DISFAGIA
PEMBIMBING:
Disusun oleh:
Vonny Gosali
406162084
RSUD Ciawi
1
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
DISFAGIA
Pembimbing Referat
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmatnya dan karuniaNya referat yang berjudul “Disfagia” ini dapat diselesaikan
pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan
klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Penulis
Vonny Gosali
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I. PENDAHULUAN 5
BAB II.PEMBAHASAN
2.1 Definisi 7
2.2 Anatomi faring 7
2.2.1 Anatomi orofaring 8
2.2.2 Anatomi hipofaring 9
2.8 Epidemiologi 23
2.9 Etiologi 23
2.11 Klasifikasi 26
2.12 Diagnosis 28
2.13 Penatalaksanaan 33
2.14 Prognosis 38
BAB III.KESIMPULAN 39
Daftar Pustaka 40
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Dysphagia berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau
gangguan, dan phagein berarti makan. Keluhan kesulitan menelan (disfagia)
merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esofagus.
Disfagia dapat terjadi pada semua kelompok usia akibat dari kelainan kongenital,
kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Keluhan ini akan timbul
apabila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia umumnya dapat disertai dengan
keluhan lain, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa
mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk
dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan
ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan
dan/atau regurgitasi (1,2).
5
biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik
dan manuver menelan. Pembedahan jarang di indikasikan untuk pasien dengan
gangguan menelan (2).
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Disfagia adalah sensasi subjektif akan adanya abnormalitas organik selama
pasase makanan cair atau padat dari rongga mulut ke lambung. Keluhan disfagia
bervariasi mulai dari ketidakmampuan menelan (orofaringeal dysphagia) sampai
adanya sensasi terhambatnya makanan saat melewati esofagus sampai ke lambung
(esophageal dysphagia) (3).
7
Gambar 2.1 Anatomi faring potongan sagital
8
Gambar 2.2 Otot Faring potongan tampak posterior
Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot
konstriktor faring superior dan membran mukosa di atasnya saling tumpang tindih.
Nervus glossopharingeus dan otot faring stylopharyngeus memasuki faring pada
perbatasan antara konstriktor superior dan media (4).
9
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut
menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus (2).
Ruang Faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang
retrofaring (Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini adalah dinding
belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fascia faringobasilaris dan otot-
otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang, fascia prevertebralis dan kelenjar-
kelenjar limfa. Kelenjar limfa ini berfungsi untuk mendrainage faring,cavum nasi,
sinus paranasal, dan telinga tengah. Kelenjar limfa ini sangat jelas pada anak-anak
sedangkan pada orang tua mengalami atrofi. Ruang ini mulai dari basis cranii di
bagian superior sampai batas paling inferior dari fascia servikalis. Serat-serat
jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang
ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.
Ruang parafaring (pharyngomaxillary fossa), ruang ini berbentuk kerucut
dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan
puncaknya pada cornu majus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian medial oleh m.
konstriktor faring superior, batas lateralnya adalah ramus ascenden mandibula yang
melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fossa ini
dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot
yang melekat padanya.
Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat
mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk
mastoiditis atau petrositis, atau dari caries dentis. Bagian yang lebih sempit di
bagian posterior (post styloid) berisi a. carotis interna, v. jugularis interna, n. vagus
yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath).
Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang tipis.
10
2.3 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Esofagus
1. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring
bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi
lambung yang sangat asam.
2. Submukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari
cedera akibat zat kimia.
3. Muskularis
11
Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh
bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran
antara otot rangka dan otot polos.
4. Serosa
Terdiri dari jaringan ikat jarang yang menghubungkan esofagus dengan
struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran
sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah
operasi lebih besar.
12
Gambar 2.4 Gambaran histologi dari lower esophagus potongan transversal
Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke
lambung. Refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah esofagus dan
masuknya udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh sfingter atas esofagus,
sfingter atas normalnya selalu tertutup akibat kontraksi tonik otot krikofaringeus.
13
oleh impuls yang berasal dari neuron post ganglion n. vagus yang menghasilkan
asetilkolin.3,4
Sfingter esofagus distal yang terletak 2-5 cm di atas hubungan antara esofagus
dan lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak berbeda
dengan esofagus tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam keadaan normal
sfingter selalu konstriksi (4).
14
mencegah asam dan isi gaster naik kembali ke esofagus. Otot-otot LES bekerja
involunter (4).
15
Gambar 2.7 Vaskularisasi Esophagus
Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus
faring eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar. Pleksus
mengalir ke vena jugularis interna dan vena fasialis anterior. Hubungan yang luas
terjadi antara vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada lidah,
esofagus, dan laring (4)
2.4.2 Esofagus
Bagian atas esofagus yang berada di leher dan rongga dada mendapat darah
dari a. thiroidea inferior beberapa cabang dari arteri bronkialis dan beberapa arteri
kecil dari aorta. Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut mendapat darah dari
a. phrenica inferior sinistra dan cabang a. gastrika sinistra.3,4
16
2.5 Persarafan Faring dan Esofagus
17
2.5.2 Esofagus
Persarafan motorik esofagus didominasi melalui nervus vagus. Esofagus
menerima persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal
nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan
persarafan secretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan
rantai simpatis torakalis yang mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi
sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan
peristaltik. Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan
longitudinal dan melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur
kontraksi lapisan otot luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang terletak dalam
submukosa bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa
muskularis (5).
18
Gambar 2.10 Aliran Limfatik pada regio servikal
2.6.1 Faring
Aliran limfatik faring mengalir ke kelenjar getah bening (KGB) servikalis
profunda (deep cervical lymph node) sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik
pada hipofaring juga dapat mengalir ke KGB paratrakeal. Pembuluh limfatik laring
mengalir ke kelenjar servikalis profunda, nodus pretracheal, dan nodus prelaryngeal
(4)
.
2.6.1.1 Esofagus
19
sepertiga distal esofagus mengikuti arteri gaster kiri ke kelenjar getah bening gaster
dan celiac. Ada interkoneksi yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase
terutama karena asal embryologic ganda jalur limfatik dari branchiogenic dan
mesenkim tubuh. Aliran getah bening dua arah di daerah ini bertanggung jawab
untuk penyebaran keganasan dari esofagus bawah ke kerongkongan bagian atas (4).
Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga
mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik
lidah (1,6).
20
Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan
bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh
karena kontraksi m. stilofaring, m. salphingofaring, m. tirohioid dan m.
palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring,
yaitu plica ariepiglotica, plica ventrikularis dan plica vocalis tertutup oleh kontraksi
m. ariepiglotica dan m. aritenoid obliqus. Bersamaan dengan ini akan terjadi
penghentian udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga
bolus makanan tidak akan masuk kedalam saluran napas. Selanjutnya bolus
makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis
sudah dalam keadaan lurus (1).
Fase Esofageal
21
Gambar 2.11 Fisiologi Menelan
22
2.8 Epidemiologi
Disfagia dapat terjadi pada semua kelompok usia akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam
menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut, dan
insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan pasien stroke. Sekitar 50-
75% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan fakto resiko
bermakna berkembangnya pneumonia. Oleh karenanya, deteksi dini dan
pengobatan disfagia pada pasien yang telah mengalami stroke adalah sangat penting
(2)
.
2.9 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya :
1. Disfagia mekanik
2. Disfagia motorik
23
Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus,
kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus (1).
2.6 Patogenesis
Proses menelan merupakan proses yang kompleks karena setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan menelan yaitu (1):
24
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-muskular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan
uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus
bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Apabila terjadi
kelainan pada salah satu unsur diatas akan menyebabkan disfagia.(1).
Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan
disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba
menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paru-paru saat menelan, batuk
saat menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saat menelan makanan, suara
lemah, dan berat badan menurun. Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah
sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasi makanan yang menempel di
tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar di dada yang
berlangsung kronis, belching, dan sakit tenggorokan. Berdasarkan fase letaknya
disfagia terbagi atas oropharyngeal dysphagia dan esophageal dysphagia :
25
Tabel 2.1 Dysphagia berdasarkan letak(3)
Oropharyngeal dysphagia: Esophageal Dysphagia:
Neurologic disease: Neuromuscular disorders:
1. Cerebrovascular accident 1. Achalasia
2. Parkinson disease 2. Diffuse esophageal
3. Multiple sclerosis spasm
4. Multiple sclerosis Structural lesion (intrinsic):
5. Brain neoplasma 1. Benign peptic stricture
6. Alzheimer’s disease 2. Esophageal rings and
Myopathic disease : Webs
1. Myositis 3. Esophageal diverticula
2. Myasthenia gravis 4. Esophageal carcinoma
Metabolic disease: 5. Eosinophilic esophagitis
1. Hyperthyroidism 6. Esofagitis korosif
Inflammatory/autoimmune disease : Structural lesion (extrinsic):
1. Amyloidosis 1. Vascular compression
2. Sarcodosis 2. Mediastinal lesion
3. SLE 3. Cervical osteoarthritis
Infectious disease:
1. Meningitis
2. Viral (coxsackie, herpes)
Structural disease :
1. Congenital webs
2. Plummer-Vinson
Syndrome
3. Neoplasma
4. Cricopharyngeal bar
5. Zenker divertikulum
6. Extrinsic compression
7. Poor dentition
Iatrogenic disease:
1. Medication side effect
2. Surgical resection
3. Radiation induced
2.11 Klasifikasi
26
masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi,
meningkatnya tonus sfingter esofagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-
obatan (sedatif, antikejang, antihistamin). Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan
menelan, termasuk ketidakmampuan untuk mengenali makanan, kesukaran
meletakkan makanan di dalam mulut, ketidakmampuan untuk mengontrol makanan
dan air liur di dalam mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak
saat menelan, penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, perubahan
kebiasaan makan, pneumonia berulang, perubahan suara (suara basah), regurgitasi
nasal. Setelah pemeriksaan, dapat dilakukan pengobatan dengan teknik postural,
swallowing maneuvers, modifikasi diet, modifikasi lingkungan, oral sensory
awareness technique, vitalstim therapy, dan pembedahan1. Bila tidak diobati,
disfagia dapat menyebabkan pneumonia aspirasi, malnutrisi, atau dehidrasi (1,3).
2.8.2 Disfagia esofagus
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus
bagian bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus,
keganasan esofagus, esophageal rings and webs, akhalasia, skleroderma, kelainan
motilitas spastik termasuk spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus
nonspesifik. Makanan biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan
berada setinggi suprasternal notch atau dibelakang sternum sebagai lokasi
obstruksi, regurgitasi oral atau faringeal, perubahan kebiasaan makan, dan
pneumonia berulang. Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan
besar merupakan suatu masalah motilitas. Bila pada awalnya pasien mengalami
disfagia makanan padat, tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka
kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat dibedakan
antara masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting untuk memperhatikan
apakah disfagianya sementara atau progresif (1).
Disfagia motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus atau
kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat
disebabkan skleroderma atau akhalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati yang
kronis, regurgitasi, masalah respirasi, atau penurunan berat badan. Disfagia
mekanik sementara dapat disebabkan esophageal ring dan disfagia mekanik
progresif dapat disebabkan oleh striktur esofagus atau keganasan esofagus. Bila
27
sudah dapat disimpulkan bahwa kelainannya adalah disfagia esofagus, maka
langkah selanjutnya adalah dilakukan pemeriksaan barium atau endoskopi bagian
atas. Pemeriksaan barium harus dilakukan terlebih dahulu sebelum endoskopi
untuk menghindari perforasi. Bila dicurigai adanya akhalasia pada pemeriksaan
barium, selanjutnya dilakukan manometri untuk menegakkan diagnosa akhalasia.
Bila dicurigai adanya striktur esofagus, maka dilakukan endoskopi. Bila tidak
dicurigai adanya kelainan-kelainan seperti di atas, maka endoskopi dapat dilakukan
terlebih dahulu sebelum pemeriksaan barium. Endoskopi yang normal, harus
dilanjutkan dengan manometri; dan bila manometri juga normal, maka
diagnosanya adalah disfagia fungsional. Foto thorax merupakan pemeriksaan
sederhana untuk pneumonia. CT scan dan MRI memberikan gambaran yang baik
mengenai adanya kelainan struktural, terutama bila digunakan untuk mengevaluasi
pasien disfagia (1,2).
28
- Disfagia berlangsung bertahun-tahun untuk makanan padat
perlu dipikirkan adanya kelainan esofagus bagian distal
(Lower esophageal muscular ring)
- Penyakit sebelumnya
Data harus dikumpulkan dari riwayat kesehatan umum
penderita. Riwayat neurologik yang mungkin berhubungan dengan
beberapa penyakit yang dapat menyebabkan disfagia seperti
multiple sclerosis, stroke, serta penyakit Parkinson dan Alzheimer
harus ditanyakan.
Operasi yang pernah dialami penderita pada kepala dan leher
juga perlu ditanyakan. Semua pengobatan (ES : sedasi, kelemahan
otot dan disorientasi) yang sedang dijalani harus dicatat. Selain itu
dapat ditanya mengenai penggunaan obat atau faktor psikososial
yang dapat mempengaruhi proses menelan, terutama pada orang tua.
- Lokasi daerah sumbatan
- Di dada kelainan esofagus bagian thorakal
- Di leher kelainan dapat di faring, atau esofagus bagian
servikal.
Keluhan subjektif penderita dapat membantu menegakkan diagnosa
disfagia, antara lain : air liur mengalir berlebihan, batuk atau tersedak saat
makan, terkumpulnya makanan pada pipi, di bawah lidah atau pada
palatum durum, suara serak, suara cegukan setelah makan atau minum,
susah mengontrol gerakan lidah, kelemahan otot wajah, slurred speech,
adanya perasaan makanan seperti tertahan di leher atau dada.
29
penggunaan otot pernapasan tambahan, dan pergerakan dinding dada yang
asimetris (3).
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang foto polos esofagus dan yang memakai zat kontras
dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan esofagus. Pemeriksaan ini tidak
invasif. Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding
esofagus, adanya gangguan peristaltic, penekanan lumen esofagus dari luar, isi
lumen esofagus dan kadang-kadang kelainan mukosa esofagus (1).
Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini.
Untuk memperlihatkan adanya gangguan motilitas esofagus dibuat cine-film atau
video tapenya. Tomogram dan CT scan dapat mngevaluasi bentuk esofagus dan
30
jaringan disekitarnya. MRI dapat membantu melihat kelainan di otak yang
menyebabkan disfagia motorik (1).
Gambar 2.9.3.1. Gambar rontgen Akalasia (bird’s beak sign) dan striktur
esofagus
2. Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen
esofagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid
esophagoscope) dam esofagoskop yang lentur (flexible fiberoptic esophagoscope).
Karena pemeriksaan ini bersifat invasif maka perlu persiapan yang baik. Dapat
dilakukan anestesi local atau umum (1).
3. Pemeriksaan Manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esofagus.
Dengan mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus
dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif (1).
31
Gambar 2.17 Pemeriksaan Manometrik
4. Esofagogram
Tujuan tes ini adalah melacak perjalanan barium di saluran pencernaan atas.
Setelah barium melewati saluran pencernaan atas, tes pun selesai. Prosedur ini bisa
berlangsung selama 15-30 menit, tergantung pada kondisi pasien.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa digunakan untuk mendiagnosis
gangguan menelan ialah: videofluorographic swallowing study (VFSS) dan
fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) (1,3).
32
melewati nasofaring dan ditempatkan di dalam laringofaring di atas pita suara
palsu. Bolus berbentuk cair dan padat diberi warna hijau sehingga mudah dilihat (1).
2.13 Penatalaksanaan
33
Penanganan Rehabilitasi Pada Penderita Disfagia
1. Teknik postural
2. Terapi dietetik
34
Rekomendasi lain yaitu makanan dalam jumlah sedikit dengan frekuensi
pemberian lebih sering dan mengandung tinggi kalori dan tinggi protein. Makanan
diberikan dalam jumlah sedikit, ½ sampai 1 sendok teh setiap kali menelan.
Penderita juga diminta untuk tidak makan sambil berbicara. Bila menggunakan
makanan kental, makanan dengan kekentalan seperti madu yang dapat dijadikan
pilihan (3).
- Supraglotic swallow : bertujuan menutup pita suara sebelum dan selama proses
menelan sehingga melindungi trakea dari aspirasi. Makanan atau minuman di
tempatkan dalam mulut, penderita diminta untuk menarik napas dalam kemudian
ditahan, lalu penderita menelan 1-2 kali sambil tetap menahan napas, dan batuk
dengan segera setelah menelan (3).
35
a. Menekan sendok ke arah bawah melawan lidah saat pemberian makanan ke
dalam mulut.
b. Memberikan bolus dengan karakteristik sensorik tertentu, seperti bolus dingin,
bolus dengan tekstur tertentu, atau bolus dengan rasa yang kuat seperti jus
lemon
c. Memberikan bolus yang harus dikunyah sehingga proses mengunyah tersebut
akan memberikan stimulasi oral.
d. Memberikan volume bolus yang besar.
e. Thermal tactile stimulation (TTS) dengan melakukan gerakan stroking pada
arkus faringeus anterior. Stroking dilakukan menggunakan kaca laring
berukuran 00 (telah dimasukan dalam es selama ±10 detik) pada arkus
faringeus anterior dari bagian dasar ke arah atas sejauh yang bisa dijangkau (3).
Terapi ini diangap bisa memberikan stimulus sensorik ke batang otak dan
korteks sehingga saat penderita sudah mulai fase oral, maka fase faringeal akan
terpicu lebih cepat (3).
5. Stimulasi elektrikal
36
Gambar 2.19 Neuromuscular electrical stimulation
6. Terapi latihan
Terapi Alternatif
Gastrostomi
37
2.10 Komplikasi
2.14 Prognosis
Gangguan menelan yang diakibatkan oleh stroke atau traumatic brain injury
memiliki potensi untuk pulih. Mann et al. mendapatkan bahwa sekitar 87%
penderita stroke kembali ke diet semula setelah 6 bulan, tetapi hasil videofluroskopi
menunjukkan terdapat 51% penderita yang tetap menunjukkan adanya gangguan
pada proses menelan. Penderita dengan kondisi yang statis atau progresif seperti
amyothropic lateral sclerosis, multipel sklerosis, muskular distrofik, dan
parkinsonisme harus dievaluasi secara periodik, dengan mempertimbangkan
pemberian non-oral feeding (3).
38
BAB III
KESIMPULAN
Disfagia dapat terjadi pada semua kelompok usia akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu
Disfagia dapat ditegakkan diagnosanya melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan disfagia dapat dilakukan jika penyebab disfagia sudah
ditemukan sehingga pembedahan, medika mentosa atau rehabilitasi dapat
diberikan sesuai indikasi
39
DAFTAR PUSTAKA
40