Disusun Oleh:
Dany Alfian
112021089
Pembimbing:
dr. RM. Lesus Hario Bharoto, Sp.B
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi referat dengan judul:
Tumor Ganas Payudara
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa Periode 21 November 2022 – 28 Januari 2023
Disusun oleh:
Dany Alfian 112021089
Telah diterima dan disetujui oleh dr. RM. Lesus Hario Bharoto, Sp.B
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Tumor Ganas Payudara”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. RM. Lesus Hario
Bharoto, Sp.B pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik.
Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan
seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Penulis sangat terbuka dalam menerima
kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Penulis
Paraf/Stempel
Nama Penilai
BAB I
PENDAHULUAN
Payudara atau mammae merupakan suatu bagian tubuh yang terdiri atas jaringan lemak,
kelenjar fibrosa, dan jaringan ikat yang terhubung ke otot-otot dinding dada. Namun pada proses
fisiologis tubuh, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sel-sel pada payudara mengalami
perkembangan yang tidak normal. Tumor atau neoplasma secara umum berarti benjolan yang
disebabkan pertumbuhan sel abnormal dalam tubuh. Perubahan fisiologis tersebut menimbulkan
benjolan pada payudara yang berupa tumor jinak atau (benigna) dan tumor ganas atau (maligna)
dan hiperplasia payudara. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam tubuh berupa genetik,
perubahan hormon, penumpukan cairan, dan yang berasal dari luar tubuh berupa penggunaan
steroid yang berlebih, penggunaan pil KB sebelum waktunya, penumpukan bakteri dan efek
samping dari radioterapi.1,2
Diagnosis dalam stadium lanjut tumor payudara menyebabkan berkurangnya pilihan terapi
dan makin kecil kesempatan keberhasilan terapi. Hal ini menyebabkan makin tingginya angka
kematian akibat tumor payudara. Dijelaskan pada tahun 2020 kasus baru kanker pada payudara
mencapai 298.445 dari 2.252.981 kasus tumor ganas di Asia Tenggara. Globocan mencatat kasus
baru kanker payudara di Indonesia sebanyak 65.858 pada tahun 2020. Tumor jinak di Indonesia
mencapai 74,8%. Fibroadenoma Mammae (FAM) merupakan salah satu jenis tumor jinak
payudara pada wanita muda yang berusia <25 tahun dan paling banyak terjadi. Jakarta Breast
Center mengatakan 79% dari 2,495 pasien yang datang menderita FAM.1 Perempuan 100 kali lebih
berisiko dibandingkan dengan laki-laki. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Payudara terdiri dari glandula mammaria, kulit, dan jaringan ikat yang terkait. Glandula
mammaria merupakan modifikasi glandula sebacea yang terletak di dalam fascia superficialis,
anterior dari musculi pectoralis dan dinding anterior thorax. Glandula mammaria terdiri dari
ductus dan lobuli sekretorius. Ini mengumpul, membentuk yang berisi 15-20 ductus lactiferi yang
masing-masing alirannya menuju puting payudara. Puting payudara dikelilingi oleh daerah kulit
berwarna gelap, yang disebut areola mammae.1,2
Ductus dan lobuli glandula mammaria tersebut dikelilingi oleh suatu stroma jaringan ikat
yang berkembang dengan baik. Pada regio tertentu, stroma ini memadat, membentuk suatu
ligamentum yang jelas yaitu ligamenta suspensoria mammaria, yang bersinambungan dengan
dermis kulit dan menyangga payudara. Pada wanita yang tidak menyusui, komponen predominan
payudara adalah jaringan lemak, sedangkan pada wanita menyusui jaringan glandula lebih
dominan dibanding jaringan lemaknya.1,2
Dua pertiga atas mammae terletak di atas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga
bawahnya terletak di atas otot seratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus
abdominis. Payudara terletak di atas fascia profundus musculus besar regiones pectorales dan
sekitarnya. Selapis jaringan ikat kendor (spatium retromammaria) memisahkan payudara dari
fascia profundus dan memungkinkan sedikit pergerakan terhadap struktur-struktur di bawahnya.1,2
Gambar 1. Payudara.1
2.1.1 Vaskularisasi
Payudara berhubungan dengan dinding thorax dan struktur-struktur yang berkaitan dengan
extremitas superior: karena itu. suplai vaskuler dan drainase yang dapat berasal dari berbagai rute:
Lateral. pembuluh-pembuluh darah dari arteria axillaris-arteria thoracica superior.
thoracoacromialis, arteria thoracica lateralis, dan arteria subscapularis;
Medial. cabang-cabang dari arteria thoracica interna
Dari arteriae intercostales 2-4 melalui cabang-cabang yang menembus dinding thorax
dan musculi yang terletak di atasnya.
Pembuluh-pembuluh vena payudara berjalan paralel dengan arterianya dan akhirnya
bermuara ke vena axillari, vena thoracica interna, dan vena intercostalis.1,2
2.1.2 Persarafan
Sisi superior payudara dipersarafi oleh nervus supraklavikular yang berasal clari cabang ke-3
clan ke-4 pleksus servikalis. Sisi medial payuclara dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari
nervus interkostalis 2-7. Papila mammae terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari
nervus interkostalis 4, sedangkan areola clan mammae sisi lateral dipersarafi cabang kutaneus
lateral clari nervus interkostalis lainnya. Kulit daerah payudara dipersarafi oleh cabang pleksus
servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh saraf
simpatis. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan timbulnya penyulit
berupa paralisis clan mati rasa pascabedah, yakni nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus
brakius medialis, yang mengurus sensibilitas claerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pacla
diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah
tersebut. Nervus pektoralis yang mengurus otot pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis
yang mengurus otot latissimus dorsi, clan nervus torakalis longus yang mengurus otot serarus
anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.1,2,3
2.3 Epidemiologi
Tingkat insidensi kasus baru, prevalensi dan kematian kanker payudara menempati urutan
pertama terbanyak pada wanita di dunia. Berdasarkan data WHO yang dikumpulkan sampai tahun
2020, insidensi kasus baru kanker payudara mencapai 2.261.419, prevalensi dalam 5 tahun terakhir
mencapai 7.790.717, dan jumlah kematian akibat kanker payudara mencapai 684.996 di dunia.4
Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker pertama dari tingkat insidensi kasus
baru, prevalensi dan penyebab kematian pertama pada wanita. Terdapat 65.858 (30,8%) insiden
kasus baru kanker ovarium, prevalensi dalam 5 tahun terakhir mencapai 201.403 (36,1%) dan
angka kematian mencapai 22.430 (20,4%).4
Risiko terkena kanker payurdara meningkat sepanjang kehidupan, khususnya setelah
menopause, yang memuncak pada usia 80 tahun, 75% dari wanita dengan kanker payudara
usianya lebih dari 50 tahun, dan hanya 5% usianya di bawah 40 tahun.
2.5 Patofisiologi
Pathogenesis kanker payudara dapat terbagi menjadi 4 tahap, yaitu:18
Hyperplasia ductal
Pada tahap ini terjadi proliferasi sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata dengan
inti saling bertumpang tindih dan lumen ductus tidak teratur. Pada tahap ini sering
merupakan tanda awal keganasan.
Hyperplasia atipik (klonal)
Pada tahap ini perubahan lebih lanjut terjadi, sitoplasma sel menjadi lebih jelas dan
tidak tumpeng tindih dengan lumen ductus yang teratur. Secara klinis risiko kanker
payudara meningkat.
Karsinoma in situ
Baik ductal maupun lobular, terjadi proliferasi sel dengan gambaran sitologis sesuai
keganasan. Proliferasi belum menginvasi stroma atau menembus membrane basal.
Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara, bahkan
hingga bilateral, dan tidak teraba pada pemeriksaan serta tidak terlihat pada
pencitraan. Karsinoma in situ ductal sifatnya segmental, dapat mengalami kalsifikasi
sehingga gambarannya bervariasi.
Karsinoma invasive
Terjadi pada saat sel tumor telah menembus membrane basal dan menginvasi
stroma. Sel kanker dapat menyebar baik secara hematogen maupun limfogen dan
dapat menimbulkan metastasis seperti ke organ paru-paru, hati, tulang, dan otak.
Gambar 5. Patogenesis kanker payudara.
2.5 Klasifikasi
Karsinoma payudara digolongkan menurut ada atau tidaknya penerobosan (penetrasi)
membran basal yang berfungsi membatasi pertumbuhan: yang masih terbatas disebut
karsinoma in situ, dan bila telah terjadi penetrasi dan menyebar disebut karsinoma invasif
atau karsinoma infiltratif. Menurut klasifikasi ini, bentuk utama kanker payudara adalah
sebagai berikut:
A. Noninvasif
1. Karsinoma duktal in situ/ductal carcinoma in situ (DCIS)
2. Karsinoma lobular in situ/lobular carcinoma in situ (LCIS)
B. Invasif (infiltratif)
1. Karsinoma duktal invasif ("tidak dispesifikasi lain"), merupakan subtipe
karsinoma invasif yang paling lazim
2. Karsinoma lobular invasif
3. Karsinoma meduler
4. Karsinoma koloid (karsinoma musinosum)
5. Karsinoma tubuler
6. Tipe lain
Karsinoma meduler
Merupakan subtipe yang jarang, jumlahnya kurang dari 1% kanker payudara.
Kanker ini terdiri dari lembaran-lembaran sel anaplastik yang besar dengan perbatasan
saling mendesak (pushing borders) yang berbatas tegas. Dijumpai infiltrat
limfoplasmatik yang selalu menonjol. DCIS biasanya tidak ditemukan atau minimal.
Karsinoma meduler terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada wanita dengan mutasi
BRCA 1, walaupun wanita dengan karsinoma meduler biasanya bukan pembawa sifat
(carrier). Karsinoma ini secara seragam tidak mempunyai reseptor estrogen dan
progesteron dan tidak menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/NEU (suatu
kombinasi yang sering disebut sebagai triple-negatif).
Pada pemeriksaan fisik, karsinoma jenis ini biasanya berukuran besar dan terlerak
jauh di dalam payudara. Kanker ini teraba lunak dan bersifat hemoragik, Pembesaran
cepat ukuran tumor mungkin berasal dari nëkrosis dan perdarahan dalam massa rumor
Sekitar 50% karsinoma meduler berkaitan dengan DCIS pada tepi tumornya. Penderita
karsinoma meduler memiliki angka harapan hidup 5 tahun yang lebih baik dibanding
penderita kanker duktal invasif atau kanker lobular invasif.
Gambar 7. Histologi karsinoma meduler
Karsinoma koloid (musinosum)
Merupakan subtipe yang jarang. Tumor ini memproduksi musin ekstraseluler
yang banyak, yang membelah stroma sekitarnya seperti karsinoma meduler, sering
merupakan massa berbatas tegas dan dapat menyebabkan kekeliruan dianggap suatu
fibroadenoma. Pada pemeriksaan makroskopik, tumor biasanya lunak dan bersifat
sebagai gelatin. Sebagian besar kasus memaparkan reseptor hormon tetapi tidak
menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/ NEU.
Merupakan jenis kanker payudara yang biasanya timbul pada orang lanjut usia
berupa massa yang cukup besar. Tumor ini berupa kumpulan musin ekstraseluler yang di
dalamnya terdapat sel kanker grade rendah. Kadang terjadi fibrosis dalam massa tumor
sehingga tumor teraba sebagai massa yang agak kenyal. Metastasis ke kelenjar getah
bening terjadi pada 33% kasus dan rata-rata harapan hidup 5 dan 10 tahunnya sebesar
73% dan 59%.
Karsinoma tubuler
Jarang dijumpai sebagai massa yang dapat diraba tetapi merupakan 10% dari
karsinoma invasif dengan ukuran kurang dari 1 cm dan ditemukan pada penapisan
dengan mamografi biasanya ditemukan sebagai densitas yang tidak teratur pada
mamografi. Pada pemeriksaan mikroskopik, karsinoma ini terdiri dari tubulus yang
berbentuk sempurna dengan inti derajat rendah. Metastasis kelenjar limfe jarang dan
prognosis sangat baik. Hampir semua karsinoma tubuler memaparkan reseptor hormon
dan tidak menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/NEU. Ditemukan metastasis
aksila yang biasanya terbatas di kelenjar getah bening paling bawah (level I); namun,
adanya metastasis pada level II dan III tidak memperburuk angka harapan hidup.
Metastasis jauh jarang terjadi pada karsinoma tubuler.
2.8 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi keluhan yang dialami
misalnya benjolan di payudara bilateral atau unilateral, apakah benjolannya nyeri atau
tidak. Onset atau pada usia saat benjolan ini muncul penting untuk digali, karena terkait
dengan prognosis atau perjalanan penyakit kanker payudara. Progresifitas dari
pertumbuhan benjolan dapat menentukan tingkat keganasan dari suatu tumor.
Progresifitas yang hanya terhitung bulan memiliki risiko lebih besar merupakan sebuah
keganasan dibandingkan pregresifitas yang terhitung tahun. Serta perlu tanyakan terkait
keluhan lainnya seperti: batuk lama, nyeri di tulang-tulang, nyeri abdomen atau
gangguan saluran pencernaan untuk mencari kemungkinan penyebaran atau metastasis
jauh. Hal-hal lain yang perlu digali adalah faktor risiko payudara lainnya, meliputi:
riwayat genetik dan penyakit keluarga, riwayat reproduksi dan ginekologi, serta gaya
hidup pasien tersebut (Cardosoet al., 2019)
Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian,
inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, warna kulit, retraksi papila, adanya
kulit berbintik seperti kulir jeruk, ulkus atau luka, dan benjolan. Selanjutnya dilakukan
palpasi daerah payudara guna menentukan bentuk, ukuran, konsistensi, maupun
permukaan benjolan, serta menentukan apakah benjolan melekat ke kulit dan atau
dinding dada. Palpasi dengan pemijatan puting payudara perlu dilakukan untuk
menentukan keluar atau tidaknya cairan, dan cairan tersebut berupa darah atau bukan.
Palpasi juga dilakukan pada daerah axilla dan supraclavicular untuk mengetahui apakah
sudah terdapat penyebaran ke kelenjar getah bening (Cardoso et al., 2019).
Pada pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan antara 7-10 hari setelah hari pertama
haid. Pemeriksaan fisik payudara yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
a) Posisi duduk:
Inspeksi pada saat kedua tangan pasien jatuh kebawah, apakah payudara simetris,
adakah kelainan letak atau bentuk papilla, adakah retrkasi putting dan kulit, adakah
ulserasi dan tanda radang. Kemudian pasien diminta untuk mengangkat kedua tangan
keatas, lalu lihat apakah ada bayangan tumor yang ikut bergerak atau tertinggal.
b) Posisi berbaring:
Punggung bagian belakang payudara diganjal oleh bantal sesuai dengan sisi yang
akan diperiksa. Palpasi payudara mulai dari area luar memutar hingga kedalam dan
mencapai putting. Nilai apakah ada cairan yang keluar. Jika teraba tumor atau
benjolan, tetapkan lokasi dan kuadran, ukuran, konsistensi, batasan, dan mobilitas.
Palpasi pula area kelenjar getah bening sesuai dengan kelompok kelenjar, yaitu area
aksila, mammaria, dan klavikula.
c) Pemeriksaan kelenjar getah bening:
Dilakukan dalam posisi duduk dan dari depan pasien dan kedua tangan di kedua sisi
tubuh. Lakukan pemeriksaan kelenjar getah bening bagian aksilaris, infraklavikula,
dan supraklavikula.
Pemeriksaan penunjang
Teknik awal untuk skrining dan mendiagnosis kanker payudara terbatas pada
mamografi dan biopsy. Kemudian muncul ultrasonografi, yang dapat membedakan
massa kistik dari massa padat. Setelah satu dekade dari pengenalan ultrasonografi, MRI
diperkenalkan. Untungnya, seiring dengan meningkatnya beban penyakit ini, ada
perbaikan dalam teknik skrining dan diagnostik. Teknik skrining meliputi pemeriksaan
diri, mamografi dan skrining genetik, sedangkan teknik diagnostik meliputi mamografi,
USG, sitologi aspirasi jarum, biopsi dan MRI. (Javaeed, 2018).
Pemeriksaan gold standar untuk kanker payudara adalah histopatologi (biopsi)
Pengambilan sampel pemeriksaan biopsi dapat dilakukan melalui (fine-needle aspiration
biopsy, core biopsy, dan biopsi terbuka) (Suparna Ketut, 2022).
Mamografi
Mamografi digunakan sebagai bagian dari skrining maupun diagnosis kanker
payudara dan merupakan metode pilihan deteksi kanker payudara yang masih kecil.
Selain mampu meberiksan visualisasi abnormalitas jaringan lunak yang adekuat,
mamografi juga dapat mendeteksi kalsifikasi halus (mikrokalsifikasi). Indikasi
mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara, sebagai tindak lanjut
pascamastektomi dan pasca-breast conserving therapy (BCT), adanya adenokarsinoma
metastatik yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi
pascamastektomi bertujuan untuk deteksi tumor primer kedua dan rekurensi di payudara
kontralateral, sedangkan mamografi pasca-BCT bertujuan untuk mendeteksi kambuhnya
tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI).
Mamografi pada usia di bawah 35 tahun sulit diinterpretasi karena padatnya
jaringan kelenjar payudara. Sebaliknya, mamografi pada wanita pascamenopause lebih
mudah interpretasinya karena kelenjar payudaranya sudah mengalami regresi.
Gambaran mamografi yang menunjukkan keganasan adalah tumor hiperdens
yang berbentuk spikula, distorsi atau iregular, tampak mikrokalsifikasi (karsinoma
intraduktal), kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening aksila. The American
College of Radiology (ACR) telah mengembangkan pembacaan standar mamogram.
lnterpretasi mamografi dikelompokkan menjadi Breast imaging Reporting and Data
Systern (BIRADS) 1 sampai 6. Hasil mamografi selanjumya dapat ditegaskan dengan
pemeriksaan patologi, baik dengan melakukan fine needle aspiration biopsy (FNAB),
core biopsy, maupun biopsi terbuka.
Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan bisa membedakan lesi
kistik atau solid. Ultrasonografi bisa juga dipakai untuk menilai respons kemoterapi
neoadjuvan, membantu ahli bedah dengan cara memberi marker preoperarif untuk
menentukan batas-batas sayatan dan scbagai penuntun guiding unruk melalukan biopsi
jarum pada lesi yang non palpable, Utrasonografi bersilat operator dependent.
MRI
Pemeriksaan MRI dengan kontras menunjukkan sensitivitas tinggi sebesar 90%
dalam mendeteksi kanker payudara dengan spesifisitas 72%. MRI memiliki kelebihan
karena selain tidak menggunakan radiasi pengion, MRI juga baik dalam menentukan
ukuran dan penyebaran kanker payudara. Menurut American Cancer Society
merekomendasikan MRI sebagai pemeriksaan pelengkap bukan sebagai pengganti
pemeriksaan mamografi dalam mendeteksi kanker payudara.
MRI dilakukan pada (1) pasien usia muda, karena gambaran mamografi yang
kurang jelas pada payudara wanita muda, (2) unruk mendeteksi adanya rekurensi pasca-
BCT (3) mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan
fisik dan penunjang lain kurang jelas, atau pada waita yang menggunakan implan
payudara.
Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia merupakan pemeriksaaan yang dilakukan untuk
membantu klinisi merencanakan pengobataa sesuai dengan perilaku biologi kanker yang
dihadapi (tcrapi target) sehingga terapi yang diberikan bersifar personal sesuai dengan
karakteristik pasien. Pemeriksaan minimum yang dilakukan untuk kanker payudara
adalah pemcriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterne receptor), human
epidermal growth facior receptor 2 (HER-2/neu), sedangkan pemeriksaan cathepsin-D,
p53, Ki dan Bcl TOP2 bengantung pada situasi.
Seperti sel payudara normal, beberapa scl kanker payudara juga memiliki reseptor
hormon estroegen dan/ atau progesteron atau tidak memiliki reseptor hormon sama
sckali. Kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen, discbut ER (+), dan yang
memiliki resepton prugesteron dischut PR (+), cenderung memiliki prognosis yang lebih
baik karena masih peka terhadap terapi hormonal, Dua dari tiga kanker payudara
setidaknya ncmiliki satu reseptor hormon ini.
Satu dari lima kanker payudara memiliki scjenis protein pemicu pertumbuban
yang disebut human cpidermal growth factor receptor 2 (HFR2/ncu). Penderita kanker
pavudara dengan HER2/ncu (+3) memperlihatkan ekspresi gen HER2/neu yang
berlebihan penderita dengan HER2/neu (+2) sangat dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan lanjutan menggunakan metode fuorescence in-situ hybridization (FISH),
sedangkan pendcrita HER2/neu (1) dianggap sama dengan HER2/neu (-). Kanker
payudara yang memiliki ER(-), PR(-), dan HER2/neu (-), yang disebur sebagai triple
negative, cenderung bersifat agresif dan memiliki prognosis yang buruk.
Biopsi
Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan ma mogram, biopsi harus
selalu dilakukan. Jenis biopsi yang dapar dilakukan adalah biopsi jarum halus (fine
needle dip aspiration biopry, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsi bedah.
FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitologi, sedangkan biopsi jarum besar dan biopsi
bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara ada sehingga ahli patologi
dapat menentukan apakah tu mor bersifat invasif atau tidak. Selain itu dapat pula
ditentukan grading, dan dilakukan pemeriksaan imuno histokimia.
FNAB
Dengan jarum halus no. 27, sejumlah kecil jaringan tumor diaspirasi keluar lalu
diperiksa di bawah mikroskop. Jika lokasi tumor dapat diraba dengan mudah, FNAB
dapat dilakukan sambil meraba tumor. Bila benjolan tidak teraba, ultrasonografi dapat
digunakan untuk memandu arah jarum. Ada juga metode yang disebut biopsi jarum
stereotaktik. Berdasarkan dua mamogram dalam posisi yang berbeda, komputer akan
menentukan letak tumor dengan tepat. Walaupun paling mudah dilakukan, spesimen
FNAB tidak dapat menentukan grading tumor dan kadang tidak memberikan diagnosis
yang jelas sehingga dibutuhkan biopsi lainnya.
Core Biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga diperoleh
spesimen jaringan berbentuk silinder yang tentu saja lebih bermakna dibanding spesimen
dari FNAB. Core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi massa dengan palpasi, atau
dengan ultrasonografi, mamografi, ataupun MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor
yang noninvasif dengan yang invasif, menentukan grading tumor, dan digunakan untuk
pemeriksaan imunohistokimia. Core biopsy dengan tuntunan dapat digunakan untuk
melakukan biopsi pada kelainan yang tidak dapat dipalpasi terapi terlihat pada
mamografi
Biopsi Terbuka
Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat ada kelainan yang
mengarah ke tumor maligna, dan bila hasil FNAB atau core biopsy meragukan. Jika
terjadi ketidaksesuaian dari triple diagnostic yaitu pemeriksaan klinis, imaging
(mamografi, USG payudara), dan FNAB, biopsi terbuka wajib dilakukan. Misalnya, hasil
pemeriksaan klinis atau pencitraan menunjukkan keganasan, tetapi FNAB tidak, atau
sebaliknya. Bila fasilitas tersedia, biopsi terbuka bisa dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan potong beku (frozen section) sehingga penderita tidak perlu menjalani dua
kali pembedahan bila ternyata hasil menunjukkan keganasan.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor, sedangkan biopsi insisional hanya
mengambil sebagian kecil tumor untuk diperiksa secara patologi anatomi. Pada
karsinoma inflamatori, biopsi insisional dilakukan dengan menyertakan sedikit kulit
(skin punch biopsy).
Needle localization excisional biopsy (NLB) adalah biopsi eksisi yang dilakukan
dengan panduan jarum dan kawat yang diletakkan di dalam jaringan payudara pada
lokasi lesi berdasarkan hasil mamografi. Dengan mamografi sebagai petanya, lesi
payudara beserta kawat diangkat secara en bloc
Pembedahan
Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu
tumor Tis-3, NO-2, dan MO. Pada tumor T4 diberikan terapi sistemik dengan kemoterapi
neoadjuvan atau terapi hormonal neoadjuvan. Jenis pembedahan kuratif yang dapat
dilakukan adalah breast conserving surgery (BCS), lumpektomi, mastektomi radikal
dimodifikasi, mastck- tomi radikal extended, simple, atau areola-skin sparing
mastectomy. Pembedahan kanker payudara kini makin lama makin tidak radikal dan
peran terapi adjuvan makin meningkat.
Mastektomi Simpel
Seluruh kelenjar payudara diang- kat termasuk puting, tetapi tidak menyertakan
kelenjar limfe aksila dan otot pektoralis. Mastektomi simple atau disebut juga
mastektomi total hanya dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar
aksila. Pada tumor yang kecil, kini makin sering dilakukan skin-sparing mastectomy
yaitu membuang seluruh kelenjar payudara dan hanya membuang puting dan kompleks
areolanya. Mastektomi simple ini biasa dilakukan untuk mastektomi profilaktif pada
kelompok berisiko tinggi dan pada keganasan in situ yang rekuren atau cidak dapat
diterapi dengan BCS.
Rekonstruksi Segera
Rekonstruksi segera terbukti tidak mengganggu deteksi rekurensi tumor dan tidak
memengaruhi onset kemoterapi, asalkan tidak ada kontraindikasi secara onkologis untuk
melakukan prosedur ini.
Bedah Paliatif
Bedah paliatif pada kanker payudara jarang dilakukan. Lesi tumor lokoregional residif
yang soliter kadang dieksisi, demikian juga dengan tumor yang sebelumnya demikian
besar yang dikira tidak mungkin dilakukan pembedahan tetapi bisa mengecil dengan
kemoterapi, radioterapi, atau terapi hormonal. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif,
kadang ada yang menghasilkan angka harapan hidup yang lama.
Radioterapi
Radioterapi kanker payudara dapat digunakan sebagai terapi kuratif maupun
sebagai terapi adjuvant pada pembedahan BCT, mastektomi simpel, dan mastektomi
radikal dimodifikasi, serta sebagai terapi paliatif. Radiorerapi juga dapat diberikan pada
pasien pascamastekromi, penyakit rekuren, dan keadaan metastasis. Radiasi selalu
dipertimbangkan pada karsinoma mammae yang tak mampuangkat atau jika ada
metastasis.
Radioterapi dapat diberikan setelah BCT untuk tumor invasif in situ, stage I, dan
stage II. Sebagai terapi adjuvan, radioterapi diberikan pascamastektomi tumor stage I dan
II, dan sebagai sandwich therapy (pembedahan dikombinasi dengan penyinaran pra dan
pascabedah) pada tumor stage III.
Radioterapi dapat diberikan dengan dua cara yaitu penyinaran dari luar dan dari
dalam. Pada radiasi dari luar, seperti yang lazim dilakukan luasnya daerah penyinaran
bergantung pada jenis prosedur bedah yang dilakukan dan ada tidaknya keterlibatan
kelenjar getah bening. Jika prosedur bedah yang dilakukan adalah lumpektomi, seluruh
payudara disinari dan ditambah dengan penyinaran ekstra pada lesi kanker. Jika terdapat
penyebaran luas kelanjar getah bening, biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila
dan supraklavikula diradiasi. Penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena
limfedema, akibat rusaknya kelenjar limfe ketiak supraklavikula.
Jika direncanakan untuk dilakukan pascabedah, biasanya radioterapi dilakukan
sebulan kemudian setelah kemoterapi selesai. Radiasi dari dalam atau disebut juga
dengan brakiterapi adalah menanam bahan radioakrif di jaringan payudara sekitar lesi.
Brakiterapi ini kadang juga digunakan sebagai penambah radioterapi eksterna.
Terapi Sistemik
Pada dasarnya terapi sistemik berfungsi sebagai terapi paliatif; namun, dapat juga
sebagai terapi adjuvan maupun neoadjuvan. Pengobatan sistemik kanker payudara
meliputi terapi hormonal, kemorerapi dengan zat sitotoksik, dan terapi biologi.
Terapi Hormonal
Terapi hormonal terdiri atas obat-obatan anti-estrogen (tamoksifen, toremifen),
analog LHRH, inhibitor aromatase selektif (anastrazol, leterozol). Zat progestasional
(megesterol asetat). zar androgen, dan prosedur oovorektomi. Terapi hormonal standar
yang berperan sebagai terapi adjuvan adalah ramoksifen selama 5 tahun untuk pasien
pramenopause dan penghambat aromatase untuk pasien pascamenopause. Tamoksifen ini
hanya berguna jikaa status resepror ER dan PR tumor (+)
Kemoterapi
Kemoterapi kanker payudara dapat terdiri atas kemoteraopi adjuvan atau paliatif
Kemoterapi adjuvan adalab kemoterapi yang diberikan pasca masektomi untuk
membunuh sel-sel tumor yang walaupun asimtomatik mungkin tertinggal dan menycbar
secara mikroskopik. Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang diberikan sebelum
pembedahan untuk memperkecil ukuran tumor sehingga dapat diangkat dengan
limpektomi atau masrektomi simpel. Respons kanker terhadap kemoterapi juga dapar
dinilai. Kemoterapi adjuvan paling baik dimulai dalam minggu.4 pascabedah. Regimen
kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu CMF silostamid, metotreksar dan-5-
uorourasil). FAC (5-flauorourasil, adriamisin. siklofosfamid), AC (adrianisin dan
siklufosiamid), CFF (silklofosiamid, epirubin dan 5-fluorourasil). Jika terapi harus
ditunda karena terjadi leukopenia dipertimbangkan penambahan G-CSF (granulocyte
colony simulatory factor). Sebagai terapi paliatif, terapi sistemik dibcrikan jika tcrdapat
metatasis yang jclas secara klinis atau jika pemerikaan berulang sctiap (6 sampai 8
minggu menunjukkan adanya progresiviras.
Regimen kemotcrapi paliatif yang dapat diberikan antar lain CMF FAC 5-
fluorousil, adríamisin, siclofosfamid), atau PEC (5-fluorourasil, epirubísin,
siklofosfamid) sebaiknya diberikan jika ER dan/atau PR tumor (-), terutama pada
perempuan pramenopause. interval bebas penyakit yang pendek terutama padi
perempuan pramenopause, pertumbuhan tumor yang cepat dan progresif, metastasis hati
atau limfangitis karsinomatosis paru, kegagalan terapi hormonal sebelumnya.
Terapi Biologi
Terapi biologi berupa terapi antiekspresi 1IER2/neu menggunakan trastuzumab.
Penentuan ekspresi HER2/neu pada semua kasus baru kanker payudara kini dianjurkan
karena status HER2/ neu berguna untuk menentukan prognosis. Kombinasi trastuzumab
dengan kemoterapi dapat menurunkan risiko relatif mortalitas sebesar 20% namun,
penggunaannya dalam kombinasi dengan adriamisin dan bersifat kardiotoksik,
trastuzumab diberikan setiap 3 minggu selama 1 tahun pada pasien HER2/neu bersama
dengan kemoterapi adjuvan.
Komplikasi
Seperti banyak tumor padat lainnya, kanker payudara dimulai sebagai penyakit
lokal, tetapi dapat menyebar ke kelenjar getah bening dan organ jauh, yaitu kanker
payudara metastatic. Kanker payudara menunjukkan pola penyebaran spesifik organ dan
lebih disukai bermetastasis ke tulang (tingkat kejadian 47%-60%), hati (tingkat kejadian
19%-20%), paru-paru (tingkat kejadian 16%-34%) dan otak (tingkat kejadian pada 10% -
16%). (Y. Feng et al, 2018).
Prognosis
Seperti keganasan pada umumaya, prognosis kanker payudara ditunjukkan oleh
angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita keganasan
payudara diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita kanker payudara bilateral,
mengalami mutasi genetik, dan adanya tripple negative yaitu grade tumor tinggi dan
seragam, reseptor ER dan PR negatif, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negative.
Daftar pustaka
1.