Anda di halaman 1dari 10

EFEK TERHADAP MUSIK INSTRUMENTAL KABAYAN TERAPI TINGKAT NYERI DAN

KECEMASAN PADA PASIEN DENGAN INFARSI MYOCARDIAL AKUT

ABSTRAK

Latar Belakang : Kematian akibat infark miokard akut (AMI) terus meningkat setiap tahun.
Upaya mencegah AMI komplikasi melalui control rasa sakit dan kecemasan dengan pendekatan
terapi music klasik telah banyak dipraktekan, tetapi pendekatan melalui music local belum
banyak dilakukan ketika teori keperawatan transcultural menekankan pentingnya pendekatan
budaya dalam asuhan keperawatan, sedangkan Indonesia memiliki banyak music local yang
merupakan potensi budaya yang perlu dikembangkan.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi music instrumental hariring
kabayan dalam mengurangi rasa sakit dan kecemasan pasien AMI setelah 24 jam masuk CICU.

Metode : ini adalah penelitian eksperimental semu dengan desain kelompok konrol pretest-
posttest. Ada 32 peserta dipilih menggunakan pengambilan sampel berurutan, yang 16
ditugaskan dalam kelompok eksperimen dan control. Terapi Hariring Kabayan adalah dimainkan
pada 60 BPM menggunakan headphone yang terhubung ke pemutar MP3 selama 30 menit. Skala
Angka Nyeri Numerik (NPRS) adalah igunakan untuk mengukur rasa sakit dan Numerical
Rating Scale Anxiety (NRS-A) digunakan untuk mengukur kecemasan. Data dianalisis
menggunakan paited t-test dan Independent t-test.

Hasil : Terapi music instrumental Hariring Kabayan yang diberikan selama 30 menit
memberikan perubahan yang sigifikan pada rasa sakit di responden (p = 0,005) tetapi tidak
memberikan perubahan signifikan dengan nilai signifikan 0,05. 45

Kesimpulan : Terapi music instrumental Hariring Kabayan efektif mengurangi rasa sakit pada
pasien AMI tetapi tidak efektif dalam pengurangan kecemasan.

Kata Kunci : Infark Miokar Akut, Nyeri, Gelisah, Musik Instrumental, Hariring Kabayan.
PENGANTAR

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa peyebab kematian di seluruh dunia telah
berubah dari penyakit menular ke penyakit menular (NCD) (Depkes, 2012). Kematian karena
NCD sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung, yitu sebesar 39% (17,5 juta kasus). Dari
penyakit jantung ini, 60% adalah Acute Miocardial Infarction (AMI), 30% dari gagal jantung
dan 10% penyakit jantung. AMI angka kematian diperkirakan akan terus berlanjut meningkat
bersama dengan NCD linnya, yang pada 2030 diperkirakan mencapai 23,3 juta kasus kematian
(Depkes, 2014). Pusat untuk data dan informasi kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa di
Amerika Serikat setiap tahun 565.000 orang mengalami AMI baru dan 300.000 orang memiliki
reinfrction (REAMI), yang setiap 26 detik satu orang memiliki AMI, dan setiap satu menit
menyebabkan satu orang mati (Depkes,2014)

Peningkatan angka kematian juga diperkirkan terjadi di Negara-negara berkembang pada


berbagai benua, termasuk di Asia. Di Tenggara Asia pada 2013, rata-rata kematian karena AMI
adlah 1,8 juta kasus. Di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada 2013, di sana sekitar
883.447 pasien dengan AMI berdasarkan kategori diagnostik dan sekitar 2,6 juta pasien AMI
berdasarkan diagnostik dan gejala. Di tingkt provinsi, tingkat kematian di Indonesia Jawa Barat
masih dianggap tinggi, diatas rata-rata nasional, mencapai 0,5% (1.500 pasien) berdasarkan
kategori diagnosis, atau 1,6% atau (4.800 pasien) berdasarkan diagnosis dan gejala
(Depkes,2013).

Infark Miokard Akut adalah gangguan jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan permintaan oksigen dihasilkan kerusakan sel ireversibel dan kematian otot
jantung (Morton & Fontaine,2008). Di Negara maju, pasien AMI mengunjungi rumah sakit rata-
rata dalam 6 hingga 12 jam setelahnya serangan jantung, sementara di Negara berkembang
dengan akses transportasi terbatas dan kekurangan layanan darurat, pasien AMI bisa lebih dari
24 jam ke rumah sakit. Pasien akan diberikan manajemen medis utama kepada menjaga fungsi
jantung dalam keadaan darurat kamar dan setelah 24 jam pasien dikonfirmasi berada diruang
intensif untuk pengobatan dengan pengamatan ketat (Anderson et al.,2007).

Pasien dengan infark miokard akut adalah berkaitan erat dengan nyeri dada spesifik, dan
sebagian faktor kecemasan (Moradian & Msc, 2011; Morton & Fontaine, 2008). Studi
menympulkan kecemasan itu adalah fenomena universal di Indonesia pasien AMI
(Sugiarto,Anies,Julianti & Mardiyono, 2015). Ini mirip dengan Fenomena di CICU Hasan
Sadikin Rumah Sakit di Jawa Barat, yang rata-rata jumlah pasien AMI adalah 40 orng / bulan
dengan rasa sakit dan kecemasan sebagai keluhan utama. Nyeri dada dan puncak kecemasan
pada 12 jam stelah onset, dan setelah 24 jam pasien mengalami penurunan betahap rasa sakit dan
kecemasan (Jia et al., 2012). Sakit dada pada pasien pasien AMI dijelaskan dengan sangat
sensasi parah di lengan dan dada itu menyebar ke belakang,leher dan rahang. Sementara
kecemasan disebabkan oleh sensai sakit yang parah dan ancaman seperti
ketidakberdayaan,kegagalan,kehilangan control terhadap ancaman kematian (Morton &
Fontaine,2008).

Rasa sakit dan kecemasan mempengaruhi pekrjaan sistem saraf simpatik yang merespon
peningkatan frekuensi kerja jantung ditandai dengan peningkatan tanda-tanda vital seperti nadi,
tekanan darah, pernapasan, dan jantung keluaran, jika tidak dirawat dengan benar akan
meningkatkan beban kerja otot jantung dan meningkatkan penggunaan oksigen yang dapat
memperburuk miokard infark (Morton & Fontaine,2008). Manajemen rasa sakit dan kecemasan
selama pasien 24 jam yang dirawat di ICU adalah secara farmakologis dilakukan dengan sedasi,
tetapi terapi farmakologis tidak sepenuhnya menyelesaika masalah, masalah baru seperti depresi
pernapasan dan jantug ketidakstabilan sering muncul, dengan pendekatn terapi farmakologis
(Hong,Flood, & Diaz, 2008; Ruan, 2007).

Music telah digunakan sejak periode primitive sebagai terapi relaksasi. Kekuatan music sudah
digunakan di rumah sakit sejak Florence Era Nightingale membantu proses penyembuhan.
Terapi ini terus dikembangkan hingga sekarang termasuk di ruang intensif karena itu bisa
mengurangi rasa sakit, gelisah dan lainnya gangguan psikologis (Mahdipour & Nmatollahi,
2012; Sugartini,2010,2011).

Karakteristik terapi music adalah langsung, bernada rendah, memiliki tempo 60-80 ketukan,
melodi mengalir, irama teratur dan kualiat nada bagus (Chlan,2009; Morton & Fontaine,2008).
Penelitian sebelemnya menyatakan bahwa terapi music selama 30 menit dapat mengurangi raa
sakit dan tanda-tanda vital (Liu & Pertini, 2015). Didukung oleh penelitian lain disebutkan itu
terapi music selama 20-90 menit dapat empengaruhi sistem limbic dan merangsang alfa
gelombang otak yang berperan dala menghasilkan perasaan nyaman, kemudian merangsang
saraf simpatis kerja saraf untuk menurunkan nasi, tekanan darah dan bernafas (Darliana,2008).
Namun demikian, muaik yang digunakan untuk terapi adalah music itu akrab dengan pasien
menurut bahasa Indonesia dan konteks budayanya.

Sensitivitas budaya dalam keperawatan sangan penting (Morton & Fontaine, 2008). Itu Teori
Keperawatan Transkultural Leininger menyatakan bahwa asuhan keperawatan harus disesuaikan
dengan keyakinan, budaya, nilai dan gaya hidup individu (Giger, 2016). Budaya di Barat Jawa
adalah salah satu keanekaragaman budaya di Indonesia. Penduduk Jawa Barat kebanyakan
Bahasa Sunda, sangat akrab dengan bahasa Sunda seruling music tradisional yang memiliki
keistimewaan artinya bagi orang Sunda. Nya bermain menggoda tampaknya membawa damai,
suasana hijau, luas dengan angina tenang (Dienaputra,2011). Penelitian sebelumnya terungkap
bahwa seruling Sunda mampu menurunkan darah tekanan (Supriadi, Hutabarat, & Monica,2015)
sebagai salah satu target keperawatan intervensi dalam manajemen nyeri dan kecemasan pada
pasien AMI (Custhall et al., 2011; Liu & Petrini,2015).

Music instrument Hariring Kabayan adalah panduan music seruling sunda dan bali suara alam.
Music Hariring Kabayan memiliki ciri-ciri terapi music itu menyakijan suasana alam jawa barat
yang memiliki efek menenangkan. Hariring kabayan diharapkan memberikan ketenangan
suasana yang pasien AMI putus asa perlu mengendlikan rasa sakit dan kecemasan untuk
menghindari komplikasi ( Custhall et L., 2011).

METODE

Desain studi

Penelitian ini menggunakan eksperimen semu metode dengan kelompok control pretes posttest
Desain. Penelitian dilakukan di CICU Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Itu studi
dimulai pada 17 Februari 2017 hingga Maret 14,2017.

Subjek penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua AMI pasien yang dirawat di CIC, Hasan Sadikin
Rumah sakit Bandung pada periode 17 Februari hingga 14 Maret 2017. Berturutan sampling
digunakan untuk memilih sampel. Ada 32 peserta dipilih, yang 16 adalah ditugaskan di grup
eksperimen dan control. Kriteia inklusi sampel termasuk pasien dengan diagnosis AMI, insiden
pertama menyerang, menerima anxiolytic & analgetik terapi, menunjukkan skor nyeri minimal 3
dari skala rating nyeri angka 0-10 (NPRS), skor kecemasan setidaknya 3 dari 0-10 Numerical
Rating Scale Anxiety (NRSA), laki-laki, suka music Sunda, punya keluarga mendukung dan
mampu berkomunikasi secara lisan. Kriteria eksklusi terdiri dari AMI pasien yang menolak
untuk menjadi responden, pasien dengan gangguan pendengaran dan tidak sabar.

Intervensi

Penelitian ini dilakukan oleh para peneliti tanpa asisten peneliti. Dalam kelompok intervensi,
responden direkomendasikan untuk mengambil posisi paling nyaman dan menekankan untuk
berkonsentrasi dan fokus selama terapi musik. Hariring Kabayan dimainkan pada 60 BPM
menggunakan headphone yang terhubung ke pemutar MP3 selama 30 menit. Namun, karena
responden memiliki tingkat usia yang berbeda maka volumenya dikendalikan oleh responden.
Intervensi dilakukan di kamar masing-masing pasien, bukan di tempat khusus. Tetapi,
meskipun setiap pasien memiliki kamar sendiri dengan dinding kaca tetapi timbul masalah di
mana peneliti tidak dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk terapi musik. Ada
kebisingan dari perangkat CICU seperti alarm ventilator dan kegiatan praktisi kesehatan
meskipun upaya untuk meminimalkan kebisingan melalui penggunaan headphone telah
dilakukan. Sementara kelompok kontrol adalah teknik bernafas dalam yang diberikan
Instrumen Numerical Pain Rating Scale (NPRS) digunakan untuk mengukur rasa sakit (Sugiarto
et al, 2015) Skala berkisar dari 0 hingga 10, angka 0 menunjukkan tidak ada rasa sakit dan angka
10 menunjukkan sangat sakit . Pasien memiliki keleluasaan untuk menunjukkan skala yang
mewakili kondisinya Numerical Rating Scale Anxiety (NRS-A) digunakan untuk mengukur
kecemasan (Mardiyono, Songwathana, & Petpichetchian, 2011. Skala berkisar dari 0 (tidak ada
kecemasan) hingga 10 (kecemasan parah) .Pasien menunjukkan skala yang mewakili kondisi
mereka. NRS -A telah digunakan untuk menilai S- diberikan keleluasaan untuk Kecemasan
dalam waktu 48 jam pada pasien dengan AMI dan menunjukkan kecemasan yang rendah (3,08
SD 2.62) Hubungan antara NRS-A dan skala kecemasan S cukup positif (r <0,001). bahwa NRS-A
dapat skala Kecemasan. Keuntungan NRS-A adalah ketepatan waktu pengukuran yang hanya
memakan waktu dan tidak membebani pasien 52, p ganti S Pertimbangan etis Penelitian ini
telah disetujui oleh Komite Etika Penelitian Poltekkes Kemenkes Semarang (Nomor
Persetujuan: 014 KEPK / Poltekkes-SMG EC 2017). Sebelum pengumpulan data, setiap
responden diberi informasi persetujuan memberikan informasi tentang tujuan, manfaat dan
prosedur penelitian yang diberikan analisis data. Pengolahan data dan analisis data
menggunakan kelompok pasangan SPSS analisis variabel nyeri, kecemasan, diastole, dan nadi
menggunakan uji Willcoxon, sedangkan uji kelompok tidak berpasangan menggunakan uji
Mann-Whitney. Analisis pasangan berpasangan variabel sistole dan pulsa menggunakan Paired
sample t-test, sedangkan uji tidak berpasangan menggunakan ndependent sample t0testtestest
value <0,05 dilakukan dengan HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata responden pada
kelompok eksperimen berusia 58,88 tahun mulai dari 41-73 tahun, sedangkan usia rata-rata
kelompok kontrol adalah 59,19 tahun berkisar antara 45,75. Uji homogenitas menunjukkan p-
value 0,920 (> 0,05, yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan usia peserta di
kedua kelompok. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah pasien STEMI
dan sebagian besar dari mereka sudah menikah. Kedua karakteristik ini dalam kedua kelompok
menunjukkan jumlah yang sama masing-masing. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kedua kelompok (p => 0,05)

DISKUSI Pengaruh terapi musik instrumental Hariring Kabayan pada nyeri Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa ada efek yang signifikan dari terapi musik kabadan Hariring dalam
mengurangi rasa sakit. Namun, penurunan nyeri yang signifikan dalam penelitian ini berkaitan
dengan mekanisme pemandu pencitraan atau pengalihan melalui musik sehingga responden
berkonsentrasi pada alunan musik instrumental Hariring Kabayan daripada rasa sakit. Selain
itu, terapi musik Hariring Kabayan terdiri dari musik relaksasi, yang mampu mengaktifkan
gelombang alfa pada limbik yang memberikan rangsangan bagi tubuh untuk rileks sehingga
parasimpatis 2014 memungkinkan impuls syaraf sebagai (Bunt & Stige, Ini juga berhubungan
dengan Gerbang Teori kontrol yang menyebutkan bahwa, pada satu waktu, hanya satuimpuls
otak, jika impuls ini diisi dengan pikiran lain maka sensasi nyeri tidak dikirim ke otak sehingga
nyeri dapat dikurangi (Morton & Fontaine, 2008). Nyeri pada pasien AMI adalah nyeri akut
khas yang ditandai dengan penyumbatan arteri koroner yang memacu metabolisme anaerobik
karena kurangnya suplai oksigen, dapat perjalanan dari sumsum tulang ke efek metabolisme
anaerob adalah penumpukan asam laktat. Asam laktat kemudian merespon mediator nyeri
seperti histamin, bradikin, serotonoin, prostaglandin dan ion kalsium yang kemudian
menstimulasi reseptor rasa sakit dan mengaktifkan simpatik. , hipotalamus, sistem limbik
korteks somatosensori dan akhirnya rasa sakit dirasakan (Morton & Fontaine, 2008). Saraf
parasimpatis adalah bagian dari fungsi saraf yang berlawanan dan dapat memblokir saraf saraf
simpatis sehinggapenularan tidak diteruskan sebagai rasa sakit. Sistem saraf parasimpatis aktif
ketika suasana hatinya baik, konsentrasi di sisi lain dan adanya analgesik (Macintyre & Schug,
2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan dukungan penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa terapi musik yang diberikan selama 20 menit pada pasien setelah operasi jantung secara
signifikan dapat mengurangi rasa sakit dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak
menggunakan musik terapi (Cutshall et al 2011). Serupa dengan penelitian lain menyatakan
bahwa peran musik dalam pengobatan perawatan intensif dalam 30 menit mampu mengurangi
kadar kortisol pada pasien jantung. frekuensi, komposisi ritme, ritme lambat dapat
memengaruhi otak dan jantung yang menghasilkan ketenangan yang memengaruhi fisik, emosi,
mental, sosial, estetika, dan spiritual (Trappe, 2012). dengan beat, Temuan Musik dari
penelitian ini juga mendukung studi Suhartini (2011) yang menguji kenyamanan pasien dalam
unit intensif menunjukkan bahwa terapi musik dalam 25-30 menit dapat mengurangi rasa sakit
sehingga sangat berkontribusi pada kenyamanan pasien. Pasien AMI adalah pasien dengan
gangguan organ kritis yang nyaman memerlukan kondisi psikologis lingkungan fisik mereka
(Morton & Fontaine 2008). Oleh karena itu, perawat di unit intensif diharuskan untuk
memberikan kenyamanan pasien, dan terapi musik instrumental Hariring Kabayan dapat
digunakan sebagai terapi intensif. medium. dan terapi musik Hariring Kabayan memiliki ukuran
efek sedang 0,484, yang lebih baik daripada penelitian sebelumnya, yang hanya memiliki
ukuran efek 0,12 (Cutshall et al 2011. Kekuatan efek yang dihasilkan menunjukkan bahwa
"musik yang dikenal" mampu memberikan yang lebih baik Efek, yang sesuai dengan Morton, et
al (2008) menyatakan bahwa pasien ICU memilih musik yang akrab bagi mereka untuk
penggunaan terapi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi instrumental Hariring Kabayan
cocok untuk terapi bagi masyarakat Jawa Barat karena ini memiliki komposisi musik yang
sangat akrab bagi orang-orang di provinsi itu Kekuatan efek yang dihasilkan juga menunjukkan
bahwa kepekaan perawat terhadap budaya dalam asuhan keperawatan adalah penting untuk
menyediakan lingkungan penyembuhan dan menghindari kejutan budaya jika perawat tidak
memahami latar belakang pasien. Ini sesuai dengan pernyataan teori yang menyatakan bahwa
sensitivitas budaya dalam menciptakan lingkungan penyembuhan untuk pasien intensif sangat
penting dalam intervensi keperawatan karena respons dan nilai individu dapat bervariasi dalam
budaya (Morton & Fontaine, 2008). Instrumen Sunda adalah salah satu kearifan lokal suling n
Hariring Kabayan budaya Sunda. Dalam teori keperawatan transkultural, musik lokal adalah
penerapan lingkungan simbolik yang merupakan bagian dari "lingkungan" dalam paradigma
teori Leininger. Semua responden dalam penelitian ini adalah suku sunda dan senang dengan
musik Sunda. Setelah melakukan terapi Hariring Kabayan, sebagian besar responden
menyatakan lebih santai dan nyaman. Studi tentang potensi penggunaan kearifan lokal dalam
mengurangi nyeri spesifik penyakit AMI belum dilakukan, tetapi pada penyakit lain dalam studi
lain menunjukkan bahwa kekuatan sosial-budaya melalui musik tradisional mampu
memberikan efektivitas pada pengurangan nyeri secara signifikan. (Oktavia, Gandamiharja, &
Akbar, 2013 Somoyani, Armini, & Erawati, 2013) Hasil penelitian ini bila dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan spiritual pada pasien AMI menunjukkan
bahwa efek musik Hariring kabayan tidak lebih baik daripada pendekatan spiritual ( Sugiarto et
al., 2015). Ini karena terapi spiritual memberikan efek relaksasi dan menjangkau area yang
lebih dalam pada pasien, sementara terapi Hariring Kabayan hanya memberikan efek yang
sama. Namun, kedua studi menunjukkan bahwa aspek holistik dari pendekatan pasien dapat
berkontribusi lebih banyak pada penurunan nyeri AMI. pasien setelah 24 jam masuk ke ICU
dibandingkan dengan menyusui hanya berfokus pada aspek fisik saja efek relaksasi saja.Dari
diskusi di atas, penggunaan aspek budaya menciptakan lingkungan "untuk pasien dengan
perawatan intensif telah terbukti efektif dalam mengurangi rasa sakit pasien AMI setelah 24
jam masuk CICU, sebagaimana dibuktikan oleh hasil kelompok berpasangan dan tidak
berpasangan. analisis, dengan demikian terapi Hariring Kabayan efektif dalam mengurangi rasa
sakit dan mengarah ke efek positif pada kenyamanan dan penyembuhan pasien. "Efek
penyembuhan terapi musik instrumental Hariring Kabayan pada kecemasan. Temuan penelitian
ini menunjukkan bahwa ada efek yang signifikan dari musik hariring kbayan terapi dalam
mengurangi kecemasan pada pasien AMI setelah 24 jam masuk CICU. Efektivitas penelitian ini
berbeda dari efektivitas variabel nyeri. Nyeri berhubungan dengan kecemasan (Ji, Fu, Ruppert,
& Neugebauer 2007), tetapi Morton (2008) menyebutkan bahwa nyeri bukan satu-satunya
penyebab kecemasan; Penyebab lain kecemasan bagi pasien AMI adalah ketakutan akan
kematian, rasa terisolasi, ancaman tidak berdaya dan ancaman kehilangan fungsi dan harga diri.
Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor lain selain rasa sakit
dalam bentuk ancaman yang mengganggu pasien secara psikologis. Selama wawancara,
beberapa pasien mengungkapkan bahwa hati mereka tidak lagi utuh sehingga mereka khawatir
tentang serangan yang direplikasi yang lebih memutuskan dan mengambil hidup mereka.
Kekhawatiran lain adalah tentang kelangsungan hidup anggota keluarga mereka yang
ditinggalkan. Kekhawatiran responden seperti dijelaskan di atas adalah umum untuk pasien
jantung (Moser et al., 2010), Studi menunjukkan bahwa manajemen kecemasan yang buruk
dapat menyebabkan depresi dan lebih berbahaya (Roest, Zuidersma, & de Jonge, 2012). Ini
membuktikan bahwa seseorang yang telah menderita AMI akan terus mengalami kecemasan
bahkan depresi. Dengan demikian, ketidakberartian hasil penelitian ini dalam mengurangi
kecemasan sering ditemukan bahwa karena kecemasan adalah bagian dari pasien jantung yang
rumit secara psikologis, inilah yang mengilhami beberapa peneliti di atas untuk memeriksa dan
menemukan metode terbaik untuk meningkatkankualitas hidup dengan meningkatkan pasien
psikologis pasca-AMI (Moser et al 2007). Meskipun hasil terapi Musik Hariring Kabayan hampir
mendekati batas signifikan (p 0,053), tetapi dalam kasus ini, disimpulkan bahwa itu belum
efektif dalam mengurangi kecemasan pasien AMI. Masalah yang selama ini peneliti belum
mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk terapi musik. Kebisingan dari lingkungan
CICU seperti suara mesin ventilator dan kegiatan praktisi kesehatan paling banyak diungkapkan
oleh pasien, yang tidak dapat dikontrol karena prosedur perawatan. Upaya untuk
meminimalkan kebisingan telah dilakukan dengan menggunakan headphone sambil
mendengarkan headphone. musik, tetapi hasilnya telah dimaksimalkan. Ketidakberartian skor
kecemasan juga konsisten dengan skor sistole, diastole dan denyut nadi yang juga tidak
signifikan, menurut pernyataan Morton, et al (2008), berdasarkan penelitian terhadap 2.500
responden, disimpulkan bahwa ada 5 indikator utama kecemasan: tekanan darah, denyut nadi,
agitasi, kecemasan dan pernyataan pasien. Ini menunjukkan bahwa sistole, diastole, dan nadi
berhubungan erat dengan kecemasan sebagai indikator klinis. Sementara skor pernapasan
menunjukkan angka signifikan termasuk sebagai indikator utama kecemasan. Melalui deskripsi
di atas, meskipun secara statistik kesimpulan keseluruhan dari hasil penelitian ini tidak
menunjukkan tingkat signifikan penurunan kecemasan, tetapi Terapi Musik Hariring Kabayan
dengan latar belakang aspek budaya berdasarkan kelompok berpasangan memberikan efek
yang lebih baik daripada intervensi yang hanya fokus pada aspek fisik saja dalam mengurangi
kecemasan pasien AMI. KESIMPULAN Hariring Kabayan Music Therapy efektif dalam
mengurangi rasa sakit pada pasien AMI, tetapi tidak efektif dalam mengurangi kecemasan.
Namun, terapi ini dapat digunakan sebagai pelengkapterapi dalam mengurangi rasa sakit,
terutama untuk pasien AMI di Jawa Barat. Penelitian lebih lanjut diharapkan untuk
memodifikasi lingkungan agar terapi musik lebih kondusif.

Anda mungkin juga menyukai