Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TENTANG KEBUTUHAN


RASA AMAN PADA KESEHATAN GIGI DAN MULUT

DISUSUN OLEH
KELOMPOK :
1.Amelia Kasih Irwana (215110437)
2.Dian Aryesti (215110447)
3.Dina Sapitri (215110449)
4.Fitrisia Oktaviani (215110459)
5.Permata Indah Putri (215110481)
6.Viska Ananda (215110503)

Dosen pembimbing:
Dewi Rosmalia, SKM, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


JURUSAN D3 KEPERAWATAN GIGI
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Kebutuhan Dasar Manusia”. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk
menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik serta saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami oleh siapa pun yang membacanya. Kami juga mengucapkan banyak
terimakasih kepada dosen yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan
kepada kami untuk membuat tugas makalah ini.

Bukittinggi, 14 Februari 2023

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang...............................................................…………………………1


1.2 Rumusan masalah..........................................................…………………………2
1.3 Tujuan ...........................................................................…………………………3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keamanan……………………………………………………………..1

2.2 Klasifikasi kebutuhan keamanan…………………………………………………1

2.3 Peran Tgm dalam pemenuhan keamanan dalam kesgilut………………………..2

2.4 Manajemenn pasien safety dalam kesgilut……………………………………….2

2.5 Faktor yang mempengaruhi rasa aman…………………………………………..12

2.6 Resiko keamanan dipelayanan kesgilut………………………………………….12

2.7 Gangguan rasa aman dan penanganan…………………………………………..14

2.8 Lingkup kebutuhan keamanan pasien…………………………………………..21

2.9 Cara Meningkatkan keamanan pasien…………………………………………..22

3.0 Pemenuhan kebutuhan keamanan dikesgilut…………………………………...25


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..29

3.2 Saran……………………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………30
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keamanan dan keselamatan yang sering kita sebut dengan kewaspadaan

umum (Universal Precaution / UP) adalah merupakan suatu pedoman yang

ditetapkan oleh CDC Atlanta (1985) untuk mencegah berbagai penyakit yang

ditularkan melalui cairan darah / cairan tubuh di lingkungan Rumah Sakit.

Adapun tujuan dari prosedur keamanan dan keselamatan ini adalah untuk

melindungi diri (proteksi diri) dan mencegah penularan penyakit dari penderita

kepada petugas peserta serta mencegah penularan penyakit dari penderita ke

penderita yang lain (Sujono dan Harmoko, 2012). Standard Precaution

merupakan tindakan perlindungan terhadap pajanan pada petugas kesehatan dan

pasien. Penerapan standard precaution meliputi pengelolaan alat kesehatan

habis pakai, cuci tangan untuk mencegah infeksi silang dan penggunaan alat

pelindung diri (APD) diantaranya pemakaian sarung tangan untuk mencegah

kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain (Nursalam, 2007).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian keamanan?

2. Apa saja klasifikasi kebutuhan keamanan?

3. Apa saja peran tenaga Kesehatan gigi dan mulut dalam pemenuhan

keamanan pelayanan kesgilut?

4. Apa saja manajemen pasien safety dalam kesgilut?


5. Apa saja factor yang mempengaruhi rasa aman?

6. Apa saja resiko keamanan di pelayanan kesgilut?

7. Apa saja gangguan rasa aman dan bagaimana penanganannya?

8. Apa saja ruang lingkup kebutuhan keamanan dan keselamatan di kesgilut?

9. Bagaimana cara meningkatkan keamanan pasien?

10. Bagaimana pemenuhan kebutuhan keamanan diklinik gigi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian keamanan.

2. Untuk mengetahui klasifikasi kebutuhan keamanan.

3. Untuk mengetahui peran tenaga Kesehatan gigi dan mulut dalam

pemenuhan keamanan pelayanan kesgilut.

4. Untuk mengetahui manajemen pasien safety dalam kesgilut.

5. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi rasa aman.

6. Untuk mengetahui resiko keamanan di pelayanan kesgilut.

7. Untuk mengetahui gangguan rasa aman dan bagaimana penanganannya.

8. Untuk mengetahui ruang lingkup kebutuhan keamanan dan keselamatan di

kesgilut.

9. Untuk mengetahui meningkatkan keamanan pasien.

10. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan keamanan diklinik gigi.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keamanan

Kebutuhan akan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri sendiri dari
bahaya fisik, ancaman terhadap keselamatan seseorang yaitu ancaman mekanis,
kimiawi maupun bakteriologis. Kebutuhan rasa aman terkait terhadap hubungan
interpersonal dan konteks fisiologis.
Keamanan adalah keadaan bebas, tidak hanyak dari cedera fisik dan psikologis
tetapi juga merasakan keadaan aman dan tentram ( Potter dan Perry :2005)

B. Klasifikasi Kebutuhan Keamanan

Klasifikasi Kebutuhan Keselamatan atau Keamanan

1. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau
mengelurkan ancaman pada tubuh atau kehidupan.Ancaman tersebut mungkin
penyakit,kecelakaan,bahaya pada lingkungan.Pada saat sakit,seorang klien
mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infiksi,oleh karena itu tergantung
pada professional dalam system pelayanan kesehatan untuk perlindungan.
2. Keselamatan psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi,seseorang manusia harus
memahami apa yang diharapkan dari orang lain,termasuk anggota keluarga
dan professional pemberi perawatan kesehatan.seseorang harus mengetahui
apa yang diharapkan dari prosedur,pengalaman yang baru,dan hal hal yang
dijumpai dalam lingkungan.
C. Perann Tgm dalam pemenuhan keamanan dalam pelayanan kesgilut

Peran tenaga kesehatan gigi dan mulut dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman
bagi pasien:
a. Berperan dalam memastikan ruangan klinik, dan alat- alat yang digunakan
dalam keadaan steril
b. Tenaga kesehatan berperan dalam pemenuhan rasa aman pasien dengan
menjelaskan segala prosedur yang akan dilakukan kepada pasien, sehingga
pasien merasa siap dan aman.

D. Manajemen Pasien safety dalam kesgilut

a. Pengertian Pasien Safety


Keselamatan pasien atau patient safety merupakan suatu pengetahuan
yang relatif baru dan terintegrasi ke dalam semua bidang kesehatan.
Keselamatan pasien atau patient safety menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No. 1691 Tahun 2011 adalah sistem di mana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan.
National Health Performance Committee (NHPC, 2001, dikutip dari
Australian Institute Health and Welfare (AIHW 2009) mendefinisikan
keselamatan pasien adalah menghindari atau mengurangi hingga ketingkat
yang dapat diterima dari bahaya aktual atau risiko dari pelayanan kesehatan
atau lingkungan di mana pelayanan kesehatan diberikan. Sedangkan Kelley
dan Hurst (AIHW 2009) mendefinisikan keselamatan pasien adalah tingkat
dimana menghindari, mencegah, dan memperbaiki hasil atau cedera yang
merugikan dari proses pelayanan kesehatan.
Tujuan utama praktek keselamatan pasian adalah untuk mencegah
terjadinya efek samping (kecelakaan, kesalahan dan komplikasi) berkaitan
dengan pelayanan kesehatan dan untuk membatasi dampak dari efek samping
yang tak terelakkan (Yamalik dan Pérez 2012; Emanuel dkk. 2009).
Pengaturan keselamatan pasien juga bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen resiko
dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang tidak aman mengakibatkan peningkatan potensi
morbiditas dan mortalitas serta beban finansial bagi sistem layanan kesehatan
(Jha 2012). Perkembangan ilmu teknologi yang sangat pesat menyebabkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit menjadi sangat kompleks sehingga jika
tidak dilakukan dengan benar dan hati-hati akan berpotensi untuk terjadinya
insiden keselamatan pasien (IKP) yang terdiri dari kejadian yang tidak
diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera
(KTC) dan kondisi potensial cedera (KPC) (Depkes 2008).
Keselamatan pasien sangat penting dilaksanakan dalam proses pelayanan
kesehatan di bidang kedokteran gigi. Beberapa penelitian terkait kesalahan
dalam proses pelayanan kedokteran gigi telah dilakukan. Suatu penelitian
retrospektif dilakukan di Belanda dengan menggunakan catatan elektronik
untuk meninjau kesalahan perawatan yang potensial pada setiap pasien,
dengan menganalisis 1.000 catatan medis yang masing-masing terdiri atas 50
pasien dari 20 praktik yang berpartisipasi.

b. Universal Precaution dan Kontrol Infeksi


Dalam praktik dokter gigi, universal precautions merupakan suatu proses
atau prosedur yang harus dilaksanakan oleh semua dokter gigi untuk
menghindari terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh berbagai
tindakan yang dilakukan dokter gigi ke pasien melibatkan cairan tubuh yang
berpotensi menginfeksi. Cairan tubuh ini tidak hanya darah, bisa sekret, saliva
dan lain-lain.
Berbagai macam tindakan dokter gigi dapat berpotensi terjadinya
penularan penyakit baik dari pasien ke dokter gigi, dari dokter gigi ke pasien
maupun dari pasien ke pasien. Prosedur universal precaution akan berkaitan
erat dengan kontrol infeksi di dalam ruang tindakan. Kontrol infeksi yang
efektif dan efisien pada praktik dokter gigi dapat menghindarkan penyebaran
penyakit dan infeksi, sehingga mendukung keselamatan pasien dan dokter
gigi. Kontrol terhadap infeksi mencakup pembersihan atau pencucian dan
sterilisasi alat-alat kedokteran gigi yang re-usable.
Menurut Sebastiani dkk (2017), kontrol infeksi tidak dapat dilepaskan dari
proses sterilisasi karena selama dalam kegiatan sterilisasi akan selalu
membutuhkan tindakan kontrol infeksi, baik untuk dokter gigi maupun asisten
gigi serta tekniker laboratorium gigi. Kontak langsung antara dokter gigi dan
pasien dalam praktik kedokteran gigi akan beresiko adanya infeksi silang
(cross infection) antara dokter gigi dan pasien. Oleh karena itu, dasar-dasar
tindakan pencegahan termasuk cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri
(APD), manajemen health care waste, penanganan dan pembuangan secara
tepat jarum dan benda tajam penting dilakukan sebelum dan selama perawatan
dalam praktik dokter gigi.

c. Cuci Tangan
Dokter gigi wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
perayatan ke pasien. Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit utama
bagi tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair
disinfektan, dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum memakai dan
setelah melepaskan sarung tangan (Lugito 2013).
WHO telah menetapkan tata cara mencuci tangan dengan baik dan benar
yang diawali dengan membersihkan tangan dengan air yang mengalir.
Kemudian diikuti 7 langkah mencuci tangan yaitu:
1. Memberi dengan sabun di telapak tangan.
2. Mengusap lembut telapak tangan.
3. Membersihkan punggung tangan secara bergantian kanan dan kiri.
4. Memasukkan jari jemari kesela-sela jari tangan.
5. Membersihkan ruas-ruas jari dengan cara mengatupkan ujung jari tangan
kanan digosokkan dengan lembut ke permukaan tangan kiri. Diulang
bergantian dengan tangan kanan.
6. Membersihkan ibu jari dengan cara menggenggam ibu jari tangan kanan,
diputar dan digosok secara perlahan. Diulang bergantian dengan ibu jari
tangan kiri.
7. Menggosokkan ujung kuku jari tangan kanan pada permukaan tangan
tangan. Diulang bergantian dengan tangan kiri.
8. Kemudian bilas kedua tangan dengan air mengalir dan mengeringkan
dengan kain bersih atau tisu.

d. Alat Pelindung Diri (APD)


Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan APD untuk melindungi
diri terhadap benda asing, percikan dan aerosol yang berasal dari tindakan
perawatan terutama saat scalling (manual dan ultrasonik) penggunaan
instrumen berputar, syringe, pemotongan atau penyesuaian kawat ortodonsi
dan pembersihan alat dan perlengkapannya. Staf harus menggunakan masker
filter pernafasan bila merawat pasien dengan infeksi TB (Lugito 2013).
1. Alat Pelindung Diri Level 1

Digunakan pada pelayanan triase, rawat jalan non COVID-19, rawat inap
non COVID-19, tempat praktik umum dan kegiatan yang tidak
mengandung aerosol.

a) Penutup kepala
b) Masker bedah
c) Baju/pakaian jaga
d) Sarung tangan lateks
e) Pelindung wajah
f) Pelindung kaki

2. Alat Pelindung Diri Level 2

Digunakan pada pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernapasan,


pengambilan spesimen non pernapasan yang tidak menimbulkan aerosol,
ruang perawatan COVID-19, pemeriksaan pencitraan pada suspek probable
/terkonfirmasi COVID-19.

a) Penutup kepala
b) pelindung mata dan wajah
c) Masker bedah
d) Baju/pakaian jaga
e) Gown
f) Sarung tangan lateks
g) Pelindung kaki

3. Alat Pelindung Diri Level 3

Digunakan pada prosedur dan tindakan operasi pada pasien


suspek/probable/terkonfirmasi COVID-19, kegiatan yang menimbulkan
aerosol (intubasi, ekstubasi, trakeotomi, resusitasi jantung paru,
bronkoskopi, pemasangan NGT, endoskopi gastrointestinal) pada pasien
suspek/probable/terkonfirmasi COVID-19.

a) Penutup kepala
b) Pelindung mata dan wajah (face shield)
c) Masker N95 atau ekuivalen
d) Baju scrub/pakaian jaga
e) Coverall/gown dan apron
f) Sarung tangan bedah lateks
g) Boots/sepatu karet dengan pelindung sepatu

e. Manajemen Health Care Waste


Manajemen health care waste termasuk garis pedoman pemisahan,
pemaketan dan penyimpanan untuk health care risk waste. Penanganan dan
pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Bahan yang I kali pakai
seperti harus dibuang setelah kali dipakai dan jangan dipakai ulang. Ampul
anestesi lokal I kali pakai dapat mengandung darah atau cairan yang dapat
teraspirasi dari pasien dan tidak boleh digunakan kembali untuk pasien
berikutnya. Kategori sampah ini yaitu sampah medis yang tidak beresiko
(tidak terkontaminasi cairan tubuh) dimasukkan ke kantung hitam dan sampah
medis yang beresiko dimasukkan ke kantung kuning (terkontaminasi cairan
tubuh dan berbahaya bagi orang lain). Contoh sampah medis yang beresiko
yaitu jaringan tubuh, bahan kali pakai (scalpel, aspirator dan saliva ejector),
dan materi yang telah digunakan pada pasien dan bahan yang dapat
terkontaminasi dengan cairan tubuh (pakaian, swabs, wipes, sarung tangan
dan tissue) (Lugito 2013).

f. Penanganan Instrumen dan Alat Pelayanan Kedokteran Gigi


1) Pembatasan Kontaminasi
a. Peralatan kritis.
Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah
atau jaringan mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi
dengan menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang
dimasukkan dalam kategori kritis adalah semua instrumen bedah,
periodontal scalier, scalpel, bur diamond, bur tulang, dll
b. Peralatan semi kritis.
Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga
mulut tetapi tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan
semi kritis wajib dilakukan minimal desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
atau apabila terdapat alat yang dapat bertoleransi terhadap panas,
maka dapat dilakukan sterilisasi dengan menggunakan panas. Sebagai
contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori semi kritis adalah
instrumen diagnosa, kondensor, sendok cetak, handpiece dll.
c. Peralatan non kritis
Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga
mulut dan dapat dilakukan dengan menggunakan disinfektan tingkat
rendah. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori
nonkritis adalah tensimeter, occipital calipers, radiograph cone, glass
plate, semen spatel, dll. Dental unit masuk kedalam katagori semi non
kritis tetapi harus dilakukan disinfeksi karena sering terpapar percikan
darah maupun air liur.

2) Penentuan zona (Basic Protocol HKSAR, 2008)


Area pembersihan dan pemrosesan instrumen yang telah digunakan (zona
kotor), dan area sterilisasi dan penyimpanan instrumen bersih (zona
bersih), serta area perawatan pasien (zona kerja) harus erpisah satu sama
lain. Zona kotor jangan berdekatan dengan zona bersih dan zona kerja

3) Pre-Cleaning
Pra-cleaning dilakukan dengan cara merendam alat dengan larutan
enzymatik/detergen dengan tujuan untuk melepas noda, darah, lemak dan
cairan tubuh lainnya dari suatu benda sehingga memudahkan untuk
pengelolaan selanjutnya. Untuk meminimalkan pajanan terhadap petugas,
pemilahan alat-alat terkontaminasi dilakukan langsung oleh pemakai
sebelum melepaskan alat pelndung diri (APD). Proses ini dilakukan
selama 5-10 menit atau sesuai produk yang digunakan.
4) Pembersihan instrument
Seluruh instrumen yang digunakan dalam proses perawatan harus
dibersihkan/digosok menggunakan sabun dan air. Larutan deterjen harus
disiapkan setiap hari, dan diganti lebih sering jika nampak kotor. Operator
harus selalu menggunakan sarung tangan khusus, celemek, masker dan
kacamata ketika membersihkan instrumen. Gunakan selalu sikat atau sikat
gigi yang berbulu lunak untuk menggosok instrumen dan alat lainnya
untuk menghilangkan seluruh materi organik (darah dan saliva) dan
kotoran lainnya. Hal ini harus dilakukan dibawah permukaan air untuk
menghindari terjadi cipratan. Seluruh permukaan instrumen dan alat harus
digosok. Penanganan bagi alat-alat yang memiliki engsel (misalnya
forceps) dan lekukan (misalnya bone file) harus ditangani secara khusus.
Setelah dibersihkan, seluruh instrumen dan alat harus dibilas
menggunakan air mengalir atau air yang disimpan dalam wadah (diganti
secara berkala) untuk membersihkan seluruh larutan deterjen dan
kemudian dikeringkan dengan handuk bersih.

g. Disinfeksi Tingkat Tinggi


Apabila memungkinkan, instrumen yang bersentuhan dengan tulang atau
jaringan lunak atau telah kontak dengan darah harus disterilisasi. Apabila
tidak tersedia panci tekan atau autoklaf, instrumen dapat di disinfeksi dengan
direbus dalam panci berisi air selama 20 menit setelah dibersihkan dengan
menggunakan air dan sabun. 20 menit dihitung sejak air mulai mendidih.
Setelah air dalam panci mulai mendidih, jangan tambahkan air ataupun
instrumen selama proses disinfeksi berlangsung. Alkohol dan yodofora tidak
dipakai untuk disinfeksi tingkat tinggi (DTT) tetapi dapat untuk disinfeksi
tingkat rendah dengan cara merendam alat tersebut selama 20 menit.

h. Sterilisasi
Instrumen dengan engsel seperti forceps untuk ekstraksi harus terbuka
sebelum diletakkan dalam alat sterilisasi. Instrumen harus diletakkan sehingga
uap dapat berputar mengelilinginya. Apabila menggunakan panci tekan,
instrument diletakkan pada wadah di atas permukaan air. Pertahankan
temperatur sampai 121°C (250°F) dengan tekanan 15 pound selama 20 menit
untuk instrumen yang tidak dibungkus dan 30 menit untuk instrumen yang
dibungkus. Mulai penghitungan waktu ketika uap nampak terlihat dan
turunkan panas sampai batas temperatur tetap menghasilkan uap panas. Pada
akhir proses terilisasi, biarkan uap keluar lalu buka tutup panci tekan untuk
membiarkan instrumen mendingin secara perlahan. Bila menggunakan
autoklaf digunakan temperatur 121°C, tekanan 15 psi (pressure per square
inch) selama 30 menit. Metode sterilisasi panas kering dilakukan dengan
menggunakan oven dengan panas yang tinggi, adapun temperatur dan
waktunya adalah sesuai petunjuk pabrik.

i. Penatalaksanaan Dental Unit


Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi perhatian
pasien yang memasuki suatu ruangan pelayanan kedokteran gigi. Jadi alat-alat
tersebut harus selalu dalam keadaan bersih dan siap pakai. Tempat-tempat
yang harus mendapat perhatian pada dental unit:
a) Meja instrument, harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.
b) Handpiece harus bersih dan diberi pelumas sesudah digunakan.
c) Three way syringe.
d) Penghisap saliva.
e) Penghisap darah (vacuum tip).
f) Spittoon cuspidor bowl.
g) Spittoon bowl, disiram dengan lisol kemudian disiram dengan air bersih
lalu disikat dengan deterjen dan dibilas kembali.
h) Pegangan lampu harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.
Pada dental chair:

a) Sandaran kepala/head rest bersih.


b) Sandaran tangan/arm rest bersih.
c) Tempat duduk bersih.
d) Tempat menaruh kaki/foot rest bersih
j. Perlindungan Tenaga Kesehatan
Vaksinasi melawan virus hepatitis B (HBV) sangat direkomendasikan
bagi semua tenaga kedokteran gigi termasuk dokter gigi, perawat gigi, asisten,
ahli kesehatan gigi, mahasiswa. Perlindungan juga dilakukan untuk melawan
penyakit seperti Tuberculosis, Varicella, Poliomyelitis, Measles, Mumps,
difteri dan tetanus. Perempuan dalam usia subur yang tidak hamil dan belum
diimunisasi juga diimunisasi melawan Rubella. Vaksinasi Rubella dilarang
diberikan saat menjelang kehamilan (Kohli dan Puttaiah 2008)
Ventilasi yang baik diperlukan dalam menata ruangan tak hanya untuk
mengatur suhu ruangan yang nyaman dan menghilangkan bau atau uap kimia.
Kipas angin tidak boleh digunakan dalam ruangan. Penggunaan filtrasi udara
digunakan bagi ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi. Selain itu, udara
yang telah disaring disirkulasikan ke area lain atau disirkulasikan kembali
pada ruangan tanpa sistem ventilasi. Rubber dam sebaiknya dipakai untuk
mencegah percikan darah atau saliva dan aerosol jika memungkinkan karena
memiliki keuntungan. Tipe rubber dam yang dipakai adalah tipe non lateks
(James dan Donald 1997).
Penutupan kembali jarum suntik harus dengan teknik penutupan dengan I
tangan (teknik Bayonet), jangan memegang instrumen tajam pada ujung yang
tajam. Jarum tidak boleh dibengkokkan, dipotong, ditutup dipindahkan dari
jarum suntik I kali pakai atau dimanipulasi dengan tangan sebelum dibuang.

k. Persiapan Pasien
Riwayat medis pasien diperlukan dalam memahami komplikasi medis
yang dapat terjadi saat perawatan, adanya keperluan khusus dan rencana
perawatan yang teraman serta meningkatkan kepercayaan pasien terhadap
dokter gigi yang merawatnya. Kebersihan diri, kerapian, kebersihan area
klinik dan tindakan yang terlatih dan profesional memegang peranan dalam
mempengaruhi persepsi pasien akan perawatan yang akan diberikan oleh
dokter gigi (Lugito 2013)
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan pasien antara
lain:
a. Jika pasien dapat menerima perawatan, pasien kemudian dipersilahkan
untuk duduk pada dental chair sesuai posisi yang akan dikerjakan
b. Memasangkan lap dada pada pasien
c. Memposisikan lampu pada mulut pasien
d. Selanjutnya pasien diinstruksikan untuk berkumur terlebih dahulu dan
perawatan dapat diberikan.

E. Faktor yang mempengaruhi rasa aman


Maslow and Sullivan(santoso,2014) mengemukakan, dalam memenuhi kebutuhan
rasa aman seseorang memerlukan privasi dan respek,cinta dan penerimaan social.
a. Privasi dan respek adalah sebuah control selektif untuk berhubungan dengan
diri atau kelompoknya.Kontrol selektif ini merupakan suatu proses dinamis
yang aktif dan dinamis dimana privasi dapat berubag setiap saat sesuai dengan
kondisi yang terjadi.
b. Cinta dan penerimaan social adalah kehangatan yang dirasakan individu
dimana individu akan merasa terlibat dan memiliki sehingga merasa bahwa
dirinya bagian dari lingkungannya.

F. Resiko keamanan dipelayanan kesehatan gigi dan mulut


Ergonomi dalam kedokteran gigi merupakan bagian dalam kesempatan pasien
dan tentu saja bagi ke dokter gigi sendiri pasien akan mendapatkan pelayanan
dengan nyaman serta meminimalkan risiko bahaya pada saat perawatan gigi.
Setiap dokter gigi harus menjaga posisi postur tubuh dalam praktik. Hal ini
untuk menjaga kondisi tulang otot dan juga menghindarinya nyeri yang
disebabkan kesalahan postur tubuh dalam praktik, dapat meliputi nyeri
punggung, terakal dan lumba. Bahkan ketika memegang alat yang tidak benar
pun dapat menyebabkan tangan terasa sakit.

Ada 8 hal yang dapat mempengaruhi ergonomi yaitu:


1. Gerakan yang berulang
Tindakan dokter gigi yang terus berulang dapat merupakan risiko
ergonomi tersendiri dengan dokter gigi melakukan hal-hal yang terus
berulang maka tidak ada variasi gerakan.

2. Gerakan yang menggunakan kekuatan


Pada saat pencabutan gigi, terkadang dokter gigi harus melakukannya
dengan menggunakan kekuatan yang tidak kecil terlebih lagi kondisi gigi
yang akan dicabut terdapat faktor penyulit mekanis, misalnya akar yang
panjang dan masih utuh dan kondisi bergerahan dengan ukuran yang
besar.

3. Posisi tubuh yang cenderung sama dalam waktu yang lama


Terkadang dokter gigi terlupa untuk mengubah posisi saat melakukan
perawatan tertentu. Misalnya saat pencabutan, dokter gigi merasa nyaman
dicabut dengan posisi berdiri yang menyebabkan nutrisi tersebut lupa
untuk duduk atau bahkan sebaliknya. Padahal prosedur pencabutan
membutuhkan waktu yang tidak singkat.

4. Adanya kondisi stres mekanik


Stres mekanik dalam kedokteran gigi sering dijumpai. Misalnya seorang
dokter gigi harus menahan sendok cetak saat mencetak gigi di dalam
rongga pasien. Apabila bahan cetak yang terlalu lama setting maka dokter
gigi pun harus memposisikan sendok cetak tersebut dan waktu yang tidak
singkat pula.

5. Awkward position
Awkward position merupakan posisi tubuh yang tidak sesuai baik saat
meraih alat, saat memutar alat, membengkokkan, berlutut ataupun
berjongkok. Kondisi seperti ini sering kita lakukan saat praktek dokter
gigi, tanpa kita sadari posisi ini berlangsung lama maka postur tubuh kita
tidak dalam posisi yang fisiologis.

6. Kondisi suhu yang ekstrem baik suhu panas maupun suhu dingin
Temperatur suhu yang terlalu panas ataupun yang terlalu dingin dapat
menjadi faktor ergonomi tersendiri bagi dokter gigi, karena dokter gigi
secara fisiologis akan menyesuaikan posisi nyaman tubuh saat suhu
ekstrem terjadi.

7. Penggunaan alat getar


Dalam bidang kedokteran gigi banyak menggunakan alat getar contohnya
Handpiece untuk mengebur gigi, ultrasonik scaler yang juga
menggunakan getaran dan terkadang membutuhkan sedikit tekanan.

8. Psychologikal stress
Ini juga dapat mempengaruhi ekonomi dokter gigi dalam berpraktik.
Maksud Psychologikal stress ini dapat disebabkan dari hubungan dokter
gigi dengan mitra kerja di lingkungan kerja ataupun permasalahan yang
dihadapi baik dalam keluarga teman dan lingkungan sekitar.

G. Gangguan rasa aman dan penanganan


Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien adalah nyeri. Nyeri
merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Klien merespon
terhadap nyeri yang dialami dengan beragam cara, misalnya berteriak, meringis,
dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka perawat perlu mengkaji
keluhan nyeri secara menyeluruh yang meliputi penyebab nyeri, kualitas nyeri,
lokasi dan penyebaran nyeri yang dirasakan, skala nyeri untuk mengukur
intensitas nyeri serta waktu (lama, durasi dan interval) nyeri yang dialami klien
A. Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.
Keluhan sensorik yang dinyatakan seperti pegal,linu, ngilu, kemeng.
Walaupun rasa nyeri hanya salah satu rasa protopatik(primer), namun pada
hakekatnya apa yang tersirat dalam rasa nyeri itu adlah rasa majemuk yang
diwarnai rasa nyeri, panas/dingin, dan rasa tekan (Potter, 2006).
Nyeri berhubungan dengan banyak penyakit. Banyak penyakit yang
dapat menimbulkan rasa nyeri di persarafan, seperti infeksi HIV, herpes,
cedera, kanker, diabetes, penyakit autoimun, penekanan akar saraf di tulang
belakang, diabetes, kekurangan vitamin B6, B12, dsb. Rasa nyeri timbul
akibat respon saraf yang menerima rasa nyeri baik dari dalam maupun dari
luar tubuh lalu membawa sensasi tersebut ke dalam otak.
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa
perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan
nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa
nyeri yang dialaminya.

1) Penanganan nyeri non farmakologis:


a. Relaksasi
Teknik relaksasi didasrkan pada keyakinan bahwa tubuh berespon
pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi
penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisilgis,
dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau
duduk dikursi. Teknik relaksasi banyak jenisnya, alah satunya adalah
autogenic.
Relaksasi ini mudah dlakukan dan tidak berisiko. Langkah-langkah
latihan relaksasi adalah sebagai berikut:
1) Posisi pasien diatur sedemikian serupa sehingga rileks, tanpa beban
fisik. Posisi dapat duduk atau berbaring telentang.
2) Instruksikan pasien untuk menghirup napas dalam sehingga rngga
paru berisi udara yang bersih.
3) Pasien perlahan menghembuskan udara dan membiarkan keluar dari
setiap bagian anggta tubuh, pada saat itu pasien diminta untuk
memusatkan “betapa nikmat rasanya”.
4) Pasien bernapas dengan irama yang normal beberapa saat (sekitar 1-
2 menit).
5) Pasien bernapas dalam kemudian menghembuskan perlahan, dan
merasakan saat ini udara mengalir dari tangan kai menuju paru,
kemudian udara dibuang keluar. Pasien diminta untuk memusatkan
perhatian pada kai tangan, udara yang dikeluarkan dan merasakan
kehangatan.
6) Pasien mengulang No. 5 dengan memusatkan perhatian pada kaki
tangan , punggung, perut, bagian tubuh yang lain.
7) Setelah pasien rileks, perlahan irama pernapasan ditambah.Gunakan
pernapasan dada atau abdomen. Bila frekuensi nyeri bertambah,
gunakan pernapasan dangkal dengan frekuensi yang lebih cepat.

b. Distraksi
Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan
perhatian klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat dilakukan adalah:
1) Melakukan hal yang sangat disukai, seperti membaca buku,
melukis, menggambar dan sebagainnya, dengan tidak meningkatkan
stimuli pada bagian tubuh yang dirasa nyeri.
2) Melakukan kmpres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.
3) Bernapas lembut dan berirama secara teratur.
4) Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.

c. Guided Imaginary / imajinasi terbimbing


Upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa nyeri dengan
mendorong pasien untuk mengkhayal dengan bimbingan. Tekniknya
sebagai berikut:
1) Atur posisi yang nyaman pada klien.
2) Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal
hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membatu penggunaan
semua indra.
3) Memintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang
menyenangkan sambil merelaksasikan tubuhnya.
4) Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara lagi.
5) Jika klien menunjukkan tanda tanda agitasi, gelisah, atau tidak
nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi
ketika klien siap.

d. Hipnosis
Adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri
yang dicapai melalui gagasan gagasan yang disampaikan leh
penghipnosisan.
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan krnis. Teknik ini
mungkin membantu dalam memberikan peredaan pada nyeri terutama
dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tisdak jelas
tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endokrin. Keefektifan
hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.

e. Massage atau pijitan


Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan yang lunak yang
bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsinal atau teradang
psikologi. Pijatan yang dilakukan penekanan terhadap jaringan lunak
baik secara terstruktur ataupun tidak, gerakan-gerakan atau getaran,
dilakukan menggunakan bantuan media ataupun tidak. Beberapa teknik
message yang dapat dilakukan untuk distraksi adalah sebagai berikut :
1) Remasan. Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.
2) Selang seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek,
cepat dan bergantian tangan.
3) Gesekan. Memijat punggung dari sacrum ke bahu.
4) Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tanan, tekanan lebih
halus dengan gerakan keatas untuk membantu aliran balik vena.
5) Petriasi. Menekan punggung secara hrizntal. Pindah tangan Anda
dengan arah yang berlawanan, menggunakan gerakan meremas.
6) Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung-
ujung jari untuk mengakhiri pijatan.

f. Kompres hangat/dingin
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Terdapat 2 jenis kompres
panas dan kompres dingin.
Berbeda dengan kompres, terapi adalah suatu prses usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sakit dengan cara menggunakan alat-
alat psiklgis yang bertujuan menghilangkan, mengubah atau menurunkan
gejala-gejala yang ada untuk mencapai kesembuhan.

B. Penyakit Terminal
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker
atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak
ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian
(White, 2002).
Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita penyakit
dengan stadium lanjut yang penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali
dan bersifat progresif (meningkat). Pengobatan yang diberikan hanya
bersifat menghilangkan gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup,
dan pengobatan penunjang lainnya (Ali Yafie, 1996 : 34 ).
Masalah yang umumnya muncul pada pasien dengan penyakit terminal
meliputi masalah fisik, psikologis, sosial dan spritual. Masalah fisik seperti
nyeri, perubahan kulit, distensi, konstipasi/obstipasi, alopesia. Masalah
psikologis seperti : Ketergantungan tinggi, Kehilangan control, Kehilangan
produktifitas dan Hambatan dalam berkomunikasi. Masalah sosial seperti :
menarik diri, isolasi sosial, malu bertemu dengan orang lain. Masalah
spiritual seperti ketidakmampuan beribadah, kehilangan harapan,
perencanaan menjelang ajal.
Penanganan Penyakit Terminal:
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju ke arah kematian yang membutuhkan pendekatan dengan
perawatan Palliative.Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang
bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi
dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah
lain, fisik, psikososial dan spiritual. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh
Indonesia.
Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan
lainnya dan tenaga terkait serta Institusi-institusi terkait. Prinsip perawatan
palliative adalah menghormati atau menghargai martabat dan harga diri
dari pasient dan keluarga pasien,dukungan untuk caregiver, palliative care
merupakan accses yang competent dan compassionet, mengembangkan
professional dan social support untuk pediatric palliative care.

C. Penyakit Kronis
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam
bulan. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat
kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan
hopelessness dan helplessness karena berbagai macam pengobatan tidak
dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006).
Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari,
tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino,
2006). Pusat Statistik Kesehatan Nasional U.S menjelaskan bahwa penyakit
kronis adalahpenyakit yang berlangsung selama tiga bulan atau lebih
(National Center forHealth Statistics, 2013). Menurut Warshaw, (2006).
Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah
kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang
membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang.
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti,
memiliki faktor risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama,
menyebabkan kerusakan fungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat
disembuhkan secara sempurna (Smeltzer & Bare, 2010). Tanda-tanda lain
penyakit kronis adalah batuk dan demam yang berlangsung lama, sakit pada
bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan, kesulitan dalam buang
air kecil, dan warna kulit abnormal (Heru, 2007).

Penanganan Penyakit Kronis:

Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam


pencegahan penyakit dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier
(Djauzi, 2009). Pencegahan primer merupakan upaya untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau 11 mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat
berupa pencegahan umum (melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan
lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada orang-orang yang
mempunyai risiko dengan melakukan imunisasi).

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghambat


progresivitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan
secara cepat dan tepat. Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.

Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan


memaksimalkan fungsi organ yang mengalami kecacatan (Budiarto &
Anggreni, 2007) meliputi ; jauhi alkohol, tidur cukup dan Ketahui riwayat
keluarga Penanganan Penyakit Kronis mempunyai ciri khas dan masalah
penatalaksanaan yang berbeda- beda, antara lain : Menjaga Pola hidup dan
pola makan, Pengobatan teratur dan Rehabilitasi.

H. Lingkup kebutuhan keamanan dan keselamatan di kesehatan gigi dan mulut

Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang


mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien.
a. Kebutuhan Fisiologi
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, cairan,
nutrisi, temperatur, eleminasi, tempat tinggal, istirahat dan seks. Berikut
merupakan lingkup kebutuhan fisiologis:
1) Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan dirumah adalah sistem pemanasan
yang tidak berfungsi dengan baik dan pembakaran yang tidak mempunyai
sistem pembuangan akan menyebabkan penumpukan karbondioksida.
2) Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika
kelembaban relatifnya tinggi maka kelembaban kulit akan terevaporasi
dengan lambat.
3) Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda
yang dapat menyebabkan kondisi kondisi yang tidak bersih akan
meningkatkan resiko infeksi dan keracunan makanan.

b. Kebutuhan Psikososial
Lingkup yang mempengaruhi kebutuhan psikososial adalah hal-hal yang
mengancap konsep diri seseorang.Seperti hal-hal yang mengancam citra diri,
ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri seseorang. Tingkat
perkembangan dan kematangan, budaya, sumber eksternal dan internal (mis.
koping individu yang efektif dan dukungan masyarakat atau status sosial
ekonomi yang baik), konsep diri terhadap kesuksesan dan kegagalan, stressor,
usia, keadaaan sakit, dan trauma.
c. Lingkungan

Lingkungan yang mengancam keamanan atau keselamatan dapat terjadi

dimanapun, baik di rumah, rumah sakit dan berbagai macam hal yang dapat

mengancam seperti mikroorganisme, cahaya, kebisingan, cedera, kesalahan

prosedur, peralatan medik, dll.

I. Cara meningkatkan keamanan pasien

Adapun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan pasien, yaitu:


a. Hak Pasien

Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban bahkan dari mereka belum

lahir begitu juga dengan pasien, pasien memiliki hak yang harus mereka
dapatkan dan perawat memiliki kewajiban yang harus merekalaksanakan

yaitu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik. jika hak

pasien tidak dijunjung tinggi maka tidak terciptanya asuhan keperawatan

dengan baik dan benar. Oleh sebab itu dengan adanya hak pasien maka

inilah sebagai ajang upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien dimana

setiap pasien memiliki hak yaitu mendapatkan keselamatan saat di rawat di

rumah sakit. Keselamatan pasien di rumah sakit sangat penting untuk

meningkatkan kualitas kesehatan pasien itu sendiri.

b. Mendidik Pasien dan Keluarga

Dengan mendidik pasien dan keluarga maka ini menjadi salah satu

langkah upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien. Tugas perawat

yaitu mendidik pasien dan keluarga dan mengingatkan selalu bahwa

keselamatan pasien sangat penting untukM\ meningkatkan derajat kesehatan

pasien itu sendiri. Contohnya yaitu memasang bedsetdrail di tempat tidur

pasien jika keluarga ingin meninggalkan pasien sendiri ataupun istirahat

karena dengan memasang bedsetdrail pasien tidak akan jatuh dari tempat

tidur saat sedang istirahat karena dengan upaya tersebut dapat

meningkatkan keselamatan pasien.

c. Keselamatan Pasien dalam Kesinambungan Pelayanan

Keselamatan pasien merupakan kualitas dari pelayanan yang di dapat

oleh perawat itu sendiri. Jika perawat tidak meningatkan keselamatan

kepada pasien maka akan banyak sekali pasien yang tidak


mendapatkankeselamatan saat di rawat di rumah sakit. Oleh sebab itu peran

perawat sangat penting dalam upaya peningkatan keselamatan pasien. Jika

banyak pasien yang celaka maka akan semakin buruk juga pelayanan

tersebut dan nama dari perawat tersebut akan buruk begitu juga dengan

rumah sakitnya. Oleh sebab itu, setiap perawat bekerja samadalam upaya

peningkatan keselamatan pasien akan kualitas pelayanan dan rumah sakit

itu sendiri tetap baik dan terjaga.

d. Penggunaan Metode Peningkatan Keselamatan Pasien

Ada banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk meningkatkan

keselamatan pasien. Contohnya penggunaan gelang yang bisa di tulisan

sebuah tulisan: (NURSING AND PATIENT SAFETY) dimana gelang

tersebut dipakai untuk perawat yang tujuannya ketika melihat tulisan di

gelang tersebut perawat selalu teringat tentang keselamatan pasien. Dan ada

metode yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keselamatan pasien yaitu

bisa setiap kamar diberi atau di tempelkan sebuah tulisan dimana tulisan

tersebut mengingatkan bahwa keselamatan pasien untuk untuk dirinya

sendiri itu sangat penting.

e. Meningkatkan Keselamatan Pasien


Setiap manusia harus memiliki peran kepemimpinan yang tepat dalam

menjalankan kehidupannya. Begitu juga dengan perawat harus mempunya

peran kepemimpinan dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien karena

jika perawat memiliki rasa kepimpinan yang tinggi dalam upaya


peningkatan keselamatan pasien maka akan terciptalah sebuah keselamatan

pasien tersebut dengan tepat.

f. Mendidik Perawat tentang Keselamatan Pasien

Semua perawat harus memiliki rasa kekeluargaan, kerjasama yang inggi


antara perawat yang lain. Karena jika dengan kerjasama yang baik untu
meningkatkan keselamatan pasien maka akan terciptalah sebuah upaya
keselamatan pasien yang tinggi.

g. Komunikasi merupakan kunci bagi Perawat untuk Mencapai Keselamatan

Pasien

Malu bertanya sesat dijalan, seperti itulah pepatah mengatakan bahwa jika
kita tidak mau bertanya atau berkomunikasi maka akan bisa tersesat. Begitu
juga dalam memberikan asuhan keperawatan dan penerima asuhan
keperawatan. Semakin tinggi tingkat komunikasi yang baik maka akan
terciptalah asuhan keperawatan yang baik pula. Disini tugas perawat
yaituberkomunikasi dengan baik dalam memberikan asuhan keperawatan
terutama untuk keselamatan pasien, perawat selalu mengingatkan kepada
pasien bahwa sangat penting sekali peningkatan keselamatan tersebut untuk
dirinya sendiri. Jika tingkat komunikasi perawat yang baik maka akan
terciptalah sebuah suasana asuhan keperawatan yang baik terutama dalam
keselamatan pasien akan tercipta dengan baik pula.

J. Pemenuhan kebutuhan keamanan diklinik gigi


a. Ruang klinik
1. Membersihkan dan mensterilkan ruangan klinik. Hal ini dilakukan agar
klien aman dari kontaminasi bakteri, darah atau saliva yang dapat
menimbulkan penyakit.
2. Membuka ventilasi jendela. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa
aman dan nyaman kepada klien agar udara yang didalam ruangan klinik
pertukaran dengan udara luar.
3. Letak kompresor. Letak kompresor seharusnya diletakkan di suatu
ruangan khusus agar tidak menimbulkan suara yang dapat menggangu
kenyamanan klien.
4. Tata letak alat dan bahan. Tata letak alat dan bahan juga berpenganih
terhadap kebutuhan rasa aman dan nyaman, seharusnya alat dan bahan
diletakkan rapi diatas meja instrument, alar dan bahan yang diletakkan
hanya alat dan bahan yang akan digunakan sewaktu perawatan. agar
menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi klien.
5. Kebersihan peralatan di klinik. Kebersihan peralatan di klinik harus perlu
diperhatikan seperti air kumur-kumur dil. Agar klien aman dan nyaman
dari kontaminasi bakteri, darah dan saliva yang dapat menimbulkan
penyakit bagi klien.

b. sebelum perawatan
1. Pertama temui pasien yang ada diruang tunggu, dengan ramah tamah dan
murah senyum, kemudian ajaklah berbincang-bincang sebentar mengenai
seputar masalah gigi, atau yang dialami pasien pada saat ini.
2. Selanjutnya antarkan pasien ke ruang perawatan, dan bantulah pasien
membukakan pintu karena selain aman bagi pasien hal tersebut dapat
membuat nyaman pasien, kemudian bantu pasien untuk duduk dengan
nyaman di dental unit cara duduknya dan bersandarnya yang benar.
3. Selanjutnya pasangkan slaber ke pasien yang sebelumnya kita tanyakan
terlebih dahulu apakah pasien ingin memasangnya sendiri, kalau tidak
bantu pasien untuk memasangkannya agar pasien merasa nyaman dengan
hal seperti ini.
4. Untuk mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya dirasakan, operator
haruslah berpintar-pintar untuk mengajak ngobrol pasien, tentunya dengan
cara yang sopan santun dan operator harus fokus pada pembicaraan agar
pasien tidak merasa canggung lagi.

c. Tahap Perawatan
1. Pertama persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, disini operator
harus menyiapkan alat seperlunya saja karena dengan dengan begitu
pasien merasa nyaman dengan tidak banyaknya melih alat, dan operator
menjelaskan juga alat tersebut digunakan buat apa saja
2. Selanjutnya pada saat mengidentifikasi masalah pasien yang sebelumnya
sudah ditanyakan langsung kepada pasien, pada saat melakukan penetesan
disclosing operator harus menjelaskan terlebih dahulu apa itu disclosing.
fungsinya untuk apa, cara kerjanya bagaimana dan efek sampingnya di
jelaskan kepada pasien
3. Selanjutnya periksa kondisi gigi pasien dengan melihat plak dan karang
giginya, kemudian antarkan pasien untuk melakukan menyikat giginya.
disitu operator harus memberikan cara menyikat gigi yang baik tentunya
dengan meminta maaf dulu karena terkadang hal ini terkadang membuat
pasien tersinggung
4. Selanjutnya pada saat melakukan diagnosa masalah pasien pada saat
memeriksakan gigi pasien, operator haruslah berhati-hari dalam
menggunakan alat agar pasien tidak mendapatkan luka dari kecerobohan
kita.
5. Apabila ada pasien yang ingin dilakukan scaling, jelaskan terlebih dahulu
alat-alat yang akan digunakan dan resiko-resiko saat scaling dilaksanakan,
dan operator tidak boleh membiarkan mulut pasien terbuka terlalu lama
karena akan mengakibatkan pasien kurang nyaman.
6. Selanjutnya setelah selesai benkan antiseptik agar tidak terjadi infeksi dan
iritasi, dan untuk memberikan kenyamanan beri tahu pasien bahwa
perawatannya telah selesai dan pasien diminta untuk melihat hasilnya.
d. Setelah Perawatan
1. Setelah perawatan selesai, kembalikan posisi duduk pasien ke posisi
duduk yang semula agar tidak merasa pegal pada bagian leher dan
punggungnya.
2. Selanjutnya bantulah pasien untuk membukakan slabemya, dan jangan
lupa menanyakan kembali apakah pasien tersebut ingin melepaskan
sendiri atau dibantu oleh operator tersebut, tetapi sebaiknya untuk
memberikan rasa nyaman operator membantu membukakan slaber
3. Selanjutnya jelaskan kepada pasien apabila ada tindakan yang harus
dilakukan kembali untuk menyelesaikan perawatan tersebut dan buatlah
waktu yang di janjikan sesuai kesepakatan bersama.
4. Berikan intruksi kepada pasien untuk memelihara giginya seperti dengan
menggosok gigi yang benar dan waktu yang tepat, dan disarankan untuk
berkunjung minimal 6 bulan sekali untuk mencegah gigi semakin parah
karena tidaknya dilakukannya perawatan.
5. Antarkan pasien sampai keluar tempat praktek dengan membukakan
pintu, dan ucapkan rasa terimakasih atas kunjungannya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan akan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri sendiri
dari bahaya fisik, ancaman terhadap keselamatan seseorang yaitu ancaman
mekanis, kimiawi maupun bakteriologis. Kebutuhan rasa aman terkait terhadap
hubungan interpersonal dan konteks fisiologis. Klasifikasi kebutuhan
keselamatan atau keamanan : keselamatan fisik dan keselamatan psikologis.
Peran tenaga kesehatan gigi dan mulut dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman
bagi pasien: berperan dalam memastikan ruangan klinik, dan alat- alat yang
digunakan dalam keadaan steril serta tenaga kesehatan berperan dalam
pemenuhan rasa aman pasien dengan menjelaskan segala prosedur yang akan
dilakukan kepada pasien, sehingga pasien merasa siap dan aman.
Keselamatan pasien atau patient safety merupakan suatu pengetahuan yang
relatif baru dan terintegrasi ke dalam semua bidang kesehatan. Keselamatan
pasien atau patient safety menurut peraturan menteri kesehatan no. 1691 tahun
2011 adalah sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan.

B. Saran
Dengan selesainya makalah kebutuhan dasar manusia mengenai keamanan
pasien sebaiknya kita lebih memahami mengenai apa saja pengertian keamanan,
klasifikasi kebutuhan keamanan, peran tenaga kesehatan, resiko keamanan dan
cara meningkatkan keamanan bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Lugito, M., 2013, Kontrol Infeksi Dan Keselamatan Kerja Dalam PraktekKedokteran
Gigi, Jurnal PDGI, 62(1), hal.24.

Mettes, T., Bruers, J., van der Sanden, W., dan Wensing, M., 2013, Patient Safety In
Dental Care: A Challenging Quality Issue? An Exploratory Cohort Study, Acta
Odontologica Scandinavica, 71(6), hal.1588-1593.

Fredy, Mardiyanto, dkk. 2019. Dasar-Dasar Keselamatan Pasien pada Praktik Dokter
Gigi. Jawa Timur: Universitas Brawijaya Pres Potter & Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC. Kemenkes RI, 2016, Kebutuhan
DasarManusia 1, BPPSDM, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai