Anda di halaman 1dari 29

Tinjauan Pustaka

Angina Mikrovaskular

Disusun Oleh:
Natasya Gita Putri
H1AP19012

Pembimbing: dr. Ismir Fahri, Sp.JP(K), FIHA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN JANTUNG


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Natasya Gita Putri


NPM : H1AP19012
Fakultas : Kedokteran
Judul : Angina Mikrovaskular
Bagian : Jantung
Nama Pembimbing : dr. Ismir Fahri, Sp.JP(K), FIHA

Bengkulu, 19 Februari 2021


PEMBIMBING

dr. Ismir Fahri, Sp.JP(K), FIHA

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini.
Tinjauan pustaka ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen
penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Jantung RSUD Dr. M. Yunus, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Ismir Fahri, Sp.JP(K), FIHA. Sebagai pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta
bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual
kepada penulis dalam menyusun tinjauan pustaka ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tinjauan pustaka


ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 19 Februari 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................2

KATA PENGANTAR.............................................................................................3

DAFTAR ISI............................................................................................................4

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6

1.1 Latar Belakang...............................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

2.1 Fisiologi jantung............................................................................................7

2.2 Pembuluh darah koroner................................................................................8

2.2.1 Arteri Coronaria Dextra..........................................................................8

2.2.2 Arteri Coronaria Sinistra.........................................................................9

2.3 Angina Pektoris............................................................................................11

2.4 Angina Mikrovaskular.................................................................................13

2.4.1 Definisi Angina Mikrovaskular............................................................13

2.4.2 Gejala dan Manifestasi Klinis Angina Mikrovaskular..........................14

2.4.3 Patofisiologi Angina Mikrovaskular.....................................................15

2.4.4 Diagnosis Angina Mikrovaskular.........................................................16

2.4.5 Tatalaksana Angina Mikrovaskular......................................................18

2.4.5.1 Terapi Klasik Anti Angina..................................................19

2.4.5.2 Obat Anti Iskemik Tambahan.............................................23

2.4.6 Prognosis Angina Mikrovaskular..........................................................26


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28

4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jantung dan sirkulasinya....................................................................7
Gambar 2.2 Arteri koronaria dari pandangan anterior ..........................................10
Gambar 2.3 Arteri koronaria dari pandangan posteroinferior...............................10
Gambar 2.4 Hubungan antara kecepatan denyut jantung dengan patofisiologi
iskemik dan angina pectoris akibat penyempitan pembuluh darah arteri
coroner...............................................................................................12
Gambar 2.5 Kriteria klinis suspek angina mikrovaskular......................................14
Gambar 2.6 Etiologi nyeri dada tanpa PJK obstruktif...........................................15
Gambar 2.7 Kriteria diagnosis angina mikrovaskular...........................................17
Gambar 2.8 Algoritma diagnosis pasien suspek angina mikrovaskular................18
Gambar 2.9 Jenis dan dosis penyekat Beta (β-blocker).........................................20
Gambar 2.10 Jenis dan dosis CCB (Calcium chanel blocker)...............................22
Gambar 2.11 Jenis dan dosis Nitrat.......................................................................23
Gambar 2.12 Tatalaksana Angina Mikrovaskular.................................................24

5
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angina mikrovaskular didefinisikan sebagai angina pektoris yang


disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah kecil arteri koroner dan ditandai
dengan nyeri dada dan terdapatnya iskemik miokardium yang dibuktikan dengan
pemeriksaan non invasif yaitu uji latih jantung meskipun pada pemeriksaan
angiografi arteri koroner dapat terlihat normal. Pasien dengan angina
mikrovaskular seringkali terabaikan karena dianggap memiliki prognosis yang
baik. Namun diagnosis yang tepat diperlukan untuk memberikan terapi yang tepat
dan hasil klinis yang baik.1
Pada saat mendiagnosis angina mikrovaskular, diperlukan bukti objektif
terjadinya iskemia. Perlu diingat bahwa iskemik miokardium merupakan hasil dari
ketidakseimbangan suplai oksigen miokardium dan kebutuhan oksigen koroner,
dan kejadian iskemik tersebut merujuk pada mikrodisfungsi dari miokardium.
Prognosis angina mikrovaskular tidak selalu baik seperti yang dipikirkan dahulu.
Pasien dengan angina mikrovaskular memiliki peningkatan mortalias 1,5 kali
lipat dibandingkan dengan individu tanpa iskemik miokardium. Sebagai tambahan
>40% pasien berobat kembali ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, dan
30% melakukan angiografi koroner ulang.1
Manajemen faktor risiko merupakan hal yang penting untuk setiap
pendekatan terapi pada pasien dengan nyeri dada tanpa PJK obstruktif, dan hal
tersebut dimulai dengan konseling gaya hidup. Penelitian menunjukkan kualitas
makanan sangat penting dalam mengurangi insiden penyakit mikrovaskular
terutama pada pasien dengan komorbid seperti diabetes. 2

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Jantung


Sistem sirkulasi memiliki tiga komponen, yaitu jantung, pembuluh darah,
dan darah. Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah
untuk menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke
jaringan. Pembuluh darah merupakan saluran untuk mengarahkan dan
mendistribusikan darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh dan kemudian
kembali ke jantung. Pembuluh darah terkecil dirancang untuk pertukaran bahan-
bahan yang terjadi dengan cepat antara jaringan sekitar dengan darah di dalam
pembuluh. Darah adalah medium pengangkut yang mengandung bahan-bahan
terlarut seperti O2, CO2, nutrien, zat sisa, elektrolit, dan hormon. 3

Gambar 2.1 Jantung dan sirkulasinya4

Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui
dua vena besar, vena kava, satu mengembalikan darah dari bagian atas jantung,
dan yang lain dari bagian bawah jantung. Darah yang masuk ke atrium kanan
sudah melewati jaringan tubuh, O2 telah diambil oleh jaringan dan dan berisi CO 2.
Darah yang terdeoksigenasi parsial ini mengalir dari atrium kanan ke dalam
ventrikel kanan, kemudian dipompa keluar melalui arteri pulmonalis. Arteri ini
segera membentuk dua cabang yang masing-masing berjalan menuju ke paru-
paru. Karena itu, sisi kanan jantung menerima darah deoksigenasi dari sirkulasi

7
sistemik dan memompa darah tersebut ke sirkulasi pulmonal. 3

Di dalam paru, darah tersebut kehilangan ekstra CO2-nya dan menyerap


pasokan O2 segar saat pertukaran gas dengan kantong udara sebelum
dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis dari kedua paru. Darah kaya
O2 yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir ke dalam ventrikel kiri,
ruang pemompa yang mendorong darah ke sistem tubuh, yaitu sisi kiri jantung
menerima darah teroksigenasi dari sirkulasi pulmonal dan memompanya ke dalam
sirkulasi sistemik. Satu arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri
adalah aorta. 3

2.2 Pembuluh darah Koroner


Jantung mendapatkan darah dari arteri coronaria dextra dan sinistra yang
berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aorta. Arteri coronaria dan cabang-
cabang utamanya terdapat di permukaan jantung, terletak didalam jaringan ikat
subepicardium.3

2.2.1 Arteri Coronaria Dextra

Arteri coronaria dextra berasal dari sinus anterior aortae dari aorta
ascendens. Arteri ini berjalan kebawah di dalam sulcus atrioventricularis dextra,
dan pada pinggir inferior jantung, kemudian pembuluh ini melanjutkan diri ke
posterior sepanjang sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan arteria
coronaria sinistra di dalam sulcus interventricularis posterior. Cabang-cabang
berikut ini dari arteria coronaria dextra mendarahi atrium dextrum dan ventriculus
dexter, sebagian atrium sinistrum dan veniriculus sinister, dan septum
atrioventriculare.3,4

Cabang-cabang arteri coronaria dextra:3,4

 Ramus conica arteriosa dexter. Pembuluh ini mendarahi facies


anterior conus pulmonaris (infundibulum ventriculus dexter) dan
bagian atas dinding anterior ventriculus dexter.

 Rami ventriculares anteriores. Jumlahnya dua atau tiga, dan


mendarahi facies anterior ventriculus dexter. Ramus marginalis
adalah cabang yang terbesar dan berjalan sepanjang pinggir bawah
facies costalis untuk mencapai apex cordis.

8
 Rami ventriculares posteriores. Biasanya ada dua, dan mendarahi
facies diaphragmatica ventdculus dexter.

 Ramus interventriculalis posterior (descendens). Pembuluh nadi ini


berjalan menuju apex di dalam sulcus interventriculare posterior.
Memberikan cabang-cabang ke ventriculus dexter dan sinister,
termasuk dinding inferiornya. Pembuluh ini juga memberikan
cabang untuk bagian posterior septum ventriculare, tetapi tidak
untuk bagian apex yang menerima darah dari ramus
interventricularis anterior Arteria coronaria sinistra. Sebuah cabang
septal yang besar mendarahi nodus atrioventricularis.

 Rami atriales. Beberapa cabang mendarahi permukaan anterior dan


lateral atrium dextrum. Satu cabang mengurus permukaan posterior
kedua atrium dextrum dan sinistrum. Arteri nodus sinoatrialis
mendarahi nodus dan atrium dextrum dan sinistrum.

2.2.2 Arteri Coronaria Sinistra


Arteria coronaria sinistra biasanya lebih besar dibandingkan dengan
arteria coronaria dextra. Pembuluh nadi ini berasal dari sinus aortae posterior
sinistra dari aorta ascendens dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis
dan auricula sinistra. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventricularis
dan bercabang dua menjadi ramus interventricularis anterior dan ramus
circumflexa. Arteria coronaria sinistra memperdarahi sebagian besar jantung,
termasuk sebagian besar atrium sinistrum, ventriculus sinister dan septum
interventriculare.3,4
Cabang-cabang arteri coronaria sinistra:3,4
 Ramus interventricularis (descendens) anterior berjalan ke bawah di
dalam sulcus interventricularis anterior menuju apex cordis. Ramus
interventricularis anterior mendarahi ventriculus dexter dan sinister
dengan sejumlah cabang yang juga mendarahi bagian anterior
septum ventriculare. Satu diantara cabang-cabang ventricular ini
(arteria diagonalis sinistra) mungkin berasal langsung dari pangkal
arteria coronaria sinistra. Sebuah artetia conus sinistra mendarahi
conus pulmonalis.

9
 Ramus circumflexus mempunyai ukuran yang sama dengan arteria
interventricularis anterior. Pembuluh ini melingkari pinggir kiri
jantung di dalam sulcus atrioventricularis. Ramus marginalis sinister
merupakan sebuah cabang besar yang mendarahi pinggir kiri
ventriculus sinister dan turun sampai apex cordis. Ramus
ventricularis anterior dan posterior mendarahi ventriculus sinister.
Rami atriales mendarahi atrium sinistrum.

Gambar 2.2 Arteri


koronaria dari
pandangan anterior4

Gambar 2.3 Arteri koronaria dari pandangan posteroinferior4

10
2.3 Angina Pektoris
Nyeri yang berasal dari jantung disebut angina atau angina pektoris (L.
angina, nyeri yang mencekik + L. pectoris, dada). Pasien dengan angina sering
menjelaskan rasa nyeri selama 15 detik sampai 15 menit, agak berat seperti rasa
sesak dalam dada, di sebelah dalam sternum. Rasa nyeri tersebut disebabkan oleh
iskemia miokardium. Penurunan aliran darah yang terjadi pada angina
menyebabkan berkurangnya oksigen yang disampaikan ke sel otot jantung
(miosit).3

Penurunan aliran darah tersebut menyebabkan berkurangnya oksigen yang


dikirim ke sel-sel otot jantung dan memicu terjadinya metabolisme anaerob yang
kemudian menyebabkan penumpukan asam laktat pada daerah yang terkena di
sel-sel jantung. Asam laktat akan merangsang reseptor nyeri pada otot jantung.
Penelitian klinis menunjukkan bahwa kecepatan denyut jantung berhubungan
langsung dengan risiko kejadian iskemik. Semakin tinggi baseline atau rata-rata
kecepatan denyut jantung pada pasien, semakin besar risikonya mengalami gejala
iskemik. Pasien dengan kecepatan denyut jantung selama istirahat (resting heart
rate) >80 kali per menit menunjukkan gejala iskemik hampir 2 kali lebih sering
daripada pasien dengan resting heart rate <70 kali per menit. 3,5

Suatu penelitian selama hampir 15 tahun pada pasien dengan penyakit


jantung koroner menunjukkan bahwa resting heart rate >83 kali per menit
meningkatkan risiko mortalitas kardiovaskular dan kejadian masuk rumah sakit
berulang karena penyakit kardiovaskuler, baik karena angina, maupun karena
gagal jantung, dibandingkan dengan kelompok pasien dengan resting heart rate
≤62 kali/ menit. Peningkatan kecepatan denyut jantung juga merupakan faktor
risiko independen morbiditas dan mortalitas pada populasi umum, orang lanjut
usia, pasien hipertensi, dan pasien dengan infark miokard. Lebih jauh lagi,
terdapat bukti eksperimen dan klinis yang memberikan kesan bahwa peningkatan
kecepatan denyut jantung berkepanjangan mungkin berperan langsung dalam
patogenesis aterosklerosis koroner. 7

11
Gambar 2.4 Hubungan Antara Kecepatan Denyut Jantung dengan Patofisiologi
Iskemik dan Agina Pektoris akibat Penyempitan Pembuluh Darah Arteri Coroner7

Beberapa jenis angina:8

1. Angina pektoris stabil (APS)

Keluhan utama pasien dengan angina pektoris stabil adalah nyeri dada stabil.
Karakteristik nyeri dada pada APS dibagi atas angina tipikal, angina atipikal dan
nyeri dada non-angina. Angina tipikal didefinisikan sebagai nyeri dada yang
memenuhi ketiga karakteristik berikut:
1. Rasa tidak nyaman pada substernal dengan kualitas dan durasi tertentu
2. Diprovokasi oleh aktivitas fisik dan stres emosional
3. Hilang setelah beberapa menit istirahat dan atau dengan nitrat8,9

Angina atipikal memiliki dua dari tiga karakter di atas, nyeri dada non-anginal
hanya memiliki satu atau tidak memiliki satu pun dari ketiganya. Angina atipikal
dapat memiliki karakteristik dan lokasi yang sama dengan angina tipikal, juga
responsif terhadap nitrat, namun tidak memiliki faktor pencetus. Nyeri seringkali
dimulai saat istirahat dari intensitas rendah, meningkat secara gradual, menetap
maksimal hingga 15 menit, kemudian berkurang intensitasnya. Gejala angina
atipikal lainnya adalah nyeri dada dengan lokasi dan kualitas angina, yang
dicetuskan oleh aktivitas dan tidak berpengaruh terhadap nitrat. Gejala ini seringkali
timbul pada pasien dengan angina mikrovaskular8,9

2. Angina pektoris tidak stabil (APTS)


12
Keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik,
dengan atau tanpa peningkatan biomarka jantung mendasari diagnosis angina
pektoris tidak stabil (APTS) dan infark miokard non-elevasi ST (IMA-NEST). Jika
biomarka jantung meningkat, diagnosis mengarah ke IMA-NEST, jika tidak
meningkat diagnosis mengarah ke APTS. 8,10

3. Angina variant/ prinzmetal


Nyeri dada pada angina variant terjadi karena spasme arteri koronaria yang
mensuplai darah ke otot jantung. Spasme arteri koronaria ini dapat disebabkan oleh
karena terpapar suhu yang sangat dingin, stress, pengaruh obat-obatan yang
mempunyai efek vasokontriktor, merokok. Nyeri dada dirasakan sangat berat,
terjadi saat istirahat pada tengah malam dan pagi hari. Pada pemeriksaan EKG
dapat terjadi ST elevasi saat serangan nyeri dada. Enzim jantung CKMB dan
troponin juga dapat mengalami peningkatan saat serangan. Gold standart test untuk
angina variant/ prinzmetal adalah angiografi koroner. 8

4. Angina mikrovaskular

2.4 Angina Mikrovaskular

2.4.1 Definisi Angina Mikrovaskular


Angina mikrovaskular didefinisikan sebagai angina pektoris yang disebabkan oleh
kelainan pada pembuluh darah kecil arteri koroner dan ditandai dengan nyeri dada dan
terdapatnya iskemik miokardium yang dibuktikan dengan pemeriksaan non invasif
yaitu uji latih jantung meskipun pada pemeriksaan angiografi arteri koroner dapat
terlihat normal.11
Angina mikrovaskular pertama kali diperkenalkan oleh Cannon dan Epstein dan
dideskripsikan sebagai 1) arteri koroner epikordial normal, 2) gejala angina tipikal, 3)
terdapat bukti iskemia miokardial: pada 30% pasien yang menjalani pemeriksaan
invasif angiografi koroner memiliki arteri koroner yang normal disertai gejala dan/atau
abnormalnya hasil exercise test.12
Pada pemeriksaan angiografi koroner, hampir setengah dari pasien dengan gejala
angina pektoris tidak disertai dengan penyakit arteri koroner obstruktif (NOCAD/ No
Obstructive Coronary Artery Disease). Kebanyakan pasien menunjukkan hasil
angiogram yang normal. Teka-teki inilah yang menjadi tantangan bagi dokter dalam
13
mendiagnosis serta memberikan terapi dan informasi kepada pasien.13

2.4.2 Gejala dan Manifestasi Klinis Angina Mikrovaskular


Secara karakteristik, pasien dengan angina mikrovaskular sering mengeluhkan rasa
tidak nyaman atau nyeri dada opresif (seperti tertimpa beban berat) pada retrosternal
dengan atau tanpa dispnea pada saat beraktivitas. Meskipun pada beberapa pasien
gejala dapat berkembang tidak hanya saat beraktivitas, namun juga dapat terjadi saat
beristirahat. Episode ini bisa memiliki durasi yang bervariasi, dan tidak jarang nyeri
dada bersifat atipikal baik dalam karakter maupun durasi, yaitu rasa tidak nyaman
yang berkepanjangan dengan rasa nyeri seperti ditekan maupun seperti ditusuk-tusuk. 11
Dibandingkan dengan pasien angina akibat penyakit jantung koroner obstruktif,
pasien angina dengan disfungsi mikrovaskular koroner tampak kurang bereaksi
terhadap pemberian nitrat sublingual atau oral. Meskipun gambaran klinis pada pria dan
wanita dengan disfungsi mikrovaskular koroner dapat saja sama, namun penelitian
menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi wanita (terutama pada wanita
pascamenopause). 11

Gambar 2.5 Kriteria klinis dan diagnosis angina mikrovaskular menurut


COVADIS (Coronary Vasomotion Disorders International Study) 12
Pada pasien angina mikrovaskular yang diinduksi oleh stress maupun latihan,
gejala nyeri dada cenderung bertahan lebih lama dengan resolusi yang lebih lambat

14
(>10-15 menit) setelah berhenti beraktivitas dibandingkan dengan episode angina pada
pasien penyakit jantung koroner. Temuan tersebut sangat sugestif ketika angina
mikrovaskular terjadi pada wanita peri atau pasca-menopause. Jenis kelamin wanita
pada umumnya lazim pada pasien dengan angina mikrovaskular. Penelitian
menunjukkan defisiensi estrogen berperan dalam patogenesis angina mikrovaskular. 9,10
Terdapat beberapa diagnosis banding penyebab nyeri dada tanpa PJK obstruktif,
yaitu angina mikrovaskular, penyakit refluks gastroesofagus, nyeri dada
muskuloskeletal, sindrom X kardiak (aliran koroner lambat), spasme koroner. Penyebab
patofisiologi dari penyakit-penyakit tersebut dapat dibagi menjadi penyebab non-
kardiak, iskemik kardiak, dan non-iskemik kardiak.13

Gambar 2.6 Etiologi Nyeri Dada Tanpa PJK Obstruktif14

2.4.3 Patofisiologi Angina Mikrovaskular

Disfungsi Mikrovaskuler Koroner


Iskemik miokard disertai nyeri dada akan terjadi disaat suplai darah koroner tidak
mampu memenuhi kebutuhan oksigen miokardium. Secara anatomis bila tidak ditemukan
stenosis pada arteri epikardium, maka perlu dipikirkan terdapatnya disfungsi pada tingkat
mikrovaskular yang menjadi penyebab menurunnya suplai darah koroner. Spasme atau
kelainan vasodilatasi pada arteri mikrovaskular dapat menjadi penyebab patofisiologis dari
terjadinya iskemik. Disfungsi endotel dikaitkan dengan gangguan vasodilatasi endotel
15
akibat reduksi pelepasan NO (Nitric oxide). 11
NO merupakan vasodilator utama yang bekerja melalui siklus cGMP (Guanosine
Monophosphate) dan menyebabkan relaksasi sel otot polos. MVA dapat terjadi saat
beraktivitas maupun saat istirahat. Pada saat beraktivitas metabolit-met
abolit vasodilator kuat seperti ADP (Adenosine-diphosphate), AMP (Adenosine-
monophosphate), NO, dan lainnya diproduksi dan menyebabkan vasodilatasi melalui
mekanisme relaksasi otot polos. Namun respon yang salah terhadap stimulus metabolit-
metabolit tersebut dapat menyebabkan peningkatan aliran darah yang selanjutnya
merangsang terjadinya iskemik. Selain itu, spasme atau hiperkontraksi spontan pada
pembuluh darah mikrovaskular dapat menyebabkan episode nyeri dada pada pasien MVA.
11

Gangguan Persepsi Nyeri


Pada pasien dengan MVA, umumnya terjadi peningkatan persepsi nyeri. Hal
tersebut dapat disebabkan karena pelepasan potasium dan adenosin serta gangguan pada
pusat pengatur persepsi nyeri. Pada pasien dengan MVA terdapat gerbang thalamus yang
tidak efektif sehingga menyebabkan aktivasi kortikal yang inadekuat kemudian
menyebabkan peningkatan persepsi nyeri. Ketidakseimbangan sistem saraf otonom dengan
peningkatan aktivitas adrenergik dan ketidakseimbangan tonus parasimpatis dapat
menjelaskan mengenai peningkatan sensitivitas nyeri. Keterkaitan antara disfungsi
mikrovaskular dan nyeri dada merupakan patogenesis penting terjadinya MVA dan dapat
menentukan keadaan klinis pasien. 11

2.4.4 Diagnosis Angina Mikrovaskular


Diagnosis angina mikrovaskular menggunakan kriteria diagnosis yang disusun oleh
COVADIS (Coronary Vasomotion Disorders International Study).

16
Gambar 2.7
Kriteria diagnosis pasien angina mikrovaskular13

Kemungkinan adanya angina mikrovaskular dapat dipertimbangkan pada pasien


dengan gejala angina, hasil tes fungsional non invasif menunjukkan hasil yang
abnormal, serta pada pemeriksaan ICA (Invasive Coronary Angiography) maupun CTA
(CT Scan Cardiac) menunjukkan hasil pembuluh darah koroner yang normal maupun
stenosis ringan yang secara fungsional tidak signifikan pada pemeriksaan tersebut.15

Pada diagnosis angina mikrovaskular terdapat 2 mekanisme utama disfungsi


vaskular, yaitu gangguan konduktansi mikrosirkulasi dan disregulasi arteriolar.
Gangguan konduktansi mikrosirkulasi dapat didiagnosis dengan menghitung CFR
(Coronary Flow Reserve) dan resistensi minimal mikrosirkulasi. CFR dapat dinilai
secara non-invasif dengan ekokardiografi Doppler transtorakal, MRI (indeks perfusi
miokardial) maupun PET (Positron Emission Tomography). Resistensi mikrosirkulasi
dapat dihitung di catheterization laboratory dengan mengkombinasikan data tekanan
intrakoroner dan termodilusi (untuk menghitung IMR (Index Microvascular Resistance)
atau Doppler flow velocity (untuk menghitung resistensi mikrovaskular hiperemia/
HMR). Bila nilai IMR ≥25 unit atau CFR <2.0 maka menandakan terdapatnya gangguan
fungsi mikrosirkulasi. CFR dan IMR biasanya dihitung saat menggunakan vasodilator
intravena seperti adenosin atau regadenoson.15

Sementara itu, pada diagnosis disregulasi arteriolar diperlukan penilaian fungsi

17
endotel pada mikrosirkulasi koroner dengan infus selektif asetilkolin intrakoroner.
Adanya disfungsi endotel vaskular atau keabnormalan fungsi sel otot polos
menyebabkan asetilkolin (sebagai vasodilator dependen-endotelium yang juga secara
langsung bekerja pada sel otot polos) memicu vasokontrksi arteriolar paradoksal. Pada
pasien dengan mikrovaskular angina dan disregulasi arteriolar, asetilkolin memicu
spasme mikrovaskular. Respon arteriolar terhadap asetilkolin inilah yang menyebabkan
gejala angina baik disertai perubahan EKG maupun tanpa perubahan EKG dan
penurunan Doppler flow velocity bila beriringan dengan dilakukannya pengukuran
dengan Doppler.15

Gambar 2.8 Algoritma Diagnosis Angina Mikrovaskular16

2.4.5 Tatalaksana Angina Mikrovaskular


Manajemen faktor risiko merupakan hal yang penting untuk setiap pendekatan
terapi pada pasien dengan nyeri dada tanpa PJK obstruktif, dan hal tersebut dimulai
dengan konseling gaya hidup. Penelitian menunjukkan kualitas makanan sangat penting
dalam mengurangi insiden penyakit mikrovaskular terutama pada pasien dengan komorbid
seperti diabetes. Komorbiditas perlu dikelola secara agresif, baik melalui program latihan,

18
penurunan berat badan (secara alami maupun lewat prosedur bedah), berhenti merokok. 4
2.4.5.1 Terapi Klasik Anti-angina
Rekomendasi saat ini adalah terapi antiangina klasik seperti penghambat reseptor
β-adrenergik (beta-blocker), calcium channel blocker, dan nitrogliserin short-acting.
Penggunaan nitrat long-acting, dapat menyebabkan efek buruk pada iskemia karena dapat
meningkatkan kejadian toleransi yang secara keseluruhan akan mengurangi efek
antiangina. Beta blocker dapat mengurangi kejadian episode angina, meningkatkan
ambang iskemik, bahkan meningkatkan fungsi endotelial pada pasien melalui
kemungkinan efek antioksidan yang dimilikinya, meskipun hal ini masih perlu dibahas
lagi secara lebih luas.4
Calcium channel blocker mengurangi afterload dan meningkatkan aliran darah
miokard, selain itu juga mengurangi denyut jantung serta kontraktilitas. Calcium channel
blocker mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dengan menurunkan tekanan darah
sistemik yang menyebabkan penurunan tegangan dinding ventrikel kiri. Vasodilatasi
koroner dan sistemik dicapai melalui interaksi dengan reseptor Ca2+ tipe L. 3,5
Nitrat organik dapat mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan
meningkatkan aliran darah koroner, dan merupakan terapi yang sudah lama digunakan
dalam pengobatan angina pektoris. Nitrogliserin terutama akan melebarkan arteri koroner
dengan ukuran yang lebih besar. Namun memberikan efek minimal pada resistensi
pembuluh darah koroner dengan diameter <100 mikrometer. Isosorbidie-5-mononiatre
tidak dapat mengurangi gejala angina pada pasien dengan angina mikrovaskular, oleh
karena itu tidak direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama. 3,4

2.4.5.1.1 β-blocker
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium.
Penyekat beta dapat bekerja secara langsung ke jantung untuk menurunkan laju
jantung, kontraktilitas, konduksi atrioventrikular dan aktivitas ektopik. Pemberian
penyekat beta juga dapat meningkatkan perfusi area iskemia dengan
memperpanjang diastolik dan meningkatkan resistensi vaskular pada area non-
iskemia. Penyekat beta efektif untuk mengendalikan angina dinduksi aktivitas,
meningkatkan kapasitas latihan, dan mengurangi episode iskemia simptomatis dan
non-simptomatis. Dalam mengendalikan angina, penyekat beta dan penyekat kanal
kalsium memiliki kemiripan. Penyekat beta dapat dikombinasikan dengan

19
dihidropiridin untuk mengendalikan angina. 9,10
Kombinasi terapi penyekat beta dengan verapamil dan diltiazem harus
dihindari karena resiko bradikardi dan blok AV. Terdapat bukti-bukti yang
menyatakan bahwa penggunaan penyekat beta untuk pasien post infark miokard
atau gagal jantung bermanfaat untuk memperbaiki prognosis, dan penyekat beta
direkomendasikan sebagai terapi antiangina lini pertama pada penderita APS tanpa
kontraindikasi. Nevibolol dan bisoprolol sebagian disekresikan oleh ginjal,
sedangkan carvedilol dan metoprolol dimetabolisme oleh hepar, sehingga lebih
aman diberikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.  Pemutusan obat yang
mendadak terbukti dapat menyebabkan memburuknya angina. Karena itu, apabila
pemberian beta bloker akan dihentikan, lebih baik dilakukan dengan cara
pengurangan dosis sedikit demi sedikit.9,10,18

Gambar 2.9 Jenis dan dosis penyekat Beta (β-blocker)10


2.4.5.1.2 Calcium chanel blocker
Antagonis kalsium menghambat arus masuk ion kalsium melalui saluran
lambat membran sel yang aktif. Golongan ini mempengaruhi sel miokard jantung,
dan sel otot polos pembuluh darah, sehingga mengurangi kemampuan kontraksi
miokard, pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung, dan tonus
vaskuler sistemik atau koroner. Pemilihan obat-obat golongan antagonis kalsium
berbeda-beda berdasarkan perbedaan lokasi kerja, sehingga efek terapetiknya tidak
sama, dengan variasi yang lebih luas daripada golongan beta bloker. 18
CCB (Calcium chanel blocker) diklasifikasikan menjadi CCB
dihidropiridin (DHP) dan non-dihidropiridin (non-DHP). CCB secara selektif
menghambat pembukaan kanal-L pada sel otot polos dan pada miokard. Perbedaan
DHP dan non-DHP adalah pada lokasi ikatannya dengan porus kanal kalsium dan
selektivitas pada pembuluh darah lebih besar pada DHP (amlodipine, nifedipine,
felodipine). Non-DHP menghambat nodus dan cenderung menurunkan laju jantung
20
dan sebagai antiangina.
A. NON-DHP
Verapamil dapat digunakan untuk berbagai jenis angina (angina
diinduksi aktivitas, vasospastik, dan angina tidak stabil), takikardi
supraventrikel, dan hipertensi. Obat ini merupakan antagonis kalsium
dengan kerja inotropik negatif yang poten, mengurangi curah jantung,
memperlambat denyut jantung, dan mengganggu konduksi AV. Dengan
demikian verapamil dapat mencetuskan gagal jantung, memperburuk
gangguan konduksi, dan menyebabkan hipotensi pada dosis tinggi.
Karena itu obat ini tidak boleh digunakan bersama dengan beta bloker.
Efek samping utamanya berupa konstipasi, dibandingkan dengan
metoprolol, kemampuan anti-anginanya sama. 10,18
Dibandingkan dengan atenolol dalam tatalaksana hipertensi dengan
PJK, verapamil memiliki angka kejadian diabetes yang lebih rendah,
dan serangan angina yang lebih rendah, juga memiliki kejadian depresi
psikologis yang lebih rendah. Diltiazem memiliki resiko efek samping
yang rendah, dan memiliki keunggulan dibandingkan dengan verapamil
dalam penanganan angina. 10
Diltiazem bekerja sebagai vasodilator perifer, meredakan konstriksi
koroner yang diinduksi aktivitas, memiliki efek inotropik negatif, dan
inhibisi nodus jantung. kombinasinya dengan penyekat beta juga tidak
dianjurkan. 10

B. DHP
Nifedipin kerja panjang merupakan vasodilator arteri kuat.
Nifedipine jangka panjang dinyatakan aman untuk APS dan
mengurangi kebutuhan angiografi koroner dan intervensi
kardiovaskular. Sediaan nifedipin kerja pendek tidak dianjurkan untuk
pengobatan jangka panjang hipertensi, karena menimbulkan variasi
tekanan darah yang besar dan refleks takikardia. Efek samping
vasodilatasi termasuk sakit kepala dan edema tungkai. Amlodipin
memiliki waktu paruh yang panjang dan toleransi yang baik. Sehingga
pemberian amlodipin sehari sekali sebagai anti-angina dan
antihipertensi bisa digunakan.

21
Efek sampingnya pada umumnya adalah edema tungkai. Iskemia
diinduksi aktivitas lebih efektif dengan kombinasi amlodipin dan
penyekat beta.10,18

Gambar 2.10 Jenis dan dosis CCB (Calcium chanel blocker) 10


2.4.5.1.3 Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek samping
nitrat antara lain hipotensi. Ini merupakan efek samping nitrat yang paling
berbahaya. Sedangkan sakit kepala merupakan efek samping nitrat yang
paling sering. Sakit kepala (aspirin dapat mengurangi gejala) dapat
menyebabkan kepatuhan pasien menurun. Kegagalan terapi nitrat dapat
terjadi akibat resistensi nitrat dan toleransi nitrat. Beberapa obat dapat
berinteraksi dengan nitrat, misalnya potensiasi efek vasodilator oleh
penghambat kanal kalsium. 9,18
Hipotensi berat dapat terjadi dengan pemberian bersamaan dengan
inhibitor PDE5 untuk pengobatan disfungsi ereksi atau hipertensi paru. Jika
tidak sengaja atau sudah pasien terlanjur mengkonsumsi kombinasi
inhibitor PDE5 dan nitrat, maka agonis adrenergik alfa dan epinefrin
diperlukan. Nitrat juga tidak boleh diberikan bersamaan penyekat alfa
adrenergik. Beberapa pasien yang diberi senyawa nitrat kerja panjang atau
transdermal dengan cepat mengalami toleransi (efek terapi berkurang). 9,18
Jika toleransi diperkirakan dapat terjadi setelah penggunaan
sediaan transdermal, sediaan tersebut harus dihentikan selama beberapa jam
berurutan dalam setiap kurun waktu 24 jam. Jika menggunakan sediaan
isosorbid dinitrat lepas lambat (atau formulasi konvensional isosorbid
mononitrat), tablet kedua dapat diberikan 8 jam setelah tablet pertama,
tidak perlu sampai 12 jam. Sediaan konvensional isosorbid mononitrat tidak
22
boleh diberikan lebih dari 2 kali sehari (kecuali bila digunakan dosis kecil),
sedangkan bentuk retard hanya boleh sekali sehari.9,18
Nitrat kerja cepat untuk angina akut. Nitrogliserin sublingual merupakan
terapi inisial standard untuk angina. Ketika gejala angina muncul, pasien harus
duduk beristirahat (berdiri menyebabkan sinkop, berbaring meningkatkan aliran
balik vena dan kerja jantung) dan konsumsi nitrogliserin sublingual (0,3-0,6 mg)
tiap 5 menit hingga nyeri hilang atau maksimal 1,2 mg telah dikonsumsi dalam 15
menit. Nitrogliserin juga dapat diberikan sebagai profilaksis ketika kemungkinan
akan terjadinya angina, misalnya aktivitas setelah makan, stres emosional,
aktivitas seksual dan dalam cuaca dingin. Isosorbid dinitrat (5 mg sublingual)
membantu menggagalkan serangan angina untuk sekitar 1 jam. 9
Nitrat kerja panjang untuk profilaksis angina. Nitrat kerja panjang tidak
efektif secara terus menerus jika secara rutin diberikan dalam periode waktu yang
lama tanpa interval tanpa-nitrat atau interval rendah-nitrat sekitar 8-10 jam
(toleransi). Perburukan disfungsi endotel merupakan komplikasi potensial dari
nitrat jangka panjang, sehingga pada praktiknya, penggunaan nitrat jangka panjang
sebagai terapi lini pertama untuk pasien angina perlu di re-evaluasi. Toleransi
nitrat dapat dicegah dengan mengubah dosis dan waktu pemberian, sama halnya
dengan sediaan slow-release. Jadi, hanya sediaan mononitrat rapid-release 2 kali
sehari atau dosis sangat tinggi dari slow-release yang memberikan manfaat anti-
angina jangka panjang.9

Gambar 2.11 Jenis dan dosis Nitrat10

2.4.5.2 Obat Anti-iskemik tambahan


Ranolazin adalah obat yang relatif baru, obat ini memberikan efek anti-iskemik
melalui penghambatan arus akhir Na+ ke dalam kardiomiosit. Hal tersebut akan
menyebabkan berkurangnya Ca2+ intraselular selama iskemik, sehingga menyebabkan
peningkatan relaksasi miokardium dan fungsi diastolik ventrikel. Ivabradin menghambat

23
kanal If pada nodus sinoatrial dan secara selektif mengurangi denyut jantung. Hal tersebut
menyebabkan penurunan kebutuhan atau konsumsi oksigen miokardium dan juga
meningkatkan aliran darah koroner dengan memperpanjang periode diastolik. 5
Nicorandil adalah obat yang memiliki efek seperti nitrat. Obat ini akan
menyebabkan dilatasi pembuluh epikarial dan memodulasi respon vasomotor pada
pembuluh darah untuk stimulasi simpatis. Trimetazidin adalah obat golongan baru yang
mengganti metabolisme selular dari asam lemak bebas menjadi oksidasi glukosa,
berpotensi kearah toleransi yang lebih baik terhadap iskemia miokardium. Ada penelitian
yang menyebutkan bahwa obat tersebut dapat menningkatkan kapasitas dan waktu latihan
pasien, namun hasil penelitian lain menyebutkan tidak ada efek klinis yang signifikan.
Oleh karena itu, potensi trimetazidin sebagai pengobatan untuk pasien dengan angina
mikrovaskular sampai saat ini masih kontroversial.5

Gambar 2.12 Tatalaksana Angina Mikrovaskular17


2.4.5.2.1 Ivabradin
Ivabradine merupakan obat untuk menurunkan laju jantung, dan secara
selektif menghambat aliran nodus sinus l(f) pacemaker, sehingga mengurangi
kebutuhan oksigen tanpa efek inotropik maupun efek pada tekanan darah.
Ivabradine dapat digunakan untuk pasien angina yang intoleran atau tidak cukup
dikendalikan dengan penyekat beta, dan yang laju jantungnya melebihi 60 kali per
menit (irama sinus). Ivabradine sama efektifnya dengan atenolol dan amlodipine
pada pasien APS; penambahan ivabradine 7.5mg 2 kali sehari pada pemberian
terapi atenolol menyebabkan pengendalian laju jantung dan gejala angina yang
lebih baik.9
Pada uji klinis BEAUTIFUL, ivabradine menurunkan kematian
kardiovaskular, dan hospitalisasi akibat infark miokard dan gagal jantung. efeknya
lebih besar pada pasien dengan laju jantung ≥70 kali per menit. Sehingga,
24
ivabradine merupakan obat anti-angina yang efektif secara independen, maupun
dengan kombinasi penyekat beta.9
Dosis penggunaan ivabradine awal 5 mg dua kali sehari, apabila diperlukan
dosis dapat ditingkatkan setelah 3-4 minggu pengobatan menjadi 7,5 mg dua kali
sehari, apabila pasien tidak dapat mentoleransi dosis ini (denyut jantung pada saat
istirahat kurang dari 50 detak/menit atau muncul gejala bradikardi seperti pusing,
kelelahan atau hipotensi) maka dosis diturunkan menjadi 2,5 mg dua kali sehari,
pengobatan harus dihentikan apabila denyut jantung tetap di bawah 50 detak/menit
atau gejala bradikardi muncul.18
Lansia dosis awal 2,5 mg dua kali sehari; gagal jantung kronis: dosis awal
5 mg dua kali sehari, setelah 2 minggu pengobatan apabila diperlukan dosis dapat
ditingkatkan menjadi 7,5 mg dua kali sehari jika denyut jantung istirahat terus-
menerus lebih dari 60 detak/menit atau diturunkan menjadi 2,5 mg dua kali sehari
jika denyut jantung istirahat terus-menerus kurang dari 50 detak/menit atau muncul
gejala bradikardi seperti pusing, kelelahan atau hipotensi, pengobatan harus
dihentikan apabila denyut jantung tetap di bawah 50 detak/menit atau gejala
bradikardi tetap muncul.18

2.4.5.2.2 Ranolazin
Ranolazine merupakan inhibitor selektif untuk aliran Natrium dengan efek
metabolik dan anti-iskemia. Dosis 500-2000mg per hari mengurangi angina dan
meningkatkan kapasitas latihan tanpa mengubah laju jantung maupun tekanan
darah. Ranolazine meningkatkan QTc dan penggunaannya pada pasien dengan QT
yang memanjang maupun kombinasi dengan obat-obatan yang memperpanjang
interval QT harus sangat berhati-hati.9

2.4.5.2.3 Trimetazidine
Trimetazidine merupakan modulator metabolik anti-iskemia dengan efikasi
anti-anginal yang mirip dengan propanolol pada dosis 20 mg 3 kali sehari. Laju
jantung dan puncak latihan tidak berubah pada kelompok uji trimetazidine,
sehingga trimetazidine dijelaskan memiliki kerja anti-iskemia non-mekanis.
Penggunaan trimetazidine 35 mg 2 kali sehari dengan kombinasi penyekat beta
(atenolol) memperbaiki iskemia miokard, namun masih dikontraindikasikan untuk
penyakit Parkinson dan gangguan motorik lain. Pada penderita diabetes,

25
trimetazidine memperbaiki HbA1C dan glikemia. 9

2.4.6 Prognosis Angina Mikrovaskular

Pada saat mendiagnosis angina mikrovaskular, diperlukan bukti objektif terjadinya


iskemia. Perlu diingat bahwa iskemik miokardium merupakan hasil dari
ketidakseimbangan suplai oksigen miokardium dan kebutuhan oksigen koroner, dan
kejadian iskemik tersebut merujuk pada mikrodisfungsi dari miokardium. Serangan angina
pada pasien angina mikrovaskular tersebut menunjukkan adanya kondisi iskemik yang
sedang berlangsung pada miokardium. Prognosis angina mikrovaskular tidak selalu baik
seperti yang dipikirkan dahulu. Pasien dengan angina mikrovaskular memiliki peningkatan
mortalitas 1,5 kali lipat dibandingkan dengan individu tanpa iskemik miokardium.
Sebagai tambahan >40% pasien berobat kembali ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada, dan 30% melakukan angiografi koroner ulang. Mereka juga mempunyai kualitas
hidup yang buruk dibandingkan dengan individu yang sehat. Banyak pasien dengan nyeri
dada tanpa disertai obstruksi arteri koroner yang signifikan pada pemeriksaan angiografi
tidak mendapat diagnosis yang pasti sehingga tidak dapat diberikan terapi yang tepat. 5,13

26
BAB III. KESIMPULAN

Angina mikrovaskular didefinisikan sebagai angina pektoris yang


disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah kecil arteri koroner dan ditandai
dengan nyeri dada dan terdapatnya iskemik miokardium yang dibuktikan dengan
pemeriksaan non invasif yaitu uji latih jantung meskipun pada pemeriksaan
angiografi arteri koroner dapat terlihat normal.
Coronary Vasomotion Disorders International Study (COVADIS)
menciptakan kriteria diagnosis angina mikrovaskular, yaitu terdapatnya gejala
angina, tidak disertai dengan PJK (Penyakit Jantung Koroner) obstruktif (yaitu
stenosis <50% atau FFR (Fractional Flow Reverse) >0,80), pada uji latih jantung
menunjukkan bukti objektif iskemik miokardium, dan ketidakseimbangan
fungsional mikrovaskular koroner. Menurut beberapa ahli keempat kriteria
tersebut harus terpenuhi untuk menegakkan diagnosis definitif angina
mikrovaskular. Namun di lain sisi, angina mikrovaskular dapat dipertimbangkan
bila pada pemeriksaan angiografi terdapat INOCA (Ischaemia and no obstructive
CAD), sebagai tambahan ditemukannya bukti objektif berupa iskemik
miokardium dan ketidakseimbangan mikovaskular.
Manajemen faktor risiko merupakan hal yang penting untuk setiap
pendekatan terapi pada pasien dengan nyeri dada tanpa PJK obstruktif, dan hal
tersebut dimulai dengan konseling gaya hidup. Sementara itu terapi inisial untuk
angina mikrovaskular meliputi obat-obatan yang klasik digunakan untuk anti-
iskemik (β-blockers, calcium antagonists, dan nitrates).

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Park, Jin Joo, Sung-Ji, Dong-Ju. 2015. Microvascular angina: angina that
predominantly affects women. Korean J Intern Med. Vol 30. No.2
(2015)140-147

2. Maas, Angela, Dejan, Colin, Javier. 2019. Microvascular angina:


diagnosis, assessment, and treatment. European Medical Journal. (2019)1-
17

3. Drake, R., Vogl, W. and Mitchell, A. 2018. Gray’s basic anatomy. 3 rd ed.
Philadelphia: Elsevier
4. Moore Keith. L., Dalley Arthur F, Agur Anne. 2014. Clinically Oriented
Anatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

5. Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Ed. 8. Jakarta:


EGC
6. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Chronic Pain Managament. In :
Clinical Anesthesiology, 5th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill,
2013, p. 1023-85
7. Setiadi, Adji Prayitno, Halim, Steven Victoria. 2018. Penyakit
Kardiovaskular: Seri Pengobatan Rasional. Yogyakarta: Graha Ilmu
8. Fikriana, Riza. 2018. Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Deepublish
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2019. Panduan
Tatalaksana Angina Pektoris Stabil
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi 4
11. Ong, Peter., et al. 2018. International Standardization of Diagnostic
Criteria for Microvascular Angina. International Journal of Cardiology
250 (2018) 16-20
12. Gurses, Kadri Murat dan Ali Oto. 2014. Stable Primary Microvascular
Angina. European Society of Cardiology. e-Journal of Cardiology Practice
12(30)
13. Villano, Angelo, Gaetano, Filippo. 2017. Microvascular Angina:
Prevalence, Patophysiology, and Teraphy. Federazione Italiana di
Cardiologia (Vol. 19)

28
14. Marinescu, Mark. A., et al. 2015. Coronary Microvascular Dysfunction,
Microvascular Angina, and Treatment Strategies. The American College
of Cardiology Foundation. 8(2)
15. Knuuti, Juhani., et al. 2020. 2019 ESC Guidelines for the Diagnosis and
Management of Chronic Coronary Syndrome. European Society of
Cardiology. (41) 407-477
16. Camici, Paolo G., Crea, Filippo. 2021. Microvascular Angina. AHA
Journals
17. Lanza, Gaetano Antonio, Vita, Kaski. 2018. Primary Microvascular
Angina: Clinical Characteristics, Pathogenesis and Management. ICR
Journal. 108-111
18. Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Republik Indonesia 2015, Informatorium Obat
Nasional Indonesia (IONI), BPOM RI. Beta Bloker

29

Anda mungkin juga menyukai