Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Masalah Topik : Biaya pelayanan kesehatan gigi lebih mahal dibanding dengan tukang gigi

Di era sekarang ini kesehatan gigi sudah menjadi perhatian utama karena masalah gigi
bukan hanya mengenai masalah kesehatannya saja, namun juga mengarah ke estetika. Gigi
merupakan bagian tubuh yang turut serta mempengaruhi bentuk wajah, apalagi dalam
berkomunikasi tentu seseorang akan pertama kali melihat wajah orang yang sedang diajak
berkomunikasi.
Kementrian kesehatan menganjurkan untuk seseorang periksa gigi setiap 6 bulan sekali.
Walaupun sangat jarang kasus darurat dalam masalah kesehatan gigi namun kunjungan rutin ini
juga berguna untuk memperbaiki kerusakan gigi yang sedang terjadi seperti pembentukan plak
dan lubang pada gigi yang belum menimbulkan nyeri.
Indonesia merupakan Negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Hal ini
berimplikasi semakin banyaknya jumlah jiwa yang membutuhkan pelayanan kesehatan gigi secara
bermutu dan mencakup sesuai rasio jumlah penduduk. Padahal Indonesia juga merupakan negara
kepulauan denagan 17.503 pulau, yang tersebar membuat persebaran tenaga kesehatan khususnya
dokter gigi tidak tersebar merata diantara tiap daerah. Konsentrasi dokter gigi paling tinggi berada
di pulau jawa dan terkonsentrasi di daerah yang pembangunannya sudah bagus seperti
Jakarta,Yogyakarta, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya.
Pelayanan kesehatan gigi di Rumah sakit, Klinik gigi hingga Praktek mandiri dokter gigi
dilaksanakan utamanya oleh dokter gigi sebagai satuan fungsional yang bertanggung jawab dalam
diagnosa hingga terapi. Didampingi oleh perawat gigi, apoteker dan tenaga lain penunjang
pelayanan. Namun ada juga pelayanan kesehatan gigi yang sekarang marak buka dimana mana
yaitu ahli gigi atau kadang disebut juga tukang gigi.

RUMUSAN MASALAH

1. Mahalnya biaya operasional pelayanan kesehatan gigi dan mulut


Berbagai macam modalitas dalam terapi pelayanan gigi di rumah sakit atau praktik klinik
gigi banyak menggunakan alat yang berharga tinggi seperti dental chair dan alat-alatnya, bahan-
bahan untuk menambal gigi, kawat gigi, belum lagi biaya untuk lembaran rekam medis pasien,
obat-obatan, biaya pemeliharaan alat dan biaya jasa profesi seperti administrasi, apoteker, perawat
gigi dan jasa dokter gigi. Hal ini akan mengakibatkan membengkaknya biaya yang dibebankan
kepada pasien untuk berobat ke pelayanan kesehatan gigi tersebut.
2. Tersedianya pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang murah oleh para Tukang Gigi
Di satu sisi terdapat tukang gigi yang mulai menjamur di lingkungan masyarakat yang
berani menawarkan harga jauh lebih murah daripada pelayanan kesehatan gigi dibawah dokter
gigi. Yang menjadikan tamparan bahwa banyak dari para tukang gigi tidak mendapat ijazah resmi
atau sertifikat yang membuktikan kompetensi mereka dalam menangani masalah kesehatan gigi.
Sebenarnya Kementrian kesehatan sudah membatasi kewenangan tukang gigi hanya
sebatas dalam membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sesuai Permenkes No.39 tahun 2014
namun pada praktiknya banyak pasien dating ke tukang gigi dengan keluhan seperti pasang kawat
gigi, menambal gigi hingga mencabut gigi yang tanggal. Tapi tidak ada pengawasan yang ketat
oleh dinas kesehatan dalam hal ini, terbukti semakin banyaknya pendirian tempat praktik tukang
gigi yang mudah ditemui dimana mana.

3. Belum seluruhnya masyarakat berpartisipasi dalam keikutsertaan BPJS Kesehatan


Walaupun dalam era saat ini biaya kesehatan sudah mulai beralih dari yang awalnya out of
pocket menjadi system kapitasi yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi bernama BPJS
Kesehatan, namun hal yang menjadi masalah adalah partisipasi dari pengguna layanan itu sendiri.
Banyak masyarakat Indonesia yang masih belum terdaftar sebagai peserta asuransi padahal konsep
dari BPJS ini adalah iuran bersama untuk menanggung biaya orang yang sakit. Terbukti dari data
BPJS Kesehatan hanya 74% dari seluruh penduduk Indonesia yang terdaftar dengan 46,92% nya
berstatus Penerima Bantuan Iuran (PBI), atau peserta yang iurannya ditanggung Negara.

4. Jumlah tenaga kesehatan khususnya dokter gigi yang masih terbatas


Disisi lain hal tersebut diperburuk dengan jumlah dokter gigi Indonesia yang masih kurang
dari rasio total jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan data dari Konsil Kedokteran Indonesia
(KKI) jumlah dokter gigi di Indonesia sebanyak 32.172 dokter gigi dan 3.942 dokter gigi spesialis
pada awal tahun 2019 dengan rasio 1:24.000 dimana WHO mengisyaratkan idealnya rasio dokter
gigi sebesar 1:2000. Belum lagi sebanyak 70% dari jumlah total dokter gigi tersebut terpusat
berada di pulau Jawa.
Berdasarkan data tersebut tentu membuka peluang bagi tersedianya pelayanan kesehatan
gigi dan mulut non dokter gigi untuk berpraktik. Apalagi ditambah masyarakat Indonesia di
beberapa daerah yang belum tahu tatanan system pelayanan kesehatan sehingga ada anggapan
bahwa dokter, perawat ataupun tenaga kesehatan lain kompetensinya sama atau mengenyam
pendidikan yang sama.
SOLUSI

1. Pemerintah mencukupi mencukupi kebutuhan sarana dan psarana pelayanan


kesehatan gigi dan mulut
Pemerintah perlu turut membantu dalam menyediakan sarana, prasarana pelayanan
kesehatan gigi dan mulut secara merata. Walaupun sudah ada Standard Pelayanan Minimal (SPM)
di Puskesmas yang digunakan sebagai standard acuan minimal namun tanpa adanya sarana
prasarana yang baik akan mengahambat dokter dalam melakukan pelayanan.

2. Perlu adanya pengawasan berkala dan sanksi terhadap pelanggaran kompetensi


profesi dengan tujuan untuk melindungi pasien
Walaupun sudah dibagi wewenang antara dokter gigi dan tukang gigi namun dalam
praktiknya banyak terjadi pelanggaran. Dalam hal ini demi keamanan pasien, untuk menjamin
pasien diterapi sesuai dengan kaidah keilmuan sebaiknya dinas kesehatan bias melakukan evaluasi
mungkin terkait laporan dari suatu insiden yang mungkin terjadi atau bias mengajak kolaborasi
antara tukang gigi dan dokter gigi. Sehingga apabila ada pasien yang dating ke tukang gigi dan
tidak sesuai kewenangannya, tukang gigi bias menghubungi dokter gigi untuk melakukan rujukan
atau konsultasi.

3. Jika memungkinkan dibuat semacam pendidikan seperti pelatihan bagi tukang gigi
dan sertifikat bagi yang mengikutinya

Semacam standarisasi kompetensi bagi tukang gigi diperlukan. Mengingat tidak semua
tukang gigi mengenyam pendidikan resmi mengenai kesehatan gigi diperlukan suatu acuan yang
menyatakan bahwa seseorang bisa berpraktik sebagai tukang gigi. Sehingga keselamatan pasien
lebih terjamin dan system pelayanan kesehatan gigi lebih tertata.

4. Membantu program pemerintah lewat sosialisasi dan edukasi mengenai system


pembiayaan dengan metode asuransi BPJS Kesehatan

Salah satu penyebab kurangnya partisipasi masyarakat dalam keikutsertaan BPJS adalah
ketidaktahuan manfaat yang diperoleh dan merasa tidak membutuhkan terutama bila sedang dalam
keadaan sehat. Mirisnya banyak masyarakat yang baru menyadari pentingnya BPJS ketika sudah
sakit, dan baru mendaftar ketika sudah dirawat di RS atas penyakit tertentu. Sudah merupakan
kewajiban dokter untuk menyukseskan program pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan.
Sehingga dengan sosialisasi berkala dan edukasi yang baik diharapkan makin banyak masyarakat
yang sadar pentingnya keikutsertaan seluruh masyarakat Indonesia dalam program asuransi BPJS
Kesehatan ini. Banyak Negara maju yang sudah berjalan system asuransi kesehatannya, mengacu
hal tersebut sudah seharusnya Negara kita mulai bergerak kearah tersebut.

5. Pemerataan persebaran dokter gigi dengan meningkatkan kesejahteraan di daerah


Terpencil dan Sangat Terpencil

Salah satu hal yang mengakibatkan persebaran dokter gigi masih belum merata adalah kur
angnya kesejahteraan di daerah Terpencil dan Sangat terpencil. Tidak dipungkiri bahwa
pembangunan daerah di Indonesia masih terpusat di Jawa dan kota kota besar sekitarnya. Hal
tersebut membuat para lulusan dokter gigi yang baru lulus untuk bekerja guna mendapat
kesejahteraan lebih baik di Jawa. Bila pemerintah bisa mengondisikan kesejahteraan dokter gigi
di daerah Terpencil dan Sangat Terpencil secara layak maka akan menjadi daya tarik sendiri untuk
para lulusan dokter gigi. Apalagi bila didukung saranan dan prasarana yang dijamin di daerah
tersebut.

SIMPULAN

Dengan banyaknya factor yang mempengaruhi pilihan masyarakat di era sekarang ini
adalah tantangan bagi dokter gigi untuk kedepannya dapat memberikan pelayanan yang sesuai
standard dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Memang banyak kecacatan atau masalah
yang terjadi dalam era asuransi kesehatan saat ini. Contohnya tidak semua orang ikut serta dan
kesejahteraan dokter gigi yang kurang diperhatikan. Namun tujuannya baik, yaitu menjangkau
biaya agar masyarakat Indonesia bias mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang sama
rata dan sama rasa. Selanjutnya perlu ada evaluasi rutin untuk memperbaiki kecacatan yang ada
sehingga pelayanan kesehatan kedepannya makin baik.
Pengawasan dan kolaborasi dengan tukang gigi atau sejenisnya diperlukan karena
menyangkut keamanan pasien. Sertifikasi atau pelatihan yang wajib diikuti tukang gigi sehingga
diijinkan berpraktik mungkin diperlukan. Dengan adanya sertifikasi setidaknya kemungkinan
malpraktik yang dapat membahayakan nyawa pasien dapat diminalkan. Sanksi yang tegas juga
diperlukan sebagai langkah terakhir apabila pelanggaran terjadi berulang kali apalagi sampai
menyangkut keselamatan dari pasien. Namun yang perlu ditekankan adalah bekerja sesuai
kompetensi dan keilmuan sendiri akan lebih bermanfaat bagi pasien.
Terakhir dengan meningkatkan kesejahteraan dokter gigi di daerah terpencil atau sangat
terpencil diharapkan menarik minat para dokter gigi untuk dapat mengabdi disana. Sehingga
masyarakat dapat dengan mudah mengakses kebutuhan pelayanan secara cepat dan aman dan
menutup peluang untuk terjadinya praktik-praktik illegal yang dapat membahayakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan


Nasional
2. Website resmi Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
http://dinkes.surabaya.go.id/portal/profil/dkk-dalam-angka/statistik-10-penyakit-
terbanyak/
3. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional No.2 tahun 2015
4. Https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2517461/negara-dengan-
penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar
5. Situasi kesehatan gigi dan mulut. www.depkes.go.id
6. Permenkes No.75 tahun 2014 tentang Puskesmas
7. Permenkes No 39 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga
8. Permenkes No 44 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah
Sakit
9. Permenkes No 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan,
Pekerjaan Tukang Gigi
Instagram :
@translatorab

Anda mungkin juga menyukai