Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Thalassemia
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari ). Kerusakan tersebut kerena hemoglobin yang tidak normal
sebagai akibat gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur hb..
Thalassemia merupakan penyakit anemi hemolotik herediter yang diturunkan secara
resesif, secara molekuler dibedakan thalassemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis
dibedakan menjadi thalassemia mayor dan minor.
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital heriditer yang diturunkan secara
autosom berdasarkan kelainan hemoglobin dimana satu atau lebih rantai polopeptida
hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengaibatkan terjadinya anemia
hemolitik.
Secara normal, HbA dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdii dari dua
rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat.
Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini
mengalami denaturasi dan presipitasi dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan
pada membrane sel, yaitu membran sel permabel akibatnya sel darah mudah pecah
sehingga menjadi anemi hemolotik.

2.2 Klasifikasi
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom
16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti
gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi
lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila ia terkena thalasemia.

1
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan
eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.
HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α
sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer
dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat
mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang
(Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga
rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat
berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb
hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts,
sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang
mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional
namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat
dibentuk walaupun hanya sedikit. Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu

2
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
 Lemah
 Pucat
 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan
untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-
anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena
trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi

2.3 Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia
dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit
menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini

3
diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada
kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin
beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.
Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat
thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen
globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua
yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.

Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka


pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama
si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan
ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat
sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.

Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit


keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri
yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua
tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin
mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa


sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut

4
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat


Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah

1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan


2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa
globin

2.4 Manifistasi klinis


Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa
anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak
terdeteksi.
2.  Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan,
setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan,
cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3.  Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang
wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c.   Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.

5
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e.   Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f.   Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha
bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-
kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi
lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi
di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga
mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan
salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3
– 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa
yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan
menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas
dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi
darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.

6
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel
normoblas).
8. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
9. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya
sintetis rantai beta.

2.5 Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada
gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut
berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat
pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat.
Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai
beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak
seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.

7
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi
RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi
RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
(Suriadi, 2001)

Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)

2.6 Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan
kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak
beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung,
dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik
jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi
angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:
 Nyeri persendian dan tulang

8
 Osteoporosis
 Kelainan bentuk tulang
 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang
memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang
ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi
tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa
merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis,
disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan
limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui
dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena
bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa
hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis
di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta
hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus,
sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi.
Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi,
dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian
hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang

9
terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada
kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
 Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak
penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.
Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki
masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

2.7 Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1) Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi
dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar
intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga
diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2) Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3) Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.         Pada
bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.
Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
4) Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur),
5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :

10
1) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr
%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun
dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang
berakibat perdarahan cukup besar.
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis
yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah
berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan
karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a) Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi
tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras
sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati,
penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal
jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering
disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b) Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-
organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara
penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar
endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat,
tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai
keturunan.
c) Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
d) Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25%
anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.

11
a. Pencegahan Primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk
mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran
kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier,
sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman
dkk, 1996).

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran
yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis

12
(Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH
x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2
2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus
bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb

13
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis thalassemia. Molecular


diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe thalassemia ,malah dapat juga
menentukan mutasi yang berlaku.

2.9 Dampak Thalasemia

Dari penelitian didapatkan beban psikososial untuk anak dan remaja dengan
thalassemia beta mayor meliputi: Pendidikan :

- 62% penderita thalassemia beta mayor dan 43% penderita thalassemia


intermedia, mengatakan pendidikan mereka terpengaruh oleh penyakit, terutama
karena harus absen dari sekolah (rata-rata absen 1 hari Æ 1 minggu/ bulan)
- Olahraga : aktivitas olahraga terpengaruh pada 86% pasien thalassemia beta
mayor dan pada 62% pasien thalassemia intermedia
- Penyesuaian diri keluarga dan isolasi sosial : dalam keluarga dapat terjadi
conspiracy of silence (setiap anggota keluarga mengetahui penyakitnya dan
mengalami beban, tetapi tidak ada yang berbicara terbuka tentang hal ini dalam
keluarga).Hal ini menyebabkan anak tidak dapat mendiskusikan perasaan dan
kecemasannya tentang penyakit dan menyebabkan isolasi sosial
- Kesan diri (self image) : anak dengan thalassemia beta mayor mempunyai kesan
diri yang rendah cenderung untuk sedih, merasa tidak yakin, mengasihani diri
sendiri, dan cemas bila orang lain tidak menyukainya dan menolaknya karena
mereka sakit.
- Penyakit psikiatrik : penderita thalassemia beta mayor mempunyai insiden
gangguan psikiatrik yang tinggi seperti kecemasan dan depresi

Sedangkan beban psikososial untuk orang tua thalassemia beta mayor meliputi :

- Pekerjaan : beban keuangan meningkat, dan orang tua tidak dapat bekerja dengan
baik karena cemas harus sering mengantar anak kerumah sakit. Koordinasi tim

14
kerja diantara berbagai profesi dan keluarga serta koordinasi perawatan penting
untuk melayani anak dengan penyakit kronis secara efektif.

Pendidikan orang tua dan anak mengenai proses penyakit, penanganannya,


komplikasinya, dan keterlibatan perkembangannya merupakan bagian utama upaya
terapeutik. Komunikasi dengan keluarga sangat penting. Keluarga membutuhkan
informasi jelas dengan rincian yang dapat mereka pahami serta informasi mengenai
aspek positif maupun negatif anak

2.10 Asuhan Keperawatan Pada Thalassemia


1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)
seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak
juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas

15
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang
tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
7.  Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
(Nurarif,2013)

2. Analisa data

16
N DATA PATOFISIOLOGI MASALAH
O
1. DS : Kelainan genetik Ketidakefektifan perfusi
 Klien mengatakan jaringan perifer
Produksi rantai alfa dan
badannya lemah beta Hb berkurang
 Klien mengatakan
mudah lelah jika Kelainan pada eritrosit
beraktivitas
 Klien mengatakan Pengikatan O2 berkurang
dingin pada
ekstremitas Kompensator pada rantai
α

Rantai β produksi terus


DO : menerus

 Anemia
 Sianosis Hb defectif

 CRT > 3 detik Ketidakseimbangan


polipeptida
 Pucat
 Hb 7
Eritrosit tidak stabil
 Ekstremitas dingin
 Tanda-tanda vital
Hemolisis
TD : 90/70
Suhu : 350C
Suplai O2 menurun
Nadi : 40 x/i
RR : 12 x/i
Ketidakseimbangan suplai
O2 dengan Kebutuhan

Hipoksia

Ketidakseimbangan suplai
O2 kejaringan perifer

Ketidakefektifan Perfusi
jaringan Perifer

17
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan nutrisi
 Klien mengatakan kurang dari kebutuhan
tidak nafsu makan tubuh
Kelelahan
 Klien mengatakan
badannya lemas Inteloransi aktivitas

DO : Malas makan

 Penurunan berat
badan, sebelum sakit : Intake nutrisi menurun

25 Kg, saat sakit : 15


Kg Ketidakseimbangan nutrisi
 Perut membuncit kurang dari kebutuhan
tubuh
 Membran mukosa
pucat
 Tonus otot menurun
3. DS : Eritrosit tidak stabil Keterlambatan
 Klien mengatakan pertumbuhan dan
badannya lemas perkembangan
Hemolisis
 Klien mengatakan
tidak bisa beraktivitas Anemia berat
karena nyeri

Transfusi darah berulang


DO :
 Anemia Hemosiderosis
 Anak melakukan
transfusi darah Penumpukan Besi
berulang
 Perkembangan tidak
Endoktrin
sesuai umur
 Penumpukan zat besi
Tumbuh kembang terganggu
 Lemah
 Tampak pucat Keterlambatan
pertumbuhan dan
 Tidak bersemangat perkembangan

18
3. Nursing Care Plan

No DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda- Monitor tanda-tanda vital
perfusi jaringan asuhan keperawatan selama tanda vital 1. Monitor tekanan
perifer 2 x 24 jam diharapkan klien  Terapi oksigen darah,nadi,suhu
berhubungan tidak merasa lemas dan  Peripheral dan pernafasan
dengan ekstremitas normal serta sensation 2. Catat adanya
ketidakseimbanga bisa beraktivitas seperti management fluktasi tekanan
n suplai oksigen biasa dan tand-tanda vital  darah
dengan kebutuhan dalam batas normal 3. Monitor adanya
tanda-tanda
Kriteria Hasil : hipotermi
1. Mendemontrasikan status 4. Monitor kualitas
sirkulasi yang ditandai nadi
dengan 5. Monitor
 Tekanan systole dan kuat/lemahnya
diastole dalam rentang tekanan nadi
yang diharapkan 6. Monitor irama dan
 Tidak ada ortostatik frekuensi jantung
hipertensi 7. Monitor bunyi
 Tidak ada tanda-tanda jantung
peningkatan 8. Monitor frekuensi
intrakranial ( tidak dan irama nafas
lebih dari 15 mmHg) 9. Monitor suara
2. Mendemonstrasikan paru-paru
kemampuan kognitif 10. monitor adanya
yang ditandai dengan abnormalitas pola

 Berkomunikasi dengan nafas

jelas dan sesuai 11. monitor

kemampuan suhu,warna dan

 Menunjukkan kelembaban kulit

perhatian, konsentrasi 12. identifikasi faktor

19
dan orientasi penyebab
 Memproses informasi perubahan tanda-
 Membuat keputusan tanda vital.
dengan benar
3. Menunjukkan fungsi Manajemen sensasi perifer
sensori motori cranial 1. monitor
yang utuh : tingkat adanya daerah
kesadaran membaik , tertentu yang
tidak ada gerakan hanya peka
involunter terhadap
panas/dingin/tajam
/tumpul
2. monitor
adanya paretase
3. instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
4. diskusikan
mengenai
perubahan sensasi

Terapi oksigen
1. Jaga kepatenan
jalan nafas
2. Sediakan peralatan
oksigen,system
humidifikasi
3. Pantau aliran
oksigen
4. Pantau posisi
peralatan yang
menyalurkan
20
oksigen pada
pasien
5. Pantau jumlah
oksigen secara
teratur sesuai
indikasi
6. Pantau tanda-tanda
keracunan oksigen
atau terjadi
hipoventilasi yang
dipengaruhi
oksigen
7. Pantau kecemasan
pasien terhadap
pemasangan
oksigen
8. Cek oksigen secara
teratur untuk
meyakinkan bahwa
konsentrasi oksigen
yang dianjurkan
sudah megalir
9. Hentikan
pemberian okisgen
jika pasien sudah
tidak mengalami
sesak nafas
2. Ketidakseimbangase setelah dilakukan tindakan  Manajemen Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang keperawatan selama 1 x 24 nutrisi 1. Kaji adanya
dari kebutuhan jam diharapkan nafsu  Monitor nutrisi alergi makanan
tubuh makan klien meningkat dan 2. Kolaborasi
berhubungan berat badan sesuai dengan dengan ahli gizi untuk
dengan anoreksia tinggi badan. menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang

21
Kritria hasil dibutuhkan pasien
1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan
berat badan pasien untuk
2. Bebrat badan ideal meningkatkan intake
sesuai tinggi badan Fe
3. Mampu 4. Anjurkan
mengidentifikasi untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
4. Tidak ada tanda-tanda 5. Berikan
malnutrisi substansi gula
5. Menunjukkan 6. Yakinkan
peningkatan fungsi diet yang dimakan
pengecapan dari mengandung tinggi
menelan serat untuk mencegah
6. Tidak terjadi konstipasi
penurunan berat badan 7. Berikan
yang berarti makanan yang terpilih
8. Ajarkan
bagaimana membuat
catatan makanan harian
9. Monitor
jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan
infomasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji
kemampuan pasien
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Monitor nutrisi
1. BB
dalam batas normal
22
2. Mon
itor adanya penurunan
berat badan
3. Mon
itor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Mon
itor lingkungan dan
selera makan
5. Jad
walkan pengobatan dan
tindakan selama tidak
jam makan]
6. Mon
itor turgor kulit
7. Mon
itor kadar albumin,
protein,hb,ht
8. Mon
itor tumbuh kembang
9. Mon
itor pucat,kemerahan
dan kekringan
konjungtiva
3 Keterlambatan setelah dilakukan tindakan  Peningkatan Peningkatan
pertumbuhan dan keperawatan selama 3 x 24 perkembangan perkembangan anak dan
perkembangan jam diharapkan anak dapat anak dan remaja
berhubungan tumbuh normal dan mampu remaja 1. Kaji faktor penyebab
dengan efek berinteraksi dengan  Terapi nutrisi gangguan
ketidakberdayaan lingkungan sekitarnya perkembangan anak
fisik 2. Identifikasi dan
gunakan sumber
pendidikan untuk

23
Kriteria Hasil memfasilitasi
perkembangan anak
1. Anak berfungsi optimal
yang optimal
sesuai tingkatnya
3. Berikan perawatajn
2. Keluarga dan anak
yang konsisten
mampu menggunakan
4. Tingkatkan
koping karena adanya
komunikasi verbal dan
ketidakmampuan
stimulasi takstil
3. Keluarga mapu
5. Berikan instruksi
mendapatkan sumber-
berulang dan sederhana
sumber sarapa
6. Berikan reinforcement
komunitas
positif atas hasil yang
4. Kematangan fisik
dicapai anak
7. Dorong anak
melakukan sosialisasi
dengan kelompok
8. Ciptakan lingkungan
yang aman

Terapi nutrisi
1. Menyelesaikan
penilaian gizi, sesuai
memantau makanan /
cairan tertelan dan
menghituing asupan
kalori harian
2. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi,jumlah jenis
nutrisiyang dibutuhkan
untuk memenuhi
24
persyaratan gizi yang
sesuai
4. Pilih suplemen gizi
yang sesuai

25
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orang tua
kepada anak. Thalassemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan
hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein
dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel
lainnya dalm tubuh.Ada dua jenis thalassemia yaitu alfa dan beta. Kedua jenis
thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama.

3.1 Saran
Thalassemia ini harus sudah di diagnosis sejak dini dan diharapkan kepada
penderita agar peduli terhadap penyakitnya, karena gejala awalnya seperti anemia
biasa maka gejala tersebut jangan diabaikan dan lakukan pengobatan sejak dini serta
konsultasi kepada dokter.

26
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion
Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta :
PT. Fajar Interpratama

27

Anda mungkin juga menyukai