambat beraksi terhadap cahaya. Ini bisa diikuti dengan episode singkat dari
kejang tonik - klonik sebagai awal dari keadaan koma. Tetapi kemungkinan
fluktuasi hemodinamis yang tiba-tiba dari anestesia spinal atau epidural sebaiknya
dipertimbangkan sebelum melakukan anastesi regional.

Selama anestesia umum berbagai tanda hipovolemia terjadi pada pasien.


Gejala sistem saraf pusat tidak ditemukan sampai pasien dibwawa ke ruang
pemulihan. Tanda respirasi tidak terlihat akibat ventilasi kendali atau assisted sera
konsentrasi tinggi O2 yang digunakan dalam anestesia. Namun ketika pasien
tersadar dari pengaruh anestesia ia akan merasa sangat mengantuk, bingung, koma
karena intoksikasi air dalam otak atau peningkatan amonia dari metabolisme
glisin.
3.6. Tata Laksana Sindrom TURP 1,2,67,8

Terapi Sindrom TURP meliputi koreksi berbagai mekanisme patofisiologikal


yang bekerja pada homeostasis tubuh. Idealnya terapi tersebut harus dimulai
sebelum tejadi komplikasi sistem saraf pusat dan jantung yang serius. Ketika
Sindrom TURP didiagnosa, prosedur pembedahan sebaiknya diakhiri secepatnya.
Kebanyakan pasien bisa dimanajemen dengan restriksi cairan dan diuretic loop

Identifikasi gejala awal sindrom TURP dan pencegahan, penting untuk


mencegah efek yang fatal bagi pasien yang mengalami pembedahan endoskopik.
Hiponatremia yang terjadi sebelum operasi harus dikoreksi terutama pada pasien
yang menggunakan obat-obatan diuretic dan diet rendah garam. Antibiotic
profilaksis memiliki peran dalam pensegahan bakterimia dan septisemia. Central
Venous Pressure (CVP) monitoring atau kateterisasi arteri pulmonalis diperlukan
untuk pasien dengan penyakit jantung. Tinggi ideal cairan irigasi adalah 60 cm.
Untuk mengurangi timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator
memasang sistotomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik. Untuk kasus dengan operasi lebih dari
satu jam staging TURP harus dilakukan. Kapsul prostat harus dijaga dan distensi
kandung kemih harus dicegah. Caranya dengan sering mengosongkan kandung
kemih. Koreksi hiponatremia sebaiknya dilakukan dengan diuresis dan pemberian
salin hipertonis 3-5% secara lambat dan tidak lebih dari 0,5 meq/per 1 jam atau
tidak lebih cepat dari 100 ml/jam. Tepatnya 200 ml salin hipertonis diperlukan
untuk mengkoreksi hiponatremia. Pemberian secara cepat dari salin akan
mengakibatkan edema paru dan central pontine myelinolysis. Dua pertiga dari
salin hipertonis mengembalikan serum sodium dan osmolaritas, sedangkan 1/ 3
meredistribusi air dari sel menuju ruang ekstraseluler, dimana akan diterapi
dengan terapi diuretik menggunakan furosemide. Furosemide sebaiknya diberikan
dengan dosis 1 mg/kg bb secara intravena. Tetapi, penggunaan furosemide dalam
terapi Sindrom TURP dipertanyakan karena meningkatkan ekskresi natrium. Oleh
sebab itu 15% manitol disarankan sebagai pilihan, dalam kaitan dengan kerjanya
yang bebas dari ekskresi natrium dan kecenderungan untuk meningkatkan
osmolaritas ekstraseluler. Oksigen harus diberikan dengan penggunaan nasal
kanul. Edema paru sebaiknya dimanajemen dengan intubasi dan ventilasi dengan
penggunaan 100% oksigen. Gas darah, hemoglobin dan serum sodium dinilai.
Kalsium intravena bisa digunakan untuk merawat gangguan gangguan jantung
akut saat pembedahan. Kejang sebaiknya diterapi dengan diazepam / midazolam /
barbiturat / dilantin aau penggunaan pelemas otot tergantung dari tingkat
keparahannya. Gejala hiponatremia yang bisa berakibat seizure bisa dihubungkan
dengan dosis kecil dari midazolam (2-4 mg), diazepam (3-5 mg), thiopental (50-
100 mg). Kehilangan darah diterapi dengan transfusi PRC. Pada kasus dengan
DIC, maka fibrinogen 3-4 gram sebaiknya diberikan secara intravena diikuti
dengan infus heparin 2000 unit secara bolus ( dan kemudian diberikan 500 unit
tiap jam). Fresh Frozen Plasma (FFP) dan platelet juga bisa digunakan tergantung
dari jenis koagulasinya. Drainase pembedahan dari cairan
retroperitoneal pada kasus perforasi bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan. Arginin dapat diberikan sebagai tambahan infus glisin untuk
menurunkan efek toksik dari glisin pada jantung. Mekanisme bagaimana arginin
memproteksi jantung belum diketahui. Phenytoin yang diberikan secara intravena
(10-20 mg/kg) juga harus dipertimbangkan untuk memperoleh aktivitas
antikonvulsan. Intubasi endotrakeal secara umum disarankan untuk mencegah
aspirasi sampai status mental pasien menjadi normal. Jumlah dan kadar salin
hipertonik (3-5 %) diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia menjadi batas /
level yang aman, yang didasarkan konsentrasi serum sodium pasien. Solusi salin
hipertonis harus tidak diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 100 ml/jam
sehingga tidak menimbulkan eksaserbasi overload dari cairan sirkulasi. Hipotermi
dapat dihindari dengan meningkatkan suhu ruang operasi, penggunaan selimut
hangat dan menggunakan cairan irigasi dan intravena yang telah dihangatkan
sampai suhu 370 C. Manajemen pasien yang mengalami koma harus meliputi
oksigenasi, sirkulasi yang memadai, penurunan tekanan intrakranial, penghentian
kejang, terapi infeksi, menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit dan suhu
tubuh. Pemantauan yang dilakukan glukosa, elektrolit (Na, K, Ca,. Cl, CO3, PO4),
urea kreatinin, osmolaritas, glisin, dan amonia. Pemeriksaan gas darah dapat
melihat PH, PO2, PCO2, dan karbonat. Perlu juga dilakukan EKG untuk
memonitor fungsi kardiovaskular.8
BAB III

KESIMPULAN

Dari tulisan di atas adapun kesimpulan sebagai berikut :

1. Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena


pada prostat dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi.
Absorbsi dari cairan dalam jumlah yang besar (2 liter atau lebih)
menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang disebut dengan sindrom
TURP.
2. Cairan yang tersering digunakan sebagai cairan irigasi adalah air steril dan
glisin yang bersifat hipotonik.
3. Sindrom TURP dipengaruhi beberapa hal diantaranya : terbukanya sinus
prostat saat pembedahan, tekanan irigasi, durasi operasi dan cairan irigasi
yang bersifat hipotonik.
4. Manifestasi klinis yang muncul diakibatkan karena peningkatan jumlah air
(larutan hipotonik) yang menyebabkan dilutional hiponatremia,
hipoosmolalitas, hiperglisinemia, hiperammonemia.
5. Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan
gejala sakit kepala, kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea,
aritmia, hipotensi dan seizure. Selain itu bisa berakibat lebih parah yaitu
bisa bermanifestasi overload sirkulasi cairan, toksisitas dari cairan yang
digunakan sebagai cairan irigasi.
6. Prinsip penanganan sindrom TURP yang utama adalah pencegahan,
restriksi cairan, diuretic loop, serta terapi intensif untuk pasien yang
mengalami koma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Moorthy HK, Philip S. TURP Syndrome - Current Consept in Pathology


and Physiology. Indian J Urology 2001 17 : 97-102.
2. Imlak S, Weavind L, Dabaey, Wenker O. TURP Syndrome. The Internet
Journal of Anesthesiology 1999 vol. 3 NI. Published : January 1, 1999.
Last Update : Januari 1,1999.
3. Moore K, Agur A. Kelenjar Prostat. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta :
Hippokrates. 2002.
4. Purnomo B. Hiperplasia Prostat. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Jakarta :
Sagung Seto.2007.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. McGraw-
Hill : New York. 2006.
6. Mutlu M, Titiz M. Hyponatremia and Neurological Manifestation of
TURP syndrome. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Vol : 12.
No.1.
7. Hahn RG. Fluid Absobrtion in Endoscopy Surgery. British Journal of
Anesthesiology 2006. 96. pp 8-20.
8. Jensen V. TURP Syndrome. Can J Anesthesia. 2000. pp. 90-97
9. Guyton A. Hall J. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta : ECG. 2001.
10. Bougar FS, Sue DY. Hipervolemia. Current Critical Care And Diagnosis
and Treatment. Appleton and Lange : USA. 1994
11. Gravenstein D. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) Syndrome
A Review of Patofisiology and Management. Aneshesia analgesia.. 1997.
pp.438-446
12. Marzo, A.M. De et al., 2007. Inflammation in prostate carcinogenesis

Anda mungkin juga menyukai