Anda di halaman 1dari 24

PAPER

SERUMEN
PROP

Paper ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti


Kepaniteraaan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit THT-KL
RSUD Dr. Pirngadi Medan

Disusun Oleh :

Nurhanifa Meiviani 71220891026

Pembimbing :
dr. Sujahn A.Pardede, M.Ked, Sp. T.H.T.B.K.L

SMF ILMU PENYAKIT T.H.T.K.L


RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal:

Nilai :

Pembimbing

dr. Sujahn A.Pardede, M.Ked, Sp. T.H.T.B.K.L

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan paper ini, untuk
melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Penyakit THT-KL
di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Serumen Prop”. Tugas
ini bertujuan agar saya selaku penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF THT-KL di Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
pembimbing selama menjalani KKS di bagian ini yaitu dr. Sujahn A.Pardede,
M.Ked,Sp.T.H.T.K.L atas segala bimbingan dan arahannya dalam menjalani KKS
dan dalam pembuatan Paper ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
dokter – dokter yang telah mengajar penulis selama di SMF Ilmu Penyakit THT-
KL RSUD Dr. Pirngadi Medan :
1. dr. Beresman Sianipar, Sp. THT-KL
2. dr. Magdalena Hutagalung, Sp.THT-KL
3. dr. Patar L.H Lumbanraja, Sp. THT-KL
4. dr. Zalfina Cora, Sp.THT-KL
5. dr. Netty Harnita, Sp.THT-KL
6. dr. Linda C.MU.U. Samosir, Sp. THT-KL
7. dr. Ita L. Roderthani, Sp.THT-KL
8. dr. M. Taufiq, Sp.THT-KL
9. dr. Olina Hulu, Sp.THT-KL
10. dr. Seri Ulina, Sp.THT-KL
11. dr. Fauziah Henny, Sp. THT-KL
12. dr. Sujahn Anto Pardede, M.Ked.Sp. THT-KL
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak yang membaca paper ini. Semoga penulisan paper ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan

Medan, 05 Februari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................6
2.1 Anatami Telinga.........................................................................................................6
2.1.2 Fisiologi Pendengaran........................................................................................10
2.2 Serumen Proop.........................................................................................................11
2.2.2 Definisi..............................................................................................................11
2.2.3 Fisiologi Serumen.............................................................................................12
2.2.4 Etiologi..............................................................................................................14
2.2.5 Patofisiologi.......................................................................................................14
2.2.6 Gambaran Klinis...............................................................................................14
2.2.7 Diagnosa Banding.............................................................................................15
2.2.8 Diagnosa............................................................................................................16
2.2.9 Tatalaksana........................................................................................................17
2.2.10..........................................................................................................Komplikasi
...........................................................................................................................20
BAB III...............................................................................................................................21
KESIMPULAN..................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................22

iii
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Serumen (ear wax) merupakan hasil sekresi normal dari kelenjar sebasea dari
sepertiga luar kanal auditorik eksternal. Terdiri dari glikopeptida, lipid, asam
hialurionat, asam sialat, enzim lisosom dan imunoglobulin. Serumen memberikan
proteksi dengan menjaga keasaman dengan pH di angka 5,2-7,0 di kanal auditorik
eksternal. Ditemukan juga bahwa serumen ini berfungsi sebagai antibakteri dan
anti-jamur.1
Serumen secara umum dapat ditemukan di kanalis akustikus eksternus.
Serumen adalah campuran sekresi (sekret kelenjar sebasea dan kelenjar serumen)
yang ada di kulit sepertiga liang telinga. 2 Serumen apabila lama tidak dibersihkan
atau membersihkan dengan cara yang salah maka dapat menimbulkan sumbatan
pada kanalis akustikus eksternus. Sumbatan serumen tersebut dapat menimbulkan
gangguan pendengaran akibat dari penumpukan serumen pada liang telinga.3
Impaksi serumen dapat menyumbat saluran pendengaran eksternal atau
menekan membran timpani, sehingga berpotensi menyebabkan telinga terasa
penuh, gangguan pendengaran konduktif, gatal, dan nyeri. Impaksi serumen
adalah keluhan telinga yang paling umum dari pasien terhadap dokter di Amerika
Serikat, terjadi pada 6% populasi umum, mempengaruhi 10% anak-anak dan lebih
dari 30% orang lanjut usia dan mengalami gangguan kognitif. Revalensi gangguan
pendengaran di Indonesia hingga kini menempati posisi tertinggi keempat di
dunia dengan angka 4,5%.4
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI tersebut,
prevalensi gangguan pendengaran pada usia 5-14 tahun sebesar 0,8% serta
prevalensi ketulian pada usia 5-14 tahun sebesar 0,04%. Survei yang dilaksanakan
di tujuh provinsi di Indonesia menunjukkan penyakit telinga luar (6,8%), penyakit
telinga tengah (3,9%), dan presbikusis (2,6%). Penyebab terbanyak dari
morbiditas telinga ialah serumen prob (3,6%).5
5

Hal ini sering terlihat pada pasien yang rutin memakai alat bantu dengar atau
penutup telinga dan pasien dengan eksostosis atau kelainan anatomi saluran
telinga luar.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatami Telinga


Telinga manusia adalah struktur mirip cangkang yang terletak di aspek lateral
kepala. Struktur tulang rawan ini dibagi menjadi tiga substruktur mendasar, yaitu:
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam (Gambar 1).6

Gambar 1 : Anatomi Telinga


1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus acusticus externus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran
udara. Auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang
ditutupi kulit. Auricula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik,
keduanya disarafi oleh
N. facialis. Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok yang
menghubungkan auricula dengan membrana tympani. Tabung ini
berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricula ke membrana
tympani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 24 mm, dan dapat
diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke
atas dan belakang. Pada anak-anak kecil, auricula ditarik lurus ke
belakang, atau ke bawah dan belakang. Rangka sepertiga bagian luar
meatus adalah cartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah
tulang, yang dibentuk oleh timpani. Meatus dilapisi oleh kulit, dan
sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebacea, dan
glandula ceruminosa. Glandula ini adalah modifikasi kelenjar keringat
yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan
7

lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda
7
asing. EAC dilapisi oleh epitel kubus bertingkat. Kulit yang melapisi
kanal tulang lebih tipis dibandingkan kanal kartilago, ketebalan sekitar 0,1
hingga 0,2 mm dan merupakan lanjutan dari kulit yang melapisi bagian
permukaan lateral membran timpani dan aurikula. Sebagai hasilnya, tidak
terdapat glandula atau folikel rambut pada kanal tulang.

Gambar 2. Perbedaan Tebal Kulit Antara Kanal Kartilago dan Tulang, Diikuti
dengan Perbedaan Struktur

Gambar 3. Ilustrasi Menunjukkan Kanalis Telinga, Lapisan Tersebut Memisahkan


Antara Kulit dengan Tulang dan Struktur Kartilago. Pada Kanal Tulang Ada
Periosteum dan pada Kanal Kartilago Perikondrium yang Memisahkan.
Telinga mendapatkan suplai darah dari arteri aurikula posterior (lanjutan
dari arteri karotid eksterna) dan cabang kecil aurikuler dari arteri
temporalis superfisial. Dari arteri temporal superfisial, cabang aurikuler
didistribusikan ke lobus, nagian anterior aurikula dan meatus auditorius
eksterna. Meatus sebagian disuplai oleh pembuluh darah yang sama
dengan aurikula tetapi bagian lebih dalam, termasuk permukaan luar dari
8

membran timpani, disuplai oleh arteri aurikuler dalam, cabang pertama


(mandibula) dari arteri maksilaris eksternus. Sementara vena mengikuti
nama dan perjalanan arteri sampai mereka meninggalkan regio telinga.

Gambar 4. Ilustrasi Suplai Darah yang Didapatkan Telinga dari Cabang Arteri
Karotid Eksterna

Inervasi sensoris dari aurikula dan kanalis telinga disuplai oleh cabang
nervus kranialis V dan X, dan dari pleksus servikalis, tetapi juga menerima
cabang dari nervus kranialis VII dan IX. Saraf sensorik yang melapisi kulit
pelapis meatus berasal dari n. auticulotemporalis dan ramus auricularis n.
vagus. Aliran limfe menuju nodi paridei superficiales, mastoidei, dan
cervicales superficiales.8

2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah merupakan ruang berisi udara dalam pars petrosa
ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Telinga tengah
memiliki berbagai struktur7, diantaranya :
 Batas luar : membran timpani
 Batas depan: tuba eustachii
 Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : aditus et antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
9

 Batas dalam : berurutan dari atas kebawah kanalis semisirkularis


horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window) dan promontorium9.
a. Membran Timpani
Kavum timpani memiliki bentuk celah sempit yang miring dengan
sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran
timpani dan terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal. Kavum
timpani memiliki diameter vertikal atau anteroposterior yaitu 15 mm, dan
dengan diameter transversal yaitu 2-6 mm. Kavum timpani memiliki atap,
lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding
posterior. 10

Gambar 5. Organ disekitar membran timpani


b. Tuba Eustachius
Tuba eustachius adalah suatu saluran yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap
proses pneumatisasi pada telinga tengah dan mastoid serta
mempertahankan tekanan yang normal antara telinga tengah dan atmosfir.
Kestabilannya oleh karena adanya konstraksi muskulus tensor veli palatini
dan muskulus levator veli palatini pada saat mengunyah dan menguap.
Tiga perempat medial merupakan tulang rawan yang dikelilingi oleh
jaringan lunak, jaringan adiposa, dan epitel saluran nafas.7
c. Ossicula Auditus
 Malleus merupakan bagian dari ossicula auditus terbesar yang terdiri
dari caput mallei, collum mallei, processus longum atau manubrium
mallei, processus anterior, processus lateralis.
10

 Incus terdiri dari corpus incidus, crus longum, crus breve


 Stapes terdiri dari caput stapedis kecil dan crus longum incudis
sebagai sendinya; collum ini merupakan tempat insersio otot stapedius
dan memiliki ukuran yang sempit; kedua lengan dari collum yang
berjalan divergen dan melekat pada basis yang lonjong.
3. Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Gambar 3 Potongan Koklea


Dasar vestibuli disebut sebagai Relssne’s membrane, sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis (terletak organ Gorti). Pada skala
media terdapat bagian berbentuk lidah (membran tektoria), dan membran
basal yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti,
yang membentuk organ Corti
2.1.2 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke
telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang teiah diperkuat ini akan
11

diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga cairan perilimfe


pada skala vestibuli bergerak.11
Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran Reissner
yang akan mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.7

2.2 Serumen Proop


2.2.1 Definisi
Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit
yang terlepas dan partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang
telinga. Serumen obturans atau serumen props adalah serumen yang tidak berhasil
dikeluarkan dan menyebabkan sumbatan pada kanalis akustikus eksternus.12
Serumen adalah hasil sekresi kelenjar sebasea, kelenjar cerumeninosa dan
proses deskuamasi epitel pada bagian kartilaginea kanalis auditorius eksternus.
Produksi cerumen pada dasarnya sebuah konsekuensi yang timbul dari anatomi
lokal yang unik. Kanalis auditorius adalah satu-satunya cul-de-sac dari stratum
korneum dalam tubuh. Oleh karena itu, erosi fisik tidak dapat secara rutin
menghapus stratum korneum dalam saluran pendengaran. Ada dua jenis serumen
yaitu jenis kering berwarna kekuning-kuningan atau abu-abu, rapuh atau keras dan
jenis basah berwarna coklat, licin, lengket dan dapat berubah warna menjadi gelap
bila terpapar udara bebas.9.
Bila tidak dibersihkan dan menumpuk maka akan menimbulkan sumbatan
pada kanalis akustikus eksternus. Keadaan ini disebut serumen obsturans
(serumen yang menutupi kanalis akustikus eksternus). Sumbatan serumen
12

kemudian menimbulkan gejala berupa penurunan fungsi pendengaran,


menyebabkan rasa tertekan/ penuh pada telinga, vertigo, dan tinitus.13

2.2.2 Fisiologi Serumen


Kulit yang melapisi kartilaginsa lebih tebal daripada kulit bagian tulang,
selain itu juga mengandung folikel rambut yang bervariasi antar individu. Kulit
bagian telinga luar membentuk serumen atau kotoran telinga. Sebagian besar
struktur kelenjar sebasea dan apokrin yang menghasilkan serumen terletak pada
bagian kartilaginosa. Eksfoliasi sel-sel stratum korneum ikut pula berperan dalam
pembentukan materi yang membentuk suatu lapisan pelindung penolak air pada
dinding kanalis ini.4
Serumen diketahui memiliki fungsi proteksi yaitu sebagai sarana
pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membrana
timpani. Serumen juga berfungsisebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan
dan pembentukan fisura pada epidermis. Efek bakterisidal serumen berasal dari
komponen asam lemak, lisozim dan immunoglobulin.11
Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering.Serumen tipe basah
lebih dominan dibandingkan tipe kering.Tipe basah biasanya terbahagi kepada
dua yaitu serumen putih (White/Flaky Cerumen) yang sifatnya mudah larut bila
diirigasi dan serumen coklat (light-brown) yang sifatnya seperti jeli dan
lengket.Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe
keras.Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe
lunak dan serumen tipe kering.14
 Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih
sering pada orang dewasa.
 Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan
bersisik.
 Korneosit (sel kulit mati dari stratum korneum) banyak terdapat dalam
serumen lunak namun sedikit pada serumen tipe keras.
 Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling sering
kita temukan di tempat praktek.
13

Adapun fungsi serumen adalah sebagai berikut 4 11:


a. Membersihkan
Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari
proses yang disebut convey or belt process, hasil dari migrasi epitel
ditambah dengan gerakan rahang seperti mengunyah (jaw movement). Sel-
sel terbentuk ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari
umbo ke dinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar.
Serumen pada kanalis akustikus eksternus juga membawa kotoran, debu,
dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar. Jaw movement membantu
proses ini dengan memampatkan kotoran yang menempel pada dinding
kanalis akustikus eksternus dan meningkatkan pengeluaran kotoran.
b. Lubrikasi
Lubrikasi mencegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya
kulit kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi
diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung
kolesterol, skualan, dan asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang
banyak, dan alkohol.
c. Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal
Fungsi antibakterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan
banyak studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal
terhadap beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan
kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae,
staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang
biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan
oleh serumen manusia. Kemampuan antimikroba ini dikarenakan adanya
asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relative rendah
pada serumen (biasanya 6 pada manusia normal). Dikatakan pula bahwa
serumen juga melindungi telinga tengah dari infeksi bakteri dan fungi.
Beberapa penulis mengatakan bahwa serumen yang tertahan dapat menjadi
14

barier untuk membantu pertahanan tubuh melawan infeksi telinga namun


secara klinik dan biologi fungsi ini tampak cukup lemah.

2.2.3 Etiologi
Faktor yang menyebabkan serumen terkumpul dan mengeras di liang
telinga, sehingga menyumbat antara lain ialah 4:
A. Dermatitis kronis liang telinga luar
B. Liang telinga sempit
C. Produksi serumen banyak dan kental
D. Adanya benda asing di liang telinga
E. Adanya eksostosis (pertumbuhan jinak dari permukaan tulang) liang
telinga
F. Serumen terdorong oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi,
atau ebiasaan mengorek telinga.

2.2.4 Patofisiologi
Serumen yang menumpuk dapat menyebabkan impaksi. Impaksi serumen
terbentuk oleh karena gangguan dari mekanisme pembersihan serumen atau
produksi serumen yang berlebih. Sumbatan serumen umumnya terdiri dari sekresi
dari kelenjar serumen yang bercampur dengan sebum, debris eksfoliatif, dan
kontaminan. Pembersihan liang telinga yang tidak tepat (khususnya dengan
kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan serumen normal dan
mendorong serumen ke arah membran timpani.4
Obstruksi serumen pada liang telinga disebabkan oleh impaksi atau
pembengkakan sumbatan serumen. Keadaan ini sering terjadi setelah serumen
kontak dengan air. Dengan bertambahnya umur, kulit meatus yang semakin kering
dan perubahan dari secret dapat menyebabkan serumen menjadi keras dan sulit
dikeluarkan. 9
2.2.5 Gambaran Klinis
Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga
menyebabkan rasa penuh dengan penurunan pendengaran (tuli konduktif).
15

Terutama bila telinga masuk air (sewaktu mandi atau berenang), serumen
mengembang sehingga menimbulkan rasa tertekan dan gangguan pendengaran
semakin dirasakan sangat mengganggu. Beberapa pasien mengeluhkan adanya
vertigo atau tinnitus1.

2.2.6 Diagnosa Banding


Adapun diagnosis banding serumen prop adalah sebagai berikut:
1. Benda asing di liang telinga
Benda asing yang ditemukan di liang telinga bervariasi sekali. Bisa
berupa benda mati atau benda hidup, binatang, komponen tumbuh-
tumbuhan atau mineral. Pada anak kecil sering ditemukan kacang
hijau, manik, mainan, karet penghapus dan terkadang baterai. pada
orang dewasa yang relatif sering ditemukan adalah kapas cotton bud
yang tertinggal, potongan korek api, patahan pensil, kadang-kadang
ditemukan seranggga kecil seperti kecoa, semut atau nyamuk. 9
2. Kolesteatoma Eksterna
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin).Seluruh epitel kulit (keratinizing stratified squamous
epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang terbuka/ terpapar
ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah cul-
de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam
waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari
serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk
kolesteatoma. 9
Kolesteatoma diawali dengan penumpukan deskuamasi epidermis
di liang telinga, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan
rasa penuh serta kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik
akan terjadi erosi kulit dan bagian tulang liang telinga. Hal yang
terakhir ini disebut sebagai kolesteatoma eksterna. Kolesteatoma
eksterna disusun atas epitel gepeng & debris tumpukan pengelupasan
keratin, sehingga akan lembab karena menyerap air sehingga
16

mengundang infeksi. Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena


baik akibat efek penekanan oleh penumpukan debris keratin maupun
akibat aktifitas mediasi enzim osteoklas. 4
Kolesteatoma pada liang telinga biasanya unilateral. Pasien
mengeluhkan nyeri tumpul sampai nyeri hebat akibat peradangan
setempat dan otorea intermitten akibat erosi tulang dan infeksi
sekunder. Kolesteatoma diduga sebagai akibat migrasi epitel yang
salah & periostitis sirkumskripta. Erosi bagian tulang liang telinga
dapat sangat progresif memasuki rongga mastoid dan kavum timpani.4

2.2.7 Diagnosa
Gejala paling umum terkait dengan impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk
di liang telinga adalah gangguan pendengaran yang ringan, atau telinga terasa penuh. Hal
ini biasanya terjadi jika kanal sepenuhnya terblokir oleh serumen. Serumen biasanya
tidak menyakitkan, kecuali jika menyentuh gendang telinga. Upaya untuk mengeluarkan
kotoran telinga yang keras dapat menyebabkan abrasi dan nyeri pada kulit kanal telinga
yang peka.12
Gejala lainnya yang terkait dengan kotoran telinga impaksi di dalam telinga
termasuk: telinga gatal, telinga berdenging, pusing, dan batuk yang timbul oleh karena
rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler.9 Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis, pasien biasanya datang
dengan keluhan pendengaran berupa tuli konduktif disertai rasa penuh pada telinga
terutama bila telinga masuk air yaitu sewaktu mandi atau berenang yang bisa
menyebabkan serumen mengembang sehingga menimbulkkan rasa tertekan dan gangguan
pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu. Beberapa pasien juga mengeluhkan
adanya vertigo atau tinnitus.15
Pada pemeriksaan fisik menggunakan otoskop dapat terlihat adanya
obstruksi liang telinga oleh material berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman
atau berwarna putih. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi. Selain itu, harus
dievaluasi lagi untuk melihat ada atau tidak perforasi membran timpani dan
riwayat fraktur tulang temporal atau pembedahan telinga. 11
17

Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah pemeriksaan gangguan


pendengaran seperti garpu tala dan audiometri. Tes garputala merupakan tes
kualitatif.Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.
Pada kasus ini, tidak ada pemeriksaan penunjang yang khas yang bisa dilakukan
untuk menegakkan diagnosis kerja. 15

2.2.8 Tatalaksana
Adanya serumen pada liang telinga adalah suatu keadaan normal. Serumen dapat
dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan
kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait
atau kuret. Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus
dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. Serumen yang
sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan
trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan suction
atau mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh. 9
Indikasi untuk mengeluarkan serumen adalah sulit untuk melakukan evaluasi
membran timpani, otitis eksterna, oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli
konduktif.Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran timpani.
Bila terdapat keluhan tinitus, cerumen yang sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif
merupakan kontraindikasi dari microsuction.4
a. Menggunakan alat-alatan
Alat-alat yang bisa digunakan dalam membersihkan kanalis akustikus eksternus
adalah jerat kawat, kuret cincin yang tumpul, cunam Hartmann yang halus. Yang
penting pemeriksaan harus dilakukan dengan sentuhan lembut karena liang telinga
sangat sensitif terhadap alat-alat. Dinding posterior dan superior kanalis akustikus
eksternus kurang sensitif sehingga pelepasan paling baik dilakukan disini.Kemudian
serumen yang lepas dipegang dengan cunam dan ditarik keluar.15

Gambar 5 Cara Membersihkan Kanalis Akustikus Eksternus


18

Gambar 6 Memasang kapas pada ujung aplikator dengan memutar aplikator

Cara irigasi hanya boleh dilakukan bila membran timpani utuh. Perforasi
membran timpani memungkinan masuknya larutan yang terkontaminasi ke telinga
tengah dan dapat menyebabkan otitis media.Larutan irigasi dialirkan di canalis
telinga yang sejajar denganlantai, mengambil serumen dan debris dengan larutan
irigasi mengunakan air hangat saja (37 oC) atau dapat ditambahkan larutan sodium
bikarbonat atau larutan cuka untuk mencegah infeksi sekunder.16

Gambar 7 Cara Penyemprotan Telinga

Serumen juga biasanya diangkat dengan sebuah kuret dibawah pengamatan


langsung.Perlu ditekankan disini pentingnya pengamatan dan paparan yang
memadai. Umumnya kedua faktor tersebut paling baik dicapai dengan penerangan
cermin kepala dan suatu speculum sederhana.15
19

Gambar 8 Metode Kuretase untuk mengambil Serumen

Gambar 9 Pengambilan Serumen dengan Suction


b. Zat serumenolisis
Adakalanya pasien dipulangkan dan diinstruksikan memakai tetes telinga dalam
waktu singkat. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain minyak mineral,
hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex. Pemakaian preparat komersial untuk
jangkan panjang atau tidak tepat dapat menimbulkan iritasi kulit atau bahkan
dermatitis kontak: Terdapat 2 tipe seruminolitik yaitu aqueos dan organic. Zat
serumenolitik ini biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum pengangkatan
serumen. Solutio aqueos merupakan cairan yang dapat dengan baik memperbaiki
masalah sumbatan serumen dengan melunakkannya, diantaranya.11
 10% Sodium bicarbonate B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)
 3% hidrogen peroksida
 2% asam asetat
 Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride.
20

Solusio organic dengan penyusun minyak hanya berfungsi sebagai lubrikan, dan
tidak berefek mengubah intergritas keratin skuamosa, antara lain 9 :
 Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine
 Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil, baby
oil, olive oil)
 Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)
 Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides, dan oleate-condensate)
 Docusate, sebagai active ingredient ditentukan pada laxatives
Seruminolitik dalam hal ini khususnya solutio organic dapat menimbulkan reaksi
sensitivitas seperti dermatitis kontak.Dan pembersihan serumen yang tidak tuntas dapat
menyebabkan superinfeksi jamur. Komplikasi lain yang mungkin adalah ototoksisitas
yang dapat terjadi bila terdapat perforasi.
2.2.9 Komplikasi
1. Perforasi membran timpani
2. Infeksi kulit liang telinga
3. Pembentukan jaringan granulasi
4. Otitis eksterna
5. Perikondritis
21

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang
terlepas dan partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga.
Dalam keadaan normal serumen terdapat di sepertiga luar liang teling. Serumen
memiliki fungsi untuk membersihkan, melubrikasi, dan sebagai antibakteri dan
antifungi.Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering
dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan yang didapat dari pasien berupa pendengaran yang menurun
hingga tuli ringan, adanya rasa penuh di telinga sampai rasa nyeri telinga dan
gambaran dari serumen baik dari konsistensi maupun dari warna serumen
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim, G. R. et al. Serumen Prop sebagai Faktor Risiko Tuli Konduktif


Cerumen Impaction as a Risk Factor of Conductive Hearing Loss. 13,
(2023).
2. Jeffrey L keller. Diseases of the External Ear. in Pathologic Basis of
Veterinary Disease 23 (2017).
3. Lopo, C., Sulistiana, R., Liwang, M. N. I. & Haruna, N. A. Ekstraksi
Serumen Telinga dalam Kegiatan PGPKT. J. Med. Prof. 4, 22–28 (2022).
4. Sevy, J. O., Hohman, M. H. & Singh, A. Cerumen Impaction Removal.
NCBI Bookshelf 1–7 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448155/
(2024).
5. Jannah, F. K., Saraswati, L. D., Muyassaroh, Udiyono & Ari.
GAMBARAN FAKTOR PREDISPOSISI IMPAKSI SERUMEN PADA
SISWA SMP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANDARHARJO.
JKM 6, 253–254 (2018).
6. Sánchez, A., Nava, L. De & Lasrado, S. Physiology , Ear. NCBI Bookshelf
1–4 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK540992/ (2023).
7. Dhingra, P., Dhingra, S. & Dhingra, D. Diseases of Ear, Nose and Throat
& Head and Neck Surgery. Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952. (2021).
8. Felfela, G. M. W. Ear Anatomy. 4, 22–39 (2017).
9. Soepardi, E. A., Lskandar, N., Bashiruddin, J. & Restuti, R. D. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. (Badan
Penerbit FK UI., 2011).
10. Widyasari, F., Hifni, A. & Ghanie, A. PENATALAKSANAAN OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK DI FASILITAS KESEHATAN
PERTAMA. 4, 89–104 (2022).
11. George L adams, Boies, L. & Peter A. Higler. Boise Buku Ajar Penyakit
THT. (Penerbitan Buku Kedokteran EGC, 1997).
12. Schwartz, S. R. et al. Clinical Practice Guideline ( Update ): Earwax (
23

Cerumen Impaction ). (2017) doi:10.1177/0194599816671491.


13. Horton, G. A., Simpson, M. T. W., Beyea, M. M. & Beyea, J. A. Cerumen
Management : An Updated Clinical Review and Evidence-Based Approach
for Primary Care Physicians. 1–9 (2020) doi:10.1177/2150132720904181.
14. Fullington, D. et al. Evaluation of the safety and efficacy of a novel product
for the removal of impacted human cerumen. 1–10 (2017)
doi:10.1186/s12901-017-0038-8.
15. Lalwani, A. K. Current Diagnosis & Treatment in. (2015).
16. Schumann, J. A., Toscano, M. L. & Pfleghaar, N. Ear Irrigation. 1–6
(2024).

Anda mungkin juga menyukai