Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

Tumor ganas payudara

Disusun Oleh:
Dany Alfian
112021089

Pembimbing:
dr. RM. Lesus Hario Bharoto, Sp.B

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
Periode 21 November 2022 – 28 Januari 2023

LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi referat dengan judul:
Tumor Ganas Payudara

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa Periode 21 November 2022 – 28 Januari 2023

Disusun oleh:
Dany Alfian 112021089

Telah diterima dan disetujui oleh dr. RM. Lesus Hario Bharoto, Sp.B

Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa 

               Jakarta, 25 Desember 2022


         Pembimbing

          dr. RM. Lesus Hario Bharoto, Sp.B

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Referat dengan judul “Tumor Ganas Payudara”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam
kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada dr. RM. Lesus Hario
Bharoto, Sp.B pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik.
Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan
seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Penulis sangat terbuka dalam menerima
kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 25 Desember 2022

                                  Penulis 

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA


LEMBAR PENILAIAN
Nama Dany Alfian
NIM 112021089
Tanggal  
Judul kasus Tumor ganas payudara
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data        
Analisa masalah          
Penguasaan teori          
Referensi          
Pengambilan keputusan klinis          
Cara penyajian          
Bentuk laporan          
Total  
Nilai %= (Total/35)x100%  
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)
 
Komentar penilai

Paraf/Stempel
Nama Penilai

dr. RM. Lesus Hario Bharoto, Sp.B

BAB I
PENDAHULUAN
Payudara atau mammae merupakan suatu bagian tubuh yang terdiri atas jaringan lemak,
kelenjar fibrosa, dan jaringan ikat yang terhubung ke otot-otot dinding dada. Namun pada proses
fisiologis tubuh, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sel-sel pada payudara mengalami
perkembangan yang tidak normal. Tumor atau neoplasma secara umum berarti benjolan yang
disebabkan pertumbuhan sel abnormal dalam tubuh. Perubahan fisiologis tersebut menimbulkan
benjolan pada payudara yang berupa tumor jinak atau (benigna) dan tumor ganas atau (maligna)
dan hiperplasia payudara. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam tubuh berupa genetik,
perubahan hormon, penumpukan cairan, dan yang berasal dari luar tubuh berupa penggunaan
steroid yang berlebih, penggunaan pil KB sebelum waktunya, penumpukan bakteri dan efek
samping dari radioterapi.1,2
Diagnosis dalam stadium lanjut tumor payudara menyebabkan berkurangnya pilihan terapi
dan makin kecil kesempatan keberhasilan terapi. Hal ini menyebabkan makin tingginya angka
kematian akibat tumor payudara. Dijelaskan pada tahun 2020 kasus baru kanker pada payudara
mencapai 298.445 dari 2.252.981 kasus tumor ganas di Asia Tenggara. Globocan mencatat kasus
baru kanker payudara di Indonesia sebanyak 65.858 pada tahun 2020. Tumor jinak di Indonesia
mencapai 74,8%. Fibroadenoma Mammae (FAM) merupakan salah satu jenis tumor jinak
payudara pada wanita muda yang berusia <25 tahun dan paling banyak terjadi. Jakarta Breast
Center mengatakan 79% dari 2,495 pasien yang datang menderita FAM.1 Perempuan 100 kali lebih
berisiko dibandingkan dengan laki-laki. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Payudara terdiri dari glandula mammaria, kulit, dan jaringan ikat yang terkait. Glandula
mammaria merupakan modifikasi glandula sebacea yang terletak di dalam fascia superficialis,
anterior dari musculi pectoralis dan dinding anterior thorax. Glandula mammaria terdiri dari
ductus dan lobuli sekretorius. Ini mengumpul, membentuk yang berisi 15-20 ductus lactiferi yang
masing-masing alirannya menuju puting payudara. Puting payudara dikelilingi oleh daerah kulit
berwarna gelap, yang disebut areola mammae.1,2
Ductus dan lobuli glandula mammaria tersebut dikelilingi oleh suatu stroma jaringan ikat
yang berkembang dengan baik. Pada regio tertentu, stroma ini memadat, membentuk suatu
ligamentum yang jelas yaitu ligamenta suspensoria mammaria, yang bersinambungan dengan
dermis kulit dan menyangga payudara. Pada wanita yang tidak menyusui, komponen predominan
payudara adalah jaringan lemak, sedangkan pada wanita menyusui jaringan glandula lebih
dominan dibanding jaringan lemaknya.1,2
Dua pertiga atas mammae terletak di atas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga
bawahnya terletak di atas otot seratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus
abdominis. Payudara terletak di atas fascia profundus musculus besar regiones pectorales dan
sekitarnya. Selapis jaringan ikat kendor (spatium retromammaria) memisahkan payudara dari
fascia profundus dan memungkinkan sedikit pergerakan terhadap struktur-struktur di bawahnya.1,2

Gambar 1. Payudara.1

2.1.1 Vaskularisasi
Payudara berhubungan dengan dinding thorax dan struktur-struktur yang berkaitan dengan
extremitas superior: karena itu. suplai vaskuler dan drainase yang dapat berasal dari berbagai rute:
 Lateral. pembuluh-pembuluh darah dari arteria axillaris-arteria thoracica superior.
thoracoacromialis, arteria thoracica lateralis, dan arteria subscapularis;
 Medial. cabang-cabang dari arteria thoracica interna
 Dari arteriae intercostales 2-4 melalui cabang-cabang yang menembus dinding thorax
dan musculi yang terletak di atasnya.
Pembuluh-pembuluh vena payudara berjalan paralel dengan arterianya dan akhirnya
bermuara ke vena axillari, vena thoracica interna, dan vena intercostalis.1,2

2.1.2 Persarafan
Sisi superior payudara dipersarafi oleh nervus supraklavikular yang berasal clari cabang ke-3
clan ke-4 pleksus servikalis. Sisi medial payuclara dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari
nervus interkostalis 2-7. Papila mammae terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari
nervus interkostalis 4, sedangkan areola clan mammae sisi lateral dipersarafi cabang kutaneus
lateral clari nervus interkostalis lainnya. Kulit daerah payudara dipersarafi oleh cabang pleksus
servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh saraf
simpatis. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan timbulnya penyulit
berupa paralisis clan mati rasa pascabedah, yakni nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus
brakius medialis, yang mengurus sensibilitas claerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pacla
diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah
tersebut. Nervus pektoralis yang mengurus otot pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis
yang mengurus otot latissimus dorsi, clan nervus torakalis longus yang mengurus otot serarus
anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.1,2,3

2.1.3 Aliran Limfe


Terdapat enam kelompok kelenjar limfe yang harus dikenali oleh alig bedah yaitu kelompok
vena aksila, mamaria interna, scapula, sentral, subklavikula, dan interpectoral (Rotter’s group).
Sekitar 75% aliran limfe payudara megalir ke kelompok limfatik aksila, sebagai lagi ke kelenjar
parasternal (mamaria interna) terutama dari bagian sentral dan medial, dan kelenjar interpektoralis.
Pada aksila, terdapat rata-rata 50 (berkisar antara 10 sampai 90) buah KGB berada di sepanjang
arteri dan vena brakialis. Saluran limfe dari seluruh payudara mengalir ke kelompok anterior
aksila, kelompok sentral aksila, dan kelenjar aksila bagian dalam yang berjalan sepanjang vena
aksilaris dan berlanjut langsung ke kelenjar servikalis bagian kaudal dalam difossa
supraklavikular. Jalur limfe lainnya berasal dari daerah sentral dan medial, yang selain menuju ke
kelenjar sepanjang pembuluh mamaria interna juga menuju ke aksila kontralateral, ke otot rektus
abdominis melalui ligamentum falsiformis hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.1,2,3
Untuk membakukan luasnya diseksi aksila, kelenjar aksila dibagi menjadi tiga level berg.
Level berg I terletak disebelah lateral otot pektoralis minor. Level berg II terletak dibalik otot
pektoralis minor. Level berg III mencakup kelenjar limfatik subklavikula di sebelah medial otot
pektoralis minor.1,2,3

Gambar 2. Vaskularisasi dan pembuluh limfe pada payudara.2

2.1.4 Kuadran mamae


Karsinoma payudara yang berasal terutama dari epitel Ductus lactiferi (karsinoma duktus)
bermetastasis terutama ke Nodi lymphoidei axillares, jarang ke Nodi lymphoidei parasternales.
Kelenjar limfe pertama dari suatu kelompok kelenjar yang menerima limfe disebut kelenjar limfe
sentinel (yang menjaga) dan biasanya juga merupakan kelenjar limfe pertama yang mengalami
kolonisasi metastatik. Jumlah kelenjar limfe yang terkena di ketiga tingkat hierarki di atas
berkaitan langsung dengan survival rate. Kanker payudara kuadran medial dapat bermetastasis
melalui Nodi lymphoidei parasternales yang saling berhubungan ke sisi kontralateral.2

Gambar 3. Kuadaran Payudara.


2.2 Definisi Kanker
Payudara (Carcinoma Mammae) adalah sebuah tumor (benjolan abnormal) ganas yang
tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini dapat tumbuh dalam kelenjar susu, saluran kelenjar,
dan jaringan penunjang payudara (jaringan lemak, maupun jaringan ikat payudara). Tumor ini
dapat pula menyebar ke bagian lain di seluruh tubuh. Penyebaran tersebut disebut dengan
metastase.3

2.3 Epidemiologi
Tingkat insidensi kasus baru, prevalensi dan kematian kanker payudara menempati urutan
pertama terbanyak pada wanita di dunia. Berdasarkan data WHO yang dikumpulkan sampai tahun
2020, insidensi kasus baru kanker payudara mencapai 2.261.419, prevalensi dalam 5 tahun terakhir
mencapai 7.790.717, dan jumlah kematian akibat kanker payudara mencapai 684.996 di dunia.4
Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker pertama dari tingkat insidensi kasus
baru, prevalensi dan penyebab kematian pertama pada wanita. Terdapat 65.858 (30,8%) insiden
kasus baru kanker ovarium, prevalensi dalam 5 tahun terakhir mencapai 201.403 (36,1%) dan
angka kematian mencapai 22.430 (20,4%).4
Risiko terkena kanker payurdara meningkat sepanjang kehidupan, khususnya setelah
menopause, yang memuncak pada usia 80 tahun, 75% dari wanita dengan kanker payudara
usianya lebih dari 50 tahun, dan hanya 5% usianya di bawah 40 tahun.

2.4 Faktor resiko


Faktor risiko kanker payudara signifikan dan mencakup faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor
yang tidak dapat dimodifikasi. (Łukasiewicz S, 2021).
Table 1. Faktor Resiko

Faktor yang tidak dapat di modifikasi Faktor yang dapat dimodifikasi


- Usia yang lebih tua - Aktivitas fisik
- Riwayat keluarga (kanker payudara - Kegemukan/obesitas
atau ovarium) - Terapi penganti hormone
- Mutasi genetik - Kontrasepsi
- Kehamilan dan menyusui
- Penyakit payudara non-kanker
 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
- Wanita dengan riwayat keluarga resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi. Apabila
dilakukan pemeriksaan genetik terhadap darah dan hasilnya positif, maka dapat
meningkatkan peluang terkena kanker payudara pada keturunannya, 2 hingga 3 kali lebih
tinggi dibandingkan yang tidak mempunyai riwayat keturunan (Sipayung. I.D, 2022).
Dalam konteks individu, seorang wanita dengan kanker di satu payudara memiliki risiko
lebih tinggi terkena kanker baru di payudara lain atau di bagian lain dari payudara yang
sama. (Y. Feng et al, 2018).
- Sekitar 80% penderita kanker payudara adalah individu yang berusia >50 tahun
sedangkan pada saat yang sama lebih dari 40% adalah mereka yang berusia lebih dari 65
tahun. (Łukasiewicz S, 2021). Umur seorang wanita merupakan faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya kanker payudara. Hal ini terjadi karena semakin bertambahnya
umur, maka jumlah kumulatif eksposur yang diterima sepanjang umur tersebut semakin
tinggi pula, selain itu secara fisiologi terjadi penurunan fungsi-fungsi organ dan
menurunnya daya tahan tubuh (Ningsih, 2022).
- Mutasi genetik. Beberapa mutasi genetik dilaporkan sangat terkait dengan peningkatan
risiko kanker payudara. Dua gen utama yang ditandai dengan penetrasi tinggi adalah
BRCA1 (terletak pada kromosom 17) dan BRCA2 (terletak pada kromosom 13). Mereka
terutama terkait dengan peningkatan risiko karsinogenesis payudara (Łukasiewicz S,
2021)
- Tidak memiliki anak dan tidak menyusui. Wanita yang belum memiliki anak atau yang
memiliki anak pertama setelah usia 30 tahun memiliki risiko kanker payudara secara
keseluruhan sedikit lebih tinggi. Penjelasan yang mungkin untuk efek ini adalah bahwa
menyusui mengurangi jumlah total siklus menstruasi seumur hidup wanita (Y. Feng et al,
2018)
 Faktor yang dapat dimodifikasi
- Aktivitas Fisik. Terdapat beberapa hipotesis yang bertujuan untuk menjelaskan peran
protektif aktivitas fisik terhadap kejadian kanker payudara; aktivitas fisik dapat
mencegah kanker dengan mengurangi paparan hormon seks endogen, mengubah respons
sistem kekebalan atau tingkat faktor pertumbuhan seperti insulin (Łukasiewicz S, 2021).
- Pada wanita obesitas kadar estrogen akan meningkat karena produksi dari sel- sel lemak
yang berlebihan dan produksi insulin akan meningkat juga sehingga keduanya akan
saling bekerja sama merangsang sel-sel kanker payudara dan menimbulkan kanker
payudara (Ningsih, 2022).
- Kontrasepsi. metode pengendalian kelahiran menggunakan hormon, yang dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral
memiliki risiko kanker payudara yang sedikit lebih tinggi daripada wanita yang
tidak pernah menggunakannya, meskipun risikonya tampaknya akan kembali
normal dari waktu ke waktu setelah rejimen dihentikan (Y. Feng et al, 2018).
- Terapi penggantian hormon (HRT) setelah menopause: Hormon estrogen (sering
dikombinasikan dengan progesteron) telah digunakan untuk meredakan gejala
menopause dan untuk mencegah osteoporosis. Terapi hormon kombinasi
pascamenopause meningkatkan risiko kanker payudara, kemungkinan kematian
akibat kanker payudara, dan kemungkinan kanker hanya ditemukan pada stadium
yang lebih lanjut (Y. Feng et al, 2018)

2.5 Patofisiologi
Pathogenesis kanker payudara dapat terbagi menjadi 4 tahap, yaitu:18
 Hyperplasia ductal
Pada tahap ini terjadi proliferasi sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata dengan
inti saling bertumpang tindih dan lumen ductus tidak teratur. Pada tahap ini sering
merupakan tanda awal keganasan.
 Hyperplasia atipik (klonal)
Pada tahap ini perubahan lebih lanjut terjadi, sitoplasma sel menjadi lebih jelas dan
tidak tumpeng tindih dengan lumen ductus yang teratur. Secara klinis risiko kanker
payudara meningkat.
 Karsinoma in situ
Baik ductal maupun lobular, terjadi proliferasi sel dengan gambaran sitologis sesuai
keganasan. Proliferasi belum menginvasi stroma atau menembus membrane basal.
Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara, bahkan
hingga bilateral, dan tidak teraba pada pemeriksaan serta tidak terlihat pada
pencitraan. Karsinoma in situ ductal sifatnya segmental, dapat mengalami kalsifikasi
sehingga gambarannya bervariasi.
 Karsinoma invasive
Terjadi pada saat sel tumor telah menembus membrane basal dan menginvasi
stroma. Sel kanker dapat menyebar baik secara hematogen maupun limfogen dan
dapat menimbulkan metastasis seperti ke organ paru-paru, hati, tulang, dan otak.
Gambar 5. Patogenesis kanker payudara.

2.5 Klasifikasi
Karsinoma payudara digolongkan menurut ada atau tidaknya penerobosan (penetrasi)
membran basal yang berfungsi membatasi pertumbuhan: yang masih terbatas disebut
karsinoma in situ, dan bila telah terjadi penetrasi dan menyebar disebut karsinoma invasif
atau karsinoma infiltratif. Menurut klasifikasi ini, bentuk utama kanker payudara adalah
sebagai berikut:
A. Noninvasif
1. Karsinoma duktal in situ/ductal carcinoma in situ (DCIS)
2. Karsinoma lobular in situ/lobular carcinoma in situ (LCIS)
B. Invasif (infiltratif)
1. Karsinoma duktal invasif ("tidak dispesifikasi lain"), merupakan subtipe
karsinoma invasif yang paling lazim
2. Karsinoma lobular invasif
3. Karsinoma meduler
4. Karsinoma koloid (karsinoma musinosum)
5. Karsinoma tubuler
6. Tipe lain

Karsinoma Non-Invasif (in situ)


Dijumpai dua tipe karsinoma payudara non-invasif: DCIS dan LCIS. Penelitian
morfologik menunjukkan bahwa biasanya kedua tipe berasal dari sel pada duktus terminal
unit lobular. DCIS cenderung mengisi dan mendistorsi rongga mirip-duktus. Sebaliknya,
LCIS biasanya akan berkembang tetapi tidak akan mengubah asinus atau lobul. Keduanya
dibatasi oleh membran basal dan tidak menginvasi stroma atau saluran limfovaskular.
DCIS mempunyai keragaman yang luas dari penampilan histologis. Pola arsitektur
seringkali bersifat campuran dan termasuk padat (solid), komedo, kribriform, papilar,
mikropapilar, dan tipe yang "menempel". Nekrosis dapat dijumpai pada tiap tipe. Gambaran
inti cenderung uniform pada kasus tertentu, dan dimulai gambaran monoton (derajat inti
rendah) hingga pleomorfik (derajat inti tinggi). Subtipe komedo dapat dibedakan dan ditandai
oleh sel dengan derajat inti tinggi dan nekrosis sentral yang meluas. Nama itu berasal dari
jaringan nekrotik yang mirip pasta gigi yang keluar dari duktus yang terpotong apabila
diberikan tekanan ringan. Perkapuran sering berhubungan dengan DCIS, yang berasal dari
sisa debris nekrotik atau materi sekresi yang mengalami kalsifikasi. Proporsi kanker payudara
yang didiagnosis pada stadium DCIS hanya 5% pada populasi yang tidak mengalami
penapisan (dengan mamografi), tetapi mencapai 40% pada populasi yang mengikuti
penapisan, terutama karena mamografi dapat mendeteksi kalsifikasi.
DCIS jarang bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba atau massa yang dapat
dideteksi secara radiologik. Prognosis DCIS sangat baik, dengan daya tahan hidup jangka-
lama pada lebih dari 97% setelah mastektomi simpel. Pada beberapa wanita, metastasis jauh
dapat terjadi tanpa rekurens lokal; penderita ini biasanya mempunyai DCIS yang meluas
dengan derajat inti tinggi, mungkin dengan invasi yang kecil yang tidak terdeteksi. Paling
sedikit satu pertiga wanita dengan lesi kecil DCIS derajat inti rendah yang tidak diobati
akhirnya akan berkembang menjadi karsinoma invasif. Bila kanker invasif justru
berkembang, biasanya pada payudara sisi dan kuadran yang sama seperti DCIS sebelumnya.
Terapi terakhir mencoba untuk menghilangkan DCIS dengan tindakan bedah dan iradiasi.
Terapi dengan obat jenis antiestrogen seperti tamoxifen dan aromatase dapat mengurangi
risiko terhadap rekurens.

Gambar 6. Histologis DCIS.


LCIS mempunyai penampilan seragam (uniform). Sel bersifat monomorfik dengan inti
polos, bulat dan terjadi pada kluster kohesif renggang di dalam lobulus.Vakuol musin intrasel
(kadang-kadang membentuk sel cincin signet) lazim dijumpai. LCIS umumnya merupakan
penemuan insidental, karena tidak seperti DCIS, jarang berhubungan dengan pembentukan
kalsifikasi. Sehingga insidens LCIS tetap tidak berubah pada populasi yang telah menjalani
penapisan dengan mamografi. Sekitar sepertiga wanita dengan LCIS akhirnya akan
berkembang menjadi karsinoma invasif. Berbeda dengan DCIS, karsinoma invasif yang
terjadi pada tahap berikutnya dapat timbul pada payudara yang sama atau timbul pada
payudara sisi lain. Sebagian besar kanker ini adalah karsinoma lobuler invasif; namun,
karsinoma duktal invasif juga dapat timbul dari LCIS. Jadi, LCIS merupakan baik petanda
untuk peningkatan risiko kanker pada kedua payudara maupun suatu prekursor langsung
untuk beberapa kanker. Pengobatan yang sedang berjalan meliputi kemoprevensi dengan
tamoxifen disertai pemeriksaan klinis dan radiologik yang ketat untuk evaluasi atau
mastektomi bilateral untuk profilaksis.

Karsinoma Invasif (Infiltratif)


 Karsinoma duktal invasif
Merupakan suatu istilah untuk semua karsinoma yang tidak dapat dibuat
subklasifikasi ke dalam salah satu dari jenis kanker khusus yang diuraikan di bawah ini.
Mayoritas (70% sampai 80%) kanker termasuk kelompok ini. Jenis kanker ini biasanya
berhubungan dengan DCIS dan jarang dengan LCIS. Sebagian besar karsinoma duktal
memberikan respons desmoplastik, yang menggantikan jaringan lemak payudara normal,
(mengakibatkan densitas pada mamogram) dan membentuk massa keras yang dapat
diraba. Penampilan mikroskopik sangat heterogen, berkisar dari tumor dengan
pembentukan tubuli dengan pembentukan tubuli yang berkembang sempurna dengan inti
derajat rendah hingga tumor yang terdiri dari lembaran-lembaran sel anaplastik. Tepi
tumor secara khas tidak teratur. Invasi rongga limfovaskular dapat dijumpai. Sekitar dua
pertiga memaparkan reseptor estrogen atau progesteron, dan kira-kira satu pertiga
menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/NEU.
Metastais makro-maupun mikroskopik ke kelcnjar getah hcning aksila terjadi
pada 60% kasus. Kcganasan ini paling sering dijumpai pada wanita perimcnopausc dan
pascamenopausc pada usia dekadc kelima dan keenam sebagai massa tunggal yang
padat.

 Karsinoma lobular invasif


Terdiri dari sel yang secara morfologik identik dengan sel dari LCIS. Dua pertiga
kasus berhubungan dengan LCIS yang terdekat. Sel menginvasi secara individu ke dalam
stroma dan sering tersusun dalam untai atau rantai yang terpisah seperti berkas tunggal
("single”) Pola petumbuhan ini sesuai dengan mutasi yang menghilangkan fungsi E-
kadherin, suatu protein permukaan yang berfungsi kohesi sel epitel payudara normal.
Walaupun sebagian besar berwujud sebagai massa yang dapat diraba atau densitas pada
mamografi, suatu subkelompok yang bermakna mungkin menunjukkan pola invasif difus
tanpa respons desmoplastik dan mungkin secara klinis bersifat tersembunyi (occult).
Karsinoma lobular mempunyai pola unik untuk metastasis di antara kanker payudara
tumor ini sering menyebar ke cairan serebrospinal, permukaan serosum, saluran cerna,
ovarium, uterus, dan sumsum tulang. Karsinoma lobular juga sering terjadi secara
multisentrik dan bilateral (pada 10% sampai 20% kasus). Hampir seluruhnya
memaparkan reseptor hormon, sedangkan ekspresi berlebihan dari HER2/NEU jarang.
Jumlah tumor ini kurang dari 20% dari semua kanker payudara.

 Karsinoma meduler
Merupakan subtipe yang jarang, jumlahnya kurang dari 1% kanker payudara.
Kanker ini terdiri dari lembaran-lembaran sel anaplastik yang besar dengan perbatasan
saling mendesak (pushing borders) yang berbatas tegas. Dijumpai infiltrat
limfoplasmatik yang selalu menonjol. DCIS biasanya tidak ditemukan atau minimal.
Karsinoma meduler terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada wanita dengan mutasi
BRCA 1, walaupun wanita dengan karsinoma meduler biasanya bukan pembawa sifat
(carrier). Karsinoma ini secara seragam tidak mempunyai reseptor estrogen dan
progesteron dan tidak menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/NEU (suatu
kombinasi yang sering disebut sebagai triple-negatif).
Pada pemeriksaan fisik, karsinoma jenis ini biasanya berukuran besar dan terlerak
jauh di dalam payudara. Kanker ini teraba lunak dan bersifat hemoragik, Pembesaran
cepat ukuran tumor mungkin berasal dari nëkrosis dan perdarahan dalam massa rumor
Sekitar 50% karsinoma meduler berkaitan dengan DCIS pada tepi tumornya. Penderita
karsinoma meduler memiliki angka harapan hidup 5 tahun yang lebih baik dibanding
penderita kanker duktal invasif atau kanker lobular invasif.
Gambar 7. Histologi karsinoma meduler
 Karsinoma koloid (musinosum)
Merupakan subtipe yang jarang. Tumor ini memproduksi musin ekstraseluler
yang banyak, yang membelah stroma sekitarnya seperti karsinoma meduler, sering
merupakan massa berbatas tegas dan dapat menyebabkan kekeliruan dianggap suatu
fibroadenoma. Pada pemeriksaan makroskopik, tumor biasanya lunak dan bersifat
sebagai gelatin. Sebagian besar kasus memaparkan reseptor hormon tetapi tidak
menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/ NEU.
Merupakan jenis kanker payudara yang biasanya timbul pada orang lanjut usia
berupa massa yang cukup besar. Tumor ini berupa kumpulan musin ekstraseluler yang di
dalamnya terdapat sel kanker grade rendah. Kadang terjadi fibrosis dalam massa tumor
sehingga tumor teraba sebagai massa yang agak kenyal. Metastasis ke kelenjar getah
bening terjadi pada 33% kasus dan rata-rata harapan hidup 5 dan 10 tahunnya sebesar
73% dan 59%.
 Karsinoma tubuler
Jarang dijumpai sebagai massa yang dapat diraba tetapi merupakan 10% dari
karsinoma invasif dengan ukuran kurang dari 1 cm dan ditemukan pada penapisan
dengan mamografi biasanya ditemukan sebagai densitas yang tidak teratur pada
mamografi. Pada pemeriksaan mikroskopik, karsinoma ini terdiri dari tubulus yang
berbentuk sempurna dengan inti derajat rendah. Metastasis kelenjar limfe jarang dan
prognosis sangat baik. Hampir semua karsinoma tubuler memaparkan reseptor hormon
dan tidak menunjukkan ekspresi berlebihan dari HER2/NEU. Ditemukan metastasis
aksila yang biasanya terbatas di kelenjar getah bening paling bawah (level I); namun,
adanya metastasis pada level II dan III tidak memperburuk angka harapan hidup.
Metastasis jauh jarang terjadi pada karsinoma tubuler.

2.6 Staging dan Grading


Stadium kanker payudara dapat ditentukan berdasarkan dari sistem klasifikasi
TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2010, yaitu sebagai
berikut:18,20
Tumor primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) Karsinoma in situ ductal
Tis (LCIS) Karsinoma in situ lobular
Tis (Paget) Penyakit Paget, tidak terkait karsinoma invasif dan/atau karsinoma in situ
T1 Tumor ≤ 20 mm
T1mi Tumor ≤ 1 mm
T1a Tumor ukuran 1 mm – 5 mm
T1b Tumor ukuran 5 mm – 10 mm
T1c Tumor ukuran 10 mm – 20 mm
T2 Tumor ukuran 20 mm – 50 mm
T3 Tumor > 50 mm
Tumor ukuran berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dadan dan/
T4
atau ke kulit (ulserasi atau nodul kulit)
T4a Ektensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pektoralis.
Ulserasi dan/atau nodul satelit ipsilateral dan/atau edema (termasuk peau
T4b
d’orange), yang tidak memenuhi kriteria karsinoma inflamasi
T4c Gabungan T4a dan T4b
T4d Karsinoma inflamasi
Nodus limfe regional (N)
Nx Kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan
N0 Tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional
Teraba pembesaran kelenjar limfe aksila level I dan II ipsilateral yang masih
N1
dapat digerakkan
N1mi Mikrometastasis 0,2 mm – 2 mm
Metastasis kelenjar limfe regional level I dan II ipsilateral yang terfiksasi
atau
N2
secara klinis didapatkan kelenjar mammaria interna ipsilateral tanpa adanya
metastasis kelenjar limfe aksila secara klinis
Metastasis kelenjar limfe regional level I dan II ipsilateral yang terfiksasi satu
N2a
sama lain
Metastasis pada kelenjar mammaria interna ipsilateral yang dapat dideteksi
N2b
tanpa adanya metastases kelenjar limfe aksila level I dan II secara klinis
N3a Metastasis kelenjar limfe infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis kelenjar limfe mammaria interna dan aksilla ipsilateral
N3c Metastasis kelenjar limfe supraklavikula
Metastasis (M)
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Stadium T N M Angka harapan hidup dalam 5 tahun


Stadium 0 Tis N0 M0 100%
Stadium 1A T1 N0 M0 100%
T0 N1mi M0
Stadium 1B 100%
T1 N1mi M0
T0 N1 M0
Stadium 2A T1 N1 M0 92%
T2 N0 M0
T2 N1 M0
Stadium 2B 81%
T3 N0 M0
T0 N2 M0
T1 N2 M0
Stadium 3A T2 N2 M0 67%
T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
Stadium 3B T4 N1 M0 54%
T4 N2 M0
Stadium 3C T apapun N3 M0
Stadium 4 T apapun N apapun M1 20%

2.7 Gejala Klinis


Gejala klinis yang umumnya terjadi pada kanker payudara adalah adanya
benjolan pada payudara yang dapat diraba dan biasanya semakin mengeras, tidak
beraturan, serta terkadang menimbulkan nyeri. Gejala lain yang tampak, misalnya
perubahan bentuk dan ukuran, kerutan pada kulit payudara sehingga tampak menyerupai
kulit jeruk (peau d’orange), adanya cairan tidak normal berupa nanah, darah, cairan
encer, atau air susu pada ibu tidak hamil atau tidak sedang menyusui yang keluar dari
puting susu. Gejala kanker payudara umumnya juga tampak dari adanya pembengkakan
di salah satu payudara, tarikan pada puting susu atau puting susu terasa gatal, serta nyeri.
Pada kanker payudara stadium lanjut, dapat timbul nyeri tulang, pembengkakan lengan,
ulserasi kulit, atau penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.4

2.8 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi keluhan yang dialami
misalnya benjolan di payudara bilateral atau unilateral, apakah benjolannya nyeri atau
tidak. Onset atau pada usia saat benjolan ini muncul penting untuk digali, karena terkait
dengan prognosis atau perjalanan penyakit kanker payudara. Progresifitas dari
pertumbuhan benjolan dapat menentukan tingkat keganasan dari suatu tumor.
Progresifitas yang hanya terhitung bulan memiliki risiko lebih besar merupakan sebuah
keganasan dibandingkan pregresifitas yang terhitung tahun. Serta perlu tanyakan terkait
keluhan lainnya seperti: batuk lama, nyeri di tulang-tulang, nyeri abdomen atau
gangguan saluran pencernaan untuk mencari kemungkinan penyebaran atau metastasis
jauh. Hal-hal lain yang perlu digali adalah faktor risiko payudara lainnya, meliputi:
riwayat genetik dan penyakit keluarga, riwayat reproduksi dan ginekologi, serta gaya
hidup pasien tersebut (Cardosoet al., 2019)
Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan berbaring. Kemudian,
inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua payudara, warna kulit, retraksi papila, adanya
kulit berbintik seperti kulir jeruk, ulkus atau luka, dan benjolan. Selanjutnya dilakukan
palpasi daerah payudara guna menentukan bentuk, ukuran, konsistensi, maupun
permukaan benjolan, serta menentukan apakah benjolan melekat ke kulit dan atau
dinding dada. Palpasi dengan pemijatan puting payudara perlu dilakukan untuk
menentukan keluar atau tidaknya cairan, dan cairan tersebut berupa darah atau bukan.
Palpasi juga dilakukan pada daerah axilla dan supraclavicular untuk mengetahui apakah
sudah terdapat penyebaran ke kelenjar getah bening (Cardoso et al., 2019).
Pada pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan antara 7-10 hari setelah hari pertama
haid. Pemeriksaan fisik payudara yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
a) Posisi duduk:
Inspeksi pada saat kedua tangan pasien jatuh kebawah, apakah payudara simetris,
adakah kelainan letak atau bentuk papilla, adakah retrkasi putting dan kulit, adakah
ulserasi dan tanda radang. Kemudian pasien diminta untuk mengangkat kedua tangan
keatas, lalu lihat apakah ada bayangan tumor yang ikut bergerak atau tertinggal.
b) Posisi berbaring:
Punggung bagian belakang payudara diganjal oleh bantal sesuai dengan sisi yang
akan diperiksa. Palpasi payudara mulai dari area luar memutar hingga kedalam dan
mencapai putting. Nilai apakah ada cairan yang keluar. Jika teraba tumor atau
benjolan, tetapkan lokasi dan kuadran, ukuran, konsistensi, batasan, dan mobilitas.
Palpasi pula area kelenjar getah bening sesuai dengan kelompok kelenjar, yaitu area
aksila, mammaria, dan klavikula.
c) Pemeriksaan kelenjar getah bening:
Dilakukan dalam posisi duduk dan dari depan pasien dan kedua tangan di kedua sisi
tubuh. Lakukan pemeriksaan kelenjar getah bening bagian aksilaris, infraklavikula,
dan supraklavikula.

Pemeriksaan penunjang
Teknik awal untuk skrining dan mendiagnosis kanker payudara terbatas pada
mamografi dan biopsy. Kemudian muncul ultrasonografi, yang dapat membedakan
massa kistik dari massa padat. Setelah satu dekade dari pengenalan ultrasonografi, MRI
diperkenalkan. Untungnya, seiring dengan meningkatnya beban penyakit ini, ada
perbaikan dalam teknik skrining dan diagnostik. Teknik skrining meliputi pemeriksaan
diri, mamografi dan skrining genetik, sedangkan teknik diagnostik meliputi mamografi,
USG, sitologi aspirasi jarum, biopsi dan MRI. (Javaeed, 2018).
Pemeriksaan gold standar untuk kanker payudara adalah histopatologi (biopsi)
Pengambilan sampel pemeriksaan biopsi dapat dilakukan melalui (fine-needle aspiration
biopsy, core biopsy, dan biopsi terbuka) (Suparna Ketut, 2022).

Mamografi
Mamografi digunakan sebagai bagian dari skrining maupun diagnosis kanker
payudara dan merupakan metode pilihan deteksi kanker payudara yang masih kecil.
Selain mampu meberiksan visualisasi abnormalitas jaringan lunak yang adekuat,
mamografi juga dapat mendeteksi kalsifikasi halus (mikrokalsifikasi). Indikasi
mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara, sebagai tindak lanjut
pascamastektomi dan pasca-breast conserving therapy (BCT), adanya adenokarsinoma
metastatik yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi
pascamastektomi bertujuan untuk deteksi tumor primer kedua dan rekurensi di payudara
kontralateral, sedangkan mamografi pasca-BCT bertujuan untuk mendeteksi kambuhnya
tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI).
Mamografi pada usia di bawah 35 tahun sulit diinterpretasi karena padatnya
jaringan kelenjar payudara. Sebaliknya, mamografi pada wanita pascamenopause lebih
mudah interpretasinya karena kelenjar payudaranya sudah mengalami regresi.
Gambaran mamografi yang menunjukkan keganasan adalah tumor hiperdens
yang berbentuk spikula, distorsi atau iregular, tampak mikrokalsifikasi (karsinoma
intraduktal), kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening aksila. The American
College of Radiology (ACR) telah mengembangkan pembacaan standar mamogram.
lnterpretasi mamografi dikelompokkan menjadi Breast imaging Reporting and Data
Systern (BIRADS) 1 sampai 6. Hasil mamografi selanjumya dapat ditegaskan dengan
pemeriksaan patologi, baik dengan melakukan fine needle aspiration biopsy (FNAB),
core biopsy, maupun biopsi terbuka.

Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan bisa membedakan lesi
kistik atau solid. Ultrasonografi bisa juga dipakai untuk menilai respons kemoterapi
neoadjuvan, membantu ahli bedah dengan cara memberi marker preoperarif untuk
menentukan batas-batas sayatan dan scbagai penuntun guiding unruk melalukan biopsi
jarum pada lesi yang non palpable, Utrasonografi bersilat operator dependent.

MRI
Pemeriksaan MRI dengan kontras menunjukkan sensitivitas tinggi sebesar 90%
dalam mendeteksi kanker payudara dengan spesifisitas 72%. MRI memiliki kelebihan
karena selain tidak menggunakan radiasi pengion, MRI juga baik dalam menentukan
ukuran dan penyebaran kanker payudara. Menurut American Cancer Society
merekomendasikan MRI sebagai pemeriksaan pelengkap bukan sebagai pengganti
pemeriksaan mamografi dalam mendeteksi kanker payudara.
MRI dilakukan pada (1) pasien usia muda, karena gambaran mamografi yang
kurang jelas pada payudara wanita muda, (2) unruk mendeteksi adanya rekurensi pasca-
BCT (3) mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan
fisik dan penunjang lain kurang jelas, atau pada waita yang menggunakan implan
payudara.

Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia merupakan pemeriksaaan yang dilakukan untuk
membantu klinisi merencanakan pengobataa sesuai dengan perilaku biologi kanker yang
dihadapi (tcrapi target) sehingga terapi yang diberikan bersifar personal sesuai dengan
karakteristik pasien. Pemeriksaan minimum yang dilakukan untuk kanker payudara
adalah pemcriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterne receptor), human
epidermal growth facior receptor 2 (HER-2/neu), sedangkan pemeriksaan cathepsin-D,
p53, Ki dan Bcl TOP2 bengantung pada situasi.
Seperti sel payudara normal, beberapa scl kanker payudara juga memiliki reseptor
hormon estroegen dan/ atau progesteron atau tidak memiliki reseptor hormon sama
sckali. Kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen, discbut ER (+), dan yang
memiliki resepton prugesteron dischut PR (+), cenderung memiliki prognosis yang lebih
baik karena masih peka terhadap terapi hormonal, Dua dari tiga kanker payudara
setidaknya ncmiliki satu reseptor hormon ini.
Satu dari lima kanker payudara memiliki scjenis protein pemicu pertumbuban
yang disebut human cpidermal growth factor receptor 2 (HFR2/ncu). Penderita kanker
pavudara dengan HER2/ncu (+3) memperlihatkan ekspresi gen HER2/neu yang
berlebihan penderita dengan HER2/neu (+2) sangat dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan lanjutan menggunakan metode fuorescence in-situ hybridization (FISH),
sedangkan pendcrita HER2/neu (1) dianggap sama dengan HER2/neu (-). Kanker
payudara yang memiliki ER(-), PR(-), dan HER2/neu (-), yang disebur sebagai triple
negative, cenderung bersifat agresif dan memiliki prognosis yang buruk.

Biopsi
Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan ma mogram, biopsi harus
selalu dilakukan. Jenis biopsi yang dapar dilakukan adalah biopsi jarum halus (fine
needle dip aspiration biopry, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsi bedah.
FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitologi, sedangkan biopsi jarum besar dan biopsi
bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara ada sehingga ahli patologi
dapat menentukan apakah tu mor bersifat invasif atau tidak. Selain itu dapat pula
ditentukan grading, dan dilakukan pemeriksaan imuno histokimia.

FNAB
Dengan jarum halus no. 27, sejumlah kecil jaringan tumor diaspirasi keluar lalu
diperiksa di bawah mikroskop. Jika lokasi tumor dapat diraba dengan mudah, FNAB
dapat dilakukan sambil meraba tumor. Bila benjolan tidak teraba, ultrasonografi dapat
digunakan untuk memandu arah jarum. Ada juga metode yang disebut biopsi jarum
stereotaktik. Berdasarkan dua mamogram dalam posisi yang berbeda, komputer akan
menentukan letak tumor dengan tepat. Walaupun paling mudah dilakukan, spesimen
FNAB tidak dapat menentukan grading tumor dan kadang tidak memberikan diagnosis
yang jelas sehingga dibutuhkan biopsi lainnya.

Core Biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga diperoleh
spesimen jaringan berbentuk silinder yang tentu saja lebih bermakna dibanding spesimen
dari FNAB. Core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi massa dengan palpasi, atau
dengan ultrasonografi, mamografi, ataupun MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor
yang noninvasif dengan yang invasif, menentukan grading tumor, dan digunakan untuk
pemeriksaan imunohistokimia. Core biopsy dengan tuntunan dapat digunakan untuk
melakukan biopsi pada kelainan yang tidak dapat dipalpasi terapi terlihat pada
mamografi

Biopsi Terbuka
Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat ada kelainan yang
mengarah ke tumor maligna, dan bila hasil FNAB atau core biopsy meragukan. Jika
terjadi ketidaksesuaian dari triple diagnostic yaitu pemeriksaan klinis, imaging
(mamografi, USG payudara), dan FNAB, biopsi terbuka wajib dilakukan. Misalnya, hasil
pemeriksaan klinis atau pencitraan menunjukkan keganasan, tetapi FNAB tidak, atau
sebaliknya. Bila fasilitas tersedia, biopsi terbuka bisa dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan potong beku (frozen section) sehingga penderita tidak perlu menjalani dua
kali pembedahan bila ternyata hasil menunjukkan keganasan.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor, sedangkan biopsi insisional hanya
mengambil sebagian kecil tumor untuk diperiksa secara patologi anatomi. Pada
karsinoma inflamatori, biopsi insisional dilakukan dengan menyertakan sedikit kulit
(skin punch biopsy).

Needle localization excisional biopsy (NLB) adalah biopsi eksisi yang dilakukan
dengan panduan jarum dan kawat yang diletakkan di dalam jaringan payudara pada
lokasi lesi berdasarkan hasil mamografi. Dengan mamografi sebagai petanya, lesi
payudara beserta kawat diangkat secara en bloc

Sentinel node biopsy


Biopsi ini dilakukan untuk menentukan status keterlibatan kelenjar getah bening
aksila dan parasternal (internal mammary chain) dengan cara memetakan sistem limfatik.
Prosedur ini menggunakan kombinasi pelacak radioaktif dan pewarna biru atau blue dye.
Apabila tidak dijumpai adanya sentinel node, diseksi kelenjar getah bening aksila tidak
perlu dilakukan. Sebaliknya, jika sentinel node positif sel tumor, diseksi kelenjar getah
bening aksila harus dilakukan, walaupun nodus yang ditemukan hanya berupa sel tumor
yang terisolasi dengan ukuran kurang dari 0,2 mm (dapat diartikan sebagai N0). Indikasi
prosedur ini terutama pada kanker payudara yang secara klinis N0.
Prosedur pemetaan limfatik sentinel ini terdiri atas 3 pelacak, yaitu (1) pencitraan
limfoskintigrafi preoperatif baik fase statik maupun fase dinamik, (2) injeksi blue dye
preoperatif 5-10 menit (intratumor, peritumor periareola, dan subkutan) pada sisi tumor.
(3) pemetaan dengan probe gamma detector intraoperatif dan nilai konkordansi masing-
masing pelacak
Prosedur ini bermanfaat untuk (1) staging nodus (2) penentuan/prediksi terapi
adjuvan sistemik, dan (3) penentuan tindakan diseksi kelenjar limfe regional.

Pembedahan
Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu
tumor Tis-3, NO-2, dan MO. Pada tumor T4 diberikan terapi sistemik dengan kemoterapi
neoadjuvan atau terapi hormonal neoadjuvan. Jenis pembedahan kuratif yang dapat
dilakukan adalah breast conserving surgery (BCS), lumpektomi, mastektomi radikal
dimodifikasi, mastck- tomi radikal extended, simple, atau areola-skin sparing
mastectomy. Pembedahan kanker payudara kini makin lama makin tidak radikal dan
peran terapi adjuvan makin meningkat.

Mastektomi Radikal Klasik


Pembedahan radikal klasik menurut Halsted ini meliputi pengangkatan seluruh kelenjar
payudara dengan sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan minor, dan seluruh
kelenjar limfe level I, II, dan III. Pembedahan ini merupakan prosedur baku hingga tahun
lima puluhan.

Mastektomi Radikal Dimodifikasi


Sejak tahun enam puluhan, mastektomi radikal mulai dimodifikasi oleh Patey dan
Madden, yaitu mengangkat seluruh kelenjar payudara, kulit di atas tumor beserta NAC
dengan mempertahankan otot pektoralis mayor dan minor seandainya jelas otot tersebut
bebas dari tumor; sehingga hanya kelenjar limfe level I dan II yang diangkat. Mastektomi
radikal dimodifikasi ini merupakan prosedur baku pembedahan kanker payudara.
Namun, kini pembedahan radikal semakin lebih jarang dilakukan karena deteksi
keganasan yang lebih dini. Indikasi absolut dilakukannya mastektomi yaitu pasien
sedang hamil trimester pertama dan kedua, tumor difus, sudah pernah menjalani
radioterapi di dada, tidak ada fasilitas radioterapi, keganasan sudah mengenai kulit
payudara, pasien memilih mastektomi dibanding BCS. Indikasi relatif mastektomi yaitu
rasio tinggi tumor dibandingkan besar payudara, tumor yang terletak di sentral payudara,
ada riwayat penyakit kolagen vaskuler, dan ukuran payudara yang besar.

Mastektomi Simpel
Seluruh kelenjar payudara diang- kat termasuk puting, tetapi tidak menyertakan
kelenjar limfe aksila dan otot pektoralis. Mastektomi simple atau disebut juga
mastektomi total hanya dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar
aksila. Pada tumor yang kecil, kini makin sering dilakukan skin-sparing mastectomy
yaitu membuang seluruh kelenjar payudara dan hanya membuang puting dan kompleks
areolanya. Mastektomi simple ini biasa dilakukan untuk mastektomi profilaktif pada
kelompok berisiko tinggi dan pada keganasan in situ yang rekuren atau cidak dapat
diterapi dengan BCS.

Breast Conserving Surgery


BCS bertujuan untuk membuang massa dan jaringan payudara yang mungkin
terkena tumor namun dengan semaksimal mungkin menjaga tampilan kosmetik
payudara. Yang merupakan indikasi absolut mastektomi merupakan kontraindikasi BCS.
BCS paling sering dilakukan pada tumor stage Tis, yaitu pada DCIS dan LCIS.
Kontraindikasi absolut BCS antara lain multisentrisitas. (fokus tumor terdapat pada lebih
dari satu kuadran), mikrokalsifikasi maligna luas atau di atas 3 cm, margin positif luas
(extensive intraductal component EIC) pascaeksisi ulang, ada riwayat radiasi payudara,
dan pasien memilih mastektomi karena merasa lebih runtas. Pada BCS, hanya tumor dan
jaringan payudara sehat di sekitarnya yang dibuang. Oleh sebab itu, BCS sering juga
disebut sebagai lumpektomi. BCS hampir selalu dilanjutkan dengan radioterapi sehingga
pada Jumpektomi biasanya diletakkan sebuah klip logam sebagai penanda lokasi
radioterapi. BCS ju- ga dapat berarti mastektomi parsial (segmental) atau kuadranektomi;
seperti lumpektomi, terapi le bih banyak menyertakan jaringan sehat payudara. Buruknya
kosmetik hasil BCT dipengaruhi oleh be sarnya rasio ukuran tumor dibandingkan dengan
payudara, volume eksisi yang luas, lokasi tumor pada kuadran bawah, dan dosis
radioterapi yang tinggi.

Rekonstruksi Segera
Rekonstruksi segera terbukti tidak mengganggu deteksi rekurensi tumor dan tidak
memengaruhi onset kemoterapi, asalkan tidak ada kontraindikasi secara onkologis untuk
melakukan prosedur ini.

Bedah Paliatif
Bedah paliatif pada kanker payudara jarang dilakukan. Lesi tumor lokoregional residif
yang soliter kadang dieksisi, demikian juga dengan tumor yang sebelumnya demikian
besar yang dikira tidak mungkin dilakukan pembedahan tetapi bisa mengecil dengan
kemoterapi, radioterapi, atau terapi hormonal. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif,
kadang ada yang menghasilkan angka harapan hidup yang lama.

Radioterapi
Radioterapi kanker payudara dapat digunakan sebagai terapi kuratif maupun
sebagai terapi adjuvant pada pembedahan BCT, mastektomi simpel, dan mastektomi
radikal dimodifikasi, serta sebagai terapi paliatif. Radiorerapi juga dapat diberikan pada
pasien pascamastekromi, penyakit rekuren, dan keadaan metastasis. Radiasi selalu
dipertimbangkan pada karsinoma mammae yang tak mampuangkat atau jika ada
metastasis.
Radioterapi dapat diberikan setelah BCT untuk tumor invasif in situ, stage I, dan
stage II. Sebagai terapi adjuvan, radioterapi diberikan pascamastektomi tumor stage I dan
II, dan sebagai sandwich therapy (pembedahan dikombinasi dengan penyinaran pra dan
pascabedah) pada tumor stage III.
Radioterapi dapat diberikan dengan dua cara yaitu penyinaran dari luar dan dari
dalam. Pada radiasi dari luar, seperti yang lazim dilakukan luasnya daerah penyinaran
bergantung pada jenis prosedur bedah yang dilakukan dan ada tidaknya keterlibatan
kelenjar getah bening. Jika prosedur bedah yang dilakukan adalah lumpektomi, seluruh
payudara disinari dan ditambah dengan penyinaran ekstra pada lesi kanker. Jika terdapat
penyebaran luas kelanjar getah bening, biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila
dan supraklavikula diradiasi. Penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena
limfedema, akibat rusaknya kelenjar limfe ketiak supraklavikula.
Jika direncanakan untuk dilakukan pascabedah, biasanya radioterapi dilakukan
sebulan kemudian setelah kemoterapi selesai. Radiasi dari dalam atau disebut juga
dengan brakiterapi adalah menanam bahan radioakrif di jaringan payudara sekitar lesi.
Brakiterapi ini kadang juga digunakan sebagai penambah radioterapi eksterna.

Terapi Sistemik
Pada dasarnya terapi sistemik berfungsi sebagai terapi paliatif; namun, dapat juga
sebagai terapi adjuvan maupun neoadjuvan. Pengobatan sistemik kanker payudara
meliputi terapi hormonal, kemorerapi dengan zat sitotoksik, dan terapi biologi.
Terapi Hormonal
Terapi hormonal terdiri atas obat-obatan anti-estrogen (tamoksifen, toremifen),
analog LHRH, inhibitor aromatase selektif (anastrazol, leterozol). Zat progestasional
(megesterol asetat). zar androgen, dan prosedur oovorektomi. Terapi hormonal standar
yang berperan sebagai terapi adjuvan adalah ramoksifen selama 5 tahun untuk pasien
pramenopause dan penghambat aromatase untuk pasien pascamenopause. Tamoksifen ini
hanya berguna jikaa status resepror ER dan PR tumor (+)
Kemoterapi
Kemoterapi kanker payudara dapat terdiri atas kemoteraopi adjuvan atau paliatif
Kemoterapi adjuvan adalab kemoterapi yang diberikan pasca masektomi untuk
membunuh sel-sel tumor yang walaupun asimtomatik mungkin tertinggal dan menycbar
secara mikroskopik. Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang diberikan sebelum
pembedahan untuk memperkecil ukuran tumor sehingga dapat diangkat dengan
limpektomi atau masrektomi simpel. Respons kanker terhadap kemoterapi juga dapar
dinilai. Kemoterapi adjuvan paling baik dimulai dalam minggu.4 pascabedah. Regimen
kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu CMF silostamid, metotreksar dan-5-
uorourasil). FAC (5-flauorourasil, adriamisin. siklofosfamid), AC (adrianisin dan
siklufosiamid), CFF (silklofosiamid, epirubin dan 5-fluorourasil). Jika terapi harus
ditunda karena terjadi leukopenia dipertimbangkan penambahan G-CSF (granulocyte
colony simulatory factor). Sebagai terapi paliatif, terapi sistemik dibcrikan jika tcrdapat
metatasis yang jclas secara klinis atau jika pemerikaan berulang sctiap (6 sampai 8
minggu menunjukkan adanya progresiviras.
Regimen kemotcrapi paliatif yang dapat diberikan antar lain CMF FAC 5-
fluorousil, adríamisin, siclofosfamid), atau PEC (5-fluorourasil, epirubísin,
siklofosfamid) sebaiknya diberikan jika ER dan/atau PR tumor (-), terutama pada
perempuan pramenopause. interval bebas penyakit yang pendek terutama padi
perempuan pramenopause, pertumbuhan tumor yang cepat dan progresif, metastasis hati
atau limfangitis karsinomatosis paru, kegagalan terapi hormonal sebelumnya.
Terapi Biologi
Terapi biologi berupa terapi antiekspresi 1IER2/neu menggunakan trastuzumab.
Penentuan ekspresi HER2/neu pada semua kasus baru kanker payudara kini dianjurkan
karena status HER2/ neu berguna untuk menentukan prognosis. Kombinasi trastuzumab
dengan kemoterapi dapat menurunkan risiko relatif mortalitas sebesar 20% namun,
penggunaannya dalam kombinasi dengan adriamisin dan bersifat kardiotoksik,
trastuzumab diberikan setiap 3 minggu selama 1 tahun pada pasien HER2/neu bersama
dengan kemoterapi adjuvan.

Komplikasi
Seperti banyak tumor padat lainnya, kanker payudara dimulai sebagai penyakit
lokal, tetapi dapat menyebar ke kelenjar getah bening dan organ jauh, yaitu kanker
payudara metastatic. Kanker payudara menunjukkan pola penyebaran spesifik organ dan
lebih disukai bermetastasis ke tulang (tingkat kejadian 47%-60%), hati (tingkat kejadian
19%-20%), paru-paru (tingkat kejadian 16%-34%) dan otak (tingkat kejadian pada 10% -
16%). (Y. Feng et al, 2018).
Prognosis
Seperti keganasan pada umumaya, prognosis kanker payudara ditunjukkan oleh
angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita keganasan
payudara diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita kanker payudara bilateral,
mengalami mutasi genetik, dan adanya tripple negative yaitu grade tumor tinggi dan
seragam, reseptor ER dan PR negatif, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negative.

Daftar pustaka
1.

Anda mungkin juga menyukai