Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan rahmat yang
diberikan, sehingga penulisan makalah berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Intoksikasi Makanan” untuk mata kuliah Keperawatan Kritis 1 sebagai tugas e-learning ini dapat
terselesaikan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang bagaimana konsep
keperawatan pada kegawatan pada kasus intoksikasi atau keracunan makanan serta
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang tepat.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami. Oleh karena itu,
terselesaikannya makalah ini bukan semata-mata karena kemampuan individual belaka, melainkan
karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut,
dengan ketulusan hati disampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Sriyono, Ns.Sp.Kep.M.B
selaku fasilitator. Terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga. Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis masih
sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampuli
Kata Pengantarii
Daftar Isiiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang1
1.2 Tujuan2
1.2.1 Tujuan Umum2
1.2.2 Tujuan Khusus2
1.3 Manfaat3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi4
2.2 Etiologi4
2.3 Manifestasi Klinis6
2.4 Patofisiologi/WOC7
2.5 Pemeriksaan Diagnosis12
2.6 Penatalaksanaan14
2.7 Komplikasi16
2.8 Prognosis16
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus Semu17
3.2 Pengkajian17
3.2.1 Primary Survey17
3.2.2 Secondary Survey17
3.3 Analisa Data18
3.4 Diagnosa Keperawatan19
3.5 Intervensi Keperawatan19
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan23
4.2 Saran23
DAFTAR PUSTAKA24
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan intoksikasi makanan serta
mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mengetahui tentang keperawatan kritis pada klien denagn kasus intoksikasi makanan
dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatannya secara komprehensif.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Makanan adalah sesuatu yang mengandung zat-zat (nutrient) yang digunakan untuk kelangsungan
hidup manusia. Makanan mengandung zat yang dibutuhkan manusia dan secara kontinu dibutuhkan
setiap hari. Berbagai bahaya dapat terjadi berhubungan dengan makanan. Bahaya itu mungkin
karena proses yag terjadi pada makanan itu atau merupakan sifat yang sudah ada atau zat yang
berbahaya dari luar masuk dan mengotori makanan itu. Bahaya yang dapat terjadi dari makanan
adalah keracunan. Racun yang terdapat dalam makanan mungkin merupakan racun alam yang sudah
ada dalam makanan itu yang baik di sengaja atau tidak tercampur dalam makanan. Racun dalam
makanan dapat berasal dari :
1) Racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang mengandung racun yang
pada umumnya sudah di kenal oleh masyarakat, yaitu: singkong yang mengandung HCN, cendawan
dapat mengandung muskarin, biji bengkuang mengandung pakpakrizida, dan jengkol mengandung
asam jengkol.
2) Racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang terkontaminasi oleh insektisida
racun yang berbentuk bubuk di sangka tepung.
3) Racun yang disebabkan karena mikroorganisme yang terdapat pada makanan, misalnya
Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf, Streptococcus, menyebabkan
diarrhea, Trichinella spiralis pada daging sapi dan babi yang sakit.
2.2 Etiologi
Keracunan makanan seringkali disebabkan karena beberapa hal seperti (1) bahan asing
anorganik/organik yang secara sengaja/tidak tercampur pada makanan saat proses pembuatan atau
pengawetan; (2) adanya racun dalam makanan itu, misalnya keracunan ikan, jamur, singkong; (3)
terdapat kuman/parasit dalam makanan, misalnya E. histolisia, Salmonella, dan lain-lain; (4) terdapat
toxin kuman dan makanan, misalnya Cl. botulinum, Staphylococcus toxic, keracunan tempe.
Beberapa tindakan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya keracunan bahan makanan, yaitu:
1) kebersihan pribadi (personal hygiene), mencuci bersih tangan dengan air bersih mengurangi
terjadinya keracunan akibat kontaminasi bahan racun yang terbawa oleh tangan; 2) kebersihan
lingkungan (environmental hygiene), penyimpanan makanan harus diusahakan sedemikian rupa
sehingga tidak dikotori oleh serangga atau binatang. Penyegar udara di ruangan penyimpanan harus
baik untuk mencegah kerusakan makanan; dan 3) pengolahan dan penyajian yang baik dan bersih,
suhu pada saat memasak harus tinggi untuk mematikan kuman tetapi tidak boleh terlalu tinggi
sehingga merusak zat makanan dan mengurangi gizi.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain:
1) Membeli makanan yang sudah terkontaminasi oleh bahan racun. Racun tersebut bisa berasal dari
insektisida tanaman maupun zat warna yang digunakan untuk mewarnai makanan. Sekarang ada
kecenderungan masyarakat membeli bahan makanan yang murah karena pertimbangan ekonomis
tetapi mereka tidak sadar dari bahan apa makanan itu dibuat, misalnya kerupuk, biscuit dengan
warna yang bermacam-macam.
2) Membeli makanan yang sudah busuk dan sudah saatnya dibuang, misalnya tempe bongkrek.
3) Menggunakan zat kimia yang berlebihan dalam proses pembuatan makanan, misalnya pemberian
vetsin yang berlebihan, pemberian zat warna yang berlebihan untuk pembuatan sirup.
4) Tidak teliti dalam membeli makanan yang diawetkan, misalnya makanan dalam kaleng yang sudah
rusak.
5) Tidak menjaga kebersihan dalam mengolah makanan, misalnya mencuci beras yang telah di jamah
tikus dengan tidak bersih, peralatan dapur yang jarang dibersihkan. Dengan demikian keracunan
makanan lebih banyak dipengaruhi oleh ketidak hati-hatian atau kekurang pahaman masyarakat
konsumen produk makanan.
Selain itu etiologi yang muncul pada intoksikasi makanan adalah :
1) Mikroba
a. Escherechia coli pathogen
b. Staphilococus aureus
c. Salmonella
d. Bacillus parahemolyticus
e. Clostridium botulisme
f. Streptokkus
2) Bahan kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b. Organo Sulfat dan Karbonat
3) Toksin
a. Jamur
b. Keracunan singkong
c. Tempe bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang
2.3 Manifestasi Klinis
Kebanyakan makanan poisonings terwujud dalam pertama 2 sampai 6 jam setelah konsumsi
terkontaminasi makanan atau air. Ini disebut periode inkubasinya dan mungkin lebih lama atau
pendek tergantung pada penyebab infeksi.
Gejala umum keracunan makanan meliputi :
1) Sakit perut dan sakit
2) Mual dan muntah
3) Sakit kepala
4) Kelemahan yang mungkin parah atau bahkan menyebabkan kelumpuhan
5) Diare-mungkin berair dan berlebihan atau mungkin berdarah
6) Demam dengan menggigil
7) Nyeri otot
Gejala yang paling menonjol muncul dalam kasus keracunan makanan meliputi :
1) Kelainan visus
2) Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
3) Gangguan saluran pencernaan
4) Kesukaran bernafas
5) Keracunan ringan
6) Anoreksia
7) Nyeri kepala
8) Rasa lemah
9) Rasa takut
10) Tremor
2.4 Patofisiologi/WOC
Istilah keracunan makanan (Food poisonig/Food intoxication) sebaiknya jangan dicampuradukkan
dengan foodborne disease/illness. Meskipun keduanya ditularkan lewat makanan, istilah terakhir ini
mengacu pada semua mikroorganisme (bakteri, virus, dan parasit) tanpa mempedulikan mampu
tidaknya mikroba tersebut menghasilkan racun. Selain itu, keracunan makanan hanya berkaitan
dengan makanan yang secara alami telah mengandung racun atau telah tercemar oleh jasad renik
penghasil racun.
Dalam praktiknya, foodborne illness dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fooborne infections,
foodborne toxicoinfections, dan foodborne intoxications. Foodborne infections terjadi bila jasad
renik patogen terkonsumsi dan kemudian menetap di dalam tubuh. Biasanya, jasad renik ini
memperbanyak diri di dalam saluran cerna sambil mengiritasi dinding saluran cerna, bahkan
terkadang mengivasi jaringan. Contoh jasad renik patogen golongan tersebut adalah Listeria,
Salmonella, dan Campylobacter. Akan tetapi, tidak semua Salmonella menimbulkan infeksi,
sebagian varian Salmonella lain ternyata mampu menghasilkan racun sehingga berperan sebagai
penyebab keracunan makanan.
Foodborne toxicoinfections terjadi jika jasad renik yang terkonsumsi mampu menghasilkan racun
sambil bereproduksi di dalam saluran cerna. Artinya, bukan hanya jasad renik yang membahayakan,
melainkan racun yang dihasilkannya. Clostridium perfringers and E. Coli O157:H7 adalah sebagian
dari golongan ini. Foodborne intoxications terjadi akibat mengonsumsi makanan yang telah
mengandung racun. Racun ini terlepas selama pertumbuhan bakteri (enterotoksin). Penyakit yang
dilatarbelakangi oleh toksin ini biasanya cepat bermanifestasi (lihat gambar 2.1 “Klasifikasi Penyebab
Foodborne Disease”).
Zat beracun dapat berupa zat kimia yang berbahaya atau tidak berbahaya dalam jumlah kecil, tetapi
sangat beracun dalam jumlah besar. Zat berbahaya tersebut menyelinap, selanjutnya masuk ke
dalam tubuh manusia, tumbuhan, atau binatang tanpa disengaja mulai dari saat bertunas, masa
pemupukan, pemrosesan, atau akumulasi selama penyimpanan di dalam kemasan logam. Jasad
renik dapat pula menyelinap ke dalam makanan melalui daging binatang yang terinfeksi,
pemrosesan bahan pangan, atau lingkungan tempat bahan tersebut diolah. Sewaktu jasad renik
berada di dalam makanan, organisme tersebut tidak hanya berkembang biak, tetapi juga
menghasilkan racun. Dalam waktu singkat, bahan beracun dalam makanan tersebut mampu
menimbulkan penyakit, terutama yang mengganggu saluran cerna. Berdasarkan kecepatan
timbulnya penyakit, peristiwa tersebut disebut keracunan makanan. Karena gangguan utama
terpusat di saluran cerna, penyakit ini disebut gastroenteritis.
1) Masa inkubasi singkat (1 hari, biasanya kurang dari 16 jam)
Keracunan makanan dengan masa inkubasi yang sangat singkat pada umumnya dilatarbelakangi oleh
bahan kimia dan bakteri penghasil toksin. Timbulnya rasa mual yang berlanjut menjadi muntah dan
kram perut sekitar 1-2 jam setelah makan, biasanya mengarah pada keracunan logam, toksin yang
berasal dari ikan (ciguatera dan skombroid), kerang beracun, MSG atau jamur. Bahan toksik pada
kerang dan ciguatera berasal dari dinoflagella yang termakan dan menetap di dalam jasad ikan dan
kerang tersebut.
Bakteri S. Aureus dan B. Cereus (tipe emetik) biasanya menyebabkan sindrom muntah, yang muncul
1-6 jam setelah makan. Jenis toksin emetik yang dimiliki oleh B. Cereus adalah preformed bebat-
stable toxin, yang dihasilkan ketika spora mengalami perkecambahan (germinasi), sedangkan toksin
S. Aureus berupa preformed enterotoxins A-E. Sayangnya, sindrom muntah yang disebabkan oleh
kedua bakteri ini tidak dapat dibedakan satu sama lain.
Diare yang timbul sekitar 8-16 jam setelah makan biasanya disebakan oleh Clostridium perfringens
tipe A dan B cereus (tipe diare). Diare dengan kram perut yang sering disebabkan oleh Cl.
Perfringens tipe A, biasanya terjadi 1 hari setelah mengonsumsi daging masak yang disimpan di
lingkungan bertemperatur 15-60 C. Pendinginan yang berlangsung lambat memungkinkan spora
berkecambah dan mengeluarkan enterotoksin.
2) Masa inkubasi sedang (1-3 hari)
Salmonella (nontyphidal salmonellosis maupun typhoidal), EIEC, ETEC, Vibrio parahaemolyticus, dan
Campylobacter jejuni adalah sebagian contoh kelompok ini. Gejala tidak jarang muncul sebelum satu
hari (rata-rata 12 jam). Gejala berupa kram perut, diare (terkadang berdarah dan berlendir), dan
muntah. Pada kasus yang lebih berat, dapat timbul sakit kepala, demam, menggigil. Kelemahan yang
parah tidak jarang menyertai. Clostridium botulinum juga tergolong dalam kelompok ini, dengan
masa inkubasi 18-36 jam (1 hingga 3 hari), dan dapat (meskipun kecil) menimbulkan diare (5 %
pasien) maupun konstipasi.
Tampilan gejala sangat bergantung pada organ yang terkena (usus kecil atau besar) dan jasad renik
patogen yang terlibat. Demam yang disertai diare berdarah-lendir, kram, atau tenesmus
mencerminkan bahwa usus besar telaah diinvasi oleh jasad renik patogen. Jasad renik patogen
tersebut, khususnya yang menginvasi usus besar, menyekresi enterotoksin.
Selain itu, masa inkubasi yang berdurasi sedang ini juga dapat disebabkan oleh Clostridium
botulinum, yang menimbulkan gejala mual, muntah, dan gejala kerusakan saraf otonom. Diare hanya
dialami oleh sekitar 5% pasien, sementara konstipasi dialami oleh lebih banyak penderita. Bayi yang
mengalami botulisme mengalami kelemahan otot, yang timbul sebagai tangisan melemah, kesulitan
mengisap (puting susu, atau dot) dan menelan, serta gagal napas. Bayi dapat mengalami hipotonia
pada pemeriksaan fisik, meskipun tetap sadar.
3) Masa inkubasi lama (3-5 hari)
Rasa nyeri di perut (derajat ringan-sedang), malaise, demam sesaat, dan diikuti oleh diare cair
merupakan gejala khas. Diare berdarah yang sering kali terjadi 3-4 hari setelahnya, menandakan
perburukan penyakit. Bila kondisi ini (diare berdarah) tak ditangani, HUS (hemolytic uremic
syndrome) akan terjadi sekitar 5-13 hari kemudian.
4) Masa inkubasi yang sangat lama (1-4 minggu)
Bakteri dengan masa inkubasi yang sangat lama meliputi Listeria monocytogenes dan Brucella
militansi. Organisme lain dengan masa inkubasi yang sangat lama adalah golongan virus (hepatitis A),
protozoa (toksoplasmosis), dan parasit (antara lain giardiasis, amebiasis, dan kriptosporidiosis). Diare
yang disebabkan oleh listeriosis sesungguhnya berinkubasi dalam waktu kurang dari 48 jam, tetapi
penyebaran sistemiknya baru terjadi beberapa minggu kemudian.
Makanan yang hampir selalu terkait dengan keracunan makanan, antara lain telur setengah matang
(enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri), keluarga kerang, jamur liar, ikan laut, masakan Cina
(keracunan akibat MSG), daging hewan (setengah matang atau hasil buruan), usus segar, keju, es
krim, makanan kaleng, makanan yang disimpan dalam wajan berkarat (tercemar oleh seng, timah
atau kadmium), dan buah segar (kemungkinan tercemar oleh pestisida). Selain itu, tidak sedikit pula
kegiatan yang memudahkan terjadinya keracunan. Contoh kegiatan tersebut, antara lain pertanian
dan perkebunan, kontak dengan hewan peliharaan, kegiatan di panti (terutama tempat penitipan
anak, dan panti jompo), piknik (terutama di daerah pantai), perkemahan dan pesta.
10
Mensekresi enterotoksin
- Nausea
- muntah
- diare 5% dan yang lainnya kontipasi
Keracunan Makanan
Kram perut
- kram
- tenesmus
MK : Nyeri
MK : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
MK : Nyeri
Foodborne infections
(ex: Listeria, Salmonella, dan Campylobacter)
Foodborne toxicoinfection
(ex: Clostridium perfringers dan E. Coli)
Foodborne intoxication
(ex: makanan yang sudah mengandung racun (enterotoksin)
Memperbanyak diri pada saluran cerna
Menginvasi saluran cerna
2.6 Penatalaksanaan
Pertolongan pertama pada kasus keracunan makanan diantaranya:
1) Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-banyaknya atau diberi susu yang
telah dicampur dengan telur mentah.
2) Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3 kali berturut-turut
dalam setia jamnya.
3) Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan garam dapat menjadi
alternatif jika norit tidak tersedia.
4) Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan dengan cara memasukan jari
pada kerongkongan leher dan posisi badan lebih tinggi dari kepala untuk memudahkan kontraksi
5) Apabila penderita dalam keadaan p[ingsan, bawa egera ke rumah sakit atau dokter terdekat untuk
mendapatkan perawatan intensif.
Langkah penatalaksanaan pada keracunan makanan sebagai berikut :
1) Tindakan Emergency
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan harus diperlakukan seperti
keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan
napas, sirkulasi,dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
a. Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
b. Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan
tidak adekuat.
c. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2) Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab
keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan. Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa
pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan,ialah :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang digunakan, termasuk yang sering
dipakai.
b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang obat yang digunakan.
c. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan toksikologi
d. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi autonom yaitu
pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil, keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian
sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage
), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung
atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak
kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4
– 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan
dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4) Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi
(muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12
jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat
menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada keracunan makanan bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka dapat terjadi sebagai berikut :
1) Kejang
2) Koma
3) Henti jantung
4) Henti napas
5) Syok
2.8 Prognosis
Kasus yang ringan tidak membutuhkan terapi selain anjuran rehidrasi oral. Kasus yang lebih berat
mungkin perlu mendapat cairan intravena. Indikasi pemberian antibiotik adalah septikemia (yaitu
demam, kultur darah positif). Siprofloksasin adalah antibiotik ini pertama yang baik, aktif terhadap
bakteri pathogen umum (Salmonella, Shigella, dan Campylobacter spp.). Gejala persisten
membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Penyebab tersering di antaranya adalah
hipolaktasia sekunder, patologi pada saluran pencernaan yang mendasari (kolitis, penyakit seliaka),
dan gangguan usus pascainfeksi.
16
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.2 Pengkajian
3.2.1 Primary Survey
a. Airway: jalan nafas tidak paten, suara nafas snoring
b. Breathing: gerakan dada simetris, irama nafas cepat, pola nafas tidak teratur, dan pasien
mengalami sesak nafas.
c. Circulation: nadi radialis teraba, sianosis, CRT >2dtk
d. Disability: Respon Alert, kesadaran compos mentis, GCS: 456
e. Exposure: -
3.2.2 Secondary Survey
1) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Pasien mengeluh mules, sakit perut, muntah, diare, dan pusing
b. Riwayat kesehatan sekarang: Anak X berusia 10 tahun, setelah makan jajanan mengeluh mules
dan sakit perut kemudian diberi minyak kayu putih tapi tidak ada perubahan, anak X muntah disertai
diare, pusing, dan selang beberapa saat anak X tidak sadarkan diri, saat dibawa ke RS sempat
menglami kejang.
c. Riwayat kesehatan dahulu: Anak X tidak pernah mengalami keracunan sebelumnya, anak X tidak
ada riwayat alergi.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Kesadaran menurun
TTV : TD : 130/90 Nadi : 100x/menit Suhu : 36oc RR : 26x/menit
b. Pernafasan: Nafas tidak teratur, RR : 26x/menit
c. Kardiovaskuler : Hipertensi, nadi aritmia, TD :130/90 Nadi : 100x/menit
d. Persarafan: Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan, paralise.
e. Gastrointestinal : Muntah, diare
f. Integumen: kulit berkeringat
g. Muskuloskeletal : Kelelahan, kelemahan
h. Integritas Ego : Gelisah, pucat
i. Eliminasi : Diare
j. Selaputlendir : Hipersaliva
k. Sensori : Mata mengecil/membesar, pupil miosis.
3.3 Analisa Data
No
Data
Etiologi
MasalahKeperawatan
1.
Ds : ibu mengatakan anaknya mengeluh mules dan sakit perut,muntah, diare
Do : Diare tanpa disadari bau khas, warna hijau, feses cair.
Intoksikasi makanan
Iritasi pada gastrointestinal
Muntah, Diare
Edema bronkus
Iritasi GIT
Anoreksia
Iritasi ke miokard
Kekurangan O2
Intervensi Keperawatan :
No
Intervensi Keperawatan
Rasional
1
Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital
Data yang didapat berguna untuk menentukan perubahan perfusi
2
Kaji daerah ekstremitas dingin, lembab, dan sianosis
Ekstremitas yang dingin, sianosis menunjukkan penurunan perfusi jaringan
3
Berikan kenyamanan dan istirahat
Kenyamanan fisik memperbaiki kesejahteraan pasien dan istirahat mengurangi konsumsi oksigen
4
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti dotum
Obat antidotum (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan racun.
21
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Racun yang terdapat dalam makanan mungkin merupakan racun alam yang sudah ada dalam
makanan itu yang baik di sengaja atau tidak tercampur dalam makanan, dapat berupa racun alami
yang berasal dari makanan itu sendiri, racun yang berasal dari luar makanan misal makanan
terkontaminasi pestisida, dan racun yang disebabkan karena mikroorganisme. Gejala umum
keracunan makanan yang terjadi meliputi : sakit perut, mual dan muntah, sakit kepala, kelemahan
yang mungkin parah atau bahkan menyebabkan kelumpuhan, diare-mungkin berair dan berlebihan
atau mungkin berdarah, demam dengan menggigil, dan nyeri otot. Masa inkubasi dari pathogen
sebagai penyebab keracunan makanan terdiri dari masa inkubasi singkat (1 hari, biasanya kurang
dari 16 jam) masa inkubasi sedang (1-3 hari), masa inkubasi lama (3-5 hari), dan masa inkubasi yang
sangat lama (1-4 minggu).
Langkah penatalaksanaan pada keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1)
tindakan emergency, meliputi airway, breathing, dan circulation, 2) identifikasi penyebab keracunan
melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, 3) dilakukan eliminasi dengan tindaka emesis untuk
merangsang penderita supaya bisa muntah, dan 4) pemberian anti dotum (penawar racun).
Komplikasi yang dapat terjadi pada keracunan makanan bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka dapat terjadi sebagai berikut : kejang, koma, henti jantung, henti napas, dan syok. Masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada kasus intoksikasi/keracunan makanan adalah defisit
volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan perfusi jaringan, dan pola
napas inefektif.
4.2 Saran
Diharapkan dengan penulisan makalah ini, mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus intoksikasi makanan secara komprehensif, sehingga
bisa meningkatkan kualitas hidup pasien.
23
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2009. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC
Laksmomono Pratiknjo. 2007. Keracunan Makanan Merupakan Salah Satu Indikator Lemahnya
Kontrol Pemerintah dan Masyarakat terhadap Produk Makanan yang Beredar dalam Jurnal elib FK
Uwks Vol.1 No.2.Januari:2007.
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
24