TATALAKSANA NSTEMI
Pembimbing:
dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K)
Oleh:
Khairunnisa Lubis 130100235
Janvagrith 160100143
Novia Febiola Sihite 170100227
LEMBAR PENGESAHAN
PIMPINAN SIDANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Tatalaksana NSTEMI”. Refarat ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan persyaratan Kepaniteraan Klinik Program Studi Pendidikan dan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulisan refarat ini diselesaikan karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat,
dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada dokter pembimbing yaitu dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K) yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih belum sempurna. Untuk
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik sebagai masukan dalam penulisan
refarat di kemudian hari. Penulis juga berharap agar refarat ini dapat bermanfaat.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
2.2.1 Definisi....................................................................................5
2.2.3 Etiologi....................................................................................5
2.2.4 Patogenesis..............................................................................6
2.2.5 Diagnosis.................................................................................9
2.2.6 Tatalaksana...........................................................................16
2.2.7 Komplikasi............................................................................27
2.2.8 Prognosis...............................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu penyakit yang tidak menular
di mana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri koroner
yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP (Unstable
Angina Pectoris) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation
Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI).1
Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis yaitu suatu proses
terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang mengakibatkan
terbentuknya trombus sehingga membuat lumen menyempit, yang menyebabkan
terjadinya gangguan suplai darah sehingga kekuatan kontraksi otot jantung
menurun. Jika trombus pecah sebelum terjadinya nekrosis total jaringan distal,
maka terjadilah infark pada miokardium.1
Faktor risiko SKA terbagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi meliputi riwayat penyakit jantung koroner (PJK) pada
keluarga, usia, jenis kelamin, dan etnik, sementara faktor risiko yang dapat
dimodifikasi meliputi hipertensi, diabetes melitus, hiperkolestrolemia, merokok,
gaya hidup sedenter, diet tinggi lemak, obesitas, dan stres.2
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama secara global,
lebih banyak orang meninggal setiap tahun akibat penyakit kardiovaskular
daripada penyebab lainnya.3 Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak
menular yang menyebabkan sebanyak >17 juta kematian di dunia setiap tahun
(30% dari semua kematian), 80% dari yang terjadi pada negara-negara dengan
pendapatan rendah dan menengah, dan angka ini diperkirakan akan meningkat
menjadi 23,6 juta pada tahun 2030.4 Pada tahun 2016 penyakit jantung koroner
menyebabkan 36,32% penyebab kematian.5
Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar
1,5%, dan prevalensi penyakit jantung di Sumatera Utara sebesar 1,3%. 6 Di
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri dan vena koroner serta saluran
limfe. Komponen terbesar struktur ini terletak di dalam jaringan ikat longgar di
lemak epikardial. Otot jantung dipasok dengan oksigen dan nutrisi oleh arteri
koroner kanan dan kiri yang keluar dari akar aorta tepat di atas kantong katup
aorta. Setelah keluar, arteri ini berjalan ke anterior, masing-masing satu di setiap
sisi dari arteri pulmonal (lihat gambar 2.1).8
Arteri koroner kiri utama yang besar lewat di antara atrium kiri dan trunkus
pulmonal untuk mencapai alur atrioventrikular. Arteri koroner kiri utama terbagi
menjadi arteri koroner desenden anterior kiri (left anterior descending / LAD) dan
arteri sirkumfleks. LAD berjalan di dalam alur interventrikel anterior menuju ke
apeks jantung. Selama perjalanannya ke bawah pada bagian permukaan anterior,
LAD memberikan cabang-cabang septal yang menyuplai 2/3 anterior dari septum
interventrikel dan porsi apikal dari otot papiler anterior. LAD juga memberikan
cabang diagonal yang menyuplai permukaan anterior dari ventrikel kiri. Arteri
sirkumfleks berlanjut di dalam alur AV kiri dan melewati seputar batas kiri
jantung untuk mencapai permukaan posterior. Arteri ini memberikan cabang
obtuse marginal yang besar yang menyuplai dinding lateral dan posterior dari
ventrikel kiri.8
Arteri koroner kanan (right coronary artery / RCA) berjalan di alur AV
kanan, lewat di antara atrium dan ventrikel kanan di posterior. Arteri ini
menyuplai darah ke ventrikel kanan melalui cabang-cabang marginal akut. Pada
kebanyakan orang, distal RCA memberikan cabang besar, yaitu arteri desenden
posterior. Pembuluh darah ini berjalan dari aspek inferoposterior jantung ke apeks
dan menyuplai darah ke dinding inferior dan posterior ventrikel serta 1/3 posterior
dari septum interventrikel. Tepat sebelum bercabang menjadi cabang desenden
posterior, RCA memberikan percabangan ke arteri nodus AV.8
4
Arteri desenden posterior dan nodus AV timbul dari RCA pada 85% dari
populasi. Pada orang-orang tersebut, sirkulasi koroner disebut dominan kanan
(lihat gambar 2.2). Pada sekitar 8%, arteri desenden posterior timbul dari arteri
sirkumfleks dan membentuk sirkulasi yang dominan kiri (lihat gambar 2.3). Pada
sisa populasi, suplai darah posterior jantung dikontribusikan dari cabang-cabang
keduanya, baik RCA dan arteri sirkumfleks, membentuk sirkulasi ko-dominan
(lihat gambar 2.4).8
Suplai darah ke nodus SA paling sering (70% kasus) berasal dari RCA.
Meskipun demikian, pada 25% jantung normal, arteri nodus SA berasal dari arteri
sirkumfleks, dan pada 5% kasus, baik RCA dan arteri sirkumfleks berkontribusi
pada pembuluh darah ini.8
Vena koroner mengikuti distribusi yang mirip dengan arteri koroner utama.
Pembuluh darah ini mengembalikan darah dari kapiler miokard ke atrium kanan
5
terutama melalui sinus koronarius. Vena mayor yang terletak di lapisan lemak
epikardium biasanya terletak superfisial dari arteri yang bersangkutan.8
2.2.1 DEFINISI
NSTEMI merupakan salah satu subgrup dari sindrom koroner akut. 10 NSTEMI
adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh oklusi parsial atauu emboli distal
arteri koroner, tanpa elevasi segmen ST pada gambaran EKG. 11 Pada NSTEMI
ditemukan peningkatan biomarka jantung seperti troponin.10
Secara garis besar, faktor risiko SKA dapat dibagi dua. Pertama adalah faktor
risiko yang dapat diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable), yaitu
hipertensi, kolesterol, merokok, obesitas, diabetes mellitus, hiperurisemia,
aktivitas fisik kurang, stress, dan gaya hidup (life style).12
Faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga adalah
faktor-faktor yang tidak dapat diperbaiki.12
2.2.3 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari sindrom koroner akut adalah trombus akut di arteri
koroner. Plak ateromatosa terkadang menjadi tidak stabil atau meradang dapat
ruptur dan mengeluarkan materi trombogenik yang dapat mengaktivasi trombosit
dan kaskade koagulasi sehingga menghasilkan trombus akut. Aktivasi trombosit
melibatkan perubahan pada reseptor membran glikoprotein (GP) IIb / IIIa, yang
memungkinkan terjadinya ikatan silang (dan agregasi) trombosit. Bahkan ateroma
yang menyebabkan obstruksi minimal dapat pecah dan menyebabkan trombosis
pada> 50% kasus. Trombus yang dihasilkan dapat mengganggu aliran darah ke
bagian miokardium. Trombolisis spontan terjadi pada sekitar dua pertiga pasien;
6
2.2.4 PATOGENESIS
Garis lemak (fatty streaks) adalah lesi aterosklerosis yang terlihat paling awal.
Plak aterosklerotik adalah ciri khas dari aterosklerosis, yang merupakan evolusi
dari garis lemak dan memiliki 3 komponen utama yaitu migrasi sel otot polos,
gangguan sintesis dan degradasi matriks, formasi inti lemak.14
Aterosklerosis adalah proses berkelanjutan dari pembentukan plak yang
melibatkan intima arteri dan akan berkelanjutan tanpa henti sebelum akhirnya
muncul manifestasi sebagai peristiwa iskemik akut. Beberapa faktor risiko
memengaruhi proses ini, termasuk hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes, dan
merokok. Faktor risiko ini merusak endotel pembuluh darah dan mengakibatkan
disfungsi endotel, yang memainkan peran penting dalam memulai proses
aterosklerotik. Disfungsi endotel ditandai dengan berkurangnya produksi oksida
nitrat dan peningkatan produksi endotelin 1 yang berlebihan, yang merusak
7
2.2.5 DIAGNOSIS
lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu, mortalitas awal
NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6 bulan, mortalitas
keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi.
Strategi awal dalam penatalaksanaan pasien dengan NSTEMI adalah perawatan
dalam Coronary Care Units, mengurangi iskemia yang sedang terjadi beserta
gejala yang dialami, serta mengawasi EKG, troponin dan/atau CKMB.17
2.2.5.3 Elektrokardiogram
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat
membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang
mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI antara lain:17
12
namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu
(Gambar 2.5).17
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang
peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang
ditetapkan oleh laboratorium setempat. Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI
dan NSTEMI, peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat:17
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
7. Penyakit kritis, terutama pada sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat
digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai
puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.17
15
2.2.6 TATALAKSANA
Tabel 2.2 Regimen Obat Antiplatelet dan Antikoagulan pada Pasien NSTE-ACS.20
Aktivasi trombosit dan kaskade koagulasi memiliki peran penting pada fase
awal dan fase perubahan pada NSTE-ACS. Oleh karena itu, antiplatelet dan
antikoagulasi sangat penting pada pasien NSTE-ACS, terutama pada pasien yang
menjalani revaskularisasi miokardium dengan PCI. Aspirin dianggap sebagai
pilihan dalam menghambat tromboksan A2. Terapi aspirin dimulai dengan dosis
awal 150-300 mg secara oral atau 75-250 mg secara intravena diikuti dengan
dosis pemeliharaan 75-100 mg secara oral sekali sehari.20
Berdasarkan hasil uji coba tahap III PLATO dan TRITON-TIMI 38, DAPT
(dual antiplatelet therapy) termasuk aspirin dan penghambat reseptor P2Y12 yang
kuat (ticagrelor atau prasugrel) adalah terapi standar yang direkomendasikan
untuk pasien NSTE-ACS.22 Clopidogrel dengan potensi lebih rendah dapat
digunakan ketika prasugrel atau ticagrelor tidak tersedia, kontraindikasi bagi
pasien, atau tidak dapat ditoleransi karena risiko perdarahan tinggi. 20
Berdasarkan uji coba kelima ISAR-REACT yang membandingkan prasugrel
dengan ticagrelor pada 4018 pasien sindrom koroner akut (dengan atau tanpa ST
elevasi) dengan indikasi terapi invasif, ditemukan bahwa pengobatan dengan
prasugrel atau ticagrelor menurunkan angka kematian, infark miokard, ataupun
18
Gambar 2.7 Algoritma terapi antitrombotik pada pasien SKA tanpa elevasi
segmen ST tidak disertai fibrilasi atrium yang menjalani intervensi koroner
perkutan.20
Tabel 2.3 Rekomendasi Terapi Antitrombotik pada Pasien NSTE-ACS yang Akan
Menjalani PCI.20
platelet yang kuat dengan ticagrelor atau prasugrel, serta data mengenai
penggunaan GP IIb / IIIa yang terbatas, penggunaan rutin obat tersebut tidak
direkomendasikan. Namun demikian, penggunaan harus dipertimbangkan untuk
keadaan komplikasi trombotik dan dapat dipertimbangkan pada pasien risiko
tinggi yang menjalani terapi PCI tanpa pra-terapi dengan penghambat reseptor
P2Y12.20
Cangrelor adalah penghambat reseptor P2Y12 kerja pendek yang telah
dievaluasi selama PCI pada pasien CCS dan ACS yang stabil pada uji klinis yang
membandingkan cangrelor dengan clopidogrel, diberikan sebelum PCI
[Cangrelor versus Standard Therapy to Achieve Optimal Management of Platelet
Inhibition (CHAMPION)] atau setelah PCI (CHAMPION PLATFORM dan
CHAMPION PHOENIX). Metaanalisis dari uji coba ini menunjukkan manfaat
sehubungan dengan iskemik yang diikuti dengan peningkatan komplikasi
perdarahan minor. Oleh karena keampuhannya yang terbukti dalam mencegah
stent thrombosis baik ketika intra-prosedural dan paska-prosedural pada pasien
tanpa pemberian penghambat reseptor P2Y12, penggunaan cangrelor dapat
dipertimbangkan berdasarkan kasus per kasus pada pasien NSTE-ACS yang
menjalani PCI tanpa pemberian penghambat reseptor P2Y12.20
bulan harus dipertimbangkan. Pada pasien dengan risiko perdarahan yang sangat
tinggi, didefinisikan sebagai episode perdarahan dalam satu bulan terakhir atau
akan menjalani operasi yang tidak dapat ditunda, pemberian aspirin dan
clopidogrel selama satu bulan dapat dipertimbangkan.20
Pergantian antara penghambat reseptor P2Y12 oral sering terjadi dan
pemicunya mungkin termasuk komplikasi perdarahan (atau kekhawatiran akan
perdarahan), efek samping non-perdarahan (misalnya sesak napas pada ticagrelor,
reaksi alergi), serta faktor sosio-ekonomi. De-eskalasi DAPT (beralih dari obat
yang poten seperti prasugrel atau ticagrelor ke clopidogrel) pada pasien NSTE-
ACS dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan alternatif. Namun, penting untuk
dicatat bahwa ada potensi peningkatan risiko iskemik dengan penurunan seragam
penghambat reseptor P2Y12 yang setelah terapi PCI, terutama jika dilakukan lebih
awal (<30 hari) setelah terapi.20
Pada pasien NSTE-ACS penting diberikan terapi untuk meredakan rasa nyeri
dada dan juga untuk mengurangi aktivasi simpatik. Opioid (misalnya morfin
intravena) adalah analgesik yang paling umum digunakan dalam kasus seperti ini.
Namun, harus diingat bahwa penggunaan morfin dikaitkan dengan penyerapannya
yang lebih lambat dan menunda onset kerja dari antiplatelet, yang dapat
menyebabkan kegagalan pengobatan dini pada individu.20
Secara umum, pemberian oksigen diindikasikan pada pasien hipoksia dengan
saturasi oksigen <90% atau pada pasien dengan gangguan pernapasan.
Menariknya, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hiperoksia mungkin
berbahaya pada beberapa pasien, diduga karena peningkatan cedera miokard. Oleh
26
karena itu, pemberian oksigen turin tidak direkomendasikan pada kasus di mana
saturasi oksigen >90%.20
vasokonstriksi yang dimediasi alfa tidak optimal oleh vasodilatasi yang dimediasi
beta.20
dengan indikasi CABG, operasi darurat harus dilakukan dan tidak ditunda sebagai
konsekuensi dari paparan pengobatan antiplatelet.20
Karakteristik pasien ini ditandai dengan risiko yang tinggi untuk berkembang
menjadi STEMI, onset aritmia yang mengancam jiwa, gagal jantung akut, dan CS
(cardiogenic shock). Pasien-pasien ini harus menjalani angiografi koroner dalam 2
jam setelah masuk rumah sakit dengan kemungkinan dilakukannya
revaskularisasi. Berdasarkan data yang dipublikasikan, pendekatan ini mengurangi
mortalitas di rumah sakit dan mortalitas pada saat awal dan tindak lanjut jangka
menengah, serta menurunkan risiko MI baru selama periode pra-kateterisasi dan
mengurangi lamanya tinggal di rumah sakit.20
2.2.7 KOMPLIKASI
tetapi aneurisma ventrikel kiri atau disfungsi otot papiler jarang terjadi. Edema
paru karena output jantung yang buruk dapat terlihat dalam kasus yang parah.
Komplikasi lain dari output jantung yang buruk seperti disfungsi ginjal dapat
terlihat juga.21
2.2.8 PROGNOSIS
Pasien yang datang dengan NSTEMI memiliki angka kematian 6 bulan yang
lebih rendah dibandingkan mereka yang datang dengan angina tidak stabil.
Morbiditas dan mortalitas lebih lanjut tergantung pada derajat peningkatan
troponin serta kondisi komorbiditas seperti tingkat keparahan pada diabetes,
adanya penyakit pembuluh darah perifer, adanya disfungsi ginjal, dan demensia.22
30
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Suling FRW, Patricia MI, Suling TE. Prevalensi dan Faktor Risiko Sindrom
Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia. Majalah
Kedokteran UKI. 2018; 34(3): 110-4.
4. Tumade B, Jim EL, Joseph VFF. Prevalensi Sindrom Koroner Akut di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2014.
Jurnal e-Clinic. 2016; 4(1): 223-30.
5. Wahidah, Harahap RA. PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan SKA (Sindrom
Koroner Akut) dari Prespektif Epidemiologi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2021;
6(1): 54-65.
7. P2PTM Kemenkes RI. Hari Jantung Sedunia (World Heart Day): Your Heart is
Our Heart Too [Internet]. 2019 [cited 20 May 2021]. Available from:
http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/hari-jantung-sedunia-world-
heart-day-your-heart-is-our-heart-too
9. Hansen JT. Netter’s Clinical Anatomy 4th Edition. Elsevier Inc: 2019.
12. Torry SRV, Panda AL, Ongkowijaya J. Gambaran Faktor Risiko Penderita
Sindrom Koroner Akut. e-CliniC. 2014; 2(1): 1-8.
13. Sweis RN, Jivan A. Overview of Acute Coronary Syndromes [Internet]. 2020
[cited 24 May 2021]. Available from:
https://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-disorders/coronary-
artery-disease/overview-of-acute-coronary-syndromes-acs
14. Thanassoulis G, Afshar M. Atherosclerosis [Internet]. 2019 [cited 24 May 2021].
Available from: https://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-
disorders/arteriosclerosis/atherosclerosis
15. Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management,
Part I [Internet]. 2009 [cited 24 May 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2755812/
17. PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta: 2015.
18. American Heart Association. 2014 AHA/ACC Guidelines for the Management of
patients with Non-ST-Elevation acute coronary syndrome. 2014.
19. PERKI. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Edisi 2020. Jakarta:
2011.
20. Collet JP, Thiele H, Barbato E, et al. 2020 ESC Guidelines for The Management
of Acute Coronary Syndromes in Patients Presenting Wothout Persistent ST-
segment elevation. European Heart Journal. 2021; 42: 1289-1376.
21. Elbadawi A, Elgendy IY, Mahmoud K, et al. Temporal Trends and Outcomes of
Mechanical Complications in Patients With Acute Myocardial Infarction. JACC
Cardiovasc Interv. 2019; 12(18): 1825-36.