Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH STUDI LITERATUR

MERANCANG PROGRAM RETURN TO WORK DI TEMPAT KERJA


PADA PEKERJA YANG MENGALAMI LOW BACK PAIN :
PENDEKATAN PEMETAAN INTERVENSI

Penyusun
Ragiel Pramana 030.13.158
Susi Wulandari 030.14.184
Felix Nifalo 030.14.067
Fiadwita Nia Ifriana 030.14.070

Pembimbing
Dr. Nany Hairunisa, MCHSc

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KERJA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 19 AGUSTUS 2019 – 21 SEPTEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan judul:

“MERANCANG PROGRAM RETURN TO WORK DI TEMPAT KERJA


PADA PEKERJA YANG MENGALAMI LOW BACK PAIN :
PENDEKATAN PEMETAAN INTERVENSI”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk


menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 19 Agustus 2019 – 21 September 2019

Jakarta, September 2019

Dr. Nany Hairunisa, MCHS

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah studi literatur berjudul
“Merancang Program Return To Work Di Tempat Kerja Pada Pekerja Yang
Mengalami Low Back Pain : Pendekatan Pemetaan Intervensi” ini dengan tepat
waktu.
Studi literatur ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, periode
19 Agustus 2019 – 21 September 2019.
Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian
makalah ini, terutama kepada:
1. Dr. Nany Hairunisa, MCHSc selaku pembimbing dalam penyusunan
makalah ini.
2. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Kerja.
Penulis menyadari bahwa studi literatur ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran guna
penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan. Semoga studi literatur ini
dapat bermanfaat bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat.

Jakarta, September 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ........................................................ 3
2.2 Definisi Return To Work........................................................................ 4
2.3 Definisi Low Back Pain ......................................................................... 5
2.4 Pemeriksaan Low Back Pain ................................................................. 6
2.5 Intervensi ............................................................................................... 8
2.6 Peraturan Berdasarkan Undang-Undang ............................................... 19
2.7 Syarat-Syarat Return To Work ............................................................... 19
2.8 Kompensasi............................................................................................ 20
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Resiko bahaya yang dihadapi tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan kerja
serta penyakit akibat kerja yang diakibatkan karena kombinasi dari berbagai
faktor seperti tenaga kerja, peralatan kerja, dan lingkungan kerja. Penyakit akibat
kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses
1
maupun lingkungan kerja salah satunya adalah penyakit Low Back Pain (LBP).
LBP atau nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
2
muskuloskeletal, gangguan psikologis dan mobilisasi yang salah. Masa kerja
yang lama akan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan
akan mengakibatkan degenerasi tulang belakang, serta kekakuan otot yang dapat
menyebabkan LBP. Terdapat pengaruh sikap kerja yang tidak ergonomis dan
sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri,
duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. 3
Low back pain (LBP) adalah penyebab kecacatan yang sangat lazim jika tidak
segera ditangani. 4 Berdasarkan Institute of Medicine Report from the Committee
on Advancing Pain Research, Care, and Education tahun 2011 Total biaya
tambahan tahunan perawatan kesehatan karena nyeri dari $560 milyar menjadi
$635 milyar di Amerika Serikat. Diperkirakan 20% dari orang dewasa Amerika
(42 juta orang) melaporkan bahwa rasa sakit atau ketidaknyamanan fisik
mengganggu tidur mereka beberapa malam dalam seminggu atau lebih. LBP
adalah penyebab utama kecacatan di Amerika di bawah 45 tahun. Lebih dari 26
juta orang Amerika antara usia 20-64 memiliki pengalaman LBP. 5
Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat, di antara cedera
muskuloskeletal yang terkait dengan pekerjaan dan penyakit yang mengakibatkan
hilangnya waktu kerja, 42% adalah kondisi terkait kembali bekerja yang
menghasilkan rata-rata 7 hari waktu kerja yang hilang. Sedangkan mayoritas
orang yang mengalami episode LBP kronis secara keseluruhan, diperkirakan
bahwa 60–70% pasien pulih dalam 6 minggu, dan 80–90% dalam 12 minggu. 6
Sebanyak 70-90% dari populasi akan mengalami setidaknya satu episode
dalam hidup mereka, penelitian telah melaporkan bahwa antara 24 dan 87%

1
penderita memiliki LBP berikutnya dalam satu tahun setelah episode awal
7
mereka. Angka kejadian pasti dari LBP di Indonesia tidak diketahui, namun
diperkirakan angka prevalensi LBP bervariasi antara 7,6% sampai 37%. Masalah
LBP pada pekerja pada umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak
prevalensi pada kelompok usia 45-60 tahun dengan sedikit perbedaan berdasarkan
8
jenis kelamin. LBP dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan absensi
dalam pekerjaan, dan juga menjadi salah satu penyebab utama hilangnya waktu
8
kerja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat
dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri.9
Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki
sifat sebagai berikut:9
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
b. Bersifat teknik.
Istilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada yang
menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang
hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and
Health.9
Sehat digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan
memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.9
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di bidang
kesehatan lebih ditujukan kearah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan
seseorang menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.9
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

3
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

2.2 Definisi Return To Work


Return to work (kembali berkerja) adalah pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja bisa bekerja kembali di perusahaan yang sama.10
Menurut istilah lain tentang return to work adalah rangkaian tata laksana
penanganan kasus Kecelakaan Kerja maupun Penyakit Akibat Kerja
melalui: 10
• Pelayanan kesehatan,
• Rehabilitasi dan
• Pelatihan agar pekerja dapat kembali kerja
Pemerintah telah menerbitkan Permenaker No. 10 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pemberian Program Kembali Bekerja Serta Kegiatan
Promotif dan Preventif Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.10
Setiap Pekerja yang mengalami Kecelakaan Kerja dan/atau Penyakit
Akibat Kerja dapat memperoleh manfaat Program Kembali Kerja. Manfaat
Program Kembali Kerja dapat diberikan berdasarkan rekomendasi Dokter
Penasehat. Manfaatnya :10
1. Diberikan secara komprehensif mulai dari pelayanan kesehatan,
rehabilitasi, dan pelatihan kerja.
2. Pemberian manfaat dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dan/atau Trauma Center BPJS Ketenagakerjaan, fasilitas
rehabilitasi, dan fasilitas pelatihan kerja baik milik Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau milik swasta yang memenuhi
persyaratan dan menjalin kerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan.

4
2.3 Definisi Low Back Pain
Lower back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB)
merupakan masalah kesehatan dunia yang umum terjadi, yang
menyebabkan pembatasan aktivitas dan juga ketidakhadiran kerja. Nyeri
punggung bawah menyebabkan seseorang yang mengalaminya menjadi
tidak produktif dalam bekerja sehingga akan menyebabkan beban ekonomi
yang sangat besar baik bagi individu, keluarga, masyarakat, maupun
pemerintah.11
NPB sering dikeluhkan oleh tenaga kesehatan dengan prevalensi
selama satu tahun di negara barat 36,2–57,9%, sedangkan di negara Asia
adalah 36,8–69,7%.12 Beberapa penelitian melaporkan bahwa usia, jenis
kelamin, kebiasaan merokok, bekerja penuh waktu, body mass index
(BMI), lama bekerja di keperawatan, frekuensi mengangkat beban berat,
unit keperawatan, beban kerja, dan juga dukungan sosial yang rendah
merupakan faktor risiko terjadinya NBP. Penting untuk dapat
mengidentifikasikan faktor risiko yang dapat dicegah akan mengurangi
terjadinya nyeri punggung bawah.12
Keluhan NBP diawali dari keluhan muskuloskeletal yang jika
dibiarkan berlanjut akan mengakibatkan kelainan yang menetap pada otot
dan kerangka tubuh. Beberapa kondisi yang mungkin menjadi faktor
pencetus antara lain adalah pekerjaan yang memerlukan pengerahan
kekuatan atau pengulangan yang berlebihan dari gerakan-gerakan yang
dapat menimbulkan cedera otot serta saraf, posisi canggung atau posisi
yang tidak mendukung sehingga akan menimbulkan peregangan yang
berlebihan, posisi statis atau posisi pekerja harus diam atau tidak bergerak
dalam jangka waktu lama, gerakan-gerakan seperti membungkuk dan juga
memutar, serta waktu pemulihan yang tidak memadai karena lembur dan
kurang istirahat. 13

5
2.4 Pemeriksaan yang Diperlukan
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu : 14,15
1. Anamnesis
a. Identitas
Nama , umur , jenis kelamin , suku, bangsa, alamat dan pekerjaan (
cara kerja, dan durasi pekerjaannya).
b. Keluhan utama
Pasien menceritakan apa keluhan yang membuat dia tidak
bias berkerja, biasanya pasien akan mengeluh nyeri punggung,
nyeri saat berjalan dan nyeri menyebar sampai kebagian belakang
kaki.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan
ketidaknyamanannya (missal lokasi, berat, durasi, sifat, penjalaran
dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan mengenai
bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan
aktifitas dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan
bagaimana pasien mengatasinya.
d. Riwayat Pekerjaan
Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat
membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan.
2. Pada pemeriksaan fisik
Selama wawancara ini, pemeriksa dapat melakukan observasi terhadap
postur pasien, kelainan posisi dan cara jalan.dikaji lengkungan tulang
belakang, Krista iliaka dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal dipalpasi
dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya obesitas
karena dapat menimbulkan nyeri punggung bawah. 15
a. Tes persarafan
Tes persarafan yang pertama yaitu laseque test dilakukan
dengan posisi berbaring dan kedua kaki diluruskan. Lakukan
pemeriksaan pada kedua kaki secara bergantian dengan cara
mengangkat kaki dalam keadaan lurus. Jika terasa nyeri yang

6
menjalar ke daerah lutut pada sudut 30-70 derajat bisa disimpulkan
bahwa terdapat kelainan persaraf pada L4-S1.16
Tes kedua disebut patrick test, pada tes ini pasien berbaring,
tumit dari kaki yang satu diletakkan pada sendi lutut pada tungkai
yang lain. Setelah ini dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga
terjadi rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada
suatu sebab yang non neurologik misalnya coxitis.16
Yang terakhir adalah chin chest maneuver, tes ini dilakukan
dengan cara memfleksikan leher secara pasif hingga dagu
mengenai dada. Tindakan ini akan mengakibatkan tertariknya
myelum naik ke atas dalam canalis spinalis. Akibatnya maka akar-
akar saraf akan ikut tertarik ke atas juga, terutama yang berada di
bagian thorakal bawah dan lumbal atas. Jika terasa nyeri berarti ada
gangguan pada akar-akat saraf tersebut.16

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus LBP lebih difokuskan pada
pemeriksaan radiologi seperti foto polos, CT scan dan MRI untuk melihat
apakah ada kelainan pada struktur tulang belakang, otot dan
persarafan.17,18
a. Foto Polos Lumbosacral
Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan
untuk membantu dokter melihat penyebab penyakit punggung
seperti adanya patah tulang, degenerasi, dan penyempitan DIV.
Pada foto lumbosacral akan terlihat susunan tulang belakang yang
terdiri dari lima ruas tulang belakang, sacrum dan tulang ekor.17,18
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan pada pasien LBP karena mudah dilakukan dan
relatif murah. Pemeriksaan foto polos ada tiga posisi, yaitu
anterior-posterior (AP), lateral dan oblique .17,18
Kelemahan pada pemeriksaan radiologi foto polos adalah
pada paparan radiasi yang ditimbulkan, terutama pada foto oblique.

7
Kelemahan lain adalah pada identifikasi gambaran abnormalitas
sendi, skoliosis ringan dan penonjolan dari DIV (herniated disc).
Untuk mengamati lebih jelas pada kelainan tersebut perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI 17,18.

2.5 Intervensi pada Occupational Low Back Pain


Nyeri punggung bawah merupakan penyebab utama disabilitas dan
menjadi penyebab utama morbiditas dan turunnya produktivitas di tempat
kerja. WHO menyebutkan ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi nyeri diantaranya adalah terapi obat-obatan dan terapi
non-obat.
Terapi perilaku kognitif dan kebugaran fisik menjadi terapi yang
paling banyak ditawarkan dalam hal pengobatan.19 Terapi obat-obatan
seperti Parasetamol dan obat antiinflamasi non-steroid hanya mengurangi
gejala sementara, terutama untuk nyeri punggung akut, tetapi tidak terlalu
signifikan pada orang dengan nyeri punggung kronis.
Tirah baring (bed rest), korset pendukung, dan braces, yang
biasanya diresepkan hampir secara rutin, tidak lagi dianjurkan untuk nyeri
punggung, karena dianggap mencegah otot memberikan dukungan
struktural yang diperlukan.
Pada jurnal ini, dilakukan adanya intervensi dengan metode
kualitatif yang terdiri dari enam langkah intervensi.20 Langkah 1 terdiri
dari penilaian kebutuhan; langkah 2, 3 dan 4 melibatkan pengembangan
awal intervensi; langkah 5 terdiri dari perencanaan untuk implementasi;
dan langkah 6 melibatkan evaluasi dan penyempurnaan intervensi.

Tabel. 1 Kerangka Pemetaan Intervensi


Langkah Tugas
Langkah 1 - Menentukan masalah kesehatan dan
Asesmen Penilaian Kebutuhan populasi yang berisiko
- Menilai kelayakan.
- Pilih anggota Tim Pemetaan
Intervensi
Langkah 2 - Identifikasi stakeholder yang
Mengembangkan Matriks Tujuan penting
8
Program Proksimal - Nyatakan perubahan yang
diharapkan dalam perilaku dan
lingkungan
- Menentukan tujuan dan determinan
kinerja.
- Membuat matriks tujuan program
proksimal untuk setiap stakeholder
yang penting, dan menulis tujuan
pembelajaran serta perubahannya.
Langkah 3 - Brainstorming dan cocokkan
Mengembangkan Metode Berbasis intervensi yang memungkinkan untuk
Teori dan Strategi Praktis setiap perubahan dan pelajari tujuan
- Terjemahkan intervensi ke dalam
strategi praktis.
Langkah 4 - Operasionalkan intervensi dan
Mengembangkan Rencana strategi praktis ke dalam program
Program yang dapat disampaikan
- Garis besar mekanisme pengiriman
program dan jadwal
- Menggambarkan peran dan
tanggung jawab
- Desain materi program
Langkah 5 - Tentukan bagaimana program akan
Mengembangkan Rencana Adopsi diimplementasikan menggunakan
dan Implementasi Langkah 2-4
- Uji coba program
Langkah 6 - Mengembangkan metode untuk
Mengembangkan Rencana mengevaluasi efektivitas program
Evaluasi (hasil)
- Mengembangkan metode untuk
memonitor implementasi (proses)

Langkah 1. Asesmen Penilaian Kebutuhan


Pada jurnal ini tujuan dari penilaian kebutuhan adalah untuk
menetapkan alasan agar dapat meningkatkan RTW pada LBP okupasional.
Pada penilaian kebutuhan, tim pemetaan intervensi dibentuk yang terdiri
dari tiga peneliti, tiga koordinator RTW (kRTW), seorang ahli terapi
perilaku, seorang dokter spesialis okupasi, seorang dokter Workplace
Safety and Insurance Board (WSIB) dan dua ahli fisioterapi.

9
Langkah 2. Mengembangkan Tujuan Program
Tugas pertama untuk tim pemetaan intervensi adalah menggunakan
proses inti yang diuraikan diatas dan mendaftar semua stakeholder penting
yang dapat berdampak pada RTW. Hal ini diikuti oleh membuat daftar
tujuan kinerja dan hasil yang diharapkan untuk setiap stakeholder yang
telah diidentifikasi. Tujuan kinerja adalah kegiatan yang perlu dilakukan
oleh setiap stakeholder untuk membantu proses RTW.
Faktor-faktor penentu atau determinan-determinan dikelompokkan
ke dalam tiga kategori besar: kognitif-perilaku (sikap, kepercayaan dan
emosi), pengetahuan dan keterampilan/self-efficacy. Ketakutan pada
cedera berulang terdaftar sebagai penghalang kognitif-perilaku, kurangnya
pemahaman antara sakit dan bahaya sakit terdaftar sebagai penghalang
pengetahuan dan koping pasif dianggap sebagai penghalang
keterampilan/self-efficacy untuk mencapai tujuan kinerja. Matriks untuk
setiap kelompok stakeholder (pekerja yang cedera, tempat kerja, penyedia
layanan kesehatan, WSIB dan jejaring sosial) telah dibuat.
Tujuan dari langkah 2 adalah untuk mengidentifikasi semua
potensial hambatan bagi setiap stakeholder dan fasilitator untuk kembali
bekerja dan perubahan terkait dan / atau tujuan yang dipelajari.

Tabel.2 Langkah 2 – Matriks pada Pekerja yang Cedera (hal apa saja yang
perlu dilakukan pekerja agar dapat kembali bekerja)
Tujuan Kinerja Sikap/Keyakin Pengetahuan Keterampilan/s Hasil yang
(pekerja) an/Emosi elf-efficacy diharapkan
Tetap aktif Tidak takut Memahami per- Menghindari Menunjukkan
meskipun sakit cedera berulang bedaan antara sakit koping aktivitas
dan mencoba dan luka rasa sakit (mengatasi) meski-pun
kembali bekerja (hurt vs. harm secara pasif sakit
pada pekerjaan pain) (penghindara
yang telah n perilaku
dimodifikasi nyeri) dan
kembali ke
tugas
pekerjaan
yang telah
dimodifikasi
Meminimalisir Sikap Hindari

10
duduk atau menghindari duduk /
berbaring duduk dan berbaring
berbaring yang secara
akan berlebihan
mempercepat
pemulihan.
Menggunakan Percaya bahwa Pelajari strategi Minum obat Minum obat /
obat untuk obat dapat koping / mondar- dengan tepat melakukan
mengendalikan membantu mandir untuk latihan untuk
rasa sakit mengatasi rasa mengendalikan mengurangi
sakit saat gejala rasa sakit
kembali bekerja
Fokus pada fungsi Percaya bahwa Memahami riwayat Gunakan
dibandingkan rasa nyeri akan alami dari mekanisme
pada nyeri mereda. kondisinya. tubuh yang tepat
Memiliki
harapan positif
Bekerja sama Percaya pada Hindari
dengan koordinator penundaan
koordinator/ RTW RTW
pemberi kerja/
pengawas RTW
Berkomunikasi Keyakinan Belajar cara Mengembangka Jangan
dengan tempat dalam memiliki membuat tempat n rasa kontrol di menunggu
kerja menyangkut hak suara dalam kerja menjadi aman tempat kerja. sampai 100%
masalah proses RTW. Dapat ke RTW.
pekerjaan Percaya bahwa beradaptasi / Menerima
majikan akan mengubah rencana RTW
mendengarkan situasi di tempat yang wajar.
dan memahami kerja.
masalah dan
bersifat suportif
Berkomunikasi Percaya bahwa Hindari
dengan Penyedia pekerja sudah penundaan
Perawatan siap untuk RTW dengan
Kesehatan kembali bekerja pembatasan
(Health Care RTW
Providers) minimal dan
aman

Langkah 3. Mengembangkan Metode Berbasis Teori dan Strategi Praktis


Tim pemetaan intervensi membuat daftar dari kemungkinan
intervensi yang disesuaikan dengan setiap perubahan dan/atau tujuan
pembelajaran yang tercantum dalam langkah 2. Bukti dari literatur
(pedoman klinis, ulasan sistematis, dan kunci studi utama) tentang

11
intervensi untuk LBP akut dan sub-akut dibandingkan dan ditambahkan ke
dalam daftar. Dengan menggunakan teori, bukti, pengalaman, dan
konsensus, daftar dibuat dari cara-cara paling praktis untuk
mengimplementasikan intervensi ini.

Langkah 4. Mengembangkan Rencana Program


Intervensi dan strategi praktis yang disusun pada langkah 3
kemudian dioperasionalkan ke dalam program RTW yang dapat
disampaikan dengan komponen terpisah, mekanisme pengiriman dan
jadwal waktu yang ditetapkan.

Langkah 5. Rencana Implementasi Program


Untuk implementasi program melibatkan pengulangan langkah 2
menggunakan tujuan kinerja khusus (bukan desain).

Langkah 6. Evaluasi Program


Melibatkan pengujian program yang dirancang dalam pengaturan
dunia nyata. Hal ini harus dilakukan studi lanjut.

12
Teknik Administrasi Kontrol
Tujuan Ergonomi adalah memberikan produktivitas maksimum
dengan biaya minimal; dalam konteks ini biaya dinyatakan sebagai biaya
fisiologis atau kesehatan bagi pekerja. Dengan menggunakan prinsip-
prinsip Ergonomis, akan lebih banyak orang yang dapat melakukan
pekerjaan tanpa risiko cedera.21
Postur dan gerakan di tempat kerja sangat ditentukan oleh tugas
dan tempat kerja yang ada, otot-otot tubuh, ligamen, dan sendi yang
terlibat dalam postur tubuh seorang pekerja. Postur dan gerakan yang
buruk dapat menyebabkan tekanan mekanis lokal pada otot, ligamen, dan
sendi, yang menyebabkan keluhan pada leher, punggung, bahu,
pergelangan tangan, dan bagian lain dari sistem muskuloskeletal.
Maka dari itu, untuk mendesain lingkungan kerja yang benar harus
dipastikan pemilihan dan penggunaan alat, metode pekerjaan, tata letak
tempat kerja dan bahan yang tepat sehingga pekerja dapat mengikuti
prinsip-prinsip ergonomis yang ada agar tidak menimbulkan tekanan
mekanis lokal dan ketegangan yang tidak semestinya pada pekerja. 21

Tabel.3 Prinsip-prinsip ergonomis untuk mengoptimalkan tugas di tempat


kerja21
Prinsip Gambar Ilustrasi Deskripsi
Ergonomis
Sendi harus Pada posisi netral,
dalam posisi otot dan ligamen
netral yang
merentangkan
sendi,
direntangkan ke
tingkat seminimal
mungkin.

13
Posisikan tubuh Jika pekerjaannya
dekat dengan terlalu jauh dari
benda yang ada tubuh, lengan
di tempat kerja akan
direntangkan dan
tubuh ditekuk ke
depan, sehingga
menimbulkan
ketidak-
nyamanan.

Hindari Bobot bagian atas


menekuk tubuh tubuh orang
ke depan dewasa dirata-
ratakan sekitar
40kg. Semakin
jauh tubuh
ditekuk ke depan,
semakin sulit
untuk otot-otot
dan ligamen
belakang untuk
menjaga
keseimbangan
tubuh bagian atas.
Tubuh yang Postur tubuh yang
berputar akan berputar akan
mencederai menyebabkan
punggung tekanan yang
tidak diinginkan
pada tulang
belakang.

14
Postur Tidak ada postur
alternative atau gerakan yang
harus
dipertahankan
untuk jangka
waktu yang lama.
Postur yang
berke-panjangan
dan gerakan yang
berulang akan
membuat pekerja
lelah.
Hindari Penting untuk
mengangkat membatasi
beban berlebih jangkauan ke
depan dan ke
samping untuk
menghindari
membungkuk
atau memutar
tubuh.
Hindari Tangan dan siku
membawa harus dibawah
barang diatas tingkatan bahu
tingkatan bahu. saat membawa
barang.

Batasi berat Terdapat


yang akan pedoman batas

15
diangkat mengangkat
beban untuk laki-
laki dan
perempuan.

Gunakan Banyak alat


bantuan pengangkat yang
mekanik tersedia untuk
membantu
mengangkat dan
memindahkan
beban.
Hindari Tubuh akan
membawa mengalami stres
beban dengan mekanis saat satu
satu tangan tangan digunakan
untuk
menggunakan
beban.
Gunakan alat Terdapat
transport sejumlah besar
mekanik alat seperti
konveyor rol,
sabuk konveyor,
troli, dan platform
peninggi mobile,
yang dapat
mengurangi
penanganan
manual.

16
Gambar.1 Pedoman batasan mengangkat beban21

Terapi Fisik pada Low Back Pain


Edukasi untuk tetap aktif dan manajemen diri adalah hal sangat
yang diperlukan pada LBP akut non-spesifik tanpa patologi serius.
Manajemen diri yang dimaksud dapat berupa latihan fisik dan
pengetahuan dari membaca informasi mengenai LBP.22 Selain itu, pada
LBP akut non-spesifik tanpa patologi serius dapat dilakukan beberapa
terapi fisik. Tujuan dari terapi fisik adalah untuk meningkatkan fungsi dan
untuk mencegah disabilitas yang semakin memburuk. Pada LBP kronis,
terapi fisik menjadi terapi lini pertama dan harus dilakukan secara rutin.23
Dalam pedoman praktik klinis, ada beberapa tipe program latihan
yang diperlukan untuk pekerja yang menderita LBP (seperti pilates, yoga,
stretching, jalan kaki, dan sebagainya). Latihan fisik akan menginduksi
pereda rasa sakit dengan mengaktivasi jalur penghambatan sentral (central
inhibitory paths).24 Mekanismenya akan melibatkan opioid, serotonin, dan
N-methyl-D-aspartate (NMDA) di medula ventromedial rostral
merangsang pereda rasa sakit yang terkait dengan latihan fisik.25

17
Pilates
Sistem latihan yang berpusat pada gerakan terkontrol, pernapasan,
dan peregangan dikenal sebagai Pilates. Uji klinis dalam 5 tahun terakhir
telah menemukan Pilates sebagai teknik rehabilitasi yang efektif yang
telah memberikan hasil yang diinginkan, seperti mengurangi rasa sakit dan
disabilitas. 26
Yoga
Tinjauan sistematis Cochrane menunjukkan adanya peningkatan
fungsional kecil ketika yoga digunakan sebagai latihan mengurangi nyeri
untuk LBP kronis non-spesifik. Hal tersebut memiliki kemungkinan
adanya perbaikan klinis dari orang-orang yang mengalami LBP dengan
yoga.27

Jalan kaki (Walking)


Keuntungan dari berjalan kaki adalah mudah untuk dilakukan.
Meta-analisis dari sembilan uji coba terkontrol acak dilakukan untuk
memahami efektivitas berjalan kaki pada disabilitas dan kualitas hidup
pada pasca intervensi dan pada kunjungan follow-up pada pasien dengan
LBP kronis.28 Durasi follow-up yang digunakan untuk menganalisis data
yaitu: jangka pendek (<3 bulan), jangka menengah (antara 3 dan 12
bulan), dan jangka panjang (> 12 bulan). Dalam follow-up jangka pendek
dan menengah, berjalan kaki ditemukan sama efektifnya dengan intervensi
non-farmakologis lainnya dalam mengurangi disabilitas dan rasa nyeri dan
berjalan kaki sangat direkomendasikan untuk terapi fisik pada LBP.28

18
2.6 Peraturan Perundang-Undang Return To Work
Program return to work telah di atur dalam undang-undang BPJS
Ketenagakerjaan sehingga sangat membantu para pekerja perusahaan yang
mengalami kecelakaan akibat kerja, adapun undang-undang yang mengatur antara
lain :29-30
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
2. UU No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial Nasional
3. Peraturan pemerintah ( Pasal 49 Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2015
tentang penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan
Jaminan Kematian (JKM)
4. Permenaker No 10 Tahun 2016 : Pemberian Program Kembali Kerja serta
Kegiatan Promotif dan Preventif dan Penyakit Akibat Kerja
5. Setiap penyandang cacat berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak dan kesamaan kesempatan mendapatkan pekerjaan.
6. Perusahaan swasta memberikan kesempatan yang sama di perusahaannya.
7. Pengusaha dilarang melakukan PHK untuk kasus pekerja/buruh dalam
keadaan cacat total tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
8. Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat wajib memberikan
perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya
9. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama, termasuk
penyandang cacat.

2.7 Syarat-syarat Return To Work10,31


Pekerja yang mengalami Kecelakaan Kerja dan/atau Penyakit Akibat
Kerja dapat memperoleh manfaat Program Kembali Kerja dengan
persyaratan: 10
a. Terdaftar sebagai Peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam program
JKK;
b. Pemberi Kerja tertib membayar iuran

19
c. Mengalami Kecelakaan Kerja atau Penyakit Akibat Kerja yang
mengakibatkan kecacatan;
d. Adanya rekomendasi Dokter Penasehat bahwa Pekerja perlu
difasilitasi dalam Program Kembali Kerja; dan
e. Pemberi Kerja dan Pekerja bersedia menandatangani surat
persetujuan mengikuti Program Kembali Kerja.

Syarat fisik Return to work 30


a. Fungsional Dasar
Pasien mampu bangun ke duduk tapi ada keluhan nyeri, pasien
mampu jongkok ke berdiri ada keluhan nyeri, pasien belum mampu
membungkuk
b. Fungsional Aktifitas
Pasien mampu berjalan tapi ada keluhan nyeri, pasien mampu
melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri dan makan secara
mandiri
c. Lingkungan Aktifitas
Lingkungan keluarga dan lingkungan mendukung dalam proses
penyembuhan pasien

2.8 Kompensasi Return To Work


Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab
perusahaan atau pemberi kerja sehingga pengusaha memiliki kewajiban
untuk mengikutkan pekerjanya dalam program jaminan social. Adanya
jaminan sosial bertujuan untuk memberi kompensasi bagi tenaga kerja bila
terkena penyakit dan menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh
penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti
kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baikfisik maupun mental.
Jaminan sosial juga dibutuhkan untuk memberikan rasa aman bagi tenaga
kerja dan keluarganya.27,31

20
Untuk pekerja yang mengalami PAK akan menjalan proses
rehabilitasi, ada tiga unsur yang mengatur proses rehabilitasi :27,32
1. Unsur sumber daya manusia
Hal terpenting pada perencanaan sumber daya manusia program
rehabilitasi di tempat kerja adalah terbentuknya komite bersama
antara tenaga kerja dan manajemen perusahaan.
Adapun tanggung jawab perusahaan dalam hal ini adalah :
a. Menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja-asuransi
tenaga kerja- menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK)
b. Melaksanakan program rehabilitasi sehingga tenaga kerja dapat
berkerja kembali dan sedapat mungkin menghindari PHK akibat
penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
c. Memasang isi program rehabilitasi ditempat kerja
d. Menunjuk coordinator /tim/organisasi
e. Memonitoring program rehabilitasi
f. Memberi keringanan sehubungan dengan keterbatasan medis
g. Membantu pembiayaan medis pekerja yang sedang dirawat
termasuk penyelesaian dengan pihak asuransi
Tanggung jawab dan peran tenaga kerja :
a. Berperilaku kerja aman
b. Melaporkan setiap kecelakaan kerja
c. Berpartisipasi dalam program rehabilitasi
d. Bekerja sama dengan anggota pelaksana program rehabilitasi
2. Usur Operasional
Unsur operasional dalam perencanaan program rehabilitasi
di tempat kerja adalah kegiatan pelayan dan atau intervensi secara
rehabilitasi medis, rehabilitasi kerja dan rehabilitasi psikososial
pada saat dan sesudah terjadi kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.
3. Unsur Komunikasi
a. Tenaga kerja mendapat jaminan tertulis untuk berkerja kembali
pada posisi lain sesuai saran medis bila tidak dapat berkerja

21
kembali pada pekerjaan semula
b. Kesepakatan tertulis akan dilakukan konsultasi antara tenaga
kerja, kordinator,dokter perusahaan penyelenggara jasa
rehabilitasi dan organisasi pekerja bila terdapat perubahan
posisi kerja
c. Bila terdapat perselisihan klaim asuransi pe,biayaan rehabilitasi
awal akan dibayarkan perusahaan terlebih dahulu
d. Seluruh hak tenaga kerja akan diberikan selama proses
rehabilitasi
e. Tidak ada PHK bagi tenaga kerja yang cedera/sakit tanpa suatu
pertujuan / saran dari panel ahli K3, organisasi pekerja dan
tenaga kerja.

22
BAB III

KESIMPULAN

Return to work (kembali berkerja) adalah pekerja yang mengalami


kecelakaan kerja bisa bekerja kembali di perusahaan yang sama. Pemerintah telah
menerbitkan Permenaker No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian
Program Kembali Bekerja Serta Kegiatan Promotif dan Preventif Kecelakaan
Kerja dan Penyakit Akibat Kerja.
Lower back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB) merupakan
masalah kesehatan dunia yang sangat umum, yang menyebabkan pembatasan
aktivitas dan juga ketidakhadiran kerja. Nyeri punggung bawah memang tidak
menyebabkan kematian, namun menyebabkan individu yang mengalaminya
menjadi tidak produktif sehingga akan menyebabkan beban ekonomi yang sangat
besar baik bagi individu, keluarga, masyarakat, maupun pemerintah.
Dalam merancang program Return To Work diperlukan rangkaian tata
laksana penanganan kasus Kecelakaan Kerja maupun Penyakit Akibat Kerja agar
dapat kembali bekerja melalui; pelayanan kesehatan, rehabilitasi dan pelatihan
agar pekerja dapat kembali kerja. Disimpulkan bahwa faktor fisik seperti posisi
janggal, manual handling, sering membungkuk (frequent bending) dan memutar
(twisting), serta gerakan mendorong ke depan merupakan faktor risiko yang dapat
memengaruhi tingginya prevalensi LBP pada pekerja.
Fokus yang paling utama untuk pengendalian risiko diarahkan pada faktor
risiko utama yang teridentifikasi, sesuai dengan prinsip manajemen risiko dan
tujuan ergonomi yaitu seni penerapan teknologi untuk menyerasikan dan
menyeimbangkan sarana yang digunakan dengan kemampuan dan keterbatasan
manusia baik fisik maupun mental.
Untuk menurunkan risiko ergonomi yang diperkirakan berhubungan dengan
timbulnya LBP, pihak perusahaan seyogianya dapat melakukan pengendalian
teknik dan pengendalian administratif. Dan untuk pekerja yang mengalami LBP
dapat mengikuti rangkaian penyembuhan dan pengendalian resiko agar dapat
kembali bekerja di tempat kerjanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rohmawan E A , Hariyono W. Masa Kerja, Sikap Kerja Dan Keluhan Low Back
Pain (Lbp) Pada Pekerja Bagian Produksi Pt Surya Besindo Sakti Serang.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Ahmad Dahlan, Kota Yogyakarta, DIY. January 26, 2017; ISBN: 978-
979.
2. Duthey, B. Background Paper 6.24 Low back pain. Priority Medicines for Europe
and the World. Glob. Burd. 2013;1–29.
3. Umami, A. R., Hartanti, R. I., dan Dewi, A. 2014. Hubungan Antara Karakteristik
Responden Dan Sikap Kerja Duduk Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah
(Low Back Pain) Pada Pekerja Batik Tulis. e-Jurnal Pustaka Kesehatan,Jember.
2014.
4. Hoy D, Brooks P, Blyth F, Buchbinder R. The epidemiology of low back pain.
Best Pract Res Clin Rheumatol. 2010;24(6):769–81.
5. American Academy of Pain Medicine. Facts and Figures on Pain. Acad. Pain
Med. URL www.painmed.org/patientcenter/factson-pain/. 2011
6. Steenstra I, Busse J, Hogg-Johnson S. Predicting return to work for workers
with low-back pain. In: Loisel P, Anema JR, editors. Handbook of work
disability. New York: Springer; 2013. p. 255–66
7. Hallegraeff JM, Krijnen WP, van der Schans CP, de Greef MHG. Expectations
about recovery from acute non-specific low back pain predict absence from usual
work due to chronic low back pain: a systematic review. J Physiother.
2012;58(3):165–72.
8. Bureau of Labor Statistics. Nonfatal Occupational Injuries and Illnesses
Requiring Days Away from Work, 2011. United States Department of Labor.
2012.
9. Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
10. Peraturan menteri ketenagakerjaan nomor 10. Tata cara pemberian program
kembali kerja serta kegiatan promotif dan kegiatan preventif kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. 2016;5-6.

24
11. Hoy D, March L, Brooks P, Blyth F, Woolf A, Bain C, dkk. The global burden of
low back pain: estimates from the global burden of disease 2010 study. Ann
Rheum Dis. 2014;73:968–74.
12. Theodora K, Dimosthenis Z, Michael K, Athanasios K, Evaggelos S. Looking into
the factors affecting low back pain incidents in general hospital nurses: a
questionnaire research. Hellenic J Nursing Sci. 2010;03(02):36–42.
13. Chung Y-C, Hung C-T, Li S-F, Lee H-M, Wang S-G, Chang S-C, dkk. Risk of
musculoskeletal disorder among Taiwanese nurses cohort: a nationwide
population-based study. BMC Musculoskeletal Disorders. 2013;14:144– 9
14. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2009
15. Buku materi ajar pelatihan hiperkes dan keselamatan kerja bagi dokter
perusahaan.
16. Dunstan AD, MacEachen E. Bearing the brunt: experi- ences of work
reintegration processes. J Occup Rehabil 2013;23:44–54.
17. Durand MJ, Corbière M, Coutu MF, Reinharz D, Albert V. A review of best work-
absence management and return- to-work practices for workers with
musculoskeletal or com- mon mental disorders. Work 2014;48:579–589.
18. Stephen B, Tatiana Q, Robin M, Michelle M, Anna V, Leela B. Fit for Work?
Musculoskeletal Disorders in the European Workforce. London: The Work
Foundation, 2009.
19. Ehrlich GE. Bulletin of the World Health Organization 2013;81:671-676
20. Ammendolia C, Cassidy D, Steenstra I, Soklaridis S, Boyle E, Eng S, Howard H,
Buphinder B, Cote P. Designing a workplace return-to-work program for
occupational low back pain: an intervention mapping approach. BMC
Musculoskeletal Disorders 2009, 10:65.
21. Young MS. Kodak's Ergonomic Design for People at Work. John Wiley & Sons.
Ergonomics. 2009;52(6):756-757
22. Mork PJ, Bach K. A decision support system to enhance self-management of low
back pain: protocol for the selfBACK Project. JMIR Res Protoc. 2018;7(7):e167
23. Foster NE, Anema JR, Cherkin D, Chou R, Cohen SP, Gross DP, Ferreira PH,
Fritz JM, Koes BW, Peul W, Turner JA, Maher CG, Lancet Low Back Pain Series

25
Working Group. Prevention and treatment of Pain Ther (2018) 7:127–137 135
low back pain: evidence, challenges, and promising directions. Lancet.
2018;391(10137):2368–83.
24. Chou R, Deyo R, Friedly J, Skelly A, Hashimoto R, Weimer M, Fu R, Dana T,
Kraegel P, Griffin J, Grusing S, Brodt ED. Nonpharmacologic therapies for low
back pain: a systematic review for an American College of Physicians Clinical
Practice Guideline. Ann Intern Med. 2017;166(7):493–505.
25. Da Silva Santos R, Galdino G. Does exercise increase or decrease pain? Central
mechanisms underlying these two phenomena. J Physiol Pharmacol.
2018;69(1):3–13.
26. Byrnes K, Wu PJ, Whillier S. Is Pilates an effective rehabilitation tool? A
systematic review. J Bodyw Mov Ther. 2018;22(1):192–202
27. Wieland LS, Santesso N. A summary of a Cochrane review: yoga treatment for
chronic nonspecific low back pain. Eur J Integr Med. 2017;11:39–40.
28. Sitthipornvorakul E, Klinsophon T, Sihawong R, Janwantanakul P. The effects of
walking intervention in patients with chronic low back pain: a metaanalysis of
randomized controlled trials. Musculoskelet Sci Pract. 2018;34:38–46.
29. Costa BR, Vieira ER. Risk factors for work-related musculoskeletal disorders: a
systematic review of recent longitudinal studies. Am J Ind Med 2010;53:285–323.
30. Wainwright E, Wainwright D, Keogh E, Eccleston C. Return to work with chronic
pain: employers and employ- ees views. Occup Med (Lond) 2013;63:501–506
31. Nice Clinical Guideline 88. Early management of persistent non-specific lowback
pain. Nice National Institute for Health and care Excellence. 2009.

26

Anda mungkin juga menyukai