Anda di halaman 1dari 8

Kasus Stunting pada Anak Balita

Usia 24 – 59 bulan di Sumatera

Ida Ayu Dyah Wahyu Suhari

102012467

dayoudyah@yahoo.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat

Abstrak

Gizi merupakan bagian penting yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti
untuk tumbuh, berkembang, metabolisme tubuh, dan lain sebagainya. Tetapi, tidak semua orang
dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan baik sehingga dapat berdampak buruk bagi
kesehatannya. Salah satunya dapat menyebabkan terjadinya risiko stunting (pendek). Stunting
adalah suatu keadaan dimana tinggi badan kurang dari keadaan normal bila diukur berdasarkan
usia. Stunting pada anak balita merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang dapat
memberikan gambaran gangguan keadaan social ekonomi secara keseluruhan. Mahluk hidup
dapat beradaptasi dengan memperlambat pertumbuhannya karena pasokan gizi yang diperlukan
terbatas atau kurang. Kemampuan adaptasi semua mahluk hidup terbatas, sehingga batas tersebut
dilampaui maka mahluk yang bersangkutan akan sakit dan bahkan mati. Dampak stunting tidak
hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga berdampak terhadap roda
perekonomian dan pembangunan bangsa.

Kata kunci : gizi, balita, pendek

Abstract

Nutrition is an important part needed by the body for various purposes such as to grow, develop,
metabolism, and so forth. However, not everyone can meet the nutritional needs well so it can be

1
bad for his health. One of them can cause the risk of stunting (short). Stunting is a state where
the height is less than normal when measured by age. Stunting in children under five is one
indicator of chronic nutritional status that can give a picture of disturbance of social economic
situation as a whole. Living beings can adapt by slowing their growth because the required
nutritional supplies are limited or lacking. Adaptability of all living creatures is limited, so that
the limit is exceeded then the creature concerned will be sick and even die. The impact of
stunting is not only felt by the individual who experienced it, but also impact on the wheels of the
economy and nation building.

Keywords: nutrition, toddlers, stunting

I. Pendahuluan

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia. Dampak stunting
tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya, tetapi juga berdampak terhadap roda
perekonomian dan pembangunan bangsa. Hal ini karena sumber daya manusia stunting memiliki
kualitas lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya manusia normal. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak yang pada masa balitanya mengalami stunting memiliki tingkat
kognitif rendah, prestasi belajar dan psikososial buruk. Kejadian stunting yang berlangsung sejak
masa kanak-kanak memiliki hubungan terhadap perkembangan motorik lambat dan tingkat
intelegensi lebih rendah. Kejadian stunting pada balita merupakan salah satu permasalahan gizi
secara global.1

II.Pembahasan

Skenario 6

Suatu hasil penelitian yang menganalisis faktor risiko stunting pada anak Balita usia 24 - 59
bulan di Sumatera. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang melibatkan
sebanyak 1.239 anak Balita di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Pengumpulan data Riskesdas 2010 menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri.
Analisis Chi square dan regresi logistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor
risiko dengan kejadian stunting pada Balita. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anak Balita

2
stunting 44.1%. Faktor risiko stunting adalah tinggi badan ibu (OR=1.36), tingkat asupan lemak
(OR=1.30), jumlah anggota rumah tangga (OR=1.38) dan sumber air minum (OR=1.36). Faktor
dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita adalah jumlah anggota rumah
tangga. Keluarga disarankan agar dapat membatasi jumlah anak sesuai dengan program Keluarga
Berencana (KB).

A. Rumusan Masalah
Suatu hasil penelitian yang menganalisis faktor risiko stunting pada anak Balita usia 24—59
bulan di Sumatera. . Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anak Balita stunting 44.1%. Faktor
risiko stunting adalah tinggi badan ibu (OR=1.36), tingkat asupan lemak (OR=1.30), jumlah
anggota rumah tangga (OR=1.38) dan sumber air minum (OR=1.36).

B. Analisis Masalah

Stunting

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar


Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pendek atau stunting merupakan status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U). Balita pendek (stunted) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau
tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada dibawah normal. Balita
pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut
umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) tahun 2005.2

Oleh karenanya, upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi
gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi
gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan di sektor kesehatan, sedangkan intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor
seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan,
pendidikan, social, dan sebagainya. 2

Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK), yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan, karena penanggulangan

3
balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1000 HPK. Periode 1000 HPK meliputi yang
270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan
secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan. Oleh karena itu, periode
ini ada yang menyebutnya sebagai periode emas.1

Ada 8 upaya penanganan masalah gizi pada periode emas kehidupan :2

1. Pemberian tablet penambah darah sebanyak 90 tablet kepada ibu hamil


2. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis
3. Pelayanan inisiasi menyusui dini (IMD)
4. Konseling menyusui dan konseling pemberian makanan pendamping ASI
5. Pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan
6. Penyuluhan bagi seluruh balita di posyandu
7. Pemberian vit A kepada seluruh balita usia 6 – 60 bulan sebanyak 2 kali setahun
8. Perawatan bagi balita gizi buruk

Beberapa faktor – faktor risiko terhadap kejadian stunting yaitu asupan gizi, pengetahuan ibu,
faktor ekonomi. Hal tersebut dapat menjadi faktor resiko pada balita yang akan menyebabkan.3

 Upaya Kesehatan Pokok Puskesmas

Dari masalah kejadian Stunting, upaya kesehatan pokok Puskesmas yang kita lakukan yaitu:

a. Upaya Promosi Kesehatan : PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)


b. Upaya Kesehatan Lingkungan : Hygiene dan sanitasi (jamban, air bersih, cuci tangan)
c. Upaya KIA : Sasaran primer (ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita), sasaran
sekunder: kader kesehatan
Program untuk Anak : Tumbuh kembang, gizi balita (pemberian vit A dosis
tinggi, pemberian makanan tambahan, pemberian kapsul yodium), imunisasi
dasar (usia kurang dari 12 bulan, imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hep
B), penanggulangan diare, promosi kesehatan, posyandu (terutama mengatasi
masalah gizi)
d. Upaya Kegiatan Gizi : Makanan bervariasi dan gizi seimbang, garam beryodium, zat besi
e. Upaya Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular

4
f. Upaya Pengobatan

Pada keadaan stunting pada balita di Sumatera, upaya kesehatan pokok yang harus dilakukan
yaitu upaya kegiatan gizi, yaitu misalnya posyandu pada balita.5

 Evaluasi Program dengan Pendekatan Sistem

Pada kasus keadaan stunting, evaluasi program yang dilakasanakan adalah pelaksanaan kegiatan
posyandu ( pos pelayanan terpadu ). Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat,
untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh
pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita. Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan
utama, mencakup: kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi, pencegahan dan
penanggulangan diare. Posyandu berfungsi untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan
pertumbuhan. 3,4,5

a. Masukan: tenaga (kader posyandu), dana (iuran), sarana (timbangan, KMS, alat tulis)
b. Proses:
- Perencanaan : merencanakan program (merencanakan suatu proram untuk mengatasi
masalah yang ada)
- Pengorganisasian : pendelegasian wewenang dan pembagian tugas pokok kepada staff
yang dipimpinnya
- Pelakasanaan program : pemanfaatan sumber daya dan kegiatan sesuai dengan perannya
masing – masing
- Pengawasan, penilaian.
c. Keluaran: hasil yang dicapai dari pelaksanaan program
d. Dampak: pengaruh yang ditimbulkan dari dilaksanakan suatu program
Pelaksanaan posyandu: 3
Meja 1 : Pendaftaran:
- Ibu balita/bumil/buteki menyerahkan KMS kepada kader
- Kader mencatat nama pasien pada buku catatan dan menyerahkan kembali
- KMS beserta secarik kertas kosong untuk mencatat hasil penimbangan balita

5
Meja 2 : Penimbangan

- Kader mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas kosong yang dibawa ibu
balita/bumil/buteki.
- Ibu balita/bumil/buteki dipersilakan menghubungi meja 3

Meja 3 : Pencatatan

- Hasil penimbangan balita/bumil/buteki dalam secarik kertas dicatat dalam buku register
dan dibuatkan grafik di KMS.
- Secarik kertas berisicatatan hasil penimbangan diarsipkan
- Ibu balita/bumil/buteki dipersilakan ke meja 4.

Meja 4 : Penyuluhan perorangan

- Penyuluhan disesuaikan dengan masalah yang nampak dalam grafik KMS


- Misalnya pada KMS Balita:
BB naik atau tetap : Pemberikan Makanan Tambahan penyuluhan
BB turun atau dua bulan berturut – turut tidak naik : PMT pemulihan
BB justru malah dibawah garis merah : rujuk ke Puskesmas

Meja 5 : Pelayanan

- Imunisasi / PMT Balita


- PMT Penyuluhan

 Keadaan Stunting dapat dipengaruhi oleh Lingkungan: misalnya air. Sarana air bersih
merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap mahluk hidup untuk mendapatkan
kehidupan yang sehat. Jika lingkungan ini tercemar maka akan berdampak pada kesehatan
mahluk hidup terutama bayi dan balita. Jika lingkungan disekitar bayi atau balita tercemar
baik itu air, udara, tanah makaakan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya.
Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat meningkatkan kejadian
penyakit infeksi yang dapat membuat energy untuk pertumbuhan teralihkan kepada

6
perlawanan tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh, dan terhambatnya
pertumbuhan. Dari lingkungan yang dapat menyebabkan stunting, kita bias melakukan
tindakan promotif dan preventif untuk mencegah keadaan stunting. Dari kegiatan promotif
dan preventif di harapkan mendapatkan pemulihan gizi menjadi lebih baik. Pemulihan gizi
merupakan bagian dari promotif dan preventif untuk2

Untuk dapat menanggulangi keadaan stunting ini perlu dilakukan tindakan promotif dan
preventif. Dimana promotif dilakukan dengan promosi kesehatan yaitu dapat di lakukan
dengan melakukan penyuluhan, menyebarkan leaflet, membuat poster.
Sedangkan tindakan preventif dibagi menjadi 3 yaitu, primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer terdiri dari health promotion dan specific protection, pencegahan sekunder
terdiri dari early diagnosis and promp treatment, disability limitation, pencegahan tersier
terdiri dari rehabilitation.

III.Penutup

Kesimpulan

Keadaan stunting merupakan keadaan yang memerlukan perhatian. Dimana faktor – faktor resiko
tersebut harus dicegah dengan upaya kesehatan pokok puskekesmas, evaluasi program dengan
pendekatan system, kita harus memperhatikan lingkungan untuk mencegah dan pada pencegahan
pentingnya hasil nya yaitu sebuah pemulihan gizi.

7
Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi


Kabupaten/Kota . 2000, Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
2. Sutanto, JC, Modul Manajemen Gizi Buruk. 2005, Semarang: Pelatihan TOT Fasilitator
PKD Bagi Fasilitator Gizi di Kabupaten.
3. Departemen Kesehatan RI, Kader Posyandu Dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. .
2006. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
4. Depkes Kesehatan RI, Pedoman Umum Pelaksanaan Posyandu. 2006. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
5. Muninjaya, G.A.A., Manajemen Kesehatan ed. E. 2. 2004, Jakarta: EGC

.   

Anda mungkin juga menyukai