2. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor
dan minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah
secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup
sampai dewasa.
3. Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila
kedua orang tua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-
anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan
menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia
mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya
dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila
penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup
sampai 5-6 tahun (Hockenberry & Wilson, 2009).
Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia
hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah
reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang
amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia (Hockenberry &
Wilson, 2009).
C. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala Thalasemia sangat bervariasi tergantung pada jenis dan
tingkat keparahannya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dapat
memberikan beberapa petunjuk untuk diagnosis atau pemeriksaan lanjutan yang
dibutuhkan.
Tanda dan gejala yang sering muncul antara lain:
1. Kulit
Kulit dapat menunjukkan pucat karena anemia dan ikterus karena
hiperbilirubinemia akibat hemolisis intravaskular.
Pasien biasanya melaporkan kelelahan karena anemia sebagai gejala pertama
yang muncul. Pemeriksaan ekstremitas dapat menunjukkan ulserasi. Deposisi
besi kronis akibat transfusi berulang dapat menyebabkan kulit berwarna
perunggu.
2. Muskuloskeletal
Ekspansi hematopoiesis ekstramedular menghasilkan kelainan tulang wajah
dan tulang kerangka lainnya dan penampilan yang dikenal sebagai wajah
chipmunk.
3. Jantung
Deposisi besi pada miosit jantung akibat transfusi kronis dapat mengganggu
irama jantung, dan akibatnya adalah berbagai aritmia. Karena anemia kronis,
gagal jantung juga dapat terjadi.
4. Perut
Hiperbilirubinemia kronis dapat menyebabkan pengendapan batu empedu
bilirubin dan bermanifestasi sebagai nyeri kolik yang khas pada kolelitiasis.
Hepatosplenomegali dapat terjadi akibat deposisi besi kronis dan juga dari
hematopoiesis ekstramedular pada organ-organ ini. Infark limpa atau
autophagy terjadi akibat hemolisis kronis karena pengaturan hematopoiesis
yang buruk.
5. Hati
Keterlibatan hati adalah temuan umum pada thalassemia, terutama karena
transfusi dalam jangka waktu panjang dan terus menerus.
Gagal hati kronis atau sirosis dapat terjadi akibat deposisi besi kronis atau
hepatitis virus terkait transfusi.
6. Tingkat Pertumbuhan Lambat
Anemia dapat menghambat laju pertumbuhan anak, dan thalasemia dapat
menyebabkan keterlambatan pubertas. Perhatian khusus harus difokuskan
pada pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya.
7. Endokrinopati
Kelebihan zat besi dapat menyebabkan pengendapan di berbagai sistem organ
tubuh dan mengakibatkan penurunan fungsi masing-masing sistem.
Pengendapan zat besi di pankreas dapat menyebabkan diabetes melitus, di
kelenjar tiroid atau paratiroid masing-masing dapat menyebabkan
hipotiroidisme dan hipoparatiroidisme.
Deposisi pada persendian menyebabkan artropati kronis. Di otak, zat besi
lebih sering menumpuk di substansia nigra dan bermanifestasi sebagai
penyakit Parkinson dini dan berbagai masalah lainnya.
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain:
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy: dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral
obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan
subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel
kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
I. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalasemia:
1. Komplikasi jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung
yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jan tung. Ada
beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi
jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa
konduki aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter
spesialis jantung. Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat
dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih men yeluruh dan mengonsumsi
obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat
tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
1) Nyeri persendian dan tulang
2) Osteoporosis
3) Kelainan bentuk tulang
4) Resiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah
3. Pembesaran limpa
Pemebesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memilki bentuk tidak nirmak dan berakibat kepda meningaktnya
jumlah darah yang ada dalam limpa, membuat limpah tumbuh lebih beasr.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta
mulai mengahancurkan sel darah yanf sehta. Splenectomy atau operasi
pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah
ini.
4. Komplikasi pada hati
Kerusakan hati akibat terllau bnyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau
penyakit degeneratif kronis di mana sl-sel hti normal menjadi rusak, llau
digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis . oleh karena itu, penderita
infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan
mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan dengan khelasi.
5. Komplikasi pada kelenjar hormon
Sistem hormon diluar oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif
terhadap zat besi. Para penderita thalasemia beta mayor., walaupun telah
melakukan tetapi khelasi, dapat mengalami gangguan system hormon.
Perawatan dengan terapipergantian hormon mungkin diperlukan untuk
mengatasi pertumbuhan dan amsa pubertas yangbterhambat akibat kelenjar
pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar horomn yang
dapat terjadi usai pubertas seperti berikut:
1) Kelenjar tiroid-hipertiroidisme atau hipotiroidisme
2) Pankreas-diabetes
Pemeriksaasn dengn mengukur berat badan dan tinggi badan harus dilakukan
anak-anak penderita thalasemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur
pertumbuhannya.
2. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya saat pengkajian klien tampak pucat, mengeluh badan lemas dan
pusing, sesak nafas. Keluhan lemas bertambah bila klien banyak beraktivitas
yang terlalu capek.
c. Riwayat kesehatan masa lalu:
Ada juga pasien yang sebleumnya sudah terdiagnosa Thalasemia misalnya
sekitar 3 bulan lalu, sebelum terdiagnosa thalasemia secara pasti klien akan
terlihat pucat dan lemes tanpa disertai tanda seperti pendarahan, panas atau
memar memar dan sebagainya. Sehingga harus dibawa atau dirujuk untuk
berobat.
d. Riwayat kesehatan keluarga:
Karena merupakan penyakit menurun, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua menderita thalasemia,
maka anakanya berisiko me nderita thalasemia mayor. Oleh karen itu,
konseling pranikah sebeleumnya perlu dilakukan karena berfungsi mengethaui
adanya penyakit yang mungkin disebabkan oleh keturunan.
e. Riwayat ibu saat hamil
Selama masa kehmailan, hendaknya perlu dikaaji secra mendalam adanya
gfaktor risiko thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor risiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak
seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung
pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar dan tulang dahi terlihat
lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut: kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan
hati (hepatosplemagali)
g. Pertumbuhan fisik: terlalu kecil untuk umumnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak
lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertasi ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya tidak adanya pertumbuhan
rambut pada keiak, pubis atau kumis. Bahkan anak tidak dapat mecapai tahap
adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit : warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak sering mendapat
transfusi darah, maka warnah kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu oenilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehiduoan yang di alaminya. Baik yang
berlangsung actual mapun potensial. Berikut adalah diagnosa keperawatan yang
muncul terhadap situasi yang berkaitan dengan thalasemia:
1. Pola nafas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan
penurunan energi
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
4. Resiko infeksi b.d ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
5. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan b.d prubahan sirkulasi
6. Gangguan tumbuh kembang b.d efek ketidakmampuan fisik
C. Intervensi keperawatan
membaik gelisah
Terpeutik:
1. Lakukan pencegahan
infeksi
2. Hindari pemaikan benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas
atau dingin)
Edukasi:
1. Anjurkan mengcek air
mandi untuk menhindari
kulit terbakar
2. Anjurkan perawatan kulit
yang tepat (mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
D. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan merupakan akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana
dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam mememnuhi kebutuhan
klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evualasi selalu
berkaitan dengan tujuan yaitu pada kompinen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan
fungsi dan tanda gejala yang spesifik.
Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
Hockenberry, MJ., & Wilson, D. 2009. Wong’s esentials of pediatric nursing.Phidelphia:
Mosby Elseiver.
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.SamikWahab. Jakarta : EGC.
Kliegam, Sylvia A dan Wilson, Hoffbrand. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda., & Hardhi, Kusuma. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Yogyakarta: MediaCtionPublishing.
Nursalam. 2007.Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Medika.
Rohmah, Nikmatur & Walid, Saiful. 2018.Dokumentasi Proses Keperawatan.Jember:
Universitas Muhammadiyah Jember.
Samuel, Pola Karta S. 2010.Thalasemia. Medan: MorphostLab E-BookPressSuriadi. 2001.
Keperawatan Medikal Bedal Thalasemia. Jakarta: EGC