Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SIRKULASI

Disusun Oleh :
INDANA ZULFA ( 2014901064 )

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/ 2021
A.    DEFINISI
  Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan
dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk
eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi
akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat
besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi.
Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh
pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia
adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan
pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie,
2004).

B.     KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap
kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α
dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari
kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang
seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit
tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh
gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang
menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).

C.      ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi
dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang
masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat
sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya
masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang
berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak
hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta
normal dari kedua orang tuanya.

D.    PATOFISIOLOGI
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada
suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam
folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau
beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi
antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang
tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :
E.       GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan
tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi,
tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau
minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik
hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi
darah. (3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir
merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada
nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat
sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier),
Talasemia-α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops
fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam
usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran
tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah
patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi
meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung
(Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat
dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus
ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk
muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang
panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan
epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


1.      Thalasemia Mayor:
  Pucat
  Lemah
  Anoreksia
  Sesak napas
  Peka rangsang
  Tebalnya tulang kranial
  Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
  Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
  Disritmia
  Epistaksis
  Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
  Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
  Kadar besi serum tinggi
  Ikterik
  Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2.      Thalasemia Minor
  Pucat
  Hitung sel darah merah normal
  Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal
Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F.     KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive
test.
            1.      Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a.       Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b.      Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang
dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi
mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian
di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40%
dan false negative rate  8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c.       Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d.      Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x
MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan
untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah
dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
            2.      Definitive test
a.       Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F
10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.      Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
(Wiwanitkit, 2007).
c.       Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis  bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
  Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi
yang lama dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
  Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
  Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan
obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan
bisa menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)
            1.      Medikamentosa
  Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
  Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
  Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
  Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah 
            2.      Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
  limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
  hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok
dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
            3.      Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi,
dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah
dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Definisi sirkulasi
Tubuh manusia terdiri dari beberapa organ tubuh yang tersusun secara terstruktur dan
sangat sistemik. Tiap organ dalam tubuh manusia memiliki fungsi dan tugas tersendiri.
Namun, organ-organ tersebut tidak akan bisa melakukan tugasnya bila asupan oksigen,
nutrisi serta zat-zat yang dibutuhkannya tidak sampai pada organ yang membutuhkannya
tersebut. Oleh karena itulah dikenal istilah sirkulasi dalam tubuh yang mengindikasikan
adanya sistem transportasi zat-zat dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh menuju tempa-tempat
atau organ-organ yang membutuhkannya (Ganong, 1998).
Sistem sirkulasi adalah sistem transport yang mensuplai zat-zat yang di absorbsi dari
saluran pencernaan dan oksigen ke jaringan, mengembalikan CO ke paru-paru dan produk-
produk metabolisme lainnya ke ginjal, berfungsi dalam pengaturan temperatur tubuh dan
mendistribusikan hormon-hormon dan zat-zat lain yang mengatur fungsi sel (Ganong,
1998).
Sirkulasi dalam tubuh manusia terbagi dalam dua jenis yang sirkulasi sistemik dan
sirkulasi paru-paru. Kedua sistem sirkulasi tersebut saling bekerja sama untuk
mendistribusikan zat-zat yang penting dibutuhkan oleh tubuh, antara lain oksigen dan
berbagai nutrisi lainnya (Sloane, 2007).
Sirkulasi sistemik adalah bagian dari sistem kardiovaskuler yang membawa darah
beroksigen dari jantung, untuk tubuh, dan kembali terdeoksigenasi darah kembali ke
jantung. Istilah ini kontras dengan sirkulasi paru-paru. Sirkulasi sistemik yang biasanya juga
disebut sebagai sirkulasi utama adalah proses dimana darah, yaitu sebagai pembawa hormon
dan zat-zat yang diperlukan tubuh ini dipompakan melalui sistem tertutup pembuluh-
pembuluh darah oleh jantung. Dari ventrikel kiri, darah dipompakan melalui arteri-arteri
dan anteriol ke arterile ke kapiler-kapiler, dimana darah berada dalam keadaan seimbang
dengan cairan interstitial. Kapiler-kapiler mengalirkan darah melalui venula ke dalam vena
dan kembali ke atrium kanan (Ganong, 1998).

2. Fisiologi sistem/Fungsi normal sistem sirkulasi sistemik


Bagian-bagian yang berperan
a. Arteri berfungsi mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan. Untuk ini arteri
mempunyai dinding yang tebal dan kuat karena darah mengalir dengan cepat pada arteri.
b. Arteriola adalah cabang kecil dari sistem arteri yang berfungsi sebagai kendali dimana
darah dikeluarkan ke dalam kapiler. Arteriola mempunyai dinding otot yang kuat yang
mampu menutup arteriola dan melakukan dilatasi beberapa kali lipat dan mengubah
aliran darah ke kapiler sebagai respon terhadap kebutuhan jaringan.
c. Kapiler berfungsi untuk pertukaran cairan zat makanan elektrolit, hormone dan bahan
lainnya antara darah dan cairan interstitial. Untuk ini dinding kapiler bersifat sangat tipis
dan permeabel molekul kecil.
d. Venula berfungsi mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap dan bergabung
menjadi vena yang semakin besar.
e. Vena adalah saluran penampung dan pengangkut darah dari jaringan kembali ke jantung.
Karena tekanan pada sistem vena sangat rendah maka dinding vena sangat tipis, tetapi
dinding vena mempunyai otot untuk berkontraksi sehingga berfungsi sebagai penampung
darah ekstra yang dapat dikendalikan berdasarkan kebutuhan tubuh.

3. Masalah yang mungkin terjadi pada sistem sirkulasi


i. Arteriosklerosis yaitu pengerasan pembuluh nadi karena endapan lemak berbentuk plak
(kerak) yaitu jaringan ikat berserat dan sel-sel otot polos yang di infiltrasi oleh lipid
(lemak).
ii. Emboli yaitu tersumbatnya pembuluh darah karena benda yang bergerak.
iii. Anemia atau biasa disebut penyakit kurang darah yaitu rendahnya kadar haemoglobin
dalam darah atau berkurangnya jumlah eritrosit dalam darah.
iv. Varises yaitu pelebaran pembuluh darah.
v. Thrombus yaitu tersumbatnya pembuluh darah karena benda yang tidak bergerak.
vi. Hemofili yaitu kelainan darah yang menyebabkan darah sukar membeku (diturunkan
secara hereditas).
vii. Leukemia (kanker darah) yaitu peningkatan jumlah eritrosit secara tidak terkendali.
viii. Erithroblastosis fetalis yaitu rusaknya eritrosit bayi/janin akibat aglutinasi dari antibodi
yang berasal dari ibu.
ix. Thalasemia yaitu anemia yang diakibatkan oleh rusaknya gen pembentuk haemoglobin
yang bersifat menurun.
x. Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi akibat arteriosklerosis.
xi. Hemoroid (ambeien) pelebaran pembuluh darah di sekitar dubur.

4. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Sirkulasi Sistemik :


2.1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan
data atau perolehan data yang akurat dapat pasien guna mengetahui berbagai
permasalahan yang ada (Hidayat, 2009 : h 85). Identitas klien (nama, umur, asal, jenis
kelamin, dll). Identitas keluarga atau penanggungjawab.
2.1.1. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
2.1.2. Pemeriksaan fisik: data focus
a. Aktivitas istirahat
Gejala    :  Kelelahan umum, kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
Tanda    : 
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan trauma jantung (takipnea)

b. Sirkulasi
Gejala    :  Riwayat hipertensi ateros klerosis, penyakit jantung koroner / katup dan penyakit
screbiovakuolar, episode palpitasi, perpirasi.
Tanda    :  
- Kenaikan TD (pengukuran serial dan kenaikan TD diperlukan untuk menaikkan diagnosis.
- Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen otak).
- Nada denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis.
- Denyut apical : Pm, kemungkinan bergeser dan sangat kuat.
- Frekuensi/irama : Tarikardia berbagai distrimia.
- Bunyi, jantung terdengar S2 pada dasar S3 (CHF dini) S4 (pengerasan vertikel kiri /
hipertrofi vertical kiri).
c. Integritas ego
Gejala   :  Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi eufuria atau jarah kronis (dapat
mengidentifikasi kerusakan serebral ) faktor-faktor inulhfel, hubungan keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda    :  Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontiniu perhatian, tangisan yang
meledak, gerak tangan empeti otot muka tegang (khususnya sekitar mata) gerakkan fisik
cepat, pernafasan mengelam peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala   :  Gangguan ginjal sakit ini atau yang lalu
e. Makanan/Cairan
Gejala   :  Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkatkan/menurun)
riwayat pengguna diuretik.
Tanda    : 
- Berat badan normal atau obesitas
- Adanya edema (mungkin umum atau tertentu)
- Kongestiva
- Glikosuria (hampir 10% hipertensi adalah diabetik).
f. Neurosensori
Gejala    :
- Keluhan pening/pusing
- Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan
setelah beberapa jam)
- Episode kebas dan kelemahan pada satu sisi tubuh
- Gangguan penglihatan
- Episode epistaksis
Tanda    :  -  Status mental perubahan keterjagaan orientasi, pola isi bicara, efek, proses fikir
atau memori.

g. Nyeri/Ketidak nyamanan
Gejala    : 
- Angma (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
- Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi
- Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
- Nyeri abdomen / massa

h. Pernapasan
Gejala    :
- Dispenea yang berkaitan dengan aktivitas kerja
- Riwayat merokok, batuk dengan / tanpa seputum
Tanda    :
- Distres respirasi
- Bunyi nafas tambahan
- Sianosis
i. Keamanan
Gejala    :
- Gangguan koordinas / cara berjalan
- Hipotesia pastural
Tanda    :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan trauma jantung (takipnea)

j. Pembelajaran/Penyebab
jantung, DM

5. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
2. Resiko Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sirkulas

6. Perencanaan
Tabel 1
Intervensi Keperawatan Sirkulasi

Diagnosa Luaran Intervensi


Keperawatan SLKI SIKI
1 2 3
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema,
efektif berhubungan intervensi selama ....x24
pengisian kapiler warna,
dengan penurunan jam, maka perfusi suhu, ankle indeks, brachial
indeks)
konsentrasi perifer meningkat
2. Indentifikasi faktor resiko
hemoglobin dengan kriteria hasil: gangguan sirkulasi
3. Monitor panas, kemerahan,
1. Denyut nadi perifer
nyeri, atau bengkak pada
meningkat. ekstremitas.
4. Hindari pemasang infus atau
2. Warna kulit pucat
pengambulan darah di area
menurun. keterbatasan perfusi
Hindari pengukuran pada
3. Edema perifer tekanan darah pada ekstremis
menurun dengan keterbatasan perfusi
5. Hindari oemasangan
4. Nyeri extremitas torniquet pada area yang
menurun. cedera
6. Lakukan pencegahan nfeksi
5. Parastesia menurun 7. Lakukan perawatan kaki dan
kuku.
6. Kelemahan otot
8. Anjurkan olahraga rutin
menurun 9. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
7. Kam otot menurun
beta
8. Pengisian kapiler 10. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
akral membaik
( mis. Rasa sakit yang tidak
9. Turgor kulit hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
membaik
10. Tekanan darah
sitolik dan diastolik
membaik
11. Tekanan arteri rata2
mebaik

2.Resiko Intoleransi Setelah dilakukan 1. Identifikasi gangguan


fungsi tubuh yang
aktivitas intervensi selama....x24
mengakibatkan kelelahan
berhubungan dengan jam, maka toleransi 2. Monitor kelelahan fisik
dan emosional
gangguan sirkulas aktivitas meningkat
3. Monitor pola dan jam tidur
dengan kriteria hasil: 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
1. Frekuensi nadi
selama melakukan aktifitas
meningkat 5. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
2. Saturasi oksigen
stimulus
meningkat 6. Latihan rentang gerak pasif
dan aktif
3. Kemudahan dalam 7. Berikan aktifitas distraksi
melakukan aktifitas yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi
sehari2 meningkat tempat tidur, jika tidak
4. Kecepatan dan jarak dapat berpindah atau
berjalan.
berjalan meningkat 9. Anjurkan tirah baring
5. Kekuatan tubuh 10. anjurkan melakukan
aktifitas secara bertahap
bagian atas dan 11. Anjurkan menghubungi
bawah meningkat perawat jika tand dan
gejala kelelhan tidak
6. Keluhan lelah berkurang
menurun 12. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
7. Dipsnea saat makanan.
aktifitas dan setelah
aktifitas menurun
8. Perasaan lemah
menurun
9. Sianosis menurun
10. Warna kulit,
tekanan darah,
frekuensi nafas, dan
EKG iskemia
membaik.

Sumber Tim Pokja SDKI DPP PPNI,


2017) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018)
DAFTAR PUSTAKA

TIM POKJA SDKI DPP PPNI, 2017. STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN


INDONESIA DEFINISI DAN INDIKATOR DIAGNOSITIK. Jakarta : PPNI

TIM POKJA SIKI DPP PPNI, 2017. STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN


INDONESIA DEFINISI DAN TINDAKAN KEPERAWATAN. Jakarta : PPNI

TIM POKJA SLKI DPP PPNI, 2017. STANDAR LUARAN KEPERAWATAN


INDONESIA DEFINISI DAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai