Anda di halaman 1dari 38

Referat

SUARA SERAK

Disusun Oleh:

Devuandre Naziat, S.Ked

Niken Kasatie, S.Ked

Pembimbing:

dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L, FICS

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat

Suara Serak

Disusun oleh:

Devuandre Naziat, S.Ked 04054821618057

Niken Kasatie, S.Ked 04084821517071

Dosen Pembimbing:

dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L, FICS

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30 Januari 2017 6
Maret 2017.

Palembang, Februari 2017

Pembimbing,

dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L, FICS

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. karena atas rahmat dan
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Suara Serak
sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian
Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Universitas Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Lisa Apri Yanti,
Sp.T.H.T.K.L, FICS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan referat ini mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap referat ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membacanya. Terima kasih.

Palembang, Februari 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ 1
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. 2
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 3
DAFTAR ISI........................................................................................................ 4
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ 5
DAFTAR TABEL................................................................................................ 6
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 8
2.1 Anatomi Laring.............................................................................................8
2.1.1 Kartilago................................................................................................9
2.1.2 Otot otot Laring................................................................................14
2.1.3 Persarafan............................................................................................17
2.1.4 Vaskularisasi........................................................................................19
2.1.5 Struktur Laring.....................................................................................19
2.2 Fisiologi Laring.............................................................................................
.................................................................................................................
21
2.3 Suara Serak....................................................................................................24
2.3.1 Definisi................................................................................................24
2.3.2 Etiologi dan Patofisiologi....................................................................25
2.3.3 Diagnosis.............................................................................................33
2.3.4 Tata Laksana........................................................................................35
2.3.5 Edukasi................................................................................................37
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kartilago Tiroidea............................................................................10


Gambar 2. Anatomi Plika Vokalis......................................................................12
Gambar 3. Kartilago yang Menyusun Laring...................................................13
Gambar 4. Anatomi Laring yang Tersusun dari Kartilago, Tulang,dan
Ligamen..............................................................................................14

4
Gambar 5. Otot otot Ekstrinsik.......................................................................15
Gambar 6. Otot otot Intrinstik........................................................................17

Gambar 7. Persarafan Laring............................................................................18


Gambar 8. Vaskularisasi Laring........................................................................19
Gambar 9. Fisiologi Suara...................................................................................23
Gambar 10. Gambaran Laring dan Pita Suara pada Laringitis.....................27
Gambar 11. Vocal Nodule...................................................................................28
Gambar 12. Polip pada Pita Suara.....................................................................29
Gambar 13. Kista pada Pita Suara.....................................................................29
Gambar 14. Leukoplakia pada Pita Suara........................................................30
Gambar 15. SCC pada Laring............................................................................31
Gambar 16. Paralisis Pita Suara.........................................................................31
Gambar 17. Presbilaringitis................................................................................32
Gambar 18. Perdarahan Pita Suara...................................................................32

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Berbagai Etiologi Suara Serak............................................................25


Tabel 2. Obat yang dapat Menyebabkan Disfonia............................................38

5
BAB I
PENDAHULUAN

Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu sistem yang lancar,
seimbang, dinamis dan saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi, dan resonansi.
Tekanan udara subglotis dari paru, yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada,
dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan oleh pembukaan dan penutupan
yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh gabungan kerja antara
tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepat. Tinggi nada terutama
ditentukan oleh frekuensi getaran pita suara1.
Bunyi yang dihasilkan glotis diperbesar dan dilengkapi dengan kualitas
yang khas (resonansi) saat melalui jalur supraglotis, khususnya faring.Gangguan
pada sistem ini dapat menimbulkan gangguan suara 1. Setiap keadaan yang
menimbulkan gangguan dalam getaran, ketegangan serta gangguan dalam
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau
atau disfonia.2
Tidak ada data epidemiologis yang pasti mengenai gangguan suara.
Terdapat kesulitan untuk menbuat definisi disfonia fungsional yang dapat diterima
secara umum. Di Inggris, sekitar 50.000 pasien THT (Telinga Hidung
Tenggorok) per tahunnya datang dengan masalah suara. 2 Disfonia terjadi pada
profesi yang mengandalkan suara misalnya seperti presenter dan penyiar radio
prevalensinya 9,7-13% dan meningkat menjadi 73% karena penatalaksanaan yang

6
kurang baik.2
Karena angka kejadian pasien dengan keluhan suara serak yang cukup
tinggi, maka penulis tertarik untuk membuat referat mengenai suara serak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring


Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong. Laring menghubungkan
laringopharynx superior dan inferior dengan trakea yang terletak pada garis
tengah anterior leher pada vertebra cervicalis 4-6. Laring berbentuk piramida
triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroid di sebelah atas dan kartilago
krikoid di sebelah bawahnya. 3
Tulang hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang
ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamen serta akan mengalami
osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. Laring dibentuk oleh beberapa kartilago,
ligamentum dan otot. Tulang hyoid terdiri dari body, dua tanduk yang besar serta
dua tanduk kecil. Tulang ini tidak berartikulasi dengan tulang lainnya, berbentuk
U dan bergantung pada ujung proses styloid dari tulang temporal oleh ligamen
stylohyoid. Tulang hyoid terhubung ke kartilagi tiroid dan didukung oleh otot-otot
suprahyoid dan infrahyoid dan otot konstriktor faring tengah. Tulang hyoid
mendukung akar lidah.3
Laring tersusun atas 9 kartilago. Lokasi laring dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid (merupakan kartilago
terbesar yang berbentuk seperti kapal). Pada pria dewasa bagian depannya lebih
menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adams
apple atau jakun. Kartilago yang terdapat pada laring yaitu: Kartilago Tiroidea (1
buah), Kartilago Krikoidea (1 buah), Kartilago Aritenoidea (2 buah), Kartilago
Kornikulata Santorini (2 buah), Kartilago Kuneiforme Wrisberg (2 buah),
Kartilago Epiglotis (1 buah).3

7
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang
berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan
dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum
laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan
kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus,
infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid.3

Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut :4


1. Supraglotis (vestibulum superior) yaitu ruangan diantara permukaan atas
pita suara palsu dan inlet laring.
2. Glotis (pars media) yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu
dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring
Morgagni.
3. Infraglotis (pars inferior) yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan
tepi bawah kartilago krikoidea.

2.1.1 Kartilago
A. Kartilago Tiroidea
Kartilago tiroid adalah yang terbesar dari sembilan kartilago yang
membentuk kerangka laring, suatu kartilago hyalin yang membentuk dinding
anterior dan lateral laring. Terdiri dari 2 (dua) sayap (ala tiroidea) berbentuk
seperti perisai yang terbuka di belakangnya tetapi bersatu di bagian depan dan
membentuk sudut sehingga menonjol ke depan disebut Adams apple. Sudut
ini pada pria dewasa kira-kira 90 derajat dan pada wanita 120 derajat. 4
Pada bagian atas terdapat lekukan yang disebut thyroid notch atau incisura
thyroidea, di belakang atas membentuk kornu superior yang dihubungkan
dengan tulang hyoid oleh ligamentum thyroidea lateralis. Pada bagian bawah
membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan permukaan
posterolateral dari kartilago krikoidea dan membentuk artikulasio krikoidea.
Pada bagian dalam perisai kartilago thyroidea terdapat bagian dalam laring,
yaitu : plika vokalis, ventrikel, otot-otot dan ligament, kartilago aritenoidea,
kuneiforme serta kornikulata. 3,4

8
Terdapat dua lamina yang membentuk lateral utama yang menutupi kedua
sisi trakea. Tepi posterior dari lamina setiap berartikulasi dengan tulang
rawan krikoid inferior pada sendi yang disebut sendi krikotiroid. Gerakan
tulang rawan pada sendi ini menghasilkan perubahan dalam ketegangan
di lipatan vokal , yang pada gilirannya menghasilkan variasi suara . Kartilago
tiroidea membentuk sebagian besar dinding anterior laring, dan berfungsi
untuk melindungi plika vokalis ("pita suara"), yang terletak tepat di
belakangnya.3,4

Gambar
1.

Kartilago Tiroidea

B. Kartilago Krikoidea
Terletak pada bagian terbawah dari dinding laring. Merupakan kartilago
hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring) dengan bagian alsanya
terdapat di belakang. Kartilago ini berhubungan dengan kartilago tiroidea
tepatnya dengan kornu inferior melalui membrana krikoidea (konus elastikus)
dan melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan
cincin trakea melalui ligamentum krikotiroidea. 3,4
Pada keadaan darurat dapat dilakukan tindakan trakeostomi emergensi atau
krikotomi atau koniotomi pada konus elastikus. Kartilago krikoidea pada
dewasa terletak setinggi vertebra servikalis VI VII dan pada anak-anak
setinggi vertebra servikalis III IV. Kartilago ini mengalami osifikasi setelah

9
kartilago tiroidea. Fungsi tulang rawan krikoid adalah untuk memberikan
lampiran untuk berbagai otot , tulang rawan, dan ligamen yang terlibat dalam
membuka dan menutup saluran napas dan dalam produksi suara.3

C. Kartilago Aritenoidea
Merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang kartilago berbentuk
piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga
memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari
piramid ini membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus muskularis yang merupakan
tempat melekatnya m. krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral. Pada
bagian anterior terdapat prosesus vokalis tempat melekatnya ujung posterior
pita suara. Pada tepi posterosuperior dari konus elastikus melekat ke prosesus
vokalis.3,4
Plika vokalis merupakan dua lembar membrana mukosa tipis yang
terletak di atas ligamentum vokal, dua pita fibrosa yang teregang di antara
bagian dalam kartilago thyroidea bagian depan dan kartilago arytenoidea
bagian belakang. Plika vokalis palsu memiliki dua lipatan membrana mukosa
tepat di atas plica vokalis sejati. Bagian ini tidak terlibat di dalam produksi
suara. Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap prosesus vokalis dan
berinsersi pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk tiga per lima
bagaian membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan
atas dari pita suara ini disebut glotis. 3,4

10
Gambar 2.
Anatomi Plika Vokalis

Kartilago
aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu sentralnya
tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis dari
aritenoid maka gerakan kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan
tertutupnya glotis. 4
Permukaan antero-lateral agak cembung dan kasar. Di atasnya, dekat
puncak tulang rawan, adalah elevasi bulat (colliculus) dari mana punggungan
(crista arcuata) kurva pada mundur pertama dan kemudian ke bawah dan
maju ke proses vokal. Permukaan medial sempit, halus, dan diratakan,
ditutupi oleh selaput lendir, dan membentuk batas lateral bagian
intercartilaginous dari glottidis Rima. Fungsinya yaitu membuat plika
vokalis menjadi tegang atau santai.3,4

D. Kartilago Epiglotis
Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan membentuk dinding
anterior aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan oleh
ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas plika vokalis.
Kartilago epiglotis mempunyai fungsi sebagai pembatas yang mendorong
makanan ke sebelah menyebelah laring.3

E. Kartilago Kornikulata

Merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga kartilago Santorini dan


merupakan kartilago kecil di atas aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika.3

11
Gambar 3. Kartilago yang menyusun laring

12
Gambar 4. Anatomi laring yang tersusun dari kartilago, tulang,dan ligamen.

2.1.2 Otot otot laring


Otot-otot pada laring terbagi menjadi dua kelompok yang memiliki
fungsi berbeda. Yang pertama yaitu otot ekstrinsik. Otot ini memiliki
fungsi untuk menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya.
Kelompok otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan.
Otot ini terdiri dari :3
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :

M. Stilohioideus
M. Milohioideus
M. Geniohioideus

13
M. Digastrikus
M. Genioglosus
M. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :
M. Omohioideus
M. Sternokleidomastoideus
M. Tirohioideus

Gambar 5.
Otot otot
ekstrinsik
Kelompok
otot-otot depresor
dipersarafi oleh ansa
hipoglossi C2 dan C3 dan penting untuk proses menelan (deglutisi) dan
pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor faringeus medius
termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada linea oblikus kartilago
tiroidea. Otot-otot ini penting pada proses deglutisi.3
Yang kedua yaitu otot intrinsik. Otot ini menghubungkan kartilago
satu dengan yang lainnya. Berfungsi untuk menggerakkan struktur yang
ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara dan bernafas. Otot-
otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus yang
serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses
pembentukkan suara, proses menelan dan bernafas. Bila m.
interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah
sehingga menyebabkan adduksi pita suara.3
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah :3
1. Otot-otot adduktor berfungsi untuk menutup pita suara

14
M. Interaritenoideus transversal dan oblik
M. Krikotiroideus
M. Krikotiroideus lateral
2. Otot-otot abduktor berfungsi untuk membuka pita suara
M. Krikoaritenoideus posterior
3. Otot-otot tensor :
Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis
Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus
Berfungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor

internus kehilangan
sebagian tonusnya
sehingga pita suara melengkung
ke lateral mengakibatkan
suara menjadi lemah dan serak.

15
Gambar 6. Otot otot Intrinstik
2.1.3 Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang saraf vagus yaitu saraf Laringeal Superior dan

saraf Laringeal Inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan

sensorik. Nervus laringeal superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga


memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Nervus laringeal
inferior merupakan lanjutan dari saraf rekuren setelah bercabang. Nervus rekuren

merupakan cabang dari n.vagus. (Nn. Laringeal Rekuren) kiri dan kanan. 4

1. Nn. Laringeal Superior.

Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke


depan dan medial di bawah A. karotis interna dan eksterna yang kemudian
akan bercabang dua, yaitu : Cabang Interna bersifat sensoris, mempersarafi
vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas
pita suara sejati. Cabang Eksterna bersifat motoris, mempersarafi m.
Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior.

2. Nn. Laringeal Inferior (N. Laringeus Rekuren).

Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di
belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeal yang kiri mempunyai
perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu.
Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal A. subklavia dan
berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus,
selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea
dan memberikan persarafan : sensoris mempersarafi daerah subglotis dan
bagian atas trakea, Motoris mempersarafi semua otot laring kecuali M.
Krikotiroidea

16
Gambar 7. Persarafan Laring

2.1.4 Vaskularisasi

Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai
A. Laringeal Superior dan Inferior. 4
1. Arteri Laringeal Superior
Berjalan bersama ramus interna N. Laringeal Superior menembus
membrana thyrohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar
4
sinus pyriformis.
2. Arteri Laringeal Inferior
Berjalan bersama N. Laringeal Inferior masuk ke dalam laring melalui area
Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. Konstriktor
Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeal
Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring
Darah vena dialirkan melalui V. Laringeal Superior dan Inferior ke V. Tiroidea
Superior dan Inferior yang kemudian akan bersatu pada V. Jugularis Interna.

17
Gambar 8. Vaskularisasi Laring

2.1.5 Struktur Laring


Struktur laring antara lain adalah sebagai berikut:3,4
1. Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis,
lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata
dan tepi atas m. aritenoideus.
2. Rima Vestibuli Merupakan celah antara pita suara palsu.
3. Rima glottis Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di
belakang antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
4. Vallecula Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis
lidah, dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.
5. Plika Ariepiglotika Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare
yang berjalan dari kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan
kartilago kornikulata.
6. Sinus Pyriformis (Hipofaring) Terletak antara plika ariepiglotika dan
permukaan dalam kartilago tiroidea
7. Incisura Interaritenoidea Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum
kornikulatum kanan dan kiri.
8. Vestibulum Laring Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana
kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago
aritenoidea dan m.interaritenoidea.
9. Plika Ventrikularis (pita suara palsu) pita suara palsu yang bergerak
bersama-sama dengan kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam
keadaan terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan

18
jaringan ikat tipis di tengahnya. Pada saat kelahiran sampai 6 bulan
pertama kehidupan pita suara palsu dilapisi oleh sel kolumnar bersilia,
yang seiring pertumbuhan akan muncul sedikit bagian yang akan dilapisi
sel skuamosa bertingkat.
10. Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus) ruangan antara pita suara
palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu
divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan
dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan
beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara
sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring.
11. Plika Vokalis (pita suara sejati) Terdapat di bagian bawah laring. Tiga
per lima bagian dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut
intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk oleh
prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous
portion.
Plika vokalis terlindungi oleh suatu lapisan tipis epitel squamous
bertingkat, berlainan dari lapisan epitel dari permukaan lain dari larynx
dan trakea. Dibawahnya terdapat lamina propria, yang dikenal sebagai
Reinkes space, adalah suatu lapisan lembut yang terdiri dari protein
termasuk elastin, kolagen dan elemen ekstraseluler lainnya.4
Lamina propria dari pita suara sejati adalah jaringan ikat longgar atau
padat yang terletak di antara ligamentum vokal dan epitel skuamosa.
Lamina propria pada pita suara sejati yang disebut juga sebagai Reinkes
space berisi beberapa sedikit pembuluh darah kapiler retapi hampir tidak
memiliki saluran limfatik dan hanya jarang memiliki sedikit kelenjar
seromusinosa. Karena akses vaskular terbatas, karsinoma terbatas pada
pita suara sejati dan cenderung tetap terlokalisasi sehingga radiasi atau
eksisi lokal sangat dimungkinkan. Drainase limfatik Reinkes space yang
jumlahnya secara histologis memang sedikit juga mungkin memberikan
kontribusi terhadap perkembangan nodul pita suara dan polip ketika
sejumlah cairan abnormal mengumpul di wilayah ini. Penyalahgunaan
vokal atau infeksi saluran pernapasan atas sering menghasilkan edema

19
pada wilayah ini dan bermanifestasi klinis sebagai suara serak atau
disfonia.

2.2 Fisiologi Laring


Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,
menelan, emosi serta fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring
yang paling kompleks. Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik
yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri.
Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya
nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat
suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus
normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat. 3,6,7
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal
(lariynx), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi
dengan inflasi dan ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara
pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi
pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di
modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata (word) terbentuk sebagai
aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap
stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di
interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.8
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi
kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan
ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang
bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat
aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan
tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara
yang elastik.8
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen
yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral
laring ke arah tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur
posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. 8

20
Gambar 9. Fisiologi Suara
Gambar 9 B, menggambarkan pita suara. Selama pernapasan
normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama
fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka
akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan
oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu
sama lain dan oleh massa pada tepinya.8
Gambar 9 A, memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat
tepi mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen
elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada
anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol
dari permukaan anterior leher dan (Adams Apple). Di posterior,ligamen
vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid.
Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini kemudian berartikulasi pada
bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago krikoid. 8
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan
atau oleh rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot-
otot dari kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid.
Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligament
vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke
arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara.
Pemisahan otot-otot ini juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi
pita suara, menajamkannya untuk menghasilkan bunyi dengan nada tinggi

21
dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass). Akhirnya,
masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot laryngeal kecil yang
terletak di antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid, yang dapat
merotasikan kartilago ini ke arah dalam atau ke arah luar atau mendorong
dasarnya bersama-sama atau memisahkannya, untuk menghasilkan
berbagai konfigurasi pita suara.8

2.3 Suara Serak


2.3.1 Definisi
Suara serak adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang
menyebabkan perubahan suara. Ketika serak, suara dapat terdengar serak, kasar
dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara
tegang dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau
ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara serak bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara ini
seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak
suara (laring)9,10
Di bawah ini terdapat berbagai istilah untuk mengkarakteristikan
hoarseness atau perubahan kualitas suara.9
1. Disfonia: digunakan untuk menggambaran perubahan umum kualitas suara
2. Diplofonia: Menggambarkan suara yang dibentuk oleh vibrasi pita suara
menghasilkan 2 frekuensi yang berbeda
3. Afonia: Terjadi jika tidak ada suara di hasilkan oleh pita suara. Ini sering terjadi
sekunder terhadap tidak adanya aliran udara melalui pita suara, atau defisiensi
dalam aproksimasi pita suara.
4. Stridor: Mengindikasikan bising yang dihasilkan dari saluran penapasan atas
selama inspirasi dan/atau ekspirasi karena adanya obstruksi. Stridor menandai
keadaan emergensi, dan tidak dipertimbangkan sebagai hoarseness. Artinya
mungkin saja muncul bersamaan dengan hoarseness jika obstruksi terjadi di level
pita suara.

2.3.2 Etiologi dan Patofisiologi


Faktor penyebab suara serak sangat banyak (Tabel 1). Hilangnya suara secara
total dengan onset tiba-tiba disebut aphonia, yang lebih mungkin disebabkan oleh
kelainan neurologis atau psikogenik daripada lesi organik. Lesi dari pita suara

22
(vocal folds) lebih sering menghasilkan gejala vokal dengan onset bertahap, sering
dimulai sebentar-sebentar dan kemudian menjadi konstan dan kadang-kadang
memburuk seiring berjalannya waktu. Pasien mungkin mengalami kesulitan
memproyeksikan suara mereka karena adanya lesi pada pita suara atau
kelumpuhan yang mengganggu penutupan glotis. Pada pasien dengan
pemeriksaan laring yang normal, kesulitan meningkatkan intensitas suara
mungkin juga mencerminkan dorongan aliran pernapasan yang tidak memadai
karena penyakit utama pada paru-paru, gangguan neurologis, atau teknik yang
tidak sesuai. Produksi suara yang jelas membutuhkan koordinasi antara respirasi,
fonasi, dan artikulasi. Teknik yang tidak tepat (misalnya, berbicara sambil
menahan nafas atau dengan regangan otot yang berlebihan di daerah leher) dapat
mengakibatkan disfonia. Selain itu, gangguan pencernaan adalah penyebab umum
dari keluhan gangguan suara. Tanda laryngotracheal reflux yaitu suara serak yang
lebih buruk pada waktu bangun di pagi hari dan berhubungan dengan peningkatan
dahak, heartburn, dan seringnya membersihkan tenggorokan.3

Tabel 1. Singkatan untuk etiologi disfonia: VINDICATE


Vaskular (thoracic aneurysm)
Inflamasi
Neoplasma ( kanker laring dan kanker hilum kiri pada paru)
Degeneratif (amyotrophic lateral sclerosis)
Intoksikasi (merokok, alkohol)
Congenital (laryngeal web)
Alergi (angioedema)
Trauma dan operasi kelenjar tiroid
Endokrin
Tabel 1. Berbagai etiologi suara serak
Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik. Onset akut lebih sering
terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada laring (laringitis akut).
Laringitis akut bisa disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial.
Apabila tidak ada bukti adanya infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan
kimia atau iritan dari lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voice
overuse) pada penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis (laringitis kronis),
dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis
laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap

23
rokok atau voice abuse.9,10
Suara parau memiliki banyak penyebab yang prinsipnya menimpa laring
dan sekitarnya mulai dari yang sederhana infeksi saluran pernafasan atas hingga
dengan patologi serius seperti kanker leher dan kepala seperti yang dijelaskan di
bawah ini11
1) Infeksi
Laringitis merupakan penyebab tersering suara parau yang dapat
diakibatkan infeksi virus atau bakteri dan biasanya terjadi bersamaan dengan
common cold. Inflamasi menyebabkan pembengkakan jaringan-jaringan
laring.Pembengkakan korda vokalis terjadi pada infeksi saluran napas atas,
common cold, atau pemakaian suara berlebihan.Radang laring dapat akut atau
kronik.12
a) Laringitis akut
Laringitis akut merupakan radang mukosa pita suara dan laring
kurang dari tiga minggu.Penyebab radang ini adalah bakteri. Pada radang
ini terdapat gejala radang umum seperti demam, malaise, dan gejala lokal
seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri
menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Pada pemeriksaan
tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan
bawah pita suara. Terapi yang diberikan berupa istirahat berbicara dan
bersuara selama 2-3 hari., menghirup udara lembab, menghindari iritasi
pada laring dan faring. Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari
paru10,11.
b) Laringitis kronik
Penyakit ini ditemukan pada orang dewasa. Sebagai faktor yang
mempermudah terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi alkohol atau
tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran napas dan
penyalahgunaan suara (vocal abuse). Pada laringitis kronis terdapat
perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita suara. Pada
mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya
yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir
pita suara atau sekitarnya.
Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi,
sehingga selaput lendir itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah sangat

24
kronis, terbentuklah jaringan fibrotik sehingga pita suara tampak kaku dan tebal,
disebut laringitis kronis hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari
epitel, sehingga tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna
keputihan seperti tanduk.Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik,
sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas 7. Suara
parau juga dapat disebabkan oleh tuberkulosis (TB)3,12.

Gambar 10. Gambaran laring dan pita suara pada laringitis

2) Lesi jinak pita suara


Lesi jinak pita suara sering terjadi karena penyalahgunaan suara (voice
misuse atau overuse) yang menimbulkan trauma bagi pita suara.Beberapa jenis
lesi yan timbul seperti nodul, polip dan kista.12
a) Nodul pita suara (vocal cord nodule)
Nodul pita suara terbanyak ditemukan pada orang dewasa, lebih
banyak pada wanita dari pria, Terdapat berbagai sinonim klinis untuk
nodul vokal termasuk screamers nodule, singers node, atau teachers
node. Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan timbul akibat penggunaan
korda vokalis yang tidak tepat dan berlangsung lama.Letaknya sering pada
sepertiga anterior atau di tengah pita suara, unilateral atau bilateral.Klinis
yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang disertai batuk.Pada
pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih
kecil, berwarna keputihan (gambar 7).Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan laring tidak langsung/langsung.Beberapa pasien berespon
baik dengan pembatasan dan reedukasi vocal, namun banyak juga yang
memerlukan pembedahan endoskopik. 11,13

25
a)

Gambar 11. Vocal Nodule


Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria
dari pada wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada
pemeriksaan, polip paling sering ditemukan di sekitar komisura anterior,
tampak bulat, kadangkadang berlobul, berwarna pucat, mengkilat dengan
dasarnya yang lebar di pita suara, dan tampak kapiler darah sangat sedikit
(gambar 8). Pada polip yang besar, meskipun dasarnya di pita suara, polip
ini ditemukan di subglotik. Epitel di sekitar polip tidak berubah, tidak
ada tanda radang. Polip dengan vaskularisasi yang banyak akan
berwarna merah, kadang-kadang terjadi fibrotik, sehingga tidak tampak
mengkilat lagi7. Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu sisi
berturut-turut, untuk mencegah pembentukan sinekia pada komisura
anterior. Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan
reedukasi vokal. Jika tidak demikian, mungkin terjadi kekambuhan

26
jaringan polipoid yang tebal sepanjang korda vokalis13.

Gambar 12. Polip pada pita suara

b) Kista
Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran
(sakus) (gambar 9).Kista dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau
lebih dalam, dekat ligament. Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan
lokasi mengganggu getaran dari pita suara dan menyebabkan suara
parau.Terapi pembedahan diikuti terapi vokal merupakan terapi yang
disarankan.14

Gambar 13. Kista pada pita suara

3) Neoplasma
a) Keratosis laring
Pada keratosis laring sebagian mukosa laring terjadi pertandukan,
sehingga tampak daerah yang keputihan yang disebut leukoplakia (gambar
10). Tempat tersering yangmengalami pertandukan ialah pita suara dan
di fosa interaritenoid. Gejala yang ditemukan adalah suara parau yang
persisten.Selain itu rasa ada yang mengganjal di tenggorok.Stridor atau
sesak napas tidak ditemukan.Sebagai terapi dilakukan pembedahan
dengan mikrolaring. Terdapat 15% dari kasus yang mengalami degenerasi

27
maligna.15

Gambar 14. Leukoplakia pada pita suara

b) Karsinoma laring
Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari
dua hingga 4 minggu pada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mengenali apakah terdapat kanker laring15. Karsinoma sel squamosa
merupakan keganasan laring yang paling sering terjadi (94%) (gambar 11).
Gejala dini berupa suara parau, dan sesuai dengan keterlibatan, timbul nyeri,
dispnea, dan akhirnya disfagia16.Pilihan terapi yang diberikan meliputi
pembedahan, radiasi dan atau kemoterapi.Ketika kanker laring ditemukan
lebih awal maka pilihan terapi berupa pembedahan atau radiasi dengan angka
kesembuhan tinggi, lebih dari 90% 15.

Gambar 15. SCC pada Laring

4) Gangguan Neurologi pada Laring


Suara parau dapat terjadi berhubungan dengan masalah pada
persarafan dan otot baik dari pita suara atau laring15.Paralisis otot laring dapat
disebabkan gangguan persarafan baik sentral maupun perifer, dan biasanya
paralisis motorik bersamaan dengan paralisis sensorik.Kejadiannya dapat
unilateral atau bilateral.Penyebab sentral misalnya paralisis bulbar,
siringomielia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab perifer misalnya

28
struma, pasca tiroidektomi, limfadenopati leher, trauma leher, tumor eofagus
dan mediastinum, aneurisma aorta.9,10
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring. Secara umum
terdapat lima posisi dari pita suara yaitu posisi median, paramedian,
intermedian, abduksi ringan dan posisi abduksi penuh. Gambaran posisi
pita suara dapat bermacam-macam tergantung dari otot yang terkena 3.
Banyak dari paralisis pita suara akan sembuh beberapa bulan, namun ada
kemungkinan menjadi permanen, yang memerlukan tindakan bedah10.

Gambar 16. Paralisis Pita Suara

5) Penuaan (Presbylaryngis)
Presbilaringis (vocal cord concavity) merupakan suau keadaan
yang disebabkan penipisan dari otot dan jaringan-jaringan pita suara akibat
penuaan. Pita suara pada prebilaringis tidak sebesar daripada laring normal
sehingga tidak dapat bertemu pada pertengahan, dan akibatnya pasien
mengeluh suara menjadi parau, lemah dan berat. Kondisi ini dapat diperbaiki
dengan pemberian injeksi lemak atau bahan lain pada kedua pita suara
sehingga penutupan dapat lebih baik15.

Gambar 17. Presbilaringitis


6) Perdarahan
Jika terdapat keluhan kehilangan suara mendadak yang
sebelumnya didahului dengan berteriak atau penggunaan suara yang kuat,
menunjukkan telah terjadi perdarahan dari pita suara. Perdarahan pita suara

29
terjadi karena ruptur dari salah satu pembuluh darah permukaan pita suara dan
jaringan lunak terisi dengan darah. Penanganannya segera dan harus diterapi
dengan istirahat suara total dan pemeriksaan oleh dokter spesialis15.

Gambar 18. Perdarahan Pita Suara

7) Refluks Gastroesofageal
Hal yang sering juga merupakan penyebab suara serak adalah
refluks gastroesofageal, dimana asam lambung naik ke esofagus dan
mengiritasi pita suara. Banyak pasien dengan perubahan suara yang berkaitan
dengan refluks, tidak mempunyai gejala rasa terbakar di lambung
(heartburn).Biasanya, suara mulai memburuk di pagi hari dan meningkat
sepanjang hari. Pasien mungkin akan merasakan sensasi gumpalan pada
tenggorokannya, cairan yang menusuk tenggorokan, atau adanya
keinginan yang kuat untuk membersihkan tenggorokannya15.

8) Penyebab lain
Penyebab lain dapat berasal dari sistemik seperti kelainan endokrin
(hippotiroid), arthritis rematoid, penyakit granulomatosa, alergi, trauma laring,
alergi.9,10

2.3.3 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. 16,17,18
a. Anamnesis
1. Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2
minggu tanpa adanya infeksi saluran napas atas memerlukan
pemeriksaan. Sangat penting untuk mengetahui durasi dan karakter
perubahan suara.

30
2. Riwayat merokok dan minum alkohol, dimana dapat mengiritasi
mukosa mulut dan laring dan beresiko kanker kepala leher.
3. Riwayat pekerjaan, pola atau tipe pemakaian suara seperti
menyanyi dan berteriak.
4. Riwayat penyalahgunaan suara (voice abuse).
5. Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah
bernapas.
6. Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut
pada pagi hari.
7. Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik).
8. Kelainan neurologis.
9. Riwayat trauma atau pembedahan.
10. Riwayat pemakaian obat-obatan seperti ACE inhibitor.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi
penilaian pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan
fungsi saraf kranial.. Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:16
1. Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker,
singers node, polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat
menilai adanya paralisis pita suara, yang berhubungan dengan
kanker paru, aneurisma aorta dan lainlain.
2. Pemeriksaan kelenjar getah bening
Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer,
sindrom Guillain-Barre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler

c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


1. Laringoskopi fibreoptik.
2. Stroboskopi (videolaryngostroboscopy)

31
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran dari pergerakan
laring
3. Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo,
range, pitch dan efisiensi aerodinamik
4. Pemeriksaan darah
Meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1 esterase
inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga angioedema,
serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau yang
diduga disebabkan miastenia gravis.
5. Kultur hidung dan sputum
6. Foto torak x ray jika ditemukan paralisis pita suara pada
pemeriksaan laringoskopi
7. Ct scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan
neurologis
8. USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan
paralisis pita suara

2.3.4 Tata Laksana


Adapun penatalaksanaan suara serak adalah sebagai berikut:9,10

Pengobatan suara serak sesuai dengan kelainan atau penyakit yang


menjadi etiologinya.

Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu


beberapa langkah pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan,
pencegahan merupakan hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan untuk
minum air setiap beberapa saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum air akan
dapat membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan yang tidak diberi minum air. Hal yang sama didapatkan
pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara merupakan salah satu tehnik
untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.

32
Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan
bersuara juga harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-obatan
tertentu sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi permukaan
plikavokalis. Salah satu penyebab iritasi laring adalah refkuks dari esofagus. Hal
ini dapat mempercepat kelelahan bersuara karena akan mengakibatkan hilangnya
lapisan mukus permukaan pita suara serta terkelupasnya epitel. Beberapa hal yang
dianjurkan untuk mencegah refluks antara lain, pertama menghindari konsumsi
kafein dan coklat karena akan mengakibatkan relaksasi spinkter esofagus. Kedua,
hindari makan dan minum pada jam tidur dan sebaiknya tunggu 2-3 jam setelah
makan baru kemudian tidur atau posisi ditinggikan. Bila sudah ada gejala refluks
mungkin diperlukan obat-obatan untuk menetralisir asam lambung atau
mengurangi produksinya.

Ada beberapa pendekatan penatalaksanaan.

o Pertama, terapi suara dengan komponen utama berupa edukasi


dasar anatomi dan fisiologi produksi suara. Pasien harus mengerti hubungan
antara gangguan suara dan penyebabnya sehingga lebih menyadari apa yang boleh
dilakukan dan apa yang dihindari.

o Kedua, konservasi suara yang prinsipnya lebih praktis dan realistis


dibandingkan terpai suara. Caranya adalah dengan mengurangi penggunaan suara
atau istirahat bersuara (vocal rest) pada pasien dengan laringitis akut, disamping
pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi oedem jaringan. Perlu juga
mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan menggunakan alat pengeras suara.

o Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek


teknik penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi
nada dan istirahat yang benar, meningkatkan phrasing dan tehnik-tehnik spesifik
lainnya.

33
o Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk mengurangi
oedem jaringandengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonsteroid.
Indikasi penggunaan antibiotik atau dekongestan antihistamin pada pasien dengan
suara parau jarang walaupun pada pasien juga terdapat rhinosinusitis atau
bakterial laringotrakeitis, yang mungkin menyebabkan terjadi komplikasi pada
pasien dengan suara parau.

o Indikasi tindakan bedah dilakukan tergantung penyebab dari suara


parau. Misalnya adanya suatu nodul atau polip yang terdapat pada pita suara maka
tindakan bedah mungkin diperlukan selain juga harus menghilangkan faktor
pencetus terbentuknya nodul atau polip akibat penyalahgunaan suara. Pada
beberapa kondisi tertentu suara parau memerlukan terapi yang spesifik.

Penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan sebagai berikut:8

1. Terapi konservatif dimana Setiap tindakan dilakukan untuk


mengidentifikasi dan menghilangkan faktor penyebab seperti stres, merokok, dan
alkohol. Minum banyak air putih dapat mencegah tenggorokan dari
kekeringan.Istirahat berbicara selama dua sampai tiga hari.

2. Terapi Wicara aitu Speech therapist memegang peranan penting


dalam memberikan terapi terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal
oleh karena vocal nodule dan kesalahan penggunaan suara.

3. Terapi medikamentosa dengan obat dimana infeksi saluran


pernafasan atas seringkali disebabkan oleh infeksi virus. Tirah baring, pemberian
parasetamol atau larutan aspirin gargle dapat diberikan. Pemberian antibiotik
dianjurkan jika terdapat infeksi bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan
inflamasi kronik sinus. Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat
diberikan medikasi untuk mengurangi sekresi asam lambung.

4. Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi


(contoh: mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat dilakukan

34
dengan fibre optic endoscope dengan anestesi umum. Pembedahan pada penyebab
suara parau non-cancer hanya diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain
gagal.

2.3.5 Edukasi
Edukasi yang dapat diberikan pada pasien dengan gejala suara serak adalah
sebagai berikut:18

a) Menghindari dan menghentikan merokok ataupun merokok pasif


b) Pasien disarankan juga untuk minum yang banyak untuk mengencerkan
mucus.
c) Menghindari agen/bahan yang menimbulkan dehidrasi seperti alkohol,
kopi
d) Mengontrol refluks gastroesofagus
e) Menggunakan suara dengan tepat, tidak bersuara terlalu kuat.
f) Menggunakan mikrofon jika diperlukan
g) Menghindari bersuara atau bernyanyi ketika suara parau

BAB III

KESIMPULAN

35
Suara serak merupakan suatu gejala dan bukan penyakit. Suara serak atau
disfonia biasa menyerang profesi yang aktif menggunakan suara seperti penyiar
radio atau penyanyi. Manifestasi gangguan kualitas suara pada disfonia dapat
bervariasi seperti desahan, parau, tegang, tercekik, tebal, nada menjadi tinggi atau
rendah, tergantung struktur anatomis yang terganggu dan patofisiologi produksi
suara yang disebabkan penyakit yang mendasari disfonia.
Etiologi disfonia bervariasi seperti neoplasma jinak, neoplasma ganas,
trauma, peradangan/infeksi, gangguan saraf, gangguan psikologis/fungsional. Lesi
jinak pada laring yang paling sering ditemukan adalah radang (laringitis), polip,
kista, granuloma, laryngocele, dan papiloma. Lesi ganas yang paling sering
ditemukan adalah KSS.
Untuk mendiagnosa diperlukan anamnesa mendetail untuk mengetahui
kualitas vokal pasien yang terganggu, onset, dan progresifitas penyakit. Riwayat
pekerjaan sangat penting mengingat kemungkinan besar pasien memiliki profesi
yang berkaitan dengan penggunaan suara seperti penyanyi atau guru. Riwayat
penyakit sebelumnya dan pemakaian obat-obatan juga amatlah penting untuk
diselidiki. Pemakaian laringoskop direk, indirek, dan stroboskopi diperlukan
untuk menilai gangguan baik secara struktural dan fungsional.
Terapi berfokus pada konservasi suara dan edukasi teknik penggunaan
suara yang benar pada pasien. Medikamentosa digunakan secara konservatif, dan
diutamakan pada pasien yang memang profesinya menuntut penggunaan suara.
Intervensi bedah bergantung pada jenis penyebab disfonia, dan perlu didahului
terapi suara untuk mencegah komplikasi trauma sekunder paska operasi. Tindakan
pencegahan disfonia yang umum adalah anjuran untuk banyak minum dengan
tujuan memberi hidrasi laring dan mengatasi penyakit GERD atau laringotrakeal
refluks.

DAFTAR PUSTAKA

36
1. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH. Clinical Practice Guidelines :
Hoarseness(dysphonia). In : Otolaryngology Head And Neck Surgery.
Vol 141. 2009.

2. Rubin JS, Scheren SC. Basics Of Voice Production. Otolaryngology Basic


Sciences AndClinical Review. Thieme. New York 2005. p:525-526

3. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit
THT. -6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. h. 369-376.
4. Snell, R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6. Jakarta:
EGC; 2006
5. Mills, Stacey E. Histology for Pathologist. 3rd Edition. Virginia :
Lippincott Williams &Wilkins;2007.
6. Hermani B, Kartosoediro S. Suara parau dalam buku ajar ilmu penyakit
THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 1997.
7. Hajati, NL. Bahan kuliah laring. Banjarmasin: Bagian THT FK
UNLAM/RSUD Ulin.

8. Lalwani AK. Voice Production in : Larynx And Hypopharynx. Current


Diagnosis AndTreatment Otolaryngology Head And Neck Surgery. New
York. Chap. VIII .

9. Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau. Dalam: Soepardi EA, Iskandar


HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. 190-94
10. Wang RC, Miller RH. Hoarseness and Vocal Cord Paralysis. In: Calhoun
KH. Head and Neck Surgery-Otolaryngoloy Volume II 3rd Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 607, 609
11. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your
Patient's Voice Healthy nhttp://www.aafp.org/afp/980600ap/rosen.html
[diakses 9 Februari 2017]
12. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
http://www.entnet.org/HealthInformation/hoarseness.cfm [diakses 9
Februari 2017].
13. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler

37
PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C.
BOIES Fundamental of Otolaryngology.Jakarta: Penerbit EGC; 1997.
387, 391.
14. Academy http://www.sinuscarecenter.com/aao/hoars_aao.htm of
Otolaryngology [diakses 9 Februari 2017]
15. Iskandar HN. Pemakaian Mikroskop PadaDiagnostik dan Bedah
Laring. Cermin Dunia Kedokteran 1987; 43: 21-22.

16. Sulica L. Hoarseness. In : Archives Of Otolaryngology Head and Neck


Surgery Vol. 137 No. 6, June 2011.

17. Sulica L. Voice : Anatomy, Physiology And Clinical Evaluation. Head And
Neck Surgery -Otolaryngology, 4th ed. Lippincott Wiliam Wilkins. 2006.
Chap. V.

18. Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in adults. Am Fam Physician.


2009;80(4)363-370

38

Anda mungkin juga menyukai