Oleh:
ROBIAH AL ADAWIYYAH
G1A011073
2015
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Robiah Al Adawiyyah
G1A011073
SKRIPSI
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Jurusan Kedokteran
dr. Fitranto Arjadi, M.Kes dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si, Med
NIP. 19711122.200012.1.001 NIP. 19700925.200003.1.001
ii
PERMASALAHAN ETIK YANG DIHADAPI TENAGA PELAKSANA
FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DALAM PENERAPAN
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
ABSTRAK
iii
Ethical Issues on The Implementation of National Health Insurance at Primary
Healthcare Providers
Abstract
iv
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan
juga menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari semua staff
pendidikan serta bantuan semua pihak terkait di dalamnya, maka skripsi ini tidak
akan terselesaikan. Untuk itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati,
2. dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, Sp.KF , M.Si, Med., selaku Ketua Jurusan
4. RR. Dyah Woro Dwi L, S.Psi, MA., selaku Pembimbing I yang selalu
v
5. dr. Joko Mulyanto, M.Sc., selaku Pembimbing II yang selalu berkenan
skripsi ini.
7. dr. Lantip Rujito M.Si,Med., selaku Wakil Tim Komisi dalam skripsi ini yang
8. dr. Hj. Retno Widiastuti , M.S., selaku Wakil Tim Komisi dalam skripsi ini
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang telah memberikan izin penelitian
12. BPJS Kesehatan cabang Purwokerto yang telah memberikan izin penelitian
13. Bapak Fuad Hasyim - Ibu Rofikoh selaku orang tua dan Nur Muhammad
14. Keluarga Kemuning Cetar (Diyan, Ais, Fatia, Afika, Vini, Nyimas, Ratih,
Putri, Mba risma), Aulia, Qisty, Agus, yang selalu memberikan dukungan,
vi
15. Semua teman-teman Cranium 2011 serta mahasiswa Kedokteran Unsoed yang
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
masukkan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini, penulis
terima dengan senang hati disertai ucapan terimakasih. Akhirnya, semoga karya
Robiah Al Adawiyyah
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................... ................................................ xii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xiii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 5
viii
B. Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN ......................................................................................................... 83
A. Lampiran 1. Lembar Inform Consent........................................................ 83
B. Lampiran 2. Panduan Wawancara Informan ............................................. 85
C. Lampiran 3. Ethical Approval ................................................................... 86
D. Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan.................................. 87
E. Lampiran 5. Tema Individu Ibu A ............................................................ 88
F. Lampiran 6. Tema Individu Ibu B............................................................. 92
G. Lampiran 7. Tema Individu Ibu C............................................................. 96
H. Lampiran 8. Tema Individu Bapak B ........................................................ 99
I. Lampiran 9. Transkrip Wawancara Triangulator 1 ................................... 108
J. Lampiran 10. Transkrip Wawancara Triangulator 2 ................................. 130
K. Lampiran 11. Tema Penelitian .................................................................. 145
L. Lampiran 12. Kompetensi 155 diagnosis FKTP ....................................... 148
M. Lampiran 12. Surat Pernyataan Orisinalitas.............................................. 155
N. Lampiran 13. Biodata ................................................................................ 155
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR ISTILAH
Adverse Selection : Individu yang berisiko tinggi untuk sakit dan
melakukan klaim asuransi menjadi peserta
asuransi sementara individu yang paling tidak
mungkin untuk melakukan klaim asuransi tidak
mendaftar menjadi peserta asuransi
Clinical Pathway : Alur mengenai tahap-tahap penting dari
pelayanan kesehatan dengan berbasis pada bukti-
bukti ilmiah untuk mengurangi variasi dalam
pelayanan, cost lebih mudah diprediksi,
pelayanan lebih terstandarisasi, dan
meningkatkan kualitas pelayanan.
Fraud : Tindakan kecurangan yang dilakukan untuk
menguntungkan diri sendiri dan merugikan pihak
lain
Undertreatment : Terapi yang tidak adekuat
Universal Health Coverage : Sistem kesehatan yang semua masyarakatnya
memiliki akses yang adil terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu dengan biaya terjangkau
Window Period : Waktu tunggu peserta saat pertama kali
mendaftar dalam proses administrasi kepesertaan,
verifikasi kependudukan, penyiapan fasilitas
kesehatan tingkat pertama sampai penerbitan
kartu peserta yang dilakukan BPJS.
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
189 negara lain dalam kurun waktu 25 tahun dimulai dari tahun 1990 sampai
kesehatan adalah salah satu fokus dari tujuan pembangunan milenium. Profil
sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA)
sebesar 40 per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut belum mencapai target
pembangunan milenium tahun 2015 yaitu Angka kematian Bayi (AKB) sebesar
23 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar 32
per 1.000 kelahiran hidup. Prevalensi balita kekurangan gizi di Indonesia pada
tahun 2015 sebesar 15,5%. Jumlah kasus HIV positif sampai dengan tahun
2005 adalah sebesar 859 kasus kemudian meningkat menjadi 21.511 kasus
masih belum mencapai target yang ditetapkan dan perlunya suatu upaya
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
1
2
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
termasuk dalam hak sosial setiap individu. Hal yang menjadi hambatan dari
individu mampu atau tidak untuk menjadi peserta program asuransi. Hal
tersebut dinyatakan keluar dari sistem asuransi nasional. Hal tersebut bisa
(Trotochaud, 2006).
3
perlindungan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah. Pada strata pertama atau layanan kesehatan primer,
Januari 2014. Dalam laporan keuangan tahun 2014, tercatat adanya defisit dana
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK). Manfaat dan klaim yang dibayar oleh
42,6 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan total dana iuran
pelayanan kesehatan dan rencana kenaikan besaran premi di tahun 2016 yang
kesehatan yang menjadi tidak merata dan pelayanan kesehatan yang diberikan
di bawah standar. Rasio dokter terhadap penduduk sebesar 13,7 per 100.000
penduduk. Angka tersebut belum mencapai target nasional rasio dokter pasien
dalam indikator indonesia sehat sebesar 40 per 100.000 penduduk. Selain itu,
dari segi fasilitas layanan kesehatan primer, masih ada 364 kecamatan di
Etik didefinisikan sebagai aturan atau azas - azas mengenai baik buruk
atau benar salahnya suatu perbuatan. Biomedical ethic atau bioetik adalah ilmu
yang mempelajari tentang masalah moral yang terjadi dalam dunia kesehatan
distribusinya tidak merata atau alokasi sumber daya yang tidak terdistribusi
merupakan salah satu contoh dari tidak terpenuhinya prinsip justice. Pada
karena terdapat masalah dalam sistem klaim dana pembayaran rawat inap yang
digunakan untuk menutupi dana pasien rawat inap sehingga pasien rawat jalan
belum ada penelitian yang mengkaji mengenai permasalahan etik yang ada
B. Rumusan Masalah
Kabupaten Banyumas?”
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritik
2. Praktis
1. Latar Belakang
merupakan salah satu hak dasar dari setiap manusia yang dapat berpengaruh
Jawa Tengah pada tahun 2012 Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 10,75
per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar
11,85 per 1.000 kelahiran hidup, angka tersebut lebih tinggi apabila
sebesar 10,34 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita
(AKABA) sebesar 11,50 per 1.000 kelahiran hidup. Presentase Berat Badan
Lahir rendah (BBLR) yaitu sebanyak 21.573 (3,75%) pada tahun 2012,
dengan gizi kurang sebesar 4,88 % dan presentase balita dengan gizi buruk
7
8
2. Tujuan
sama untuk kebutuhan yang sama sedangkan ekuitas vertikal berarti setiap
Selama ini, biaya pelayanan kesehatan baik yang rawat inap maupun
dibayarkan sendiri dalam jumlah yang sulit diprediksi dan sangat besar.
3. Sasaran
dan tidak mampu akan digolongkan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)
upah (PNS, TNI, POLRI, pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah
Hidayat, 2014).
4. Pelayanan Kesehatan
non spesialistik (primer) meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat
; Yuningsih, 2013).
5. Pembiayaan
dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Premi adalah iuran yang
yang jumlah nya tetap setiap bulannya. Besaran iuran peserta PBI-JKN yang
dibayarkan oleh pemerintah adalah 19.255 per bulan. Iuran peserta non-PBI
adalah 42.500 per bulan, kelas 3 adalah 25.500 per bulan. BPJSK yang akan
kesehatan tingkat pertama yaitu tarif kapitasi dan tarif non kapitasi. Tarif
kapitasi adalah besaran pembiayaan per bulan yang dibayar dimuka oleh
kesehatan yang setara adalah 3.000 rupiah sampai dengan 6.000 rupiah .
Besaran tarif rumah sakit pratama, klinik pratama, praktek dokter atau
fasilitas kesehatan yang setara adalah 8.000 rupiah sampai dengan 10.000
bulan tersebut. Tarif non kapitasi adalah besaran pembiayaan klaim oleh
yang diberikan. Biaya pelayanan rawat inap tingkat pertama dibayar dengan
paket per hari dengan beasaran 120.000 rupiah per hari. Pengajuan klaim
rawat inap tingkat pertama atas pelayanan yang sudah diberikan bulan
diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim
B. Etik
1. Definisi Etik
Secara etimologi, etik berasal dari kata ethicus yang artinya adalah
karakter, akhlak, watak. Ethics atau Etik menurut kamus besar bahasa
indonesia diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkaitan dengan
akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat sedangkan etika adalah ilmu mengenai apa yang baik, apa yang
buruk dan mengenai hak dan kewajiban moral (akhlak). Moral diartikan
sebagai ajaran tentang hal baik atau buruk yang diterima oleh umum
sama yaitu ilmu tentang karakter,atau sikap dari orang tertentu, sekelompok
orang atau budaya (UNESCO, 2008). Etik adalah pedoman moral manusia
manusia benar atau salah, baik atau buruk yang dinilai melalui prinsip etik
2. Prinsip Etik
a. Autonomy
menentukan nasibnya sendiri dengan bebas dari kendali orang lain dan
satu pilihan yang berarti. Dalam dunia medis, apabila pasien membuat
kesehatan, terutama pada pasien tidak kompeten (baik karena usia yaitu
b. Beneficene
c. Non Maleficence
dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris artinya adalah First do no
d. Justice
(Lawrence, 2007).
bebas dengan martabat dan hak asasi manusia yang sama tanpa
Salah satu contoh dari prinsip manfaat dalam dunia kesehatan adalah
pasien. Selain manfaat, kerugian juga adalah salah satu prinsip yang
efek yang tidak diinginkan ketika memberikan terapi adalah suatu hal
untuk dipastikan.
dalam prinsip autonomi memang terlepas dari pengaruh orang lain tetapi
d. Persetujuan
dan kondisi yang sedang dialami, mampu menilai fakta yang relevan,
pasien tidak sadar, pasien dengan gangguan jiwa, dan orang tua dengan
lingkungannya.
Kerentanan adalah suatu hal yang tidak bisa terlepas dari manusia
dari gangguan lain dan menentukan informasi mana yang rahasia dan
kepentingan perawatan.
apa yang dibutuhkan atau haknya dan sesuai dengan apa yang harus
sama antara satu individu dengan individu lainnya misalnya dalam hal
Budaya mencakup seni dan sastra , gaya hidup, tradisi dan kepercayaan
dan emosi yang sesuai dengan ciri dari suatu kelompok masyarakat.
dianggap sama benarnya atau justru dianggap salah satu sama lain.
dibutuhkan.
kemampuan mereka.
m. Berbagi Manfaat
yang lebih baik. Aktivitas yang dilakukan saat ini, tidak terlepas dari
generasi mendatang.
20
3. Dilema Etik
kebingungan antara beberapa alternatif pilihan yang ada baik alternatif yang
dilema tersendiri. Kondisi demikian disebut dengan dilema etik. Dilema etik
alternatif pilihan yang ada memiliki sudut pandangnya masing - masing dan
apabila dilihat dari yang bukan merupakan sudut pandangnya belum tentu
kuratif dan rehibilitatif menjadi isu penting bagi setiap negara maju dan
ideologi Pancasila terutama sila ke-5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia” bahwa kesehatan atau hak terhadap standar hidup
yang layak termasuk dalam hak sosial. Pelayanan kesehatan merupakan suatu
21
aktivitas sosial yang bukan hanya melibatkan dokter dan pasien, tetapi
Sistem asuransi kesehatan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi biaya
etik solidaritas dan kerja sama yang pernah diterapkan untuk meningkatkan
sehingga terjadi benturan antara prinsip melidungi generasi yang akan datang
meningkat bukan hanya pada satu kelompok tertentu saja (Childress et al, 2002
Nasional (JKN) akibat adanya prinsip etik yang belum bisa diterapkan. Contoh
permasalahn etik yang dapat timbul adalah akses pelayanan kesehatan yang
hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip etik berbagi manfaat, persamaan,
prinsip justice, karena pada dasarnya setiap orang dengan kondisi yang sama
manusia yang penting dalam penerapan prinsip etik dalam dunia kedoketran
adalah hak untuk hidup, bebas dari diskriminasi, bebas dari siksaan dan
kekejaman, bebas dari perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak pantas, bebas
suatu negara, dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan juga adalah suatu
2006).
24
D. Kerangka Teori
JKN Etik
1. Latar Belakang
2. Tujuan Prinsip Etik
3. Sasaran
4. Jenis Pelayanan
5. Pembiayaan
Permasalahan Etik
Gambar 2.1
E. Kerangka Konsep
Bukan
Permasalahan etik
Permasalahan etik
Gambar 2.2
A. Rancangan Penelitian
untuk dapat memahami pandangan subjek penelitian terhadap hal yang sedang
B. Subjek Penelitian
subjek penelitian
25
26
yang diajukan. Jumlah sampel dalam penelitian kualitatif bisa banyak ataupun
banyak hingga informasi yang diperoleh telah sampai pada taraf redundancy
(datanya telah jenuh, ditambah sampel lagi tidak memberikan informasi yang
C. Sumber Data
Data yang digunakan dalam peneilitian ini adalah data primer. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan tatap muka dan
D. Data Penelitian
1. Wawancara
dianjurkan untuk bersikap netral artinya tidak memihak pada suatu konflik
muncul selama wawancara dapat berkembang sesuai situasi yang terjadi saat
dilain waktu apabila peneliti masih membutuhkan data atau merasa belum
bisa berupa pencatatan data oleh pewawaancara sendiri atau pencatatan data
2. Observasi
E. Kredibilitas Data
teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu triangulasi sumber yang teridiri dari 2
cara melalui waktu atau alat yang berbeda, triangulasi metode, triangulasi
sumber dan triangulasi teori. Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan
adalah triangulasi waktu yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang sama pada
waktu yang berbeda dan triangulasi sumber yaitu bertanya kepada individu
4. Pengolahan data
G. Analisis Data
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang perlu diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2014).
informan
H. Lokasi Penelitian
Banyumas.
I. Jadwal Penelitian
Penelitian telah dilakukan pada bulan April sampai bulan Juni 2015
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Proses Penelitian
9 April 2015 dan perizinan baru keluar pada tanggal 16 April 2015. Peneliti
juga memasukan surat izin penelitian kepada BPJSK pada tanggal 13 April
untuk mencari informasi mengenai FKTP yang bekerja sama dengan BPJSK
penelitian dari BPJSK keluar pada tanggal 27 April 2015 tetapi peneliti
kepada pihak BPJSK pada tanggal 28 April 2015. BPJSK tidak menjawab
dibutuhkan peneliti pada tanggal 4 Mei 2015. Peneliti membuat surat izin
memasukkan surat izin penelitian ke BPJSK pada tanggal 3 Juni 2015 dan
adalah antara pagi hingga malam hari. Durasi yang dibutuhkan untuk
30
31
sesi.
makna menjadi tema penelitian. Hasil analisis ini menentukan apakah ada
berusia 53 tahun. Pendidikan terakhir ibu A adalah S1. Setiap hari ibu A
JKN tidak benar – benar mengcover pasien sampai sembuh sehingga saat
peneliti.
berusia 38 tahun. Pendidikan terakhir ibu B adalah S2. Setiap hari ibu B
34 tahun. Pendidikan terakhir ibu C adalah S1. Setiap hari ibu C bekerja
peneliti.
dalam penelitian ini berkode ibu D. Ibu D adalah petugas dari BPJSK
cabang purwokerto.
Tabel 4.1
3. Tema Penelitian
berikut
“Ada yang bener – bener berobat atas indikasi atau ada yang
bener bener karena keluhan sebentar sebentar, mungkin karena
pusingnya bukan pusing organik, pusing karena psikologis
sebentar – sebentar ke dokter” (Ibu B, L33 – L42)
dalam JKN ini adalah adanya persepsi yang tidak tepat dari masyarakat
Hal tersebut juga disampaikan oleh ibu D , bahwa adalah hal yang
kalimat berikut
asuransi di negara Eropa, India dan Cina. Kapasitas fiskal negara eropa
kesehatan yang sesuai dengan kondisi negara kita. Menurut ibu B, dokter
kenyataannya masih ada metode pembayaran selain fee for service yang
walaupun sakitnya ringan dan baru saja muncul, pasien yang memaksa
pasien yang meminta dirujuk tanpa adanya indikasi karena ada persepsi
umum.
“Ada juga pasien yang keras kepala malah marah – marah sama
petugasnya “dulu juga gak kaya gini kok, dulu juga dikasih
kok” kadang sampe gebrak meja, marahin petugas juga
ada.Karena petugas kita udah terbiasa ya, jadi ya kadang kalau
yang kaya gitu tetap kita kasih ya cuma keterangannya aps”
(Ibu C, L516 – L523)
saja sehingga dana yang harus dibayarkan oleh BPJS kesehatan lebih
memiliki risiko tinggi untuk sakit, hal tersebut dikenal dengan istilah
dan sin tax. Ibu D dan bapak A mengatakan bahwa BPJS kesehatan
(PBI) sebagai salah satu solusi untuk mengatasi defisit BPJS kesehatan.
kartu JKN harus menunggu terlebih dahulu selama 14 hari untuk bisa
berikut
yang diminta pasien tetapi hal tersebut dengan syarat FKTP mempunyai
berikut
“Iya ada hal yang tidak dijamin salah satunya adalah pelayanan
yang tidak sesuai prosedur, artinya kalau ada bukti tertulis
peserta sudah dijelaskan tapi menginginkan pelayanan yang
42
masyarakat terkait sistem JKN tetapi memang ada kendala yang dihadapi
program JKN ada syarat yang harus dipenuhi FKTP untuk menjalin kerja
dan FKTP yang seharusnya “mitra” menjadi atasan dan bawahan. seperti
yang terdaftar sebagai pasiennya. Salah satu subjek penelitian ada yang
sebagai berikut
penelitian yang merasa dana kapitasi sudah cukup untuk operasional nya
dan ada juga subjek penelitian yang mempunyai persepsi bahwa dana
pernyataan berikut
rujukan rawat jalan maksimal 15% dari semua peserta. Hal tersebut
tetap bisa mematuhi aturan yang ditetapkan BPJS dan tidak terkesan
merujuk pasien lebih dari 15% maka akan ada teguran dan hukuman bagi
menduga BPJS tidak mau menerima fakta bahwa ada FKTP yang
memiliki pasien lebih dari 15% dari jumlah peserta yang harus dirujuk.
“Secara anu aja, kalau rujukannya lebih dari 20 atau 25% apa
ya.itu nanti kapitasinya dikurangin.Karena dianggap tidak bisa
menangani.Sedikit sedikit merujuk, sedikit seikit” (Ibu A, L153
– L57)
oleh subjek penelitian, tidak ada konfirmasi dari BPJS kesehatan apabila
mengatasi dana klaim yang tidak cair adalah seleksi yang ketat dalam
“Mau ga mau kalau klaim nya ga cair – cair, kedepan kan kita
lakukan efisiensi. Bentuk efisiensi itu apakah kita menjadi lebih
ketat dalam memasukan pasien, atau mengurangi kualitas dari
pelayanan itu sendiri.” (Bapak , B L155 – L160)
“Untuk sistemnya kan, berapa klaim yang akan kita ajukan, kita
menyertakan kuitansi kosong yang sudah ditandatangani dan di
materai, nanti berapa dicairkan di acc terserah dari BPJS
nya.Jadi kadang – kadang kita mengajukan klaim untuk
pelayanan yang sudah kita lakukan itu masih diseleksi lagi dan
itu yang cair tidak mesti sama dengan yang kita ajukan.Nah
permasalahan selisih dari yang cair sama yang kita ajukan ini
kan menjadi pertanyaan, lalu siapa yang membiayai.Saya takut
kalau kejadian ini terus menerus berlangsung akan mengurangi
kualitas.” (Bapak B, L64 – L78)
dana klaim yang cair dengan jumlah dana yang sudah digunakan untuk
pelayanan kesehatan.
mengajukan jumlah dana klaimnya lebih tinggi dari apa yang sudah
apabila ada yang tidak cair. Selain itu, menurut subjek penelitian ada
batasan tanggal untuk pengajuan klaim, tetapi tidak ada batasan tanggal
untuk pencairan klaim, ada absen pengajuan klaim tetapi tidak ada absen
pemerintah.
kesehatan dan FKTP yang sebenarnya adalah mitra namun ada anggapan
setiap FKTP harus memiliki e-mail dan rutin untuk membukanya. BPJS
ada informasi mengenai regulasi yang baru dari BPJS kesehatan yang
disampaikan melalui e-mail maka FKTP mau tidak mau harus mengikuti
kalimay berikut
“Mau tidak mau, kalau kami sudah mengirim surat itu ya mau
tidak mau itu yang harus diikuti oleh FKTP, artinya regulasi
yang berlaku saat itu ya itu. Yang ada di surat.” (Ibu D)
50
berikut
Salah satu sistem pembayaran di FKTP dalam era JKN ini adalah
“kapitasi itu tidak bisa dilihat pakai jatah – jatah itu tidak
ada”.(Ibu D)
lain yang bisa dilakukan. Harapannya ketika peserta sakit yang pertama
diingat sebagai first contact adalah FKTP, bukan dokter spesialis. Seperti
“Artinya itu yang kami nilai, bukan berarti dia harus sakit
semua, enggak bukan, kontak komunikasi itu bisa via telfon,
bisa FKTP datang ke rumah peserta, tidak harus peserta sakit”
(Ibu D)
saat BPJS kesehatan masih menjadi PT Askes, untuk era JKN yang
banyak 155 diagnosis yang seharusnya tuntas di FKTP tetapi itu dilayani
sejak klaim lengkap. Klaim yang diajukan oleh puskesmas kepada BPJS
kalimat berikut
oleh ibu D bahwa pada saat pengajuan klaim bisa terjadi penambahan
konfirmasi apabila ada dana klaim yang tidak cair. Apabila tidak ada
“Ada. Pasti kami konfirmasi. Kalau pun tidak, misalkan itu kan
dia melihat, awal pasti kami konfimasi kok kaya gini ,
berkasnya tidak lengkap kah” (Ibu D)
FKTP. Apabila ada perbedaan jumlah dana yang dicairkan lebih besar
apabila dana yang dicairkan lebih kecil dari yang tertulis di kwitansi
“Ya iya. Karena kami kan bayar. Bayar ya harus ada kwitansi.F
KTP nya itu menyiapkan kwitansi kosong?ga kosong, di tulis
aja dari FKTP nya” (Ibu D)
medis untuk mencukupinya dan formasi PNS juga terbatas. Seperti yang
dari peserta terhadap FKTP maka komitmen FKTP dinilai tidak baik.
sudah sesuai dengan prosedur dari BPJS kesehatan atau sesuai dengan
dan IRJEN.
57
pada fasilitas, bukan operasional tata laksana pasien. Pasien kelas 1,2 dan
Hal tersebut dirasa masih kurang adil. Bapak A merasa merasa model
Misal ada artis yang dikita gajinya ratusan juta, atau sampe
milyaran. Masih bayarnya 60ribu , ya kan.Mereka bilang tidak
fair.Yang gajinya 5 juta harus 50ribu juga.Kalau pajak fair.
(Bapak A)
baru sebatas sosialisasi karena belum ada regulasi penentuan kapan akan
pasien.
terjadi peningkatan kunjungan pasien. Selain itu, masih ada rumah sakit
pelayanan kesehatan.
B. Pembahasan
pelayanan kesehatan pertama bagi dirinya, tidak ada regulasi yang mengatur
fenomena bahwa ada doker yang peserta nya sedikit dan ada juga dokter
yang belum memiliki peserta. Menurut DJSN (2015) peserta baru JKN
pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan terletak dekat
tiga bulan. Hal tersebut sejalan dengan salah satu prinsip etik yaitu
menentukan nasibnya sendiri dengan bebas dari kendali orang lain dan
rahasia untuk maksud yang tidak terpuji dan kolusi merupakan suatu
kerjasama yang tidak terpuji antara BPJS Kesehatan dan dokter FKTP
sehingga jumlah peserta JKN disetiap FKTP tidak terdistribusi merata atau
hanya FKTP tertentu yang dipilih oleh BPJS Kesehatan yang memiliki
peserta JKN dalam memilih FKTP adalah terjadinya fenomena bahwa ada
dokter yang pesertanya lebih dari 2000 dan ada juga dokter yang belum
memiliki peserta sama sekali. Hal tersebut akan berpengaruh pada kapitasi
tempatnya. Menurut Thabrany (2014) kapitasi akan baik jika volume peserta
cukup besar yaitu rasio peserta dengan dokter adalah sekitar 2000 sampai
dengan 3000 orang per dokter. Apabila kapitasi tidak berjalan dengan baik
61
maka hal ini akan mengurangi autonomy pasien, sedangkan sistem JKN
dapat ditingkatkan dengan cara distribusi peserta JKN yang lebih merata di
baik. Jadi bagaimana sebaiknya sistem yang diterapkan dalam program JKN
ini?
Menurut Beuchamp dan Childress (1994) salah satu prinsip dasar etik
prinsip justice yaitu, bagaimana suatu hak dasar berupa pelayanan kesehatan
indonesia sehat sebesar 40 per 100.000 penduduk. Selain itu, dari segi
belum merata dan alokasi sumber daya yang tidak terdistribusi sesuai
62
diberikan dibawah standar. Hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip etik
tanggung jawab sosial dan kesehatan serta prinsip justice (Trisnantoro, 2009
; Unesco , 2008).
kepada dua individu yang berbeda dapat dinilai adil (equity) walaupun tidak
tersebut menjadi tidak adil (unjust atau unfair) karena tidak sesuai
mendapatkan pelayanan kesehatan (Mhurti, 2001). Salah satu hal yang perlu
solidaritas sosial dalam JKN ini adalah adanya persepsi yang tidak tepat dari
asuransi kesehatan agar seluruh masyarakat bisa tercakup oleh asuransi dan
Menurut hasil penelitian Iriani dan Sutopo (2015) hambatan yang dihadapi
yang dapat meringankan beban biaya saat sakit, dan keberatan masyaraat
satu keluarga.
peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang
sehat membantu yang sakit. Hal tersebut bisa terwujud apabila sudah diikuti
Kondisi sakit bisa datang kapan saja, bisa ketika masih produktif dan
berpenghasilan cukup. Kondisi sakit juga bisa datang ketika sudah tua saat
setiap individu untuk menanggung biaya kesehatan dalam jumlah yang sulit
untuk diprediksi. Oleh karena itu diperlukan suatu jaminan dalam bentuk
sama yaitu 59.500 Rupiah untuk pelayanan kelas 1, 42.500 Rupiah untuk
keadilan vertikal. Prinsip dasar dari keadilan vertikal adalah perlakuan yang
masyarakat kaya. Dengan demikian hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip
yang seharusnya tuntas di FKTP tetapi itu dilayani juga di rumah sakit
kapitasi dan pembayaran rumah sakit. Hal tersebut berarti ada pasien yang
Dua bentuk utama dari ekuitas adalah ekuitas horisontal dan ekuitas
perlakuan yang sama untuk kebutuhan yang sama (Equal Treatment for
Equal Need atau ETEN) sedangkan ekuitas vertikal dinilai dari pemberian
67
itu, menurut subjek penelitian dalam pengajuan klaim apabila ada selisih
menimbulkan perilaku.
gap yang cukup besar antara kebutuhan FKTP dengan ketersediaanya. Gap
klaim tepat waktu namun jasa medis di FKTP Puskesmas, belum dibagikan
antara jumlah dana klaim yang diajukan dengan yang dicairkan bertendensi
klaim dan kebutuhan keuangan yang mendesak karena terdapat selisih dana
yang dalam hal ini belum diketahui siapa yang akan membiayai selisih
dana tersebut.
7. Hambatan Sosialisasi
pada masyarakat yang hadir dalam sosialisasi. Selain itu, menurut subjek
hanya peserta yang berisiko tinggi untuk sakit saja yang mendaftar sebagai
peserta JKN dan fenomena dimana ada masyarakat yang berobat tanpa
indikasi medis, ada masyarakat yang sakitnya baru muncul tetapi langsung
dimilliki provider tidak seimbang dengan yang dimiliki oleh pasien disebut
Adverse selection terjadi ketika individu yang berisiko tinggi untuk sakit
(Prasetyia, 2012).
diinginkan pihak komunikator dalam hal ini adalah BPJS kesehatan belum
BPJS kesehatan dan FKTP salah satunya adalah mengenai pola hubungan
kemitraaan antara BPJS kesehatan dan FKTP. Subjek penelitian utama dan
lancar.
yang merasa dana kapitasi sudah cukup untuk operasional nya dan ada juga
72
dari gaji bulanan ataupun kapitasi tetapi berasal dari sistem pembayaran fee
dilakukan melalui sistem kapitasi. Sistem kapitasi dinilai lebih efektif dan
sehingga dokter akan lebih giat melakukan upaya preventif dan promotif.
Menurut Thabrany (2014) kapitasi akan baik jika volume peserta cukup
besar yaitu rasio peserta dokter sekitar 2000 sampai dengan 3000 orang per
dokter. Selain itu, besaran nominal kapitasi yang sudah ditentukan yaitu
menyatakan bahwa 78,9% dokter keluarga tidak puas dengan besar kapitasi
yang dinilai rendah. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi yang
dilakukan secara terus menerus agar FKTP memiliki persepsi yang sesuai
Efisiensi yang bisa dilakukan FKTP untuk mengatasi dana klaim yang tidak
cair adalah seleksi yang ketat dalam memasukan pasien dan mengurangi
pencairan dana klaim. Menurut subjek penelitian, ada dana klaim yang tidak
cair dan BPJS tidak memberikan konfirmasi terkait dana klaim yang tidak
cair. Efisiensi yang bisa dilakukan FKTP untuk mengatasi dana klaim yang
tidak cair adalah seleksi yang ketat dalam memasukan pasien dan
kondisi yang sama harus memperoleh perlakuan yang sama dan kesehatan
merupakan hak dasar dari setiap individu (Andre dan Velasquez, 2010)
Indonesia belum mempunyai aturan standar tarif sehingga biaya antar dokter
A. Kesimpulan
vertical
FKTP
75
76
B. Saran
1. Kepada Pemerintah
yang berhubungan dengan JKN sehingga pola pikir FKTP yang yang
3. Kepada FKTP
Ansyori, Ahmad. 2015. Potensi Fraud dan Moral Hazard dalam Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan Nasional – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pada Seminar Nasional Kajian Hukum Atas Pelayanan Kesehatan di era
JKN oleh DJSN. Universitas Brawijaya : Malang
Chariri, Anis. 2009. Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif. Papaer
disampaikan pada Workshop Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
, Laboratorium Pengenmbangan Akutansi (LPA), Fakultas Ekonomi
Universitas Diponogoro
Childress, James., Ruth Fade., Ruth Gaare., Lawrence Gostin., Jefferey Khan.,
Richard Bonnie, et al. 2002. Public Health Ethics: Mapping the Terrain.
Journal of Law, Medicine & Ethics.Vol. 30.
77
78
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). 2015. Memahami Manfaat JKN dan
Prosedur Pelayanan. Diunduh dari http://www.djsn.go.id/djsn2/draft-
panduan/artikel/39-memahami-manfaat-jkn-dan-prosedur-pelayanan
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Jawa Tengah : Dinas Kesehatan
Hanafiah, Yusuf., Amri, Amir. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta : EGC
Kassem, Rasha., Andrew , Higson. 2012. The New Fraud Triangle Model.
Journal of Emerging Trends in Economics and Management Sciences. No
3 Vol 3
Kinsman, L., Rotter, T., James, E., Snow, P., dan Wiilis, J., 2010. 'What is a
clinical pathway? Development of a definition to inform the debate'.
Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2893088/
79
Nina, Intan S., Widodo J, Pudjiraharjo. 2013. Ekuitas dalam Pemberian Pelayanan
Kesehatan. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Vol 1 No 1
Prasetyia, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian III : Teori Informasi
Asimetri. Universitas Brawijaya : Malang
Thabrany, Hasbullah. 2014. Bayaran Kapitasi yang Layak Bagi Dokter Primer.
Pada Pertemuan Ilmiah tahunan IDI. Bekasi
81
Undang – Undang Republik Indonesia (UU RI) NO 24. 2011. Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentag Sistem Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional. Jakarta : Sekretariat Negara
Undang – Undang Republik Indonesia (UU RI) NO 40. 2004. Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentag Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Jakarta : Sekretariat Negara
Van Der Hoog, M. 2010. Measuring Equity in Healt Care Delivery : A New
Method Based on the Concept Deliveru of Aristotelian Equality. Avalilable
at : http://arno.uvt.nl
Wagstaff . A., Van Doorslaer, E. 2000. Measuring and Testing for Inequity in the
Delivery of Healthcare. The Journal of Human Resources. Vol 35 No 4
Williams, John. 2006. Panduan Etika Medis. Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran
Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
World Health Organization.2010. The World Health Report 2010. Health Systems
Financing: the Path to Universal Coverage. Diunduh dari
http://www.who.int/whr/2010/en/
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeplorasi permasalahan etik yang muncul
dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dihadapi tenaga
pelaksana fasilitas kesehatan tingkat pertama di Kabupaten Banyumas.
2. Keikutsertaan sukarela
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan.Anda berhak
untuk menolak keikutsertaan dan berhak pula untuk mengundurkan diri dari
penelitian ini, meskipun Anda sudah menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi.
Tidak akan ada kerugian atau sanksi apa pun yang akan Anda alami akibat penolakan
atau pengunduran diri Anda. Jika Anda memutuskan untuk tidak berpartisipasi atau
mengundurkan diri dari penelitian ini, Anda dapat melakukannya kapan pun.
Keputusan untuk berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian ini tidak
akan mempengaruhi penilaian dalam pekerjaan maupun jabatan Anda.
3. Durasi penelitian, prosedur penelitian, dan tanggungjawab partisipan
Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
terhadap infroman dengan menggunakan panduan wawancara. Wawancara akan
direkam menggunakan alat perekamdan selanjutnya ditranskrip untuk keperluan
analisis data. Anda harus menjalani wawancara terstruktur kurang lebih selama 30 -
60 menit.
4. Manfaat penelitian
Partisipasi Anda dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk Anda berupa
kesempatan untuk menyampaikan perasaan , mendiskusikan persepsi dan
pemikiran terhadap permasalahan etik yang timbul dalam pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) serta memberikan kontribusi dalam upaya perbaikan
sistem kesehatan di Indonesia.
5. Risiko dan ketidaknyamanan
Tidak ada risiko maupun ketidaknyamanan yang harus diantisipasi dari
keikutsertaan Anda dalam penelitian ini.
83
84
6. Kerahasiaan
Kami menjamin kerahasiaan seluruh data dan tidak akan mengeluarkan atau
mempublikasikan informasi tentang data diri Anda tanpa izin langsung dari Anda
sebagai partisipan. Data wawancara yang diperoleh dalam penelitian ini akan
dirahasiakan dan hanya dapat diakses oleh peneliti. Tidak ada penulisan nama
informan dalam penyimpanan data wawancara, dan daftar nama informan tidak
akan diketahui oleh siapapun.
7. Klarifikasi
Jika Anda memiliki pertanyaan apapun terkait prosedur penelitian, atau
membutuhkan klarifikasi serta tambahan informasi tentang penelitian ini, Anda dapat
menghubungi peneliti :Robiah Al Adawiyyah (085258679769), RR Diyah Woro
L, S.Psi (085842992776), dr. Joko Mulyanto (081542701581)
8. Kesediaan
Jika Anda bersedia untuk berpartisipasi maka Anda akan mendapatkan satu salinan
dari lembar informasi dan kesediaan ini. Tanda tangan Anda pada lembar ini
menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi partisipan dalam penelitian.
Tanggal: ……………………………..
……………………………………....... …………………………………….......
(Nama lengkap dengan huruf balok) (Robiah Al Adawiyyah)
Lampiran 2. Panduan Wawancara Informan
Nomor identitas :
Pewawancara :
Tanggal wawancara :
Data demografi informan :
Usia :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
1. Apa yang Anda ketahui tentang JKN?
2. Hambatan/ permasalahan apa saja yang muncul dalam pelaksanaan JKN
a. Hambatan / permasalahan dengan pasien / keluarga
1) Pelayanan kesehatan yang terhambat/tidak sesuai
2) Pasien tidak setuju dengan tindakan / keputusan medis yang akan
diakukan (alasan medis dan non medis).
3) Permasalahan pasien dengan keluarga terkait tidakan / keputusan
medis yang akan dilakukan.
4) Kenapa permasalahan tersebut bisa terjadi?
5) Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Apakah masalah
tersebut dapat diatasi?
b. Permasalahan dengan regulasi yang berlaku
1) Minimnya fasilitas sarana dan prasarana yang ada.
2) Minimnya SDM.
3) Permasalahan antara tindakan yang akan diberikan dengan regulasi
yang ada.
4) Permasalahan antara pembayaran dengan tindakan yang akan
diberikan (Kapitasi dan Sistem Klaim).
5) Kenapa permasalahan tersebut bisa terjadi?
6) Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Apakah masalah
tersebut dapat diatasi?
85
86
Lampiran 3.
Ethical Approval
87
Lampiran 4.
Lampiran 5
2. Ada syarat yang harus dipenuhi Ada syarat yang harus dipenuhi
oleh FKTP untuk bekerjasama PPK untuk menjalin kerjasama
dengan BPJS (L7 – L18) dengan BPJS
3. PPK memiliki mitra dan jejaring
dalam pemberian pelayanan
kesehatan (L333 – L362)
2. Sistem askes dan BPJS hampir Ada syarat yang harus dipenuhi
sama (L221 – L229) PPK untuk menjalin kerjasama
3. Ada syarat yang harus dipenuhi dengan BPJS
PPK untuk bekerjsama dengan
BPJS (L7 – L14)
4. PPK memiliki mitra dan jejaring
dalam pemberian pelayanan
kesehatan (L260 – L274, L284
– L319)
92
93
21. Ada pasien tanpa indikasi yang Ada pasien yang meminta
memaksa minta dirujuka (L101 dirujuk tanpa indikasi medis
– L125)
22. Dokter memilih untuk merujuk
pasien yang sangat keras kepala
memaksa untuk dirujuk tanpa
indikasi (L126 – L140)
L420 – L426)
26. BPJS kurang terbuka kepada
PPK (L405 – L419)
27. Sebaiknya ada perbaikan dalam
menejemen internal BPJS (L
427 – L429)
Lampiran 7
96
97
L441)
11. Nominal klaim rawat inap dan
persailan dirasa belum cukup
bagi FKTP x (L586 – L604,
L622 – L651)
12. Jumlah dana klaim yang cair FKTP belum mendapatkan hak
berbeda dengan yang sudah yang sesuai dalam masalah
digunakan untuk pelayanan pencairan dana klaim
kesehatan (L118 – L127)
13. Format klaim sering berubah
(L144 – L153)
14. Kesalahan format menjadi alasan
ada klaim yang tidak cair (L128
– L142)
15. Dana klaim yang tidak cair Dana klaim yang tidak cair
menyebabkan penurunan kualitas menyebabkan penurunan
pelayanan (L183 – L195) kualitas pelayanan
16. FKTP pernah defisit (L196 –
L198)
19. Tidak ada batasan tanggal untuk Tidak ada batas waktu
pencairan klaim (L390 – L407) pencairan klaim dari BPJS
KODING BAPAK B
Bapak B TemaIndividu
1. Permasalahan FKTP rawat inap Permasalahan yang ada di
dan rawat jalan berebda (L1 – FKTP rawat inap dan rawat
L4) jalan berbeda
2. Tidak terlalu banyak
permasalahan di bagian rawat
jalan (L5 – L11)
99
100
27. Hak FKTP belum terpenuhi (L43 FKTP belum mendapatkan hak
– L50) yang sesuai dalam masalah
28. Puskesmas sudah memenuhi pencairan dana klaim
kewajiban tetapi belum
mendapatkan hak yang sesuai
(L134 – L140)
29. Jumlah dana klaim yang cair
ditentukan oleh BPJS (L205 –
L206)
30. Tidak ada konfirmasi dari BPJS
mengenai dana klaim yang tidak
bisa dicairkan (L58 – L62 , L207
– L219)
31. Jumlah dana klaim yang cair
tidak sama dengan jumlah dana
yang sudah digunakan untuk
pelayanan kesehatan (L69 – L73,
L130 – L133, L431 – L436)
58. BPJS menentukan tarif kapitasi Ada PPK yang merasa kapitasi
puskesmas berdasar jumlah sudah cukup untuk
tenaga medis yang tersedia (L682 operasionalnya
– L699)
106
63. Formasi PNS dokter terbatas Tenaga medis yang kurang bisa
(L789 – L791) menyebabkan kualtas
64. BPJS tidak mau tau mengenai pelayanan menurun
ketersediaan tenaga medis (L680
– L682)
65. FKTP tanpa dokter gigi,
pelayanan kesehatan gigi
dilakukan oleh perawat gigi
(L671 – L675, L700 – L701)
66. Tidak ada dokter gigi
mengakibatkan kualitas
pelayanan kesehatan gigi
menjadi kurang baik
67. Rasio dokter pasien di FKTP X
belum ideal (L770 – L783, L792
– L796)
107
P = Peneliti
T = Triangulator
T : Maksudnya filosofi?
T : Kalau mba pernah baca , sering kan ya diberita dikabarkan kan. Artinya
sebetulnya transformasi dari PT askes menjadi BPJS kesehatan ini kan
dasarnya adalah regulasi ya. Dari undang – undang menyebutkan bahwa
negara itu sebetulnya punya kewajiban , kalau di undang – undang dasar 45
kan ada kewajiban untuk memberikan jaminan sosial, nah ini adalah dalam
rangka itu. Mewujudkan itu sebetulnya. Amanat undang – undang ,
menyebutkan itu sehingga dibentuklah BPJS. BPJS kan ada 2 ya, kesehatan
dan ketenagakerjaan. Intinya dua duanya melaksanakan apa yang
diamanatkan undang undang. Jadi filosofinya ya itu, filosofi dasar ya
melaksanakan itu. Artinya penunjukan itu pun melalui proses pastinya ya,
asuransi kesehatan kan cukup banyak, tetapi ketika dinilai syarat utamanya
untuk menjadi BPJS kan harus nirlaba, sehingga kami pun sudah nirlaba
semenjak jamannya askes gitu ya. Sejak jamannya askes kita sudah nirlaba.
Nirlaba ini adalah artinya premi yang dikumpulkan oleh askes itu kan
karena hanya PNS itu dikembalikan sepenuhnya untuk keperluan peserta.
Artinya bukan berarti sisa dana itu terus dibagi untuk pegawai sepenuhnya.
Itu tidak. Kalau jenengan tau dulu namanya askes ada yang namanya
medical check up, nah itu salah satu bentuk untuk mengembalikan sisa dana
yang kami kelola kepada peserta.
T : Ya betul. Tidak mungkin kami kembalikan dalam bentuk uang. Tetap kami
gunakan untuk program yang untuk kepentingan peserta, nah itu lah kenapa
kami bisa ditunuk untuk jadi BPJS kesehatan karena syaratanya memang
harus nirlaba
T : Dulu, waktu jamannya askes. Ketika kita berubah jadi BPJS kesehatan, kita
jadi badan hukum publik. Artinya kalau mau nanya badan hukum publik
108
109
seperti apa, ya BPJS itu karena kita badan hukum publik yang pertama kan
di Indonesia. Jadi nantinya badan hukum publik hanya ada dua, BPJS
kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Jadi kami dulu berada dalam taggung
jawab menag BUMN, ketika kami menjadi badan hukum publik, tanggung
jawab langsung kepada presiden. Jadi tidak dibawah kementrian. Jadi kami
bisa dikatakan setara dengan kementrian karena kami tanggung jawabnya
langsung kepada presiden, bukan kepada kementrian.
T : Iya jadi gini, kalau untuk ketenagakerjaan sudah berbeda program ya.
Program jaminan sosial kan macam – macam, ada kesehatan ada kematian,
kecelakaan kerja, yang dikelola BPJS kesehatan hanya yang kesehatan ,
yang lainnya adalah BPJS ketenagakerjaan, jadi sudah berbeda porsinya ya,
tugasnya memang sudah berbeda. Kemudian untuk peran mentri kesehatan
disini adalah BPJS kesehatan ini tidak menerbitkan regulasi. Jadi ketentuan
yang dilaksanakan BPJS kesehatan itu semua dibuat oleh pemerintah , nah
dalam hal ini bisa kementrian kesehatan untuk tentang pelayanan kesehatan
, untuk pembayaran misal kapitasi itu ada perpres, artinya semua diatur oleh
pemerintah hanya memang ada item – item tertentu yang tidak diatur boleh
di buat oleh BPJS kesehatan , tapi dalam hal ini ranah utamanya adalah
bukan di kita. Regulasi sepenuhnya ada di pemerintah.
P : kalau tadi item yang belum detail dan bisa dibuat oleh BPJS contohnya apa?
T : Kalau kemarin itu contohnya ada alat kesehatan, nilai ganti alat kesehatan.
awalnya di awal 2014 belum ada, akhirnya dibuatlah oleh kita. Itu mengacu
pada ketentuan yang kita berlakukan jamannya askes. Tapi sekarang udah
muncul dipermenkes. Artinya yang dulu belum diatur oleh permenkes
akhirnya kami atur dan akhirnya sudah diakomodir , artinya tetap regulasi
itu akan disempurnakan, karena misalkan dulu belum diatur, kita mengatr
sendiri akhirnya di undangkan.
T : Artinya mungkin pemerintah belum mendalami bahwa ini lo kita perlu ada
regualsi tentang ini. Kita perlu gitu. Akhirnya dibuatlah regulasi sekarang.
Akhirnya kita sudah pakai permenkes sekarang. Kalau yang sebelumnya
belum.
T : Iya
110
P : Sebenarnya pola hubungan , alur hubungan BPJS dengan FKTP itu seperti
apa ya bu?
T : Itu diatur dipermenkes 71. Di permenkes 71 kan ada yang namanya seleksi
FKTP. Jadi ya kami melakukan penilaian terlebih dahulu. Jadi ada standar
penilaian yang kami buat gitu. Kami tentunya menginginkan FKTP yang
berkualitas, yang mempunyai komitmen untuk memberi pelayanan terbaik
kepada peserta. Jadi untuk format pelayanan kami tidak melenceng dari
regulasi yang ada. Artinya misal suatu klinik untuk izin operasional harus
memenuhi persyaratan a b c, kami juga akan ikut itu. Jadi sebetulnya kalau
mau sesuai dengan apa yang ada, itu semua klinik pun bisa.Kan gitu. Karena
ketika izin operasional klinik keluar, pastinya kan dia udah memenuhi
semua kriteria. Nah tinggal kita , tugas kami adalah melihat kebutuhan tidak
semua FKTP, dokter praktik yang mengajukan ke kami langsung kami
terima. Tidak. Karena kami kan akan melihat kebutuhan. Jangan sampai
disatu daerah itu FKTP nya banyak, didaerah lain tidak ada FKTP sama
sekali. Jadi tetap kita mempertimbangkan distribusi FKTP. Ini kami juga
koordinasi dengan dinas kesehatan. jadi setiap kami melakukan seleksi pun
kami melapor pada dinas kesehatan dan organisasi profersi. Artinya mereka
juga tau kita melakukan penilaian dan hasilnya seperti apa, itu mereka tau.
Hasilnya dilaporkan ke dinas kesehatan.
P : Kalau standarnya itu, kan mba disini melihat FKTP yang komitmen dan
tidak komitmen itu permasalahannya gimana?
T : Kalau di kami, pertama yang kami lihat adalah keluhan. Jadi semakin
banyak keluhan pastinya dia ga punya komitmen kan, artinya banyak
peserta yang mengeluh. Jadi kami kan ada kotak saran atau layanan 24 jam
itu juga menampung keluhan – keluhan dari peserta. Artinya semakin
111
banyak keluhan pasti komitmennya tidak bagus karena apa namanya peserta
ketika mendapatkan pelayanan yang bagus tidak mungkin dia akan
mengeluh kan. Tapi keluhan juga akan kita lihat sih artinya benarkah
memang yang dikeluhkan peserta tadi memang sesuai dengan apa yang kita
komitmenkan, artinya kalau tidak ada komitmen disitu tapi peserta
mengeluh ya kita berikan informasi kepada peserta. Suatu contoh misalkan
ada pemeriksaan lab, pelayanan yang diberikan oleh BPJS kesehatan adalah
pelayanan sesuai indikasi medis. Artinya kalau tidak indikasi medis boleh –
boleh saja ditolak. Artinya ada peserta aku mau dong di cek kolesterolnya,
aku mau dong dicek gula darahnya, kalau dia tidak ada indikasi medis boleh
ditolak, artinya apabila peserta mengeluh kami yang akan mengedukasi
peserta bhawa yang dijamin BPJS itu ya sesuai indikasi medis, aritnya
keluhan itu tidak serta merta kami lihat sebagai sesuatu yang negatif dari
FKTP tapi ada peserta yang memang “aku wis mbayar kok, tapi aku ga
dilayani bagus”, dilayani bagus itu kan namanya jaminan sosial itu pasti ada
regulasinya, tidak semua bisa dijamin kan tidak , artnyaa kalau sesuai
prosedurnya pasti kami akan menegur FKTP, sesuai prosedur kok bisa
dilayani, pasti yang salah dari FKTP nya. Tapi kalau dari segi yang saya
contoh kan karena pesertanya yang tidak tau tentang prosedurnya, artinya
keluhan yang saya sampaikan tadi, semakin banyak keluhan itu adalah
keluhan yang sudah kami pasti kan bahwa keluhan itu adalah tidak sesuai
dengan komitmen pelayanan.
P : Jadi ingin menyambung salah satu dari hasil wawancara kami kemarin kan
memang ada model pasien seperti ingin, nuwun sewu istilahnya kaya
“mumpung” begitu tidak bayar, premi nya sekian misalnya kasusnya hanya
luka robek harus dijahit tapi terus dia tidak mau sakit, terus bolak balik
minta ganti perban berkali – kali sedangkan ini berkaitan dengan dana yang
disediakan untuk pasien, akhirnya memang terjadi kayak semacam
kegalauan gitu dari pihak sana, bagaimana ini kalau nolak pasien nanti
komplain tapi satu sisi lain jatahnya cuma segini, dalam tanda kutip
semacam terjadi masalah, ketidaknyamanan karena bolak balik datang dan
mungkin jumlahnya juga cukup banyak, kalau seperti ini gimana? Antisipasi
untuk semacam itu gimana?
P : Semua jadi memang kami mengambil dari semua jenis FKTP baik itu
puskesmas balai pengobatan atau swasta
berdasar jumlah peserta yang daftar, artinya ada peserta sakit datang berobat
ataupun tidak berobat kami tetap membayarkan uang itu artinya ga bisa dia
melihat satu orang, ketika dia melihat satu orang ini bolak – balik bolak –
balik, dia tidak melihat orang yang sehat itu lo uangnya diapain, untuk apa.
Kalau dia bilang ada jatah, saya akan menyalahkan. Saya akan marah ke
FKTP kalau saya sampai mendengar ada FKTP menyampaikan seperti itu.
Karena ga bisa dilihat kapitasi itu perorang. Kalau mau lihat FKTP itu,
misalnya klinik atau dokter ya, kapitasinya adalah 8000 perorang kalau
swasta. Misalnya terdaftar disitu 1000 orang, dia akan mendapatkan tiap
bulan 8.000.000, kalau kita evaluasi angka kesakita itu hanya 10 sampai 15
%, rata – rata, tarolah kita pakai 10% artinya dari 1000 10% adalah 100
orang. Artinya 8.000.000 yang kami bayarkan itu untuk membiayai 100
orang yang berobat. Artinya 8.000.000 dibagi 100 orang, 1 orangnya
80.000. gitu kan, rata – rata. Sementara kita lihat pengobatan di dokter
swasta aja kalau berobat kan 50.000 dapat obat plus macem – macem
artinya ga bisa dilihat 1 orang, itu kok dibayar 8.000 datang terus , ga bisa.
Itu yang salah FKTP nya, dia belum memikirkan konsep kapitasi itu seperti
apa. Artinya kalau puskesmas rata – rata kita evaluasi di faskes swasta itu
sekitar 60.000an setiap kunjungan. Seolah – olah karena ini kan kapitasi ya.
Kita kan evaluasinya berdasar laporan kunjungannya. Artinya kapitasi ga
bisa dibandingkan dengan jumlah peserta. Kalau dengan jumlah peserta
artinya ya cuma 8.000. tapi kan kita bandingkan dengan kunjungan. Itu yang
saya contohkan tadi, 8.000.000 padahal yang datang cuma 100 orang atau
100 kunjungan. Entah 1 orang bisa 5 kali. Artinya dalam satu bulan hanya
ada 100 kunjungan. Walaupun orangnya ada 20 orang misalkan tapi 1 orang
berkunjung terus, tapi kan dilihat totalnya. 100 kunjungan tak bayar 80.000.
masa sih Cuma ganti balut sampai 80.000. harusnya kan tidak bisa dilihat
jatahnya segitu. Gak bisa. Kalau kapitasi ga ada sistem yang namanya jatah.
Ini memang saya ga menutup mata, masih banyak dan peserta banyak yang
komplain penyampaian, entah itu penyampaian entah memang mindset dari
FKTP seperti itu, karena kami setiap kali ada pertemuan saya sampaikan ga
bisa lo dok kalau jenengan melihat kapitasi itu perorang, lah terus yang
sehat jenengan ga komplain, kalau yang sakit kan “masa dia dibayar 8000
datang terus”, lah yang sehat yang ga pernah datang ga komplain “saya lo
ini yang sehat ga pernah datang kesini” uangnya tak kembalikan. Ga
mungkin kan seperti itu. Ini yang ga bisa dilihat seperti itu, ini yang
mungkin memang masih agak berat di kami memberikan informasi , karena
mungkin anu lah hanya bahasanya saja , bahasa mereka jadi peserta
mendengarnya“jebule BPJS cuma bayar 8.000” kan kalau orang awam
taunya gitu kalau dokter ngomong. Cuma bayar 8.000. pasti kan dia ga liat.
Orang awam wajar, menurut saya wajar peserta itu wajar kok kalau
komplain karena informasi yang dia terima ya ga sesuai. Ketika kami
113
sampai kan ke peserta “kok kaya gitu”. Makanya ga bisa dilihat kapitasi
perorang.
P : Jadi mungkin perubahan sistemnya ini, nuwun sewu apa bener apa enggak,
jadi perubahan sistem dari yang tadinya pembayaran per kedatangan, kalau
kapitasi kan nuwun sewu seperti gaji itu ya. Apa mungkin sistemnya?
T : Kalau sistem dari askes kaya gitu. Dari askes sudah kapitasi. Dari jamannya
askes pembayaran ke FKTP sudah kapitasi.
P : Kalau menurut mba itu kira – kira kenapa masih muncul masalah seperti itu
di FKTP?
T : Kalau masalah itu lebih ke arah persepsi gitu lo. Dia belum tau konsep
kapitasi itu seperti apa. Artinya yang namanya jaminan sosial tidak di
manage, kalau kami isitilahnya pakai sistem manage care jadi kita harus
melihat pembiayaan dan pelayanan yang diberikan. Ketika orang belum
mengetahui konsep itu, dia pasti akan mengeluh ini lo harus dibayar segini.
Kalau saya lebih ke arah persepsi dan ketika kami memberikan evaluasi
karena memang kami tidak mungkin sosialisasi ke semua tenaga yang ada di
Puskesmas ya, mungkin dari menejer nya dia sudah tau sistemnya seperti
apa, tapi kan sampai kebawahnya kita ga tau kan dia penangkapannya
sepeerti apa gitu. Tapi tak rasa di Puskesmas kan ga seperti itu, yang swasta
mungkin, iya? Yang mengeluh itu swasta dan puskesmas?
T : Kalau itu si artinya bukan masalah kesalahan persepsi di kapitasi, kalau itu
ya wajarlah orang memanfaatkan itu ya wajar – wajar saja. Hanya kalau dari
penjelasan tadi ya FKTP yang belum bisa menjelaskan, artinya persepsi
mereka yang kurang pas.
P : Kalau seperti itu enaknya solusi nya gimana bu? Artinya kalau tadi
dijelaskan juga ketika kalau pasien komplain nanti dipertimbangkan sesuai
atau tidak, nah kalau kasus tadi kira – kira bisa atau tidak kalau FKTP itu
artinya menolak, “pak ini prosedurnya di jahit”, terus dia kontrol ke tiga
kali, sudah oke pak maaf ini sudah sembuh itu artinya dengan risiko bahwa
akan dilaporkan berarti dari pihak BPJS juga akan menpertimbangkan itu
adalah hal yang wajar?
T : Ya selama ada tertulisnya aja. Jadi kami selalu menekankan ketika ada
peserta yang ngeyel atau apa silahkan buat tertulis, karena bukan
berprasangka ya orang kan bisa didepan sana berbuat A, dibelakang sana
114
bilang B. Tetapi ketika ada bukti tertulis, itu bisa menjadi bukti “ini lo
kemarin jenengan sudah dijelaskan sudah tau prosedurnya, kalau jenengan
ga sesuai prosedur itu yang akan jadi nomor 1 yang tidak dijamin BPJS
kesehatan. pelayanan yang tidak sesuai prosedur”. Iya ada hal yang tidak
dijamin salah satunya adalah pelayanan yang tidak sesuai prosedur, artinya
kalau ada bukti tertulis peserta sudah dijelaskan tapi menginginkan
pelayanan yang berbeda, contoh tadi, indikasi medisnya dijahit, tulislah
disitu saya menolak, saya sudah diberikan penjelasan, saya membutuhkan
ini, tetapi saya tidak mau. Jadi ketika komplain, saya bilang ini kan
jenengan yang ga sesuai prosedur, indikasinya kan dijahit. Intinya saya
menganjurkan buatlah tertulis apapun yang panjenengan berikan. Kita harus
waspada, semua tidak mungkin namanya orang pasti punya keinginan,
keinginan itu bisa naik seiring dengan kebutuhannya dia, artinya mungkin
sekarang saya ingin punya motorlah, saya ga punya motor, setelah saya
punya motor wah enak ya punya mobil ga kepanasan saya naik lagi. Artinya
keinginan peserta pun akan meningkat seiring dengan kebutuhan dia.
Artinya ga bisa dipasang standar FKTP semua harus punya fasilitas A, lah
nanti seiring perjalan juga akan naik keinginan peserta, makanya kami
meminta FKTP untuk meningkatkan entah kualitas pelayanan, sarana
prasarana, itu kan kami nilai, setiap melakukan perpanjangan kami lakukan
penilaian ulang. Penialaian ulang itu mulai dari sarana prasarana, komitmen,
semua dinilai, beda kalau diseleksi awal hanya ada sarana prasarana,
komitmen, tidak ada evaluasi kerja karena di awal gitu kan. Dia punya
komitmen ga, hanya sebatas itu. Ketika sudah melakukan kerjasama, kita
menilai komitmennya sesuai engga dengan yang sudah, kita lihat kesesuaian
komitmen, kalau diawal kita hanya lihat mau engga seperti ini, mau engga.
Kalau mau ya sudah. Artinya kami sudah mulai memberikan sosialisasi di
awal pada FKTP sistem kapitasi karena itu sering jadi keluhan di kemudian
hari, termasuk ada jatah – jatah itu, saya harapkan dengan sosialisasi diawal
itu tidak akan terjadi lagi, apa namanya kalaupun sudah kita lakukan itu
kadang masih. Artinya faskes yang sudah lama pun yang berkali – kali kita
omonginpun masih persepsinya masih
P : Jadi itu salah satu hal yang masih nuwun sewu disebut sebagai kendala
hubungan. Oya bu, ini terkait statement ibu evaluasi angka kesakitan 10 –
15%, ini bu saya pernah mendengar katanya ada pembatasan rujukan
maksimal 15%?
T : Enggak jadi gini, kita evaluasi berdasarkan kasus yang ada di rumah sakit.
Di rumah sakit itu ternyata, jadi di FKTP itu kan ada ketentuan dari konsil
kedokteran , bahwa ada lo 144 diagnosa yang seharusnya tuntas di FKTP,
sekarang ada tambahan 11, sehingga 155 diagnosa. Itu harus tuntas di
FKTP. Evaluasi yang kami lakukan, masih banyak kasus yang seharunya
115
P : Jadi memang kalau misalnya di rumah sakit itu ada kasus perlu dirujuk ke
rumah sakit, tapi dari jumlah semua kepesertaan sekitar 20% itu ga masalah
?
P : Kalau selama ini bagaimana mba untuk FKTP yang di daerah Banyumas
apakah masih banyak yang melebihi, artinya masih memasukan 155 kasus
ini?
T : Masih ada. Ya memang dalam tahap ini kami hanya melakukan penilaian.
Itu akan jadi bahan evaluasi kami ketika dia akan memperpanjang
kerjasama. Ya tidak langsung kami menegur tidak. Kami ada penilaian
kinerja. Penilaian kinerja salah satunya ya itu tadi, rujukan, ada keluhan, itu
116
menjadi salah satu poin penilaian di kami, jadi ketika dirujuk non
spesialistik banyak, keluhan banyak , itu akan menajdi pertimbanga kami
apakah kami teruskan perjanjiannya atau engga.
P : Jadi intinya tidak ada pembatasan rujukan untuk pasien – pasien yang butuh
untuk dirujuk?
T : Iya. Jadi misalkan contoh kata orang kanker, atau cuci darah , ga mungkin
kan kami menolak, jangan ga boleh dirujuk. Ga mungkin. Karena dia butuh
pelayanan spesialis. Artinya yang kami sorot adalah yang seharusnya tuntas
di FKTP. Yang kami sorot yang sesuai konsil itu tadi, 155 diagnosa , itu
masuk kompetensi 4A, dimana kompetensi itu harusnya dimiliki oleh dokter
ketika dia lulus kedokteran, ketika dia lulus menyandang titel dokter,
harusnya dia bisa menangani 155 diagnosa tersebut, artinya itu saja. Bukan
kami memberi batasan yang boleh dirujuk sekian. Kami tidak memberi
batasan itu, hanya yang itu saja yang jadi kewenanganmu itu lo, jangan
semua dirujuk. Kalau kita lihat evaluasinya 100% misalkan itu kasusnya
spesialistik, ya ga masalah kalau di kami.
P : Kalau ada FKTP dalam tanda kutip merujuk pasien – pasien yang 155
penyakit ini kok dirujuk agak banyak, prosedurnya gimana disini? Misalnya
o ini sebagai dokter FKTP tapi dia merujuk , misal dia dapet 100 pasien tapi
merujuk hampir 35 pasien dirujuk, padahal menurut penlaian BPJS lo ini
kan masih masuk 155, mekanisme nya untuk pemberitauan FKTP gimana?
T : Ada pertemuan evaluasi dengan FKTP, kami lakukan 4 bulan. kemarin baru
kami lakukan bulan Mei. Kami sampaikan evaluasi dari Januari sampai
April. Intinya kita tahap awal kami hanya ingin melihat dia tau posisinya,
ketika kita evaluasi kembali bulan berikutnya, atau tiga bulan lagi, karena
mungkin bulan berikutnya tidak terlalu signifikan, ketika kami melihat itu,
kami boleh sah – sah saja kalau kami memberikan peringatan, karena
diperjanjian itu kan ada peringatan bahwa dia komitmen berfungsi sebagai
gatekeeper, dia penjaga gawang lo, jadi jangan sampai kebobolan kasus –
kasus yang seperti itu dirujuk – rujuk terus. Artinya salah satu hal yang
menjadi penilaian kami ya rujukan tadi. Dia sudah komitmen kok “saya mau
jadi get keeper, saya mau jadi penjaga gawang” ketika semua dirujuk –
dirujuk, ya sama aja dia ga menjalankan fungsinya kan. Komitmen yang ada
di perjanjian kerjasama sama saja dilanggar, artinya sah – sah saja kami
memebrikan peringatan. Cuman kemarin tahap awal kami hanya sosilaisasi.
Jadi semua FKTP kita kumpulkan kita sampaikan kita undang “ini lo rasio
rujukan mu tinggi, ini menjadi penilaian lo”. Artinya dia tau, o ternyata
dinilai ya. Jadi tidak hanya kami lihat dari FKTP saja, kasus yang ada di
rumah sakit itu jadi feedback, bisa saja yang namanya FKTP kan “ga kok
117
saya ga ngerujuk” tapi nyatanya dirumah sakit ada orangnya. Artinya tidak
melihat dari 1 sisi, kami lihat dari 2 sisi.
T : Kalau bulanan saya terlalu banyak energi yang ahrus saya keluarkan karena
kita ada 283 FKTP dan kalau evaluasi kami lihat dari laporan yang mereka
kirimkan, laporan yang mereka entrikan di apliaksi, dan kami harus
menggabungkan data di rumah sakit, artinya kalau tiap bulan rasanya kami
butuh banyak orang padahal tenaga saya Cuma 4, artinya kami lihat , kami
sepakati, itu kami lihat setiap 4 bulan . kalau 4 bulan kan kita bisa lihat
perbandingan, kalau 1 bulan belum terlalu kelihatan banyak perbedaan.
P : Saat evaluasi itu ditunjukan rasio rujukan secara umum atau untuk kasus
yang harusnya ditangani FKTP tapi dirujuk?
P : Evaluasi selama 4 bulan. selama tidak bertemu komunikasi BPJS dan FKTP
itu seperti apa bu?
T : Bisa surat. Jadi gini, evaluasi yang saya sampaikan tadi adalah pertenmuan
khusus untuk evaluasi. Diluar pertemuan evaluasi ada pertemuan juga.
Pertemuan pembinaan jejaring, pertemuan komunikasi antara FKTP, yang
tadi saya sampaikan itu khusus untuk menilai kinerjanya, ini lo kinerjamu
yang 4 bulanan, tapi pertemuan diluar 4 bulan itu ya ada, misalnya
pertemuan bulan kemarin kita ada pertemuan mengundang seluruh FKTP
untuk acara misalkan penandatanganan PKS, atau ada pertemuan jejaring
dengan rumah sakit, kita mengundang FTP, rumah sakit juga, artinya yang 4
bulanan itu kita fokus untuk evaluasi kinerja, itu yang kami lakukan. Untuk
pertemuan diluar bulan itu ya tetap ada.
T : Iya. Jadi kalau kami surat itu sudah pakai e-mail, ga hardcopy. Artinya
beberapa memang kami tetap menirimkan hardcopy, tetapi lebih sering
kami mengirimkan via e-mail, jadi kami mewajibkan FKTP untuk punya e-
mail dan standby buka e-mail. Jadi kami sudah menganggap bahwa e-mail
adalah surat resmi. Mau tidak mau, kalau kami sudah mengirim surat itu ya
mau tidak mau itu yang harus diikuti oleh FKTP, artinya regulasi yang
berlaku saat itu ya itu. Yang ada di surat.
118
P : Kembali lagi ke rujukan 15%, apabila FKTP terus merujuk pasien yang
sebenarnya bisa ditangani FKTP lebih dari yang ditentukan BPJS ,
konsekuensi yang diberikan untuk FKTP apa?
T : Ya itu tadi teguran. Jadi teguran itu, 1 2 3 ga ada perubahan putus. Jadi jarak
anatara 1 teguran dengan teguran beriukutnya adalah 7 hari. Artinya gini,
misalnya saya buat surat teguran perama, tidak ada respon, masih aja kaya
gitu. Kita buat teguran lagi. Artinya kalau untuk keluhan, kita evaluasi
bulanan. Karena ga bisa lihat 7 hari. Kalau rasio rujukan pastinya 4 bulan.
akhirnya kalau ga ada perubahan 4 bulan putus. Ketika keluhanya berbeda
misal dia menarik iur biaya ke peserta, kalau saya berobat ke klinik A saya
suruh bayar lo, nambah 5.000 misalkan. ini bukan masalah nambah 5.000
nya tetapi komitmen diperjanjian kerjasama, tidak boleh menarik iur ke
peserta selama peserta sesuai prosedur. Artinya 1 rupiah pun peserta ga
boleh untuk bayar asalkan sesuai prosedur. Artinya ketika dia sudah
mengenakan biaya boleh tak kasih peringatan, ternyata setelah 7 hari masih
ada komplain, orang berbeda yang komplain, tak kasih peringatan lagi, itu
artinya selingannya bisa 7 hari dari 1 peringatan ke peringatan lain. Utnuk
rasio rujukan bulanan.
P : Berarti untuk yang over rujukan itu satu bulan, teguran keduanya bulan
depan
P : Berarti cuma teguran ya bu, misalnya ga ada kayak misal teguran itu berupa
nanti akan dikurangi dana kapitasinya apabila terus seperti itu?
T : Oh enggak. Untuk saat ini belum. Untuk saat ini hanya menyampaikan itu.
Sudah ada konsep. Konsep pembayaran kapitasi berbasis kinerja tetapi
untuk FKTP pemerintah, karena di Puskesmas itu ada regulasi permenkes
59 itu bahwa kapitasi puskesmas adalah 3.000 sampai 6.000 jadi ada ruang,
ada range nya, kita bisa memberlakukan itu, kalau swasta kan 8.000 ya
sudah kita kan ga mungkin bayar kurang dari itu, ga mungkin kita
mengurangi itu, konsekuensinya adalah perjanjian kerjasama apakah nanti
dilanjutkan atau tidak. Jadi tetap semua dinilai, hanya ketika puskesmas
akan berpengaruh ke biaya kapitasi karena di puskesmas kan di regulasinya
wajib, puskesmas itu wajib bekerjasama dengan BPJS kesehatan, artinya
kita ga mungkin memutus puskesmas , ya bisanya ya itu tadi dia akan
119
berpengaruh pada norma kapitasi yang kita bayarkan, kalau swasta ga ada
kata – kata regulasi dia wajib bekerjasama , dia bisa bekerjasama dengan
BPJS artinya kami punya ruang kalau yang tidak berkualitas, yang tidak
sesuai dengn komitmen ya di cut.
T : Ini baru wacana. Kami baru sebatas sosialisasi karena regulasi kapan itu
akan diberlakukan itu belum ada. Itu sebetulnya juga dasarnya adalah
rekomendasi dari KPK. Jadi komisi pemberantasan korupsi juga kan
mengevaluasi lingkungan pemanfaatan kapitasi di puskesmas itu seperti itu,
jadi sebenarnya penilaian itu dasarnya adalah rekomendasi dari KPK.
Artinya bukan dari BPJS sendiri lo yang membuat ketentuan itu. Nah itu
sudah didukung dengan permenkes 59 bahwa faskes itu ada salah satunya
adalah penilaian komitmen pelayanan artinya menurut pemerintah juga
sudah bener itu harus dinilai, tidak langsung kita bayarkan segitu tanpa ada
konsekuensi, tanggung jawab kewajiban apapun. Bayangkan kalau tidak ada
tanggung jawab, “kamu ga harus mengendalikan rujukan, kamu ga harus,
semua dirujuk” jadi artinya semua kami membayarkan dana itu jadi di dua
tempat kan gitu. Artinya itu rekomendasi dari KPK
T : Ya itu tadi, jadi akan dinilai rasio rujukan nya, dia akan dinilai kami ada
program yang namanya prolanis, pengelolaan penyakit kronis, itu untuk DM
dan hipertensi yang sebenarnya tidak kompetensi dokter FKTP, jadi jangan
sampai kasus – kasus prolanis yang bisa dikelola FKTP itu juga dirujuk, jadi
itu jadi penilaian kami termasuk program – programnya, prolanis itu kan
harus rutin berkunjung, kalau ternyata dia dari 100 peserta yang daftar di dia
prolanis yang datang hanya 20, artinya kan dia tidak menjalankan fungsinya
sebagai menejer kesehatan. ketika ada program prolanis, maka FKTP di
tuntut sebagai menejer kesehatan artinya dia mengelola sebagai menejernya
peserta itu, kalau DM hipertensi itu kan harus dipantau tiap bulan. artinya
ketika dia tidak datang ya harus di telfon, “ibu ini harusnya kontrlo lo,
obatnya harus di minum rutin” kan ga bisa lepas dari obat kan hipertensi
sama DM, artinya dia harus jadi menejernya.
T : Minimal 50%.
P : Artinya bukan angka orang yang sakit yang datang kesitu , tapi hanya untuk
DM dan Hipertensi saja?
P : Kalau kasus kaya, berapa orang sakit yang harus datang misal ke puskesmas
itu diatur ga? Misalnya bulan ini yang sakit harus sekian.
T : Artinya itu tadi lebih ke arah, kami ga mungkin sosialisasi ke semua petugas
puskesmas, ga mungkin kan, kalau kami mengadakan pertemuan, paling ya
perwakilan dari pihak puskesmas, dan yang paham mungkin hanya
perwakilan itu tadi kan, dia tidak menyampaikan ke semua jajarannya dalam
tanda petik seperti itu, sehingga ada muncul persepsi lain, padahal kita udah
sama lo ini canel nya tetapi hanya dengan pimpinan – pimpinan. Artinya
dengan pimpinan – pimpinan itu sudah tau , sudah paham, sudah sama tetapi
tidak tersampaikan kebawah. Banyak kok kasus staff – staff itu menelfon
sampai sini. “mba itu lo saya ga dikasih tau, saya ga di kabari” itu cukup
121
banyak. Artinya sudah bukan diranah kami juga ya. Artinya kami
sebetulnya dengan puskesmas, okelah kalau di Banyumas soalnya udah
BLUD, artinya kami bekerjasama langsung dengan puskesmas, kami sudah
wanti – wanti tolong dong informasi apapun , panjenengan dapet informasi
dari kami disampaikan . materi yang kami sampaikan ke mereka pun
mereka pasti akan mendapat salinannya. Artinya filenya mereka dapat.
Kalau di Banyumas sebetulnya kepala puskesmas itu punya komitmen kok
untuk itu, artinya setiap habis ada pertemuan dia minta “aku mau nanti aku
sampein ke staff ku” karena mereka mungkin ada penilaian juga akreditasi
atau apa akrena nanti dituntut semua puskesmas terakreditasi hanya
memang belum semua, sebetulnya mereka sudah punya keinginan untuk
share gitu dengan staf – staf nya cuma memang itu tadi kendalanya, mngkin
waktu, mungkin apa sehingga masih muncul persepsi yang berbeda
P : Atau mungkin ini ya mba, load pasien juga. Kalau sistem seperti ini saya
awam banget tapi saya pernah liat kaya di Inggris, di Kuba kan modelnya
seperti ini, lebih ke arah promotif, sebenarnya kan di Indonesia kita pay for
service, itu juga mungkin karena geografis, pasien – pasien disana
cenderung menjaga kesehatan sementara apsien – pasien disini ya itu
memang ga bisa dipungkiri, kaya ibu saya aja mungkin “wah ibu priksa
BPJS, udah bayar. Ada beberapa juga tetangganya juga yo wis mbayar
pengen ke dokter” sakit baru pilek dikit, panas sehari, jadi kaya semacam
mumpung. Jadi sepertinya memang kompleks ya.
P : Kalau untuk masalah itu ada antisipasinya ga? Kami pernah mendengar
istilah adverse selection itu?
T : Kalau di BPJS ga ada. Adverse selection itu yang komersil. Dia akan
menseleksi dulu peserta yang mau daftar itu punya risiko ga. Itu yang
namanya adverse selection. Jadi saya, misal membayangkan saya adalah
asuransi swasta komersil gitu ya, kalau peserta saya banyak yang sehat, saya
pasti untung. Tapi kalau yang sakit..
T : Ya. Itu adalah adverse selection. Di kami itu ga ada. Peserta BPJS yang
daftar ngisi apa? Ga ada kan riwayat kesehatan. ga ada.itu bedanya dengan
jaminan sosial.
P : Atau gini, misalnya ada fenomena, ini fenomena lagi, misal ada orang yang
daftar BPJS nya itu kalau sudah sampai rumah sakit baru daftar. Itu gimana
mba?
123
T : Itu di awal, 2014. Sekarang kan sudah ada regulasi baru dulu sebelum yang
terbaru 14 hari, itu 7 hari. Artinya ada waktu tunggu lo. Kita kan sebetulnya
ingin menyadarkan masyarakat. Artinya hanya masyarakat itu yang
beranggapan “ah nantilah wong ora loro kok, aku sehat kok, ga perlu
asuransi” kan gitu, artinya dengan diawal – awal tahun sebelum regulasi itu
memang kita melihat biaya yang kami kumpulkan dari premi peserta dengan
biaya yang kami keluarkan itu lebih banyak yang kami keluarkan, karena
ternyata yang mendaftar hanya yang sakit – sakit saja. Kemudian dari hasil
evaluasi itu ada regulasi yang muncul bahwa setelah 7 hari baru dia aktif
kartunya, artinya kalau dia masuk rumah sakitkan ada waktu 3 kali 24 jam
untuk menunjukkan identitas sebagai peserta, ketika dia sudah masa
aktfinya 7 hari, itu untuk penyelesaian administrasi yang lain – lain sudah
koneksi dengan identitas di dukcapil, karena kan identitas NIK yang
dipakai, jadi kami perlu ada waktu itu, untuk penyelesaian administrasii
untuk itu dan untuk validasi data dan itu butuh waktu sekitar 7 hari
kemudian terjadi penurunan artinya penurunan itu dalam hal peserta sudah
mulai banyak mendaftar yang belum sakit artinya penurunan dari segi biaya,
karena kan kalau dia belum punya kartu kan ga akan kita jamin. Tapi ketika
dulu jamannya 2014, dia belum punya kartu, udah di rumah sakit, ada waktu
3 kali 24 jam daftar langsung bisa dipakai jadi biaya yang kami keluarkan
cukup banyak. Jadi memang ketika sudah ada regulasi yang mengatur itu
kesadaran masyarakat itu akan timbul “walaupun saya belum sakit, aku
daftar sek lah, nanti butuh waktu untuk bsia menggunakan kartu” jadi itu
yang menjadi salah satu pertimbangan ketika kami melaporkan kepada
presiden biayanya ini lo pak, ternyata premi yang kami kumpulkan dengan
premi yang kami keluarkan itu banyak yang dikeluarkan, baca di berita kan?
T : Iya. Artinya walaupun kami punya , ada lo di undang – undang itu, kalau
BPJS kurang boleh kok minta ke pemerintah. Tapi kan ga segampang itu
minta ke pemerintah, harus ada APBN perubahan , artinya boleh tapi kan
kami juga berupaya kami sudah diberikan kepercayaan untuk mengelola
dana itu, ya kami manfaatkan yang sesuai dengan prsedurnya ketentuannya
seperti apa. Makanya sampai ada non spesialistik itu dibatasi, karena
memang seharunya ga perlu kok saya mengeluarkan itu. Itu sebetulnya.
P : Saya ingin bertanya kembali tentang evaluasi angka kesakitan dan rujukan,
itu sebenarnya evaluasi dari BPJS pusat atau cabang?
T : Dari cabang
P : Jadi kebijakan 15% itu dikhususkan untuk misalnya bisa muncul angka 15%
itu khusus untuk daerah Banyumas aja?
124
T : Enggak jadi gini saya sampaikan 15% itu dulu jamannya askes, sekarang ga
ada istilah 15% tapi kami hanya melihat non spesialistiknya.
T : kalau memang 35 itu adalah yang non spesialistik semua , untuk saat ini
kami masih membandingkan rata – rata. Kami masih membandingkan rata –
rata. Jadi kami tidak mematok 15%. Tidak. Tetapi rata – rata kami lihat
semua FKTP kasus non spesialistiknya berapa, rata – rata misal muncul
10%. Ya kami akan pakai 10% artinya kalau yang diatas 10% mbok bisa
diturunkan jadi kami saat ini masih hanya melihat rata – rata. Misalkan rata
– rata masih 15% ya kami pakai 15% tapi kami tidak mematok 15% kami
saat ini masih melihat rata – rata semua FKTP baru sebatas itu.
P : Jadi di FKTP a samapi z itu rata – rata masih merujuknya di angka 10%
T : Patokannya ga itu, diatas 10. Itu ahrus diturunkan, ini lo, ini kok bisa.
P : Apa memeprtimbangkan ini juga mba kapitasi yang ada di Puskesmas? Atau
di FKTP swasta, misal di praktik si A itu amsih 1000 beda sama di
puskesmas kan biasanya udah puluhan ribu itu juga ada pertimbangan?
Artinya melihat kondisi masyarakat yang sangat antusias menikmati proses
ini
T : Enggak. Jadi kami lihat nya persen. Kalau persen kan lebih objektif ya.
Kalau jumlah apsti lebih banyak puskesmas. Menurut kami persen lebih
objektif dari pada penilaian jumlah. Seperti angka kunjungan, kami lihatnya
rate. Jadi perseribu orang. Kalau rujukan kami lihatnya persen. Artinya itu
lebih objektif dibanding kita lihat jumlah
peserta. Memang kondisinya lebih kendala diarah peserta, kalau FKTP jelas,
saya undang mereka datang. Tetapi peseta ketika diundang , contoh aja
pertemuan RT aja, mereka tidak semua datang. Artinya lebih berat
dipeserta, apabila kita mau menyampaikan sosialisasi persepsi, tidak semua
tersampaikan ke peserta, jangankan peserta FKTP aja mungkin yang tau
cuma kepalanya aja bawahnya juga ga tau
T : Kalau itu dasarnya adalah dari peserta, dia milih mau terdaftarnya dimana
jadi diformulir pendaftaran ada pilihan FKTP mana, artinya dasarnya
pemilihan peserta, bukan kami. Dia memilih artinya tidak pakai konsep
wilayah lagi, kalau saya rumah nya di teluk, mau FKTP di sokaraja boleh –
boleh saja, artinya bukan kami yang menentukan, itu dasarnya pilihan
peserta sendiri
P : Jadi bisa misalnya saya dokter, kemudian saya daftar jadi FKTP ternyata
yang daftar ke saya 5 pasien ya 5. Ga ada batas minimal ya bu?
P : Ga ada regulasinya?
T : Enggak. Kalau dia jadi dokter BPJS ya artinya pesertanya berdasar peserta
yang memilih. Tidak kami berikan jatah. Dari 0. Sampai sekarangpun ada
yang masih 0. Karena dia ga aktif. Peserta ga kenal karena dia ga guyub
dengan lingkungannya misalkan. Ga bersosialisasi. Biarpun dekat ga kenal.
Ga ada kuota
126
T : saat ini belum . tapi nanti kita lihat. Udah kerjasama setahun kok ga ada
pesertanya, ini ada apa sih pasti kan ada hal perlu kita pertimbangkan. Baru
tahun ini ada dokter baru tapi pesertanya masih belum ada. Nanti akan kami
pertimbangkan kenapa sih dengan dokter ini.
T : Karena biasanya peserta itu kalau udah cocok dengan dokter itu, ya maunya
ke dokter itu terus woro – woro dokter itu pelayanannya bagus, dia pasti
akan cepat nambah pesertanya
P : misalkan ada FKTP , puskesmas. Kan ada yang arwat inap ya bu? Itu kan
berarti non kapitasi atau sistem klaim bagaimana mekanisme sistem klaim?
T : ada hal – hal tidak menutup kemungkinan sudah kenal istilah fraud? Artinya
diperjalanan ini kami melihat ada fraud karena memang sejak jamannya
askes si, kami sudah melihat indikasi fraud, itu sudah kami selesaikan
artinya itu sebetulnya lebih ke arah itu. Kalau pelayanan sudah diberikan si
ga masalah kami setujui, hanya yang kami waspadai adanya fraud. Kan
hanya butuh fotokopi kartu BPJS, tanda tanga dari peserta, blangko itu kan
bsia berangkap – rangkap, saya pasien, sakit, saya sembuh, ini bukti
dirawat, suruh tanda tangan, saya bisa kan tanda tangan 3 kali misalkan
ternyata puskesmas mengajukan 3 kali, padahal saya Cuma dirawat 1 hari.
Disitu verifikasinya
T : Ada
T : Fraud itu kasusnya ga tinggi tapi memang ada. Tapi kan kalau bisa jangan
ada
P : ada mekanisme
T : Tidak disetujui
127
T : Ada. Pasti kami konfirmasi. Kalau pun tidak, misalkan itu kan dia melihat,
awal pasti kami konfimasi kok kaya gini , berkasnya tidak lengkap kah,
kami sampling ke peserta ternyata salah, sehingga tidak kami bayar.
Harusnya puskesmas tau, misal kamu konfirmasinya ke siapa yang ngajuin
siapa gitu kan. Jadinya kadang, ya gitu. Kami sampaikan ke petugas klaim
tapi kepala puskesmas tau nya beda lagi. Ga mungkin kan kami
menyampaikan keapda kepala. Pada saat pertemuan itu kami sampaikan
P : Kalau untuk proses menseleksi mana klaim yang bsia cair atau tidak berapa
lama?
T : kalau waktu itu tergantung berapa banyak yang masuk. Banyak puskesmas
yang tidak teratur. Sebetulnya di PKS mereka mengajukan klaim tiap bulan,
tapi kondisinya adalah berapa bulan dia ga ngajuin breg banyak, saya ga
bisa mastiin berapa lama, kalau misal mau teratur aja, satu hari bisa kok
selesai hanya yang masuk ke sini kan kami kerjakan sesuai dengan urutan
masuk, misal puskesmas masuk tanggal 10 kami proses tanggal 11,
kapasitas kami terbatas . keinginan kami ingin memenuhi 15 kerja harus
sudah membayar klaim itu tapi kan kendala ya itu salah satunya, dia
klaimnya brug, diawal – awal tahun ga kami verifikasi, kami menyampaikan
feedback, tapi ga direspon alasannya ini lah itu lah, jadi pas akhir tahun brug
ya ini. Kaya gitu itu, pertugas kami hanya 2, ga bisa memastiin,tapi kami
berkomitmen 15 hari kerja kami harus sudah bayar
T : Sejak klaim lengkap. Kalau tidak lengkap kami kembalikan, artinya tidak
kami verifikasi semua, yang tidak lengkap kami kembalikan
T : Sudah
T : pernah ada. Jadi penambahan syarat itu kan sebenarnya seiring dengan
kesepakatan antara asosiasi. Jadi tarif yang berlaku, kapiatsi, non kapitasi itu
juga kan berdasar kesepakatan asosiasi dinas kesehatan dalam hal ini FKTP.
Jadi ketika keepakatannya tingkat provinsi, bukan tingkat kabupaten kita
disepakati tingkat provinsi, identitasnya butuh A, syaratnya butuh B, pasti
kami teruskan ke FKTP, ini harus nambah ini, pasti ada dasarnya itu
kesepakatan dengan asosiasi, ya itu yang diakui memang diregulasikan
segala ketentuan. Kesepakatan itu lah yang menajdi dasar. Ga mungkin
128
T : Patinya. Karena kami akan proses berdasar urutan tanggal masuk. Kami ga
milih berdasar FKTP. Firts in first out lah. Ketika semuanya numpuk, pasti
ada perubahan kan, misals ehari saya mampu 4 FKTP, ketika FKTP 4
bulan, ya saya Cuma mampu 1 FKTP. Gara – gara 1 FKTP numpuk, sehari
saya Cuma mengerjakan 1 FKTP. Pasti ada pengaruhnya. Sebenarnya udah
ada komitmen perjanjian tapi dilapangan ya seperti itu
T : 15 hari kerja. Tapi yang lengkap lo ya. Yang ga lengkap tak kembalikan
lagi. Makanya kami minta tiap bulan diajukan.di kami,kan kami ada laporan
pencairan klaim ke presiden, kalau dipisah yang sudah lengkap duluan, jadi
ga akurat data nya. Kami menuntut adanya tertib administrasi. Yang belum
lengkap kami kembalikan
T : perbedaan itu kalau lebih nanti akan kami kembalikan. Ga mungkin kan
kami membayar misalnya harusnya 1000 tapi setelah di verifikasi ga kok
harusnya aku bayar 1500. Ga mungkin saya pakai kwitansi itu. Saya
kembalikan.
T : Kalau itu ga perlu digantti. Kalau kurang ga masalah kami coret, tapi kalau
misalkan lebih itu, dari keuangan ga mau.
P : Jadi kwitansi?
T : Iya paket
Lampiran 10
P = Peneliti
T = Triangulator
P : Kalau itu teknis ya, kaitannya dengan kebutuhan standar biaya. Kalau
pelayanan kesehatan dengan jenis tindakan, prosedur atau diagnosa
tertentu, maka akan ada konsekuensi yang harusnya secara ekonomi
menutupi biaya pelayanan kesehatan tersebut. Kalau lah kita spesifik,
clinical pathway, berarti clinical pathwaynya diikutin terus kan, dan setiap
masing – masing clinical pathway punya konsekuensi, kaitannya dengan
modal kan, sumber daya baik itu peralatan, obat, tenaga SDM nya
nakesnya, itu kan punya konsekuensi, kalau teknisnya adalah berarti kan
seberapa besar kah BPJS mampu memenuhi ekspektasi untuk penyedia
pelayanan kesehatan sehingga kebutuhan tadi , untuk operasional itu bisa
130
131
P : Terkait clinical pathway pak, itu masih dari masing – masing provider, apa
sudah ada yang diatur secara nasional, atau terstandar secara nasional?
T : Belum ada. Salah satu akreditasi rumah sakit kan sudah harus punya
clinical pathway kan, ada yang udah berhasil ada yang belum. Ada
beberapa rumah sakit yang sudah duluan menyusul itu. RS M juga belum
kan. Kendala clinical pathway, untuk terapi yang standar kalau ada
komorbiditas atau penyakit penyerta harus di tangani juga kan. Itu
pertimbangan. Belum ada kesepakatn clinical pathway secara nasional
kalau ada kita sudah seperti negara negara lain.
T : Wacana sudah ada, beberapa rumah sakit kan harusnya ada kan untuk
kaitannya dengan standar.
T : Dari BPJS juga belum ada, belum sampe situ. Tapi saya yakin masa depan
kita akan jelas, ukurannya jelas, standarnya jelas. Lebih mudah
memonitoring kualitas pelayanan.
T : Betul, klaim rasio sampai 103%. Berarti ada 3 % lebih kan. Itu juga
menjadi PR.
P : Tapi jadi ada wacana untuk peningkatan premi kan pak karena hal itu?
T : Ada wacana artinya karena tadi dianggap klaim rasionya diatas 100%,
maka dianggap BPJS rugi, dan secara sebenernya hitungan aktuarial, real
nya kita belum jelas ya.Gini dek, tarif untuk pelayanan kesehatan tidak
132
sama, sepakat gak? Karena apa? Perda kan. RSUD RSUD berbeda perda
nya. Jadi mungkni banyumas, purbalingga, cirebon beda. Pergubnya juga
beda kan. Itu yang tidak standar. Clinical pathway ribut sendiri kan. Saya
yakin belum selesai untuk itu, PR masih banyak. Sehingga untuk
menghitung aktuarial mungkin ga? Karena presisi aktuarial itu kan jelas
prosedurnya, jelas tatalaksananya, jelas clinical pathwaynya, jelas
resources yang dibutuhkannya kan. Kalau itu sudah standar kita akan lebih
mudah, aktuarill nya mencapainya lebih pas kan. Itu yang di rumah sakit,
kalau yang di rawat ppk pertama, itungannya kapitasi kan, utilisasi, saya
pernah tau beberapa penlitian di puskesmas, malah ada utilisasi yang
komplitkan, sehingga aktuarialnya masih perlu perbaikan. Sehingga ketika
ditetapkan X tertentu, akan mempengaruhi. Kemudian , ini sudah proses
politis kan. Ketika para ahli menetapkan aktuarial nya misal, normalnya
yang menerima bantuan iur preminya itu 27ribu, berarti kalikan aja kan,
yang tadinya 19ribu, jadi jadi 27 ribu, berarti kali kan aja kan ajdi berapa
trilyun, masuk ke kas negara, mampu gak? Bilangnya fiskal space kan,
kapasitas fiskal, “kami tidak akan mampu” Dulu gitu kan tarik ulur.
Karena anggarannya anggaran negara. Kendala teknis perhitungan
aktuarial , mohon maaf negara berkembang kan. Kemudian masuk ke
ranah politis , usulan pemerintah masuk ke DPR, DPR yang mengetok,
setuju gak. Turun nya juga pasti akan berbeda. Mau tidak mau akan
dilaksanaka. Terus secara konseptual juga, BPJS wajib atau tidak? Wajib
kan. Semua sudah masuk belum? Siapa yang sudah jelas masuk? PNS ,
militer, terus yang belum siapa? Masyarakat pertengahan. Tapi yang mau
masuk rata – rata sudah sakit kan. Sudah di ajari pak J kan, konsep
asuransi kesehatan apa? Adverse selection kan. Orang yang sakit
cenderung ikut asuransi. Kenyataannya sekarang yang banyak sudah
masuk itu, mohon maaf mereka yang tua, lansia, sakit – sakitan. Yang
sehat pada mau gak? Banyak yang belum kan. Iya kan? Yang terjadi
adalah adverse selection. Jadi yang masuk anggota kelompok yang sakit –
sakit. Dulu pernah dibahas, kalau tidak diwajibkan sekarang, karena alasan
susah inform? Bagaimana? Nanti pasti terjadi adverse selection kan?
Bener kan sekarang, yang masuk yang tua yang kronis dan macem macem
yang membutuhkan biaya pelayanan yang besar. Apa yang terjadi?
Berarti mereka menggunakan pelayanan kesehatan yang banyak kan?
Yang sehat apa? Pada lari kan. Jadi tidak ada subsidi silang kan. Yang
terjadi apa? Klaimnya bengkak. Buffer mereka ga nyampe. Mereka bilang
buffer mereka 3,9 trilyun, kenyataannya jebol kan. Mereka menyampaikan
sekita 3,9 sekian trilyun kan anggaran premi yang dikumpulkan, dengan
konsep ini pasti adverse selection yang masuk. Yang kronis tua dan
sebagainya. Bener, yang masuk kronis tua dan sebagainya kan. Mereka
bilang kita punya buffer 3,9 trilyun, tapi tetep jebol kan. Jadi secara
133
T : Saya tanya sama anda harusnya, gimana harusnya sama gak? Hahaha.
P : Harusnya sama pak. Tapi kalau dilihat secara teknis, bagaimana pak?
P : Oke pak. Kalau untuk penghitungan premi, sebenarnya dari mana pak
muncul angka segitu? Apa beneran angka segitu cukup untuk menutupi
kebutuhan pelayanan kesehatan?
T : Angka itu saya ga tau asal nya dari mana, tapi itu hitung – hitungan
aktuarial kan. Artinya kelas 3 25, hitung – hitungan kan, ada betapa bad,
ada berapa yang disubsidi gitu kan, kebutuhan operasional berapa, nanti
ketemu 25, 40, sampe 59ribu. Tetapi menurut saya kok agak naif ya, yang
dibutuhkan bukan standar fasilitas kan, tapi kebutuhan pelayanan
kesehatan kan. Itu yang menurut saya kok hitung – hitungannya kok bisa
jadi begitu gimana, mereka jadi membagi berdasar kelas perawatan,
padahal bukan itu kan, yang dibutuhkan operasional penatalaksanaan, dari
pasien sendiri. Dan kemudian menurut saya sangat regresif kalau dalam
pembiayaan kesehatan, kalau modelnya 25, 40, 59, mungkin secara
adminitrasi mudah, karena tidak menghitung, ya udah aku pengennya ini
134
ini, tapi secara pembiayaan regresif, karena sebenernya kan yang kaya
bayar nya murah sekali kan. Tapi secara aktuarial mereka menetapkan itu
pasti ada alasan perhitungan.
P : Kalau perhitungan untuk PPK1 pak, missal kapitasi nya 8.000 untuk dr
swasta, itu angkanya muncul dari mana pak?
T : Yang berkarir di BPJS banyaknya dokter lo dek. Direktur nya aja dokter.
Dari dulu direkturnya dokter. Direktur pelayanan medis dokter. Kecuali
keuangan ekonomi. Jadi rata rata orang – orang yang tau pelayanan
kesehatan tapi sudah tau pendidikan mengenai asuransi kesehatan.
Menurut saya masalahnya banyak, bukan di BPJS nya, tapi ketika sudah
masuk ranah politis sudah sangat kompleks, karena keputusan bukan
hanya operasional, BPJS kan hanya pelaksana saja. Dia mengikuti apa
yang ditetapkan pemerintah sebagai regulator. Saya tidak akan
menyalahkan BPJS nya, tapi regulatornya. Ketika bicara regulator, bukan
Cuma orang kesehatan saja kan. Regulator utamanya siapa, kementrian
kesehatan kan, kementrian kesehatan ketemunya sama siapa? DPR RI kan.
Ketika disitu politis menurut saya, bukan hanya dokter saja. Saya yakin
grand design kita sudah baik untuk menetapkannya. Cuma emang
operasional dilapangannya. Permasalahn itu kan bukan hanya diselesaikan
dengan uang, premi.Tapi fasilitasnya, infratsrukturnya, informasi yang
baik sehingga kita bsia melakukan aktuarial yang baik. Di kesmik center
nya departemen kesehatan kan ada yang menetapkan tarif dan sebagainya
kan, grouping nya sudah dikembangkan. Tapi ketika menentukan nominal
boot dan sebagainya kan butuh data sebenarnya. PR nya banyak untuk
memperbaiki infrastruktur tadi, supaya kepuasaan baikprovider atau
penerima pelayanan terpenuhi.Tapi saya lihat BPJS hanya operator
saja.Tapi kebijakan rule nya, ada di kementrian kesehatan masuk ke DPR
RI dan itu sudah masuk urusan politis.
T : Yang meriview, bisa internal dan eksternal. Harusnya BPJS punya itu.
Dulu konsepnya ada sih, ada seperti itu, di tingkat level tertentu dia
mengamati, kayak penelitian, sampling rs tertentu. Ttapi kan trendnya
selalu diikuti mana rumah sakit yang biasa saja tapi kodingnya tinggi, ini
ga punya fasilitas ini kok pasiennya kesini, ada apa kan? Dia ga mau
merujuk dan sebagainya, ada apa kan? Nah ini menurut saya yang perlu di
lihat, berkaitan dengan kualitas, cost, kendali biaya dan sebagainya.
Sehingga keliatan fair nya. Yang kemudian berkembang terkait
pembiayaan bukan hanya kapitasi dan INA CBG’s saja, ada model
pembiayaan lain yang lebih sesuai. Contohnya payment for nursing,
payment for drugs, payment for peformance base, itu berkembang, tapi
mungkin nanti second generasi BPJS. Jadi nanti akan berkembang global
budget. Jadi nanti akan dipilih payment apa yang paling sesuai dengan
rumah sakit x y, dan lainya, nanti akan berubah tapi menurut saya generasi
kamu lah dan lainnya yang mengembangkan itu yang lebih sesuai untuk si
dokter itu, misalkan payment for outpatience sendiri, berkembang sendiri.
Nanti model klaimnya akan berbeda, family doctor sendiri sendiri. Tapi
memang paling mudah kapitasi saat ini kapitasi. Semua sistem asuransi
kesehatan yang pertama digunakan adalah kapitasi, karena lebih mudah,
136
praktis. Secara adminitrasi paling mudah. Karena jelas kan per kepala
berapa, ini sudah selesai kan. Risiko juga ada di PPK, padahal tidak hanya
itu kan modelnya. INA CBG’s mending, dari pada dulu pake tarif,
sekarang kan pakenya diagnosa. Sebenernya kuncinya clinical pathway,
itu sudah standar sudah oke kita sudah mudah mengamati, bener ga
standarnya Tetapi nanti akan berkembang saya yakin. Harus banyak ada
perbaikan. Karena baru setahun. Permasalahan yang dihadapi negara kita
kan tidak mudah , taiwan kecil, eropa itu kecil – kecil lo, ngurus satu
kalimantan lebih mudah dari pada ngurusin kita yang ketimpangannya
besar dan sebagainya. Negara negara lain itu kecil kecil, jepang ya kecil,
kita sudah wilayahnya kacau , kepulauan , penduduknya besar, tingkat
ekonominya rendah, ya wajar lah kalau sampai saat ini infrastrukturnya
masih perlu perbaikan, bukan berhasil atau tidak berhasil tapi ya wajarlah
ini proses menuju kebaikan.
P : Oya pak, kembali lagi, ke adverse selection, Justru yang rentan sakit itu
yang daftar , BPJS sendiri member solusi apa?
dikembangkan dalam diri kita. Bahwa kepedulian sosial kepada orang lain
itu penting sekali untuk mebangun negara kita ,membentuk sistem.
Bahkan negara negara yang maju, solidaritas sudah tumbuh sejak muda
kan, ada yang namanya time bank. Time bank itu anak anak muda itu
akanbanyak bekerja di social worker, pekerja sosial karena apa, kalau
kamu bekerja masuk disitu , berapa kali kita melayani. Misal saya muda,
kamu muda tapi kita sudah punya prinsip time bank, kalau kita mau
menjadi sukarelawan, mau membantu lansia, maka kita akan dicatat ,
ditabungkan kita sudah membantu lansia ini di panti jompo ini selama
berapa jam, sehingga ketika saya tua saya akan memperoleh tabungan saya
berupa ditolong oleh anak – anak muda berikutnya. Itu konsep sangat
solidaritas yang sangat, bahwa kita itu peduli karena saya membantu
sekarang dan besok saya akan dibantu. Harusnya ditumbuhkan seperti itu
kan solidaritas, sehingga saya bayar premi ini nanti kalau saya tua sudah
tidak berpendapatan , pensiun maka saya akan dibantu oleh anak – anak
cucu saya dan generasi berikutnya yang akan membayar premi. Itu yang
harus ditumbuhkan menurut saya. Makanya itu, kalau kita masih
individual egois ya itu saya akan mendaftar ketika saya sakit, sehingga
saya bisa menggunakan. Bener ga? Makanya kasih window period. Untuk
apa? Supaya mereka sadar ini bukan hanya kepentingan lu saja, tapi
kepentingan bersama kan.
P : Kompleks ya pak.
T : Kompleks kan? Makanya tidak bisa dipandang hitam putih menurut saya.
P : Oya pak, dana yang masuk ke BPJS dari premi itu, seutuhnya untuk
proteksi sakit atau pelayanan kesehatan saja? Atau memang untuk
operasional BPJS juga?
T : Ya jelas dong. Untuk operasional BPJS juga. Perhitungan premi itu kan
untuk pelayanan kesehatan , promotif preventif kuratif rehabilitatif tapi
ada overhead juga kan. Cuma standar social insurance di dunia itu
harusnya overhead cost atau operasional cost itu dibawah 5%.xTetapi
sayangnya negara – negara maju itu sudah bisa karena infrastruktur nya
sudah baik, sistemnya sudah baik sehingga bisa. Coba infrastruktur sudah
baik, medical record sudah oke mereka pake chip, kemana – mana juga tau
kan, BPJS juga mantau ini inikemana saja kan, kemudian dari sisi
pelayanan kesehatan, dokternya tau kan track recordnya ke rumah sakit x
dokter x terapi yang diberikan , tinggal mengikuti. Makanya mereka bisa
overhead cost dibawah 5%. Tapi saya rasa susah, kita dibawah 10% saja
sudah hebat. Kita tinggi. Tapi memang itu wajar dek overhead cost itu
138
P : Oh gitu pak. Saya mau nanya lagi pak, tentang pengurangan penurunan
dana dari atasan, pemerintah?
P : Berarti kalau dari bapak sendiri optimis dengan masa depan BPJS ini
sendiri?
140
T : Saya optimis tapi tidak overconfidence dengan 2019 , saya pesimis dengan
2019 karena negara – negara lain baru 20 – 30 tahun bisa mencapai
universal health coverage, kita kok Cuma 5 tahun, saya kok sangsi dengan
waktu 5 tahun ini. Tapi saya optimis kalau ini berjalan dengan baik akan
bagus untuk berkaitan dengan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan.
Kalau timing , scejul, saya kok pesimis. Overconfidence kayaknya
pemerintah. Tapi saya kan akademisi ya, bukan pembuat kebijakan. .
Overconfidence kayaknya pemerintah. Susah nya sektor informal ya, wong
sektor formal aja masih sibuk masalah COB kan, apalagi informal.
Infrastruktur perpajakan kita lemah, kemudian tadi fiska space kita rendah,
di negara lain di mulainya dari ada yang 100% disubsidi , ada yang 50%
disubsidi atau 25% di subsidi sampai tidak sama sekali disubsidi, itu untuk
sektor – sektor informal yang tadi, yang ATP nya dibawa range , sehingga
mereka wajib disubsidi. Sektor informal ini , mereka yang tidak kaya dan
tidak miskin yang income nya tidak menentu itu jadi kendala. Kemarin
sempet dibahas katanya, ada konsekuensi gini, kalau perpajakan kita baik,
orang mau bener bener bayar pajak baik, maka dari pajak itu bisa masuk
untuk premi, tapi sampai sekarang belum ada gembar gembornya
gimana,tapi itu butuh infrastruktur pajak yang baik lo de, hanya sekali lagi
secara undang – undang kita tidak seperti itu, undang – undang BPJS
SJSN kita tidak berbasis pajak. Itu harus dikaji ulang lo, apa secara
peraturan boleh modelnya perpajakan. Secara undang – undang karena kita
berdasar premi buka tax base. Gini, sekarang 25,42, 59. Berarti logikanya
orang yang kaya milih 59 kan. Saya yakin. Yang sedang 42, yang gak kaya
25. Tidak fair secara aktuarial karena apa, berarti yang kaya yang
pendapatannya 10juta, 100juta Cuma bayar 59. Kalau pajak kan tidak,
aturan pajak tax base kan berarti 5%, 7% da sebagainya. Misal ya kita
pakai 5% untuk asuransi kesehatan, maka yang 100 juta kena 5%, yang 10
juta kena 5%, fair secara aktuarial. Jadi progresif, semakin kaya dia , sama
prosentasi yang dibayarkan tapi beda jumlahnya. Fair secara aktuarial,
karena apa? Bebannya sama kan antara yang 100juta dan 10juta kan. 5%
dari 100juta? 5juta 5% dari 10 juta? 500ribu. Yang satu juta juga kena
50ribu. Fair kan. Tapi kalau ini tidak, regresif. Yang 100 juta bayarnya 59,
rngan kan. Yang 1 juta bayarnya 59, berat kan. Bebanya berat,tapi kalau
tax base tadi infrastruktur kita baikperpajakannya, progresif, bisa ditarik
5% itu akan adil dan preminya akan lebih besar.
T : Lebih ribet. Karena masuknya sektor perpajakan kan. Pajak narik berapa
persen masuk, banyak tangan. Tapi negara lain seperti itu. Tidak berdasar
premi tapi pajak, yang saya tau taiwan seperti ini tapi disubsidinya ada
yang 25, 50% sampe 100% ada yang 0. Tapi mereka second generasi,
141
ribut ini. Misal ada artis yang dikita gajinya ratusan juta, atau sampe
milyaran. Masih bayarnya 60ribu , ya kan. Mereka bilang tidak fair. Yang
gajinya 5 juta harus 50ribu juga. Kalau pajak fair. Kalau 2,5 ya 2,5 semua
kan. Dapetnya juga lebih banyak. Yang kedua, Inflasi disektor kesehatan.
Yakin ga harga harga obat akan naik, karena inflasi. Rata – rata kita obat
dan bahan obatnya import, selalu inflasi. Jadi saya yakin kalau ini tidak
dikoreksi lagi dalam 3 – 5 tahun, ga akan cukup ini karena faktor inflasi.
Jadi ini perlu direvisi dalam kurun waktu tertentu untuk menghadapi
inflasi disektor kesehatan. Inflasi bisa karena faktor itu, atau karena
demandnya meningkat karena supply nya meningkat. Teknologi
kedokteran tidak pernah surut kan. Semakin murah apa mahal? Mahal.
Permintaan masyarakat semakin tinggi kan? Jadi kalau ini tidak dikoreksi,
pasti ribut lagi. Harus ada wacana untuk mengoreksi. Harus ada.
T : Saya tidak tau ada wacananya tidak karena tidak terlibat, tapi harus ada
wacana ini karena faktor inflasi juga.
P : Kalau dengan kondisi seperti ini, pak, ancaman inflasi dan deficit BPJS,
baiknya gimana menurut bapak?
Tapi kalau premi dinaikkan, ini bisa jadi boomerang juga, misal dinaikkan
10ribu. ATP mereka itu masih rendah, kesadaran rendah ,kemungkinan
tantangannya berat. Tapi kalau ini perjuangannya adalah top down, kalau
yang ini bottom up kan, harus dari atas dulu, fiscal space di ubah. Jadi
tidak hanya satu faktor ya dokter dan stetoskop, tapi ekonomi, politik dan
sebagainya.
P : berarti kalau defisit, dana cadangannya dari mana lagi ya pak untuk 2015
in?
T : Katanya PBI tetap dinaikkan. Kesepakatan DPR RI. Mereka gak setuju
dinaikkan, jadi PBI yang akan dinaikkan jadi 25 atau 27. Tapi saya ga tau
kesepakatan akhirnya.
P : oya sebenarnya tugas untuk mengajak masyrakat ikut program JKN ini,
tugas nya siapa pak?
T : BPJS punya program sosialisasi, tapi saya tanya, ngurus klaim aja ribetnya
kaya gitu, malah suruh ngurus sosialisasi. Itu tugas regulator. Siapa?
Kementrian kesehatan dan jajarannya ke bawah. Bukan hanya dibebankan
ke BPJS. BPJS oke, tapi ngurus klaim saja overload, mengembangkan
program yang lebih baik baik untuk kerja sama dengan PPK dan RS aja
143
masih susah, menurut saya tidak tepat BPJS melakukan itu, menurut saya
regulatornya, kementrian dengan jajaran kebawah.
P : Tapi mungkin pada kenyataannya ada dokter yang jadi seperti sales,
mempromosikan dirinya sendiri, supaya dapet pasien peserta BPJS pak.
T : Kalau BPJS apa tugasnya? Meciptakan sistem informasi yang baik. Bener
kan? Baik kepada rumash sakit ppk 1, 2,3 , bagaimana sistem informasi
nya, bagaimana agar terintegrsi dengan baik. Bagaimana proses klaim bisa
lebih cepat, bagaimana memonitor kualitas pelayanan,standarnya tapi
kalau sosialisasi hanya kepesertaan saja, kalau sosialisasi untuk
menyadarkan masyarakat, bukan BPJS menurut saya, sudah tidak mampu
mereka, sepakat dia mau turun lapangan? Wong satu BPJS aja
membawahi berapa kabupaten. Itu tugas regulator. Jadi regulator
jangan“ini sudah saya kasih gratis, sisanya urusan BPJS BPJS, bukan itu
menurut saya. Regulator yang bertanggung jawab, ini kan buat masyarakat
bersama bukan BPJS. Kalau mindsetnya uang udah dikasih ke BPJS,
berarti ini urusanmu, ya gak bisa kan. Dinas kesehatan berperan disitu,
puskesmas juga berperan disitu menyadarkan masyarakat , BPJS mana
mampu dia keliling, paling ngurusin kepesertaan. Ranahnya bukan milik
BPJS, tapi milik regulator. BPJS hanya operator. Bukan juga tanggung
jawab dokternya lo. Dokter nya kaya gitu kan kaya jadi sales kan , padahal
bukan tugasnya dia. Kalau kaya gitu kan jadi kendala juga, jadinya ada
yang nyuri – nyuri peserta. Misal dia dokter X sebagai dokter puskesmas,
termasuk di rumah sakit, mereka sekalian promosi karena kan semakin
banyak peserta kapitasinya semakin besar. Curi – curian ni. Jadi
menawarkan diri menjadi dokter keluarganya. Ada rumah sakit yang
seperti itu, dia menyarankan kalau cek up datang lagi ke klinik saya bukan
ke rumah sakit. Tapi ada dokter yang merasa kok saya harus nyari peserta
sendiri, kok promosi sendiri, harusnya kan ga boleh. Harusnya kan ada
mekanisme khusus sehingga masyarakat tau kompetensinya kan kualitas.
Kalau kualitasmu baik, lebih ramah, sesuai standar, pelayanannya baik,
nanti orang akan milih atas dasar itu kan. Internal kompetision, karena
marketnya sudah tetap. Tapi mungkin saat ini masih proses banyak hal.
Internal kompetensinya bukan berdasar kualitas. Tapi karena apa? Haha
Sebenarnya konsepnya internal kompetisi. Jadi dokter dan ppk yang
berkualitas pasti akan banyak dipilih. Dokternya dianggap pelayanannya
ga baik dan sebagainya, mainnya persepsi kan. Akhirnya orang ga milih
itu kan. Lari ke dokter yang lebih. Tetapi fungsi BPJS hanya sebagai
pengatur juga, bahwa ini kapasitasnya segini segini, kaitannya dengan
mungkin geografis. Sebenernya harusnya kan dokter dan ppk yang
berkualitas akan banyak dipilih. Dokternya dianggap pelayanannya ga
144
enak, mainnya persepsi kan, akhirnya lari ke dokter lain. Tetapi fungsi
BPJS sebagai pengatur juga, kaitan dengan geografis.
T : Kalau tarif 8.000, itu keputusan mentri. SK mentri. Bukan BPJS. BPJS
hanya pelaksana, operator saja. Surat keputusan kementrian itu. SK
Mentri. Maksimal ada range kan. Antara 6000 – 8000. Ada maksimal.
BPJS sudah dapet jadi SK. Sekarang kapitasi mau berubah ni kayaknya
jadi pay for performance , sudah diuji coba kan saat ini dibeberapa kota.
Nanti mau di skill up di beberapa tempat. Jadi tidak lagi kapitasi
jumlahmu. Nanti jadi tidak akan rebutan. Tetapi gini, tetapkan kinerjamu,
nanti program kami adalah ini ini ini, yang akan didanai ini, aturan
mainnya ini. Semakin kamu bisa mencapai indikator keberhasilan yang
baik, maka kampitasimu bisa naik di tahun berikutnya. Jadi bisa jadi,
puskesmas ini sama jumlah pesertanya tetapi tahun berikutnya puskesmas
ini lebih tinggi kapitasinya karena performance nya lebih baik. Semacam
reward. Kalau yang biasa biasa saja ya sudah. Jadi tidak lagi berapa
jumlah yang mengunjungi , tapi kegaiatan – kegiatan, kalau puskesmas
kan berarti kegaiatan public health nya berjalan dengan baik, program –
program skrining nya berjalan lebih baik, kan gitu. Bukan hanya pasien
yang dilihat, tapi indikator indikator drajat masyarakatnya ditentukan.
Kalau kamu lebih bagus, nanti kamu akan dapet yang bagus
juga.Modelnya kedepan akan gitu.
T : Yang didapat berkurang bisa jadi. Konsenya ke depan itu, bukan hanya
jumlah kepala yang masuk tapi performance, kinerja. Sudah di uji coba
tahun ini, mau diskill up katanya pertengahan tahun ini. Kompleks
menurut saya.
Lampiran 11. Tema Penelitian
145
146
LEVEL
KOMPETENSI
SESUAI
NO NAMA PENYAKIT
PERMENKES
NO 5 TAHUN
2014
4A
1 Abortus spontan komplit
3B
2 Abortus mengancam/insipiens
3B
3 Abortus spontan inkomplit
4A
4 Alergi makanan
4A
5 Anemia
4A
6 Anemia defisiensi besi pada kehamilan
3B
7 Angina pectoris
3B
8 Apendisitis akut
3A
9 Artritis Osteoartritis
3A
10 A. Reumatoid
4A
11 Askariasis
4A
12 Asma Bronkial
4A
13 Astigmatism ringan
4A
14 Bell's Palsy
4A
15 Benda asing di hidung
4A
16 Benda asing di konjungtiva
4A
17 Blefaritis
4A
18 Bronkritis akut
4A
19 Buta senja
148
149
3B
20 Cardiorespiratory arrest
4A
21 Cutaneus larva migrant
Delirium yang diinduksi dan tidak diinduksi oleh 3A
22
alkohol atau zat psikoaktif lainnya
4A
23 Demam dengue, DHF
4A
24 Demam tifoid
3A
25 Demensia
4A
26 Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant)
3A
27 Dermatitis kontak alergika
4A
28 Dermatitis kontak iritan
4A
29 Dermatitis numularis
4A
30 Dermatitis seboroik
4A
31 Tinea kapitis
4A
32 Tinea barbae
4A
33 Tinea fasialis
4A
34 Tinea korporis
4A
35 Tinea manum
4A
36 Tinea unguium
4A
37 Tinea kruris
4A
38 Tinea pedis
4A
39 Diabetes melitus tipe 1
4A
40 Diabetes melitus tipe 2
4A
41 Disentri basiler dan amuba
4A
42 Dislipidemia
3B
43 Eklampsia
3A
44 Epilepsi
150
4A
45 Epistaksis
4A
46 Exanthematous drug eruption
4A
47 Fixed drug eruption
4A
48 Faringitis
4A
49 Filariasis
4A
50 Fluor albus/vaginal discharge non gonorrhea
3B
51 Fraktur terbuka, tertutup
4A
52 Furunkel pada hidung
3B
53 Gagal jantung akut
3A
54 Gagal jantung kronik
3A
55 Gangguan campuran anxietas dan depresi
3A
56 Gangguan psikotik
4A
57 Gastritis
4A
58 Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)
4A
59 Glaukoma akut
4A
60 Gonore
4A
61 Hemoroid grade 1-2
4A
62 Hepatitis A
3A
63 Hepatitis B
4A
64 Herpes simpleks tanpa komplikasi
4A
65 Herpes zoster tanpa komplikasi
3B
66 Hiperemesis gravidarum
3B
67 Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik
4A
68 Hipermetropia ringan
4A
69 Hipertensi esensial
151
4A
70 Hiperuricemia (Gout)
4A
71 Hipoglikemia ringan
4A
72 HIV AIDS tanpa komplikasi
4A
73 Hordeolum
3B
74 Infark miokard
3B
75 Infark serebral/Stroke
4A
76 Infeksi pada umbilikus
4A
77 Infeksi saluran kemih
4A
78 Influenza
4A
79 Insomnia
4A
80 Intoleransi makanan
4A
81 Kandidiasis mulut
2
82 Katarak
4A
83 Kehamilan normal
4A
84 Kejang demam
4A
85 Keracunan makanan
3A
86 Ketuban Pecah Dini (KPD)
3B
87 Kolesistitis
4A
88 Konjungtivitis
4A
89 Laringitis
4A
90 Lepra
4A
91 Leptospirosis (tanpa komplikasi)
3A
92 Liken simpleks kronis/ neurodermatitis
4A
93 Limfadenitis
4A
94 Lipoma
152
4A
95 Luka bakar derajat 1 dan 2
3A
96 Malabsorbsi makanan
4A
97 Malaria
4A
98 Malnutiris energi-protein
4A
99 Mastitis
4A
100 Mata kering
4A
101 Migren
4A
102 Miliaria
4A
103 Miopia ringan
4A
104 Moluskum kontagiosum
4A
105 Morbili tanpa komplikasi
4A
106 Napkin eczema
4A
107 Obesitas
4A
108 Otitis eksterna
4A
109 Otitis media akut
4A
110 Parotitis
4A
111 Pedikulosis kapitis
4A
112 Penyakit cacing tambang
3B
113 Perdarahan saluran cerna bagian atas
3B
114 Perdarahan saluran cerna bagian bawah
3B
115 Perdarahan post partum
4A
116 Perdarahan subkonjungtiva
3B
117 Peritonitis
4A
118 Pertusis
3B
119 Persalinan lama
153
4A
120 Pitiriasis rosea
4A
121 Pioderma
4A
122 Pitiriasis versikolor
3B
123 Pneumonia aspirasi
4A
124 Pneumonia, bronkopneumonia
3A
125 Polimialgia reumatik
3B
126 Pre-eklampsia
4A
127 Presbiopia
3B
128 Rabies
4A
129 Reaksi anafilaktik
4A
130 Reaksi gigitan serangga
4A
131 Refluks gastroesofageal
4A
132 Rhinitis akut
4A
133 Rhinitis alergika
4A
134 Rhinitis vasomotor
4A
135 Ruptur perineum tingkat 1-2
4A
136 Serumen prop
3A
137 Sifilis stadium 1 dan 2
4A
138 Skabies
4A
139 Skistosomiasis
3B
140 Status Epileptikus
4A
141 Strongiloidiasis
142 Syok (septik), hipovolemik, kardiogenik, neurogenik) 3B
4A
143 Taeniasis
3B
144 Takikardi
154
4A
145 Tension headache
4A
146 Tetanus
3B
147 Tirotoksikosis
4A
148 Tonsilitis
4A
149 Tuberkulosis paru tanpa komplikasi
4A
150 Urtikaria (akut & kronis)
4A
151 Vaginitis
4A
152 Varisela tanpa komplikasi
4A
153 Vertigo (Benign paroxysmal positional vertigo)
4A
154 Veruka vulgaris
4A
155 Vulvitis
155
Lampiran 13
NIM : G1A011073
Menyatakan bahwa
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar - benarnya tanpa paksaan atau tekanan
dari siapapun. Saya bersedia bertanggung jawab secara hukum , apabila terdapat
Robiah Al Adawiyyah
156
Riwayat Pendidikan
1. SD N 1 Sumber : 1999-2005
2. SMP Negeri 1 Sumber : 2005-2008
3. SMA Negeri 4 Cirebon : 2008-2011
4. Jurusan Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran : 2011-2015
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto