DISUSUN OLEH:
RESKY RAMADHANI
M JANUR IHSAN
ERMITA SARI
EKA FATMAWATI
INDAH TRESNAWATI
SAFIRA MAULIDA
BAB I PENDAHULUAN
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan seseorang, selain kesehatan
tubuh, kesehatan gigi dan mulut juga perlu diperhatikan. Kesehatan gigi dan mulut sangatlah
berpengaruh pada kesehatan tubuh seseorang. Karena apabila terjadi kerusakan pada gigi maka
akan mengganggu kesehatan tubuh seseorang dan akan menghambat aktivitas sehari-hari
(Nurlila et al., 2016). Di Indonesia kesehatan gigi dan mulut masyarakat masih rendah, hal itu
terjadi karena beberapa faktor salah satunya dalam masalah biaya.
Untuk meminimalisir terjadinya peningkatan penyakit gigi dan mulut, pemerintah
menyelenggarakan upaya dalam mewujudkan jaminan kesehatan untuk seluruh penduduk
Indonesia atau jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage). Pemerintah membentuk
program pelayanan kesehatan, yang telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004,
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dari Undang-Undang tersebut terbentuklah
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sistem tersebut wajib digunakan seluruh masyarakat
Indonesia, yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS
Kesehatan) pada 1 Januari 2014 (Irwandy, 2016; BPJS Kesehatan, 2014).
Program SJSN dapat diterapkan pada salah satu program pelayanan kesehatan tingkat
pertama yaitu klinik pratama. Di dalam Permenkes NomorM9 Tahun 2014 pasal 1 ayat 1,
disebutkan bahwa “klinik merupakan fasilitasMpelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik”. Sebuah
klinik dapat diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan di pimpin oleh
seorang tenaga medis (Kumara, et al., 2015; Permenkes No. 9 tahun 2014 pasal 1).
Berjalannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional, merupakan awal mulai terjadinya
tantangan bagi seorang praktisi di dunia kesehatan salah satunya Dokter Gigi, karena dalam
kebijakan sistem tersebut diharapkan pelayanan kesehatan menjadi lebih baik, terstruktur serta
terkendalinya mutu dan biaya. Dokter gigi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan pada era
JKN harus mempersiapkan diri dalam pelayanan kesehatan terutama pelayanan primer dapat
dirasakan manfaatnya. Dalam pemberian pelayanan hendaknya dokter memberikan pelayanan
yang berkualitas tinggi dengan menegakan diagnosis dan terapi yang tepat. Perubahan tata cara
pelayanan JKN di bidang kedokteran gigi harus di iringi dengan penyesuaian diri dokter gigi
berdasarkan kriteria pelayanan jasa kesehatan yang ditetapkan dalam Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional (Iwan Dewanto, 2014; Kurnia & Nurwahyuni, 2017)
Permasalahan yang muncul dalam pelayanan kesehatan gigi pada era JKN di Fasilitas
pelayanan kesehatan pertama yaitu, permasalahan system kapitasi. Karena dana kapitasi yang di
berikan kepada FKTP oleh pihak BPJS kesehatan setiap bulan tercatat besar dalam satu tahun,
namun apabila dilihat dari kebutuhan FKTP ternyata dana kapitasi sangatlah kecil untuk
membayar pemberi jasa kesehatan. Sehingga PPK hanya memberikan pelayanan promotif dan
preventif. Padahal masyarakat akan datang ke FKTP bila ia merasakan sakit yang sudah parah.
Dari permasalahan tersebut menurunkan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan (Utilization
Rate) yang diterima oleh masyarakat (Dewanto & Lestari, 2014; Fitrianeti et al., 2017).
Pengetahuan yang tinggi mengenai sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang dimiliki
oleh dokter gigi ini mungkin didasari oleh beberapa hal. Sosialisasi yang sudah tepat dan merata
tentang sistem JKN memungkinkan dokter gigi memiliki pengetahuan yang baik. Selain itu
dokter gigi mungkin telah mempelajari mekanisme yang berlaku di JKN karena perannya
sebagai provider di FTKP menuntutnya untuk memahami regulasi yang berlaku agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Penyedia layanan kesehatan perlu memahami
dan menerima program kesehatan dengan baik. Hal ini dikarenakan penyedia layanan kesehatan
diperlukan untuk menjadi ujung tombak pelaksanaan sistem yang akan diterapkan. Namun
seiring dalam perjalanannya, pemahaman provider ini akan dipengaruhi oleh persepsi pribadi
tentang program tersebut
Terdapat pengaruh yang luas antara pengetahuan, persepsi pemanfaatan, penerimaan atau
akseptibilitas dan kelancaran dalam pelaksanaan program kesehatan. Implementasi suatu
program kesehatan termasuk sistem pembiayaan yang baru akan menuntut adanya pemahaman.
Pemahaman yang mendalam tentang risiko dan manfaat terkait sistem yang akan dijalankan
perlu dimiliki oleh provider sebagai penyedia jasa kesehatan maupun pasien sebagai klien atau
penerima layanan kesehatan.
Pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai sistem Jaminan Kesehatan Nasional
pada kenyataannya tetap membuat dokter gigi memiliki persepsi bahwa besaran kapitasi
menghambat pelayanan kesehatan. Persepsi ini dapat ditimbulkan karena isu-isu dalam
pemberitaan yang beredar menciptakan stigma bahwa besaran kapitasi untuk dokter gigi praktik
sangat kecil yaitu Rp. 2.000,-. Dokter gigi fungsional di Puskesmas sebenarnya tidak secara
langsung merasakan dampak rendahnya besaran kapitasi, akan tetapi nilai besaran kapitasi
tersebut seringkali diberitakan negatif sehingga responden mungkin menganggap besaran
kapitasi kurang sepadan dengan beban kerja dokter gigi. Anggapan ini pada akhirnya menjadi
persepsi dokter gigi tanpa melihat manajemen kapitasi yang dapat dilakukan dengan besaran
kapitasi Rp. 2.000,- per orang per bulan.
Persepsi dokter gigi yang menyatakan kapitasi menjadi faktor hambatan dengan nilai
tertinggi dalam memberikan pelayanan bukan karena pengetahuan dokter gigi yang rendah.
Penyebab utamanya karena besaran kapitasi dianggap tidak cukup.
Penetapan besaran kapitasi untuk puskesmas didasarkan pada kriteria tertentu seperti
jumlah dokter dan lama waktu puskesmas beroperasi setiap hari. Keluarnya peraturan ini tidak
sedikit menuai pro dan kontra terutama bagi puskesmas yang memiliki dokter lebih sedikit dan
beroperasi kurang dari 24 jam sehari. Peraturan ini dinilai terlalu mendadak dan belum
disosialisasikan padahal beban kerja puskesmas cukup berat dalam era JKN ini.
Peningkatan jumlah kunjungan pasien akan meningkatkan beban kerja provider. Beban
kerja yang meningkat cenderung akan menurunkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan.
Pernyataan tersebut juga sesuai dengan teori bahwa beban kerja yang berlebih akan berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan yang akan diberikan. Beban kerja memiliki dampak yang signifikan
terhadap kinerja pekerja, beban kerja yang tinggi harus sesuai dengan kemampuan dan potensi
pekerja untuk menghindari stress.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut memerlukan upaya yang berjenjang yang
dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut harus
diletakkan pada pelayanan primer dalam system jaminan kesehatan nasional.
Dalam pelaksanaan suatu kegiatan sering kali menghadapi kendala yang dapat
menyebabkan pelaksanaan suatu kegiatan tidak berjalan dengan lancar. Begitu juga dengan
pelaksanaan program JKN terkait penerimaan pasien, pengolahan data medis, pelaporan serta
pendanaan masih ditemukan kendala dalam pelaksanaannya.
Besaran kapitasi atau sumber daya pembiayaan jaminan kesehatan dapat menjadi
hambatan utama dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Besaran kapitasi dapat
menjadi penentu utama jenis-jenis pelayanan yang tercakup dalam paket manfaat. Besaran
kapitasi yang rendah ditambah dengan beban kerja yang berat dapat menurunkan motivasi
provider untuk menjaga mutu pelayanan yang diberikan.
IV.2 SARAN
Dokter gigi dalam sistem JKN masih harus banyak dibenahi,
DAFTAR PUSTAKA
1. PENETAPAN DOKTER GIGI LAYANAN PRIMER
2. Aida J, Ando Y, Oosaka M, Niimi K, Morita M. Contributions of social context to inequality in
dental caries:a multilevel analysis of Japanese 3-year-old children. Community Dental Oral
Epidemiology Journal. 2008; 36: 149–56.
3. Petersen PE, Kwan S. The 7th Global Conference on Health Promotion-towards Integration
of Oral Health. Community Dental Health Journal. 2010; 27: 129-36.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 001/ Menkes/PER/X/2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan
5. GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN
PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
(JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL