Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

Thalassemia

Pembimbing: 
dr. Elfrieda Simatupang, Sp.A
Penyusun:
Darryl Anthony
112022216

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 10 APRIL 2023 – 17 JUNI 2023
Pendahuluan

Sindrom thalassemia adalah salah satu kondisi genetik yang paling serius dan umum yang
menyebar melalui orang orang dengan thalassemia yang bermigrasi ke seluruh wilayah yang
sebelumnya tidak terpengaruh. Thalassemia disebabkan oleh mutasi pada gen α (HBA1 /
HBA2) dan β globin (HBB) dan biasanya diwariskan oleh gen resesif autosom. Protein alpha
dan beta membentuk molekul hemoglobin dewasa (HbA) yang merupakan heterotetramer
dari dua α dan dua rantai globin β. Mutasi penyebab thalassemia menyebabkan produksi
rantai globin yang tidak seimbang dan berturut-turut mengalami gangguan eritropoiesis.
Tingkat keparahan penyakit ini sangat ditentukan oleh tingkat ketidakseimbangan rantai
protein tersebut. Dalam kasus terburuk, lamanya hidup orang dengan thalassemia tergantung
pada transfusi darah secara teratur, yang pada gilirannya menyebabkan kelebihan zat besi
transfusi dan kerusakan multi-organ sekunder karena toksisitas zat besi. Pada orang dengan
thalassemia, diperlukannya pemantauan dan penanganan yang banyak, bahkan untuk
thalassemia yang lebih ringan. Thalassemia adalah masalah kesehatan masyarakat utama di
banyak populasi yang gagal ditangani oleh banyak tenaga kesehatan. Meskipun penanganan
yang komprehensif mempertahankan hidup jangka panjang dan kualitas hidup yang baik,
akses yang buruk terhadap komponen yang penting dalam perawatan dan manajemen
terhadap thalasemia akan menghasilkan komplikasi yang meningkatkan biaya pengobatan
dan menyebabkan hasil yang buruk. Untuk memberikan penanganan yang benar, pentingnya
untuk mengetahui tentang penyakit thalassemia, salah satu contohnya adalah patofisiologi
penyakit tersebut.1,2

Etiologi

Thalassemia adalah penyakit gen autosomal resesif, yang berarti kedua orang tua harus
terkena atau membawa gen tersebut untuk penyakit tersebut lanjut kepada generasi
berikutnya. Hal ini dikarenakan bahwa terdapat antara mutasi atau delesi dari gen Hb,
menyebabkan kurangnya atau tidak ada rantai globin alpha atau beta. Terdapat sekitar 200
mutasi yang diidentifikasikan sebagai penyebab thalassemia. Alpha thalassemia disebabkan
oleh delesi dari gen alpha globin, dan beta thalassemia disebabkan adanya mutasi dalam gen
beta globin pada chromosome 11.3

Epidemiologi

Alpha thalassemia umumnya ditemukan pada benua Asia dan Afrika. Sementara itu, beta
thalassemia lebih umum dalam populasi di Mediterranean, meskipun pada Southeast Asia dan

Africa umum relatif. Prevalensi pada daerah-daerah tersebut kemungkinan mencapai 10%

dari populasi. 3

Patofisiologi

Dalam keadaan fisiologis, molekul hemoglobin adalah heterotetramer yang terdiri dari 2
rantai globin alpha dan 2 rantai globin non alpha, dimana masing masing membawa heme
molecule dengan terletaknya molekul Fe di tengahnya. Saat hemoglobin dalam bentuk ini,
daya kapasitas untuk mengangkat oxygen adalah maksimal. Rantai globin non-alpha dapat
berupa rantai globin beta, dimana jika bergabung dengan rantai alpha akan membentuk adult
hemoglobin (HbA), sementara jika rantai globin alpha bergabung dengan rantai globin delta
akan membentuk pecahan kecil adult hemoglobin (HbA2), dan yang terakhir rantai globin
alpha bergabung dengan rantai globin gamma akan membentuk fetal hemoglobin (HbF).
Produksi rantai globin diregulasikan oleh alpha globin cluster di dalam chromosome 16
dengan 2 gen alpha globin yaitu HBA1 dan HBA2 untuk membuat rantai globin alpha, dan
pada beta globin cluster di dalam chromosome 11 mempunyai gen untuk membuat rantai
globin gamma, delta, dan beta. Situasi fisiologis ini ditandai dengan produksi rantai globin
alpha dan non alpha yang seimbang. 1
Dalam thalassemia, keseimbangan tersebut terganggu oleh kerusakan dalam memproduksi
salah satu rantai globin. Kekurangan produksi dari salah satu rantai akan menyebabkan
akumulasi pasangan rantai tersebut untuk membentuk heterotetramer yang normal.
Contohnya, jika rantai globin alpha tidak terproduksi, maka akan terjadinya akumulasi rantai
globin beta (α-thalassemia). Jika rantai globin beta tidak terproduksi, maka akan terjadinya
akumulasi rantai globin alpha (β-thalassemia).1

Pada beta thalassemia, kelebihan rantai globin alpha yang tidak berpasangan dan tidak bisa
larut dalam β-thalassemia akan menyebabkan apoptosis pada erythroblast, yang
menghasilkan erythropoiesis yang tidak efektif. Hal ini dikarenakan saat proses maturasi sel
merah, kelebihan rantai globin alpha dalam erythroblast akan mengendap pada membran sel
sehingga merusak membran oksidatif dan menyebabkan kematian prematur pada sel oleh
apoptosis. Peristiwa tersebut berlangsung di dalam erythropoietic tissue, sehingga membuat
proses erythropoiesis tidak efektif.

Namun, beberapa sel merah yang belum matang akan masuk ke dalam sirkulasi. Karena
membran sel juga belum matang, sel tersebut rapuh dan rentan terhadap hemolysis. Sel
tersebut juga mempunyai struktur yang berbeda sehingga terjebak dalam limpa dan
dihancurkan oleh makrofag. Hal ini menyebabkan pembesaran limpa yang dapat menjadi
masif, menyebabkan perkembangan hipersplenisme fungsional dengan pengangkatan
trombosit dan sel darah putih serta sel darah merah. Eritropoiesis yang tidak efektif,
pembuangan sel-sel abnormal oleh limpa, dan hemolisis semuanya berkontribusi pada anemia
dengan tingkat keparahan yang bervariasi.1

Pada orang dengan thalassemia, ginjal meningkatkan sekresi eritropoietin (EPO). EPO adalah
sitokin yang menargetkan prekursor sel darah merah sebagai respons terhadap kebutuhan
oksigen jaringan. Sekresi EPO menghasilkan peningkatan produksi sel darah merah, tetapi
karena cacat pematangan eritroblas ini akan membuat eritropoiesis yang tidak efektif menjadi
lebih buruk. Ini adalah lingkaran setan yang menghasilkan perluasan jaringan hematopoietik
di dalam sumsum tulang dan penghancuran arsitektur tulang, sehingga berkontribusi terhadap
penyakit tulang dan kerapuhan. Pada beberapa pasien, massa hematopoietik ekstramedular
berkembang di dalam hati, limpa, dan organ organ lain.1

Pengobatan anemia berat adalah transfusi darah. Pada anak yang ketergantungan transfusi
darah, transfusi teratur sejak masa kanak-kanak akan menyebabkan kelebihan zat besi yang
parah. Dalam keadaan fisiologis 1-2 mg zat besi diserap dari sumber makanan setiap hari dan
jumlah yang sama dikeluarkan melalui tinja. Peningkatan penyerapan gastrointestinal zat besi
pada thalassemia memperburuk beban besi transfusi dan menyebabkan kelebihan zat besi
diambil oleh protein yang diproduksi di hati, termasuk transferin dan feritin. Besi terikat
protein disimpan terutama di hati dan tidak beracun. Namun, karena setiap unit darah yang
ditransfusikan mengandung 100-200 mg besi (0,47 mg/mL), pada pasien yang ditransfusi
secara teratur, kapasitas protein ini untuk mengikat besi segera jenuh dan besi terikat non-
transferrin (NTBI) dilepaskan ke plasma. Besi yang tidak terikat atau disebut juga sebagai
labile iron plasma (LPI), menghasilkan reaksi yang mengakibatkan kerusakan organ – organ
dan kematian sel, terutama hepatocytes, cardiomyocytes, dan sel pada kelenjar endokrin.1

Klasifikasi

Untuk memberi penanganan yang tepat, harus diketahuinya jenis-jenis thalassemia. Macam
jenis thalassemia di bagi menjadi 2 sesuai dengan rantai globin yang kurang atau tidak
terproduksi yaitu Alpha thalassemia dan Beta thalassemia. 4

Alpha thalassemia dikarenakan bahwa adanya gen alpha globin yang terdelesi yang
menyebabkan kurangnya atau tidak ada produksi rantai globin alpha. Kurang atau tidak
adanya produksi pada rantai globin alpha yang nantinya akan mempengaruhi tingkat
keringanan atau keparahan penyakit thalassemia bergantung pada 4 allelle dari gen alpha
globin yang terdelesi. Jika hanya 1 allele terdelesi, maka penyakit berada pada tingkat ringan
dimana gejala pada umumnya tidak terlihat. Namun, jika semua 4 allelle dari gen alpha
globin terdelesi, maka penderita berada pada tingkat parah dikarenakan tidak adanya rantai
globin alpha yang terproduksi. Ketidak adanya rantai globin alpha akan menyebabkan rantai
gamma berlebihan. Kemudian, rantai gamma yang berlebihan akan bergabung dengan satu
sama lain menjadi tetramer saat fetal period yang disebut juga sebagai Hb Bart’s yang
nantinya akan menyebabkan hydrops fetalis. 4,5

Beta thalassemia disebabkan oleh mutasi pada gen beta globin. Mutasi tersebut dibagi
menjadi 3 kategori bedasarkan mutasi gen tersebut yaitu4:

 Mutasi Heterozygous (beta-plus thalassemia) atau dikenal juga sebagai beta


thalassemia minor disebabkan oleh kurangnya produksi rantai globin beta. Biasanya
ringan dan asimtomatik.
 Mutasi Homozygous (beta-zero thalassemia) atau dikenal juga sebagai beta
thalassemia major disebabkan oleh ketidak adanya rantai globin beta sama sekali.
Umumnya manifestasi klinisnya adalah jaundice, growth retardation,
hepatosplenomegaly, endocrine abnormalities, dan tingkat anemia yang parah
sehingga penderita memerlukan transfusi darah seumur hidup.
 Kondisi antara 2 mutasi diatas disebut dengan beta-thalassemia intermedia dengan
tingkat gejala ringan sampai parah. Beta-thalassemia dibagi menjadi 2 yaitu one
mutated gene dan two mutated gene.
o One mutated gene mempunyai tanda dan gejala yang ringan, dimana kondisi
ini pada umumnya disebut juga sebagai thalassemia minor
o Two mutated genes mempunyai tanda dan gejala yang sedang sampai parah,
dimana kondisi ini pada umumnya disebut sebagai thalassemia major, atau
Cooley anemia. Bayi lahir dengan two mutated genes pada umumnya akan
sehat pada saat lahir, namun penyakit akan bermanifestasi setelah 6 bulan
kehidupan ketika fetal hemoglobin (Hb-gamma) menghilang dan digantikan
oleh adult Hb.

Namun pada pasien beta-thalassemia dengan coinheritance of alpha thalassemia akan


memiliki gejala klinis yang lebih ringan karena less severe alpha-beta chain imbalance.4

Diagnosis

Gejala klinis thalassemia mempunyai banyak variasi, bergantung pada tipe dan tingkat
keparahan. Riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan fisik dapat memberikan tanda petunjuk
yang beberapa pasien bahkan tidak sadari.4

 Kulit dapat kelihatan pucat dikarenakan anemia, dan kelihatan kuning dikarenakan
hiperbilirubinemia yang dihasilkan dari intravaskular hemolysis. Pasien biasanya
mengeluh kelelahan sebagai gejala pertama yang muncul dikarenakan anemia.
Pemeriksaan ekstremitas terkadang bisa menunjukan adanya ulserasi. Iron deposition
yang kronis dapat disebabkan oleh transfusi berulang dapat menyebabkan kulit
berwarna perunggu.
 Muskuloskeletal
Extramedullary expansion of hematopoiesis dapat menghasilkan wajah dan tulang
yang terdeformasi dan menampilkan wajah yang disebut sebagai chipmunk face.
 Jantung
Iron deposition pada miosit jantung dikarenakan transfusi berulang dapat
mengganggu ritme jantung, menyebabkan berbagai macam aritmia. Overt heart
failure juga dapat terjadi dikarenakan anemia yang kronis.
 Abdomen
Hiperbilirubinemia dapat menyebabkan pengendapan batu empedu bilirubin dan
bermanifestasi klinis sebagai tipikal nyeri kolik dari cholelithiasis.
Hepatosplenomegali juga dapat terjadi dikarenakan oleh iron deposition yang chronis
dan juga dapat terjadi dari extramedullary hematopoiesis pada organ organ tersebut.
Infark atau autophagy limpa disebabkan oleh hemolysis yang kronis dikarenakan
hematopoiesis yang buruk.
 Hepar
Gagal hati kronis atau sirosis hati dapat dihasilkan oleh iron deposition yang kronis
atau transfusion-related viral hepatitis.
 Pertumbuhan yang lambat
Anemia dapat menghalangi kecepatan pertumbuhan anak, dan thalassemia dapat
memperlambat pubertas. Atensi yang lebih harus diberikan pada pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan umurnya.
 Endocrinopati
Iron overload dapat menyebabkan iron deposition pada berbagai macam organ dalam
tubuh sehingga menurunkan fungsi organ tersebut. Endapan besi pada pankreas dapat
menyebabkan diabetes mellitus, sementara pada tiroid dan paratiroid dapat
menyebabkan hypotiroid dan hipertiroid. Endapan besi pada sendi dapat
menyebabkan chronic arthropathies. Pada otak, besi akan mengendap pada substansia
nigra dan bermanifestasi menjadi penyakit parkinson dengan early onset. Semua
gejala tersebut masuk kedalam kelompok hemochromatosis.

Beberapa uji laboratorium sudah dikembangkan untuk skrining dan diagnosis thalassemia,
seperti4:

Hitung darah lengkap: Hitung darah lengkap seringkali menjadi uji pertama yang dilakukan
dari kasus suspek thalassemia. Hitung darah lengkap yang menunjukan hemoglobin rendah
dan MCV rendah dapat memberikan indikasi adanya thalassemia, setelah mengesampingkan
anemia defisiensi besi. Penggunaan kalkulasi Mentzer Index (sensitifitas 93%, spesifitas
84%, dan akurasi 90%) dapat berguna juga untuk anak berumur 6-12 tahun dalam anemia
defisiensi besi. Index dibawah 13 dapat memberikan gambaran bahwa pasien mempunyai
thalassemia, namun index diatas 13 memberikan gambaran bahwa pasien mempunyai anemia
defisiensi besi

o Apusan darah tepi: untuk melihat ciri ciri lain dari sel merah. Thalassemia dapat
muncul dengan temuan berikut pada apusan darah tepi:
o Microcytic cells (low MCV)
o Hypochromic cells
o Variation in size and shape (anisocytosis and pokilocytosis)
o Increased percentage of reticulocytes
o Target cells
o Heinz bodies
o Serum besi, ferritin, Unsaturated iron-binding capacity (UIBC), total iron-binding
capacity (TIBC), dan saturasi transferrin dapat mengesampingkan anemia defisiensi
besi sebagai penyebab dasar.
o Kadar porphyrin eritrosit bisa digunakan untuk membedakan pada diagnosis beta
thalassemia minor jika adanya defisiensi besi ataupun lead poisoning. Orang dengan
beta thalassemia akan mempunyai kadar porphyrin yang normal, namun pada kondisi-
kondisi tersebut akan meningkatkan kadar porphyrin.
o Analisis DNA dapat mengkonfirmasi apakah terdapat mutasi/delesi pada gen yang
memproduksi alpha dan beta globin. Walaupun tes DNA bukan sesuatu prosedur rutin
terhadap diagnosis thalassemia, analisis dapat membantu untuk menentukan apakah
seseorang adalah carrier thalassemia.
o Hemoglobin electrophoresis untuk penilaian evaluasi dari tipe dan jumlah relatif
hemoglobin yang ada pada darah. Penilaian hemoglobin dapat digunakan untuk
skrining prenatal saat kedua orang tua mempunyai risiko tinggi untuk hemoglobin
abnormal dan skrining yang diharuskan untuk hemoglobin pada bayi baru lahir.
o Pasien dengan beta-thalassemia major umumnya memiliki persentase HbF dan
HbA2 yang lebih besar dibanding HbA yang tidak ada atau sangat rendah.
Namun pada beta-thalassemia minor akan memiliki peningkatan HbA2 yang
sedang dan sedikit penurunan pada HbA. HbH biasanya ditemukan pada
pasien dengan alpha-thalassemia. Pasien dengan penyakit HbH mempunyai
Hb sekitar 9-10, namun jika terdapat infeksi akut dengan demam tinggi, nilai
Hb biasanya akan menurun secara signifikan hingga bisa pasien dapat
mengalami syok.
o https://doi.org/10.1182/asheducation-2009.1.26

Tatalaksana

Penanganan dan manajemen untuk thalassemia bergantung pada tipe dan tingkat keparahan
dari penyakit. Untuk thalassemia yang ringan (Hb dengan 6-10 mg/dl), tanda dan gejala
umumnya ringan seperti thalassemia minor. Terkadang, pasien memerlukan transfusi darah
khususnya setelah dilakukannya operasi bedah, saat persalinan, ataupun untuk membantu
mengatasi komplikasi thalassemia. Namun pada tingkat keparahan sedang sampai berat (Hb
kurang dari 6 mg/dl), dapat dilakukannya4:

 Transfusi darah reguler: pada thalassemia dengan tingkat keparahan yang berat
seringkali memerlukan transfusi darah setiap beberapa minggu. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10 mg/dl untuk memberi pasien kesehatan dan
juga untuk tetap memeriksan erythropoiesis dan menahan extramedullary
hematopoiesis. Untuk menurunkan risiko adanya komplikasi terkait tranfusi,
direkomendasikan menggunakan washed packed red blood cells sekitar 8 – 15 ml
sel/kgBB selama 1 hingga 2 jam. Digunakan washed packed red blood cells untuk
pasien dengan reaksi alergi terhadap transfusi berulang. Washed packed red blood
cells digunakan karena terdapat defisien immunoglobulin A (IgA) dimana antibodi
penerima yang terbentuk sebelumnya terhadap IgA dapat menyebabkan reaksi
anafilaksis.6
 Chelation therapy: karena transfusi kronis, zat besi mulai terdeposit diberbagai
macam organ tubuh. Iron chelators (deferasirox, deferoxamine, deferiprone) diberikan
secara bersamaan untuk menghilangkan zat besi berlebihan dari tubuh.7
o Deferoxamine IM/IV direkomendasikan untuk dipakai jika serum ferritin
diatas 1000 µg/L dengan dosis 40 mg/kg, 8-10 jam, 5-7 kali satu minggu.
Terapi dapat dimulai saat 10-20 transfusi pertama atau saat serum ferritin
diatas 1000 µg/L.
o Deferiprone oral direkomendasikan untuk dipakai jika serum ferritin diatas
2500 µg/L dengan dosis 75 mg/kg/hari diberikan dalam tiga dosis pada anak
berumur 3-19 tahun
o Deferasirox oral direkomendasikan untuk dipakai jika serum ferritin diatas
1000 µg/L dengan dosis 20-40 mg/kg/hari diberikan sekali.
 Splenectomy: pasien dengan thalassemia major seringkali menjalani splenektomi
untuk membatasi jumlah transfusi yang diperlukan. Splenektomi umumnya
direkomendasikan ketika kebutuhan transfusi per tahun meningkat lebih dari 200
sampai 220 ml RBCs/kgBB/year dengan jumlah hematokrit 70%. Splenektomi tidak
hanya membatasi jumlah transfusi yang diperlukan tetapi juga mengontrol penyebaran
extramedullary hematopoiesis. Postsplenectomy immunisasi diperlukan untuk
mencegah infeksi bakteri, termasuk Pneumococcus, Meningococcus, dan
Haemophilus influenzae. Sepsis postsplenectomy bisa terjadi pada anak, jadi prosedur
splenectomy ditunda sampai umur anak 6-7 tahun, dan penicillin diberikan untuk
prophylaxis.4,8
 Cholecystectomy: orang dengan thalassemia dapat mengalami cholelithiatsis
dikarenakan peningkatan pemecahan Hb dan deposisi bilirubin pada kantong empedu.
Bila, bergejala, pasien direkomendasikan untuk cholecystectomy bersamaan dengan
splenectomy.

Pola makan dan olahraga:

Vitamin C dapat membantu mengsekskresikan besi pada usus, terutama jika diberikannya
juga deferoxamine. Namun menggunakan vitamin C dengan jumlah yang banyak dan tanpa
penggunaan deferoxamine secara bersamaan akan memberikan risiko tinggi terjadinya
aritmia. Jadi direkomendasikan untuk menggunakan jumlah vitamin C yang sedikit dengan
penggunaan iron chelators (deferoxamine).4

Differential Diagnosis

 Iron deficiency anemia: dikesampingkan oleh uji lab iron studies dan Mentzer index
 Anemia of chronic disease and renal failure: jika adanya peningkatan marker
inflammasi seperti CRP atau LED.
 Sideroblastic anemias: dikesampingkan oleh uji iron studies dan apusan darah tepi
 Lead poisoning: dikesampingkan dengan mengukur tingkat serum protoporphyrin.

Komplikasi

Thalassemia major dapat memberikan komplikasi seperti4:

 Jaundice dan batu empedu dikarenakan hiperbillirubinemia


 Cortical thinning dan distorsi tulang dikarenakan extramedullary hematopoiesis
 High output cardiac failure dikarenakan severe anemia, cardiomyopathies, dan
aritmia. Umumnya komplikasi berhubungan pada jantung adalah penyebab kejadian
mortalitas
 Kelebihan zat besi dapat menyebabkan hemochromatosis, gangguan endokrin, sendi
dan perubahan warna kulit
 Neuropati perifer
 Pertumbuhan lambat dan pubertas yang terlambat

Prognosis
Thalassemia minor umumnya tidak bergejala dan mempunyai prognosis yang baik.
Thalassemia minor juga tidak meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Thalassemia
mayor adalah penyakit yang lebih berat, dan prognosis jangka panjang bergantung pada
kepatuhan pada transfusi dan terapi iron chelation.4
Daftar Pustaka

1. Angastiniotis M, Lobitz S. Thalassemias: An Overview. Int J Neonatal Screen. 2019 Mar


20;5(1):16.

2. Modell B. Global epidemiology of haemoglobin disorders and derived service indicators.


Bull World Health Organ. 2008 Jun 1;2008(6):480–7.

3. Jalil T, Yousafzai YM, Rashid I, Ahmed S, Ali A, Fatima S, et al. Mutational Analysis Of
Beta Thalassaemia By Multiplex Arms-Pcr In Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan. J Ayub Med
Coll Abbottabad. 2019;31(1):98–103.

4. Bajwa H, Basit H. Thalassemia. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/

5. Chui DHK, Waye JS. Hydrops Fetalis Caused by α-Thalassemia: An Emerging Health
Care Problem. Blood. 1998 Apr 1;91(7):2213–22.

6. Cappellini MD, Cohen A, Eleftheriou A, et al. Guidelines for the Clinical Management of
Thalassaemia [Internet]. 2nd Revised edition. Nicosia (CY): Thalassaemia International
Federation; 2008. Chapter 2, Blood Transfusion Therapy in β-Thalassaemia Major. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK173967/

7. Porter J, Viprakasit V. IRON OVERLOAD AND CHELATION. In: Cappellini MD, Cohen
A, Porter J, et al., editors. Guidelines for the Management of Transfusion Dependent
Thalassaemia (TDT) [Internet]. 3rd edition. Nicosia (CY): Thalassaemia International
Federation; 2014. Chapter 3. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK269373/

8. Needs T, Gonzalez-Mosquera LF, Lynch DT. Beta Thalassemia. [Updated 2022 May 8]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531481/

Anda mungkin juga menyukai