Anda di halaman 1dari 30

BENZODIAZEPIN (BZD)

• Obat psikoaktif  struktur kimia intinya adalah


perpaduan dari cincin benzena dan cincin aromatik
diazepine ( 7 cincin dengan 2 molekul nitrogen).
• Penggunaan :
• Jangka pendek  lumayan aman
• Jangka panjang  kontroversial akibat risiko terhadap efek
psikologis dan fisik yang merugikan, efektivitas yang
menurun  TOLERANSI  KETERGANTUNGAN.
• Penghentian mendadak  SINDROM WITHDRAWAL
Struktur umum
• Penyalahguna opioid  sering menggunakan BZD untuk Benzodiazepin
meningkatkan efek euforik opioid.
• Ada juga yang menggunakan bersama stimulan,
halusinogen, dan phencyclidine (PCP)  untuk
mengurangi anxietas.
EPIDEMIOLOGI
• Menurut National Institue on Drug Abuse, kematian yang disebabkan
oleh overdosis benzodiazepin meningkat setiap tahunnya.
• Menurut DSM-IV-TR, sekitar 6% individu pernah menggunakan
sedative maupun penenang secara illegal.
• Pengguna tertinggi pada usia 26 – 34 tahun dengan rasio wanita : pria
(3:1) dan 2:1 bagi pengguna kulit putih : kulit hitam.
EPIDEMIOLOGI
EFEK PENGGUNAAN BENZODIAZEPIN
• Benzodiazepin adalah obat yang diresepkan untuk indikasi hipnotik,
ansiolitik, anti epileptic dan anestetik juga untuk keadaan putus
alkohol.
• Benzodiazepin bekerja di sistem saraf pusat (subunit α 1, 2, 3, 5)
untuk memproduksi efek sedasi and relaksasi otot dan menurunkan
kecemasan, serta meningkatkan aktivitas seksual dan euphoria
ringan.
RESEPTOR GABA-A (IONOTROPIK)

FRONT VIEW TOP VIEW


Receptor sites for GABA, benzodiazepines, barbiturates, 5 subunit (2 alpha, 2 beta, 1 gamma)
and ethanol on the GABAA chloride ion channel.
α 1, 2, 3, 5  sensitif terhadap efek BZD
α 4, 6  Tidak sensitif terhadap efek BZD
PATOFISIOLOGI BENZODIAZEPIN
BZD  meningkatkan aksi
GABA (gamma
aminobutyric acid) yang
merupakan inhibisi utama
dalam SSP.
- BZD berikatan diantara
subunit α-Y2 
memfasilitasi pengikatan
GABA pada reseptor 
peningkatan influks ion Cl-
 hiperpolarisasi
membran  menghambat
eksitasi seluler.
FARMAKOKINETIK
1. Absorpsi : Di usus
2. Distribusi : Usus  Otak
(Lipofilik)  konsentrasi plasma
menurun  OTAK - DARAH
(mekanisme ini berkontribusi
terhadap penghentian pengaruh
pada SSP)
3. Metabolisme & Ekskresi :
- Sebagian besar di hati (aktif)
konjugasi menjadi glukuronat
(enzim glukuronil transferase)
(tidak aktif)  diekskresikan
melalui urin.
- Oxazepam, temazepam, dan
lorazepam tidak dimetabolisme
di hati. Lebih aman digunakan
pada lansia.
FARMAKOKINETIK & INDIKASI KLINIS

Onset of action : Very fast < 15 menit; Fast 15-59 menit


Duration of Action : Short : 3-8 jam; Medium : 10-20 jam; Long : 1-3 hari
FARMAKODINAMIK

Sedasi Hipnotik Anestesi

Efek pada
Antikonvulsi Relaksan otot respirasi dan
KV
Drug Common Adverse Effects Common Drug Interactions
Benzodiazepines
Alprazolam Arrhythmia, CNS depression, drug Alcohol and other CNS depressants
dependence, hypotension, and mild potentiate effects. Fluoxetine and
respiratory depression fluvoxamine increase serum levels and
effects
Chlordiazepoxide Same as alprazolam Alcohol and other CNS depressants
Efek potentiate effects. Cimetidine
increases and rifampin decreases
serum levels
Samping Clonazepam Same as alprazolam Same as chlordiazepoxide
Diazepam Same as alprazolam Same as chlordiazepoxide
& Estazolam Same as alprazolam Same as chlordiazepoxide
Flurazepam Same as alprazolam Same as chlordiazepoxide
Interaksi Lorazepam Same as alprazolam Alcohol and other CNS depressants
potentiate effects. Rifampin decreases
obat Midazolam Same as alprazolam
serum levels
Alcohol and other CNS depressants
potentiate effects. Calcium channel
blockers, erythromycin, and
ketoconazole increase serum levels
Oxazepam Same as alprazolam Same as lorazepam
Temazepam Same as alprazolam Same as chlordiazepoxide
Triazolam Amnesia, confusion, and delirium. Alcohol and other CNS depressants
Other adverse effects same as potentiate effects. Cimetidine,
alprazolam erythromycin, ketoconazole, and oral
contraceptives increase serum levels
Penggunaan BZD dosis tinggi

GEJALA Mengantuk, Bingung, Pusing, Pandangan kabur, Lemas,


Bicara cadel, Inkoordinasi, Susah bernafas, Koma
KLINIS

Gejala Delirium, Demensia persisten, Amnestik persisten,


Gangguan (psikotik, mood, anxietas, tidur, dan disfungsi
lain seksual)
Benzodiazepine Discontinuation Syndrome
Gejala mayor Kejang grandmal, psikosis, hiperpireksia, kematian
Gejala minor Anxietas, insomnia, dan mimpi buruk
Dapat muncul dalam 24 jam dan mencapai puncak pada 48 jam.
GEJALA WITHDRAWAL Lebih sering pada obat tipe short acting

4 TIPE :
• Gangguan mood dan kognitif  kecemasan, ketakutan, dysphoria, lekas marah, obsesi obsesif, dan
paranoia
• Gangguan tidur  insomnia, perubahan siklus tidur-bangun, dan mengantuk di siang hari
• Gejala somatik  agitasi, takikardia, palpitasi, keresahan motorik, ketegangan otot, tremor mioklonus,
mual, coryza, diaphoresis, kelesuan, nyeri otot dan sendi, hiperrefleksia, ataksia, tinnitus, dan kejang.
• Gangguan persepsi  hyperacusis, depersonalisasi, penglihatan kabur, ilusi, dan halusinasi.
Kriteria Diagnosis Penggunaan Sedatif, Hipnotik
atau Ansiolitik :
A. Penggunaan sedatif, hipnotik, atau ansiolitik dapat menyebabkan
kerusakan dan gangguan yang bermanifestasi setidaknya dua dari gejala
berikut selama 12 bulan :
1. Sedative, hipnotik, atau ansiolitik sering digunakan dalam jumlah besar
atau penggunaan jangka waktu yang berlebihan
2. Terdapat keinginan yang persisten atau gagal dalam menghentikan
atau mengontrol penggunaan sedatif, hipnotik, atau ansiolitik
3. Menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan sedative, hipnotik,
atau ansiolitik. Membutuhkan banyak waktu juga dalam memakainya dan
juga saat masa penyembuhan.
4. Keinginan yang kuat untuk menggunakan sedative, hipnotik, atau
ansiolitik
5. Penggunaan berulang sedative, hipnotik, atau ansiolitik menyebabkan
gangguan pada kewajibannya di tempat kerja, sekolah, atau rumah.
(contohnya tidak masuk kerja atau performa kerja yang buruk,
dikeluarkan dari sekolah, penelantaran anak)
Kriteria Diagnosis Penggunaan Sedatif, Hipnotik
atau Ansiolitik :
6. Tetap menggunakan sedative, hipnotik, atau ansiolitik meskipun memiliki masalah
dalam sosial atau interpersonal yang terus menerus atau berulang. Yang di eksaserbasi
oleh sedative, hipnotik, atau ansiolitik. (contohnya bertengkar dengan pasangan
tentang konsekuensi intoksikasi, perkelahian)
7. Penghentian atau pengurangan aktifitas sosial, pekerjaan, hiburan yang penting
karena sedative, hipnotik, atau ansiolitik
8. Penggunaan sedative, hipnotik, atau ansiolitik yang berulang dalam situasi yang
berbahaya secara fisik (contohnya menyetir atau mengoperasikan mesin ketika
menggunakan sedative, hipnotik, atau ansiolitik)
9. Tetap menggunakan sedative, hipnotik, atau ansiolitik meskipun mengetahui
gangguan pada fisik dan psikologi yang berulang yang disebabkan oleh sadtif, hipnotik,
atau anisiolitik.
10. Toleransi, diartikan sebagai salah satu gejala berikut :
• Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah sedative, hipnotik, atau ansiolitik untuk
mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan
• Penurunan efek yang bermakna bila menggunakan jumlah yang sama dari sedative,
hipnotik, atau ansiolitik
Kriteria Diagnosis Intoksikasi Sedatif,
Hipnotik atau Ansiolitik
Berdasarkan DSM V :
1. Penggunaan sedatif, hipnotik atau ansiolitik akhir-akhir ini.
2. Perubahan psikologis atau perilaku maladaptif yang secara klinis signifikan (cth, perilaku seksual
yang tidak pantas atau agresif, labilitas mood, daya nilai terganggu) yang timbul selama atau segera
setelah penggunaan sedatif, hipnotik dan ansiolitik.
3. Satu (atau lebih) tanda berikut, timbul selama atau segera setelah penggunaan sedatif, hipnotik
dan ansiolitik :
• Bicara cadel
• Inkoordinasi
• Cara berjalan tidak stabil
• Nistagmus
• Hendaya atensi atau memori
• Stupor atau koma
4. Gejala tidak disebabkan kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain, termasuk intoksikasi zat lain.
Kriteria Diagnosis Putus Obat / Withdrawal
Sedatif, Hipnotik atau Ansiolitik (DSM V)
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan sedative, hipnotik atau ansiolitik yang telah
berlangsung lama dan memanjang.
B. Dua (atau lebih) hal berikut, yang timbul dalam hitungan jam sampai beberapa hari setelah
kriteria A :
• Hiperaktivitas otonom (cth, berkeringat atau denyut nadi lebih dari 100)
• Peningkatan tremor tangan
• Insomnia
• Mual atau muntah
• Ilusi atau halusinasi visual, taktil atau auditorik singkat
• Agitasi psikomotor
• Ansietas
• Kejang grand mal
C. Gejala pada kriteria B menyebabkan penderitaan atau hendaya yang secara klinis signifikan dalam
fungsi sosial, okupasional atau area fungsi penting lain.
D. Gejala tidak disebabkan kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain.
Pemeriksaan fisik pada overdosis benzodiazepin
• Fokus pemeriksaan:
• TTV, fungsi kardiorespirasi dan neurologis.
• Dapat juga ditemukan:
• Nistagmus
• Halusinasi
• Bicara cadel
• Penurunan kesadaran
• Perubahan status mental
• Agitasi
• Depresi napas
• Hipotensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Skrining kualitatif zat dalam urin atau darah
(Pemeriksaan kadar benzodiazepin darah tidak berbanding lurus dengan kondisi klinis.)
• Benzodiazepin dapat dideteksi melalui urin, saliva, dan darah.
• Jangka waktu benzodiazepine :
• Urin adalah 4 hari
• Saliva selama 2,5 hari, dan
• Dalam darah benzodiazepine dapat bertahan selama 1 hari.
• Akan tetapi, pada pengguna benzodiazepine dosis tinggi, zat tersebut dapat bertahan
selama 1 minggu atau lebih.
• Teknik skrining immunoassay paling sering dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes dan prosedur lainnya tergantung pada manifestasi klinis, sebagai
berikut:
• Analisa gas darah jika depresi pernafasan muncul
• EKG  mengevaluasi ko-ingestan, terutama antidepresan siklik
• Rontgen dada jika gangguan pernapasan
• Tes kehamilan pada wanita usia subur

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan berikut:


• Serum elektrolit
• Glukosa
• Nitrogen urea darah
• Creatinin clearance
• Etanol
Tatalaksana
• Nalokson dapat diberikan jika diduga konsumsi bersamaan dengan
opioid (misalnya, jika pasien memiliki depresi pernafasan parah). pada
dosis yang sangat rendah (0,05 mg dengan peningkatan bertahap jika
diperlukan)
• Flumazenil adalah antagonis reseptor kompetitif benzodiazepin yang
dapat digunakan untuk overdosis benzodiazepine.
• Kontraindikasi Flumazenil: penggunaan benzodiazepin jangka
panjang, pasien dengan takikardia, kompleks QRS yang melebar,
tanda-tanda antikolinergik, atau riwayat kejang.
• Efek samping berat flumazenil: kejang, efek yang merugikan pada
jantung, dan kematian,
Tanda dan Gejala Putus zat Benzodiazepin
• Kekambuhan gejala kecemasan, memburuknya gangguan kecemasan
(rebound), atau munculnya gejala baru (true withdrawal):
• Gangguan mood dan kognitif: kecemasan, ketakutan, dysphoria,
pesimisme, iritabilitas, obsesi, dan ide-ide paranoid
• Gangguan tidur: insomnia, perubahan siklus tidur-bangun, dan mengantuk
di siang hari
• Tanda dan gejala fisik: takikardia, tekanan darah tinggi, hyperreflexia,
ketegangan otot, agitasi, tremor, mioklonus, nyeri otot dan sendi, mual,
coryza, diaforesis, ataksia, tinnitus, dan kejang grand mal
• Gangguan perseptual: hyperacusis, depersonalisasi, penglihatan kabur,
ilusi, dan halusinasi5
Pedoman Perawatan Pasien Withdrawal Syndrome pada
Penggunaan Benzodiazepine
• Evaluasi dan atasi masalah medis dan psikis secara bersamaan
• Cari riwayat penggunaan obat dan ambil urin & sampel darah untuk uji obat dan etanol.
• Tentukan dosis benzodiazepine yang diperlukan untuk stabilisasi, berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan lab darah dan urin untuk obat dan ethanol
• Detoksifikasi dosis supraterapeutik
• Rawat inap jika ada indikasi medis atau psikiatri, dukungan sosial yang buruk, atau ketergantungan banyak
jenis zat, atau pasien tidak reliable.
• Beberapa klinisi menyarankan untuk beralih ke benzodiazepine long-acting untuk kasus withdrawal (misalnya
diazepam, clonazepam); yang lain menyarankan untuk menggunakan obat yang digunakan pasien atau
fenobarbital.
• Setelah stabilisasi, kurangi dosis hingga 30% pada hari kedua atau ketiga dan evaluasi respons.
• Kurangi dosis lebih lanjut 10 hingga 25% setiap beberapa hari jika ditoleransi.
• Gunakan obat tambahan jika perlu, carbamazepine, Antagonis reseptor β-adrenergik, valproat, klonidin, dan
obat penenang antidepresan telah digunakan tetapi efektivitas dalam pengobatan sindrom abstinens
benzodiazepine belum ditetapkan.
• Detoksifikasi dari dosis terapeutik:
• Mulai dengan mengurangi 10 hingga 25% dosis dan evaluasi respons.
• Dosis, durasi terapi, dan tingkat keparahan kecemasan mempengaruhi penyesuaian pemberian obat.
• Sebagian besar pasien yang menggunakan dosis terapeutik mengalami withdrawal tanpa komplikasi
• Intervensi psikologis dapat membantu pasien dalam proses detoksifikasi benzodiazepin dan
manajemen jangka panjang anxietas.
PCP (PHENCYCLIDINE) dan Ketamin
• Ketamin dan PCP merupakan non- kompetitif antagonisme reseptor
NMDA yang dikembangkan pada akhir 1950-an sebagai anestesi
umum
• Saat ini hanya ketamine yang masih digunakan untuk anestesi
terutama pada anak (yang kurang rentan terhadap efek
psikotomimetiknya).
• PENYALAHGUNA DENGAN OBAT LAIN  Diklasifikasikan sebagai “club
drugs” dan dijual dengan nama “angel dust” “ Hog, ”dan "Special K.“
• Ketamin biasanya digunakan dengan kombinasi bersama
penyalahguna obat lain, seperti kokain. Ketamin tampaknya tidak
mengganggu dan dapat meningkatkan metabolisme kokain
PCP (PHENCYCLIDINE) dan Ketamin
• Ketamin dan PCP adalah bubuk kristal putih dalam bentuk murni
mereka, tetapi juga dijual sebagai cairan, kapsul, atau pil, yang dapat
didengus, tertelan, disuntikkan (IV atau IM), atau rokok.
• Dosis tipikal ketamin yaitu sekitar 100 – 200 mg.
• Ketamin dan phencyclidine tidak menyebabkan ketergantungan dan
kecanduan (risiko relatif = 1).
• Paparan kronis, khususnya PCP, dapat menyebabkan psikosis sangat
mirip skizofrenia.
FARMAKOKINETIK KETAMIN
• Ketamin mencapai kadar puncak setelah :
20 menit injeksi IM,
1 jam setelah administrasi intranasal.
• Ketamin adalah N - Demethylated oleh mikrosomal sitokrom P 450,
terutama CYP3A menjadi norketamin.
• Ketamin, norketamin, dan dehydronorketamin dapat dideteksi dalam
urin, dengan paruh waktu masing-masing sekitar 3, 4, dan 7 jam.
• Toleransi ketamin, dilaporkan setalah penggunaan berulang Ketamin,
dengan dosis perhari ditingkatkan hingga lebih dari 1000 mg/hari.
INTOKSIKASI KETAMIN & PCP
• Ketamin biasanya dikombinasikan dengan penyalahguna obat-obatan
lain, yang paling sering yaitu kokain, MDMA (ekstasti), heroin, atau
obat lainnya.
• Intoksikasi PCP dan Ketamin, mempunyai gejala yang bervariasi mulai
dari anxietas dan psikosis yang sangat mirip dengan skizofrenia.
• Intoksikasi ketamin sering disebut juga sebagai K-Hole karena efek
obat berupa amnesia, defisit kognitif terutama memori semantik dan
defisit perhatian; dan gangguan disosiatif.
Kriteria diagnosis intoksikasi PCP menurut DSM-IV-TR
A. Penggunaan saat ini dari Phencyclidine atau substansi terkait
B. Perubahan perilaku maladaptif yang signifikan secara klinis (misalnya gejolak, penyerangan,
impulsif, tidak dapat diprediksi, agitasi psikomotor, gangguan penilaian, atau gangguan sosial /
fungsi pekerjaan yang berkembang selama atau tak lama setelah penggunaan phencyclidine.
C. Dalam waktu satu jam (merokok, mendengus, atau penggunaan intravena), dua atau lebih
dari tanda-tanda berikut :
1. Nistagmus vertikal atau horizontal
2. Hipertensi atau takikardia
3. Mati rasa atau berkurangnya respons terhadap rasa sakit
4. Ataksia
5. Disarthria
6. Kekakukan otot
7. Kejang atau koma
8. Hiperakusis
D.Gejala – gejalanya bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
dipertanggungjawabkan oleh gangguan mental lainnya.
Tentukan jika : dengan gangguan persepsi.
TATA LAKSANA
• Farmakologi :
- Neuorleptik dan benzodiazepin
- Beberapa agonis site glisin, seperti glisin, d-serine, dan d-cycloserine
telah terbukti untuk membalikkan efek dari PCP dan ketamin pada
studi binatang, sehingga dapat dipertimbangkan untuk perawatan
pada pasien dengan gejala persisten akibat PCP dan atau Ketamin.
- Dosis efektif dari agen glisin yaitu 800 mg/kg/hari (sekitar 60 gram /
hari); d- serine yaitu 30-60 mg/kg/hai (sekitar 2-4 gram/hari); dan d-
cycloserine yaitu 50 mg/ hari.
TATA LAKSANA
• Gejala psikotik sering gagal terobati dengan pengobatan farmakologi.
Sebagai konsekuensinya, perawatan rawat inap mungkin diperlukan
pada pasien dengan reaksi psikotik.
• Lamotrigin adalah obat anti epilepsi (Lamictal) telah terbukti
mencegah efek psikotik yang diinduksi ketamin.

Anda mungkin juga menyukai