Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Hemoglobinopati adalah penyakit – penyait akibat kelainan genetik pada struktur ataupun
sintesis molekul Hb. Dalam hal ini kelainan hanya terkait rantai globin, sedangkan heme dalam
normal. Hemoglobinopati terbahagi kepada 2 tipe yaitu varian Hb sebagai akibat qualitative or
structural abnormality dan talasemia (quantitative defect).1 Thalasemia adalah kelompok kelainan
hematologik diturunkan akibat defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalasemia alfa
disebabkan oleh kurangnya atau tidak ada sintesis rantai globin alfa dan thalasemia beta disebabkan
oleh kurangnya atau tidak ada sintesis rantai globin beta.2 Keadaan ini menyebabkan produksi
hemoglobin terganggu dan umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur eritrosit
berkisar 120 hari.3

Thalasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua kepada anaknya
sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen thalasemia, maka
kemungkinan anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa gen thalasemia (50%),
dan normal (25%).3

Penyakit thalasemia ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi gen thalassemia tertinggi di
beberapa negara tropis. Adapun di wilayah Asia Tenggara pembawa sifat thalasemia mencapai 55
juta orang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk pembawa thalasemia,
dimana frekuensi pembawa thalasemia di Indonesia adalah sekitar 3–8%. Artinya bahwa 3–8 dari
100 penduduk merupakan pembawa gen thalasemia, dan jika angka kelahiran ratarata 23% pada
jumlah populasi penduduk sebanyak 240 juta, maka diperkirakan akan lahir 3.000 bayi pembawa gen
thalasemia tiap tahunnya.4

Umumnya penderita thalasemia minor tidak merasakan gejala apapun. Hanya kadang-
kadang mengalami anemia kekurangan zat besi ringan. Berbeda dengan thalasemia minor, anak
yang menderita thalasemia mayor perlu mendapat perhatian juga perawatan khusus karena di
dalam tubuhnya tidak tersedia hemoglobin dalam jumlah cukup diakibatkan sumsum tulangnya
tidak dapat memproduksi sel darah merah dalam kadar yang dibutuhkan.3

Pada saat ini, dengan makin dapat diatasinya penyakit-penyakit infeksi, insiden penyakit keturunan
(genetik) makin menonjol sehingga penyakit genetik menjadi semakin penting. Dengan mengetahui
hubungan antara mutasi gen sampai menyebabkan talasemia maka dapat dilakukan pencegahan
secara dini atau pengobatan secara tepat.3

Definisi Thalasemia

Thalasemia merupakan kelainan herediter yang ditandai dengan penurunan sintesis rantai globin.
Thalasemia adalah kelainan genetik dari sintesis rantai globin dengan manifestasi klinik yang
bervariasi tergantung dari jumlah dan tipe rantai globin yang dipengaruhi Penurunan sintesis rantai
globin ini menyebabkan penurunan sintesis hemoglobin dan akhirnya dapat mengakibatkan
terjadinya anemia mikrositik oleh karena hemoglobinisasi eritrosit yang tidak efektif. Secara garis
besar kelainan genetik ini dibagi dalam dua kelas yaitu talasemia α, dimana produksi rantai α
terganggu, dan talasemia ß yang disebabkan karena gangguan produksi rantai ß.3

Epidemiologi

Sekitar 5% populasi dunia memiliki varian globin tetapi hanya 1.7% memiliki trait talasemia
alfa atau beta. Thalasemia mengenai baik laki-laki maupun perempuan dan terjadi sekitar 4.4 setiap
10.000 kelahiran hidup. Thalasemia alfa paling sering terjadi pada keturunan Afrika dan Asia
Tenggara sedangkan thalasemia beta paling umum terjadi pada orang Mediterania, Afrika dan
keturunan Asia Tenggara.2 Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalassemia dunia,
yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalasemia yang tinggi. Hal ini terbukti
dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi gen thalassemia beta
berkisar 3-10%.5

Menurut Riskesdas 2007, 8 provinsi dengan prevalensi lebih tinggi dari prevalensi nasional,
antara lain Provinsi Aceh (13,4), DKI Jakara (12,3), Sumatera Selatan (5,4), Gorontalo (3,1),
Kepulauan Riau (3,0), Nusa Tenggara Barat (2,6), Maluku (1,9), dan Papua Barat (2,2). Berdasarkan
data YTI dan POPTI tahun 2014, dari hasil skrining pada masyarakat umum dari tahun 2008 2017,
didapatkan pembawa sifat sebanyak 699 orang (5,8%) dari 12.038 orang yang diperiksa; sedangkan
hasil skrining pada keluarga Thalasemia (ring 1) tahun 2009-2017 didapatkan sebanyak 1.184 orang
(28,61%) dari 4.137 orang. 6

Sedangkan berdasarkan data RSCM, sampai dengan bulan Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien
thalassemia yang terdaftar di seluruh Indonesia.Data Pusat Thalassemia, Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, FKUIRSCM, sampai dengan bulan mei 2014 terdapat 1.723 pasien dengan rentang
usia terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien baru terus meningkat hingga 75-100 orang/tahun,
sedangkan usia tertua pasien hingga saat ini adalah 43 tahun. Beberapa pasien sudah berkeluarga
dan dapat memiliki keturunan, bahkan diantaranya sudah lulus menjadi sarjana. Penelitian oleh
Wahidiyat I5 pada tahun 1979 melaporkan usia angka harapan hidup pasien thalassemia rerata
hanya dapat mencapai 8- 10 tahun.5

Patofisiologi

Hemoglobin normal manusia dewasa terdiri dari cincin hema yang berisi besi dan rantai
globin (2 rantai beta dan 2 rantai alfa) yang membentuk tetramer α2β2 (HbA). Pada dewasa
komposisi HbA dalam sirkulasi darah mencapai >97% , sedangkan HbA₂ 2-3% dan HbF (haemoglobin
fetal) <1%. Dengan komposisi seperti ini hemoglobin dapat mengangkut oksigen ke jaringan dengan
baik.(Gambar 1)1,5 Ketika lahir, jumlah HbF mencapai 80% dan jumlah HbA hanya 20%. Transisi dari
globin gamma ke globin beta dimulai sejak kelahiran. Sekitar usia 6 bulan , bayi yang sehat sudah
akan bertransisi ke HbA.2

Gambar 1: Hemoglobin normal manusia5

Pada thalassemia terjadi gangguan sintesis satu atau lebih rantai globin. Defek genetik
mengakibatkan pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih rantai globin alfa atau beta.
Keadaan ini mengakibatkan pembentukan tetramer Hb berkurang sehingga terjadi anemia mikrositik
hipokrom dan sebahagian rantai globin tidak mendapat pasangan menjadi bebas bersifat larut
(insoluble) dan tidak mampu mengikat oksigen. Akumulasi rantai globin yang bebas ini
mmengakibatkan lisis eritrosit intrameduler (eritropoiesis inefektif).1

Dengan demikian pada thalassemia beta terjadi kelebihan rantai globin alfa. Rantai alfa yang
bebas ini tidak stabil, mengalami presipitasi dalam eritrosit dan membentuk inclusion bodies sejak
eritosit masih muda sehingga eritrosit ini mudah dihancurkan, eritropoiesis inefektif. Eritrosit yang
lolos ke sirkulasi drah akan dihancurkan di limpa, dengan akibat terjadi splenomegaly sampai
hipersplenisme. Ketidakseimbangan rantai globin alfa dan beta ini berkurang bila thalasemia alfa dan
beta terjadi bersamaan dan dengan demikian gambaran klinisnya lebih ringan. (Gambar 2)1

Gambar 2: Talasemia Beta1

Klasifikasi Thalasemia

Thalasemia-α

Thalasemia alfa ditemukan di daerah Afrika, Mediterrania, Timur Tenah , India dan Asia tenggara
mulai dari Cina Selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia sampai kepulauan Pasifik. Di Eropah, Cyprus
merupakan pembawa gen tertinggi yaitu 24%. Frekuensi pembawa thalassemia alfa di Saudi Arabia,
sebagian Asia dan Afrika mencapai 50-60% dan 75-80% pada kelompok tertentu di
Nepal,India,Thailand dan Papua New Guinea. Individu kelompok Asia berisiko memiliki delesi tiga
atau empat gen alfa, mengakibatkan penyakit haemoglobin H ( β₄) atau hidrops fetalis dengan hanya
haemoglobin Bart (γ₄).1,2,7

Thalasemia alfa merupakan kelainan hematologic bawaan akibat berkurangnya sintesis rantai globin
alfa. Hal ini terjadi akibat mutasi genetic yang biasanya berupa delesi satu atau lebih gen α. Tingkat
keparahan kelainan bervariasi dari asimptomatik sampai terjadi hidrops fetalis. Sindrom thalassemia
disebabkan berkurangnya satu atau lebih gen globin α pada kromosom 16 sehingga sintesis rantai
globin α akan berkurang atau tidak terbentuk. Rantai globin alfa terbentuk sedikit atau tidak
terbentuk sama sekali sehingga rantai globin yang ada membentuk HbBart (γ4) dan HbH (β4).
Tetramer tersebut tidak stabil dan badan inklusi yang terbentuk mempercepat destruksi eritrosit.1,5

Thalassemia alfa diklasifikasikan berdasarkan jumlah gen yang terkena sehingga terdapat 4 bentuk
thalassemia alfa yaitu (Tabel 1):7

i. Satu gen delesi dengan 3 gen alfa fungsional, tidak ada yang menonjol. Penderita disebut
sebagai pembawa sifat, Silent carrier. Tidak ditemukan kelainan hematologi. Hitung darah lengkap
normal. Terjadi penurunan ringan produksi rantai alfa dan kelebihan ringan ada rantai gamma pada
saat lahir sehingga membentuk tetramer (Hb Bart) dalam rentan 1-2%. Biasa ditemukan pada anak
salah satu orang tuanya HbH.

ii. Dua gen delesi, muncul gejala thalasemia ringan (minor), thalassemia alfa trait.
Asimptomatik. Penderita thalassemia alfa trait dewasa mempunyai kadar HbH rendah sehingga tidak
terlihat pada elektoforesis haemoglobin. Sedang pada pewarnaan new methylene blue kadang
dijumpai badan inklusi HbH dalam jumlah sedikit. Pada kelaianan ini dijumoai anemia ringan dengan
kadar haemoglobin 12-13 g/dL, eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis dengan sedikit sel
target. Jumlah retikulosit sedikit meningkat yaitu 2-3%. Anemia mikrositik ringan. Kadar HbA₂ dapat
turun atau dalam batas normal.

iii. Tiga gen delesi, terjadi thalasemia sedang (intermedium) yang disebut juga sebagai penyakit
hemoglobin H, β4. Akumulasi HbH akan menyebabakan eritsosit lisis. Adanya presipitat HbH yang
dapat dilihat dengan pewarnaan supravital menggunakan zat warna New Methyen Blue. Pada
kelainan ini ditemukan anemia dengan kadar haemoglobin sekitar 7-10 g/dL,, nilai eritrosit rerata
menurun hitung retikulosit 5-10 %, gambaran anisopoikilositosis dengan sel target dan fragmentosit
di darah tepi. Anemia mikrositik dan hemolisis ringan. Tidak bergantung pada transfuse. Badan
inklusi HbH dapat ditemukan pada 30-90% eritsosit. Adanya HbH dan badan inklusi HbH sudah dapat
menegakkan diagnosis thalassemia alfa. (Gambar 4)
iv. Empat gen delesi, terjadi thalasemia berat (mayor). Tidak ada sintesis seluruh rantai alfa.
Ditemukan Hb Barts dengan tetramer γ₄ dan sedikit Hb Portland-1 serta Hb Portland-2. Kedua Hb ini
akan memungkinkan kehamilan berlanjut meskipun akan berakhir engan prematuritas atau
kematian janin, still birth. Hb Bart dan HbbH mempunyai afinitas oksigen 10x lebih kuat daripada
HbA sehingga oksigensi jaringan tidak mungkin terjadi. Secara klinis bayi pucat, anemia berat,
bengkak, dan kalau lahir hanya untuk beberapa saat. Anasarka intrauterine akibat gagal jantung
kongestif. Abdomen membesar, hepatosplenomegali, hemopoiesis estramedullar, hemolisis berat.
Di pihak ibu terjadi penyulit kehamilan pasca persalinan dan sewaktu kehamilan.

Gmbar 4: Golf ball, badan inklusi HbH

Thalasemia-ß

Talasemia β adalah kelainan hemoglobin bawaan akibat mutasi genetik yang menyebabkan
penurunan atau tidak adanya sintesis rantai globin β. Sintesis yang tidak seimbang antara rantai α
dan β dapat menimbulkan penurunan produksi hemoglobin total, eritropoiesis inefektif dan proses
hemolitik kronik. Penurunan produki rantai β menyebabkan penurunan produksi total hemoglobin
eritrosits sehingga terbentuk eritrosit yang mikrositik dan hipokrom. Pada talasemia β sintesis β
rantai β menurun atau tidak ada sama sekali sehingga menyebabkan kelebihan rantai α bebas.
Rantai α bebas ini bersifat tidak stabil sehingga dapat mengalami presipitasi di dalam eritrosit dan
berakibat pada keruakan membran serta penurunan deformabilitas eritrositsehingga eritrosit mudah
mengalami hemolisis. Di dalam sumsum tulang, sehingga eritrosit mudah mengalami hemolisis. Di
dalam sumsum tulang, eritrosit yang mengandung presipitasi rantai α akan dihancurkan oleh
makrofag sebelum dapat dikeluarkan ke sirkulasi, sehingga berakibat terjadinya eritropoiesis
inefektif. Proses hemolitik kronik ini menyebabkan terjadinya anemia pada talasemia.1 Berdasarkan
gambaran klinisnya talasemia β dibahagi menjadi:1,7 (Tabel2)1

i. Thalassemia β mayor : β⁰ homozigot, karakteristik anemia berat (Anemia Cooley) dan


ketergantungan pada transfusi darah. Gejala klinis adalah hemolisis berat, eritropoiesis inefektif,
kebergantungan transfuse dan kelebihan besi.

ii. Thalassemia β intermedia : β⁺ dan β⁰ heterozigot campuran. Hemolisis sedang, anemia


berat, namun tidak bergantung pada transfusi. Komlikasi utama yang mengancam jiwa adalah
keebihan besi.

iii. Thalassemia β minor : β⁰ dan β⁺ heterozigot, asimtomatik. , mikrositosis dan anemia ringan.
Tidak memerlukan transfusi darah.

Diagnosis

Thalassemia yang bergantung pada transfusi adalah pasien yang membutuhkan transfusi
secara teratur seumur hidup. Diagnosis thalassemia ditegakkan dengan berdasarkan kriteria
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium. Manifestasi klinis thalassemia mayor umumnya
sudah dapat dijumpai sejak usia 6 bulan.5

1. Anamnesis :
• Pucat kronik, usia awitan terjadinya pucat perlu ditanyakan. Pada thalassemia β usia awitan
pucat umumnya didapatkan pada usia yang lebih tua.

• Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor memerlukan transfusi berkala.

• Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.

• Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya hepatosplenomegali.

• Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur
Tengah, India, dan Asia Tenggara. Thalassemia paling banyak di Indonesia ditemukan di Palembang
9%, Jawa 6-8%, dan Makasar 8%.

• Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

2. Pemeriksaan Fisis

Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisis pada anak dengan thalassemia
yang bergantung transfusi adalah:

• pucat, sklera ikterik, facies Cooley (dahi menonjol, mata menyipit,jarak kedua mata melebar,
maksila hipertrofi, maloklusi gigi),

• hepatosplenomegali, gagal tumbuh, gizi kurang, perawakan pendek,

• pubertas terlambat, dan hiperpigmentasi kulit.

3. Laboratorium

Darah perifer lengkap (DPL)

• Anemia yang dijumpai pada thalassemia mayor cukup berat dengan kadar hemoglobin
mencapai <7 g/dL.

• Hemoglobinopati seperti Hb Constant Spring dapat memiliki MCV dan MCH yang normal,
sehingga nilai normal belum dapat menyingkirkan kemungkinan thalassemia trait dan
hemoglobinopati.

• Indeks eritrosit merupakan langkah pertama yang penting untuk skrining pembawa sifat
thalassemia (trait), thalassemia δβ, dan high Persisten fetal hemoglobine (HPFH)13,

• Mean corpuscular volume (MCV) < 80 fL (mikrositik) dan mean corpuscular haemoglobin
(MCH) < 27 pg (hipokromik).Thalassemia mayor biasanya memiliki MCV 50 – 60 fL dan MCH 12 – 18
pg.

• Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan pada thalassemia, dan juga pada anemia
defisiensi besi. MCH lebih dipercaya karena lebih sedikit dipengaruhi oleh perubahan cadangan besi
(less suscpetible to storage changes).

Gambaran darah tepi

• Anisositosis dan poikilositosis yang nyata (termasuk fragmentosit dan tear-drop), mikrositik
hipokrom, basophilic stippling, badan Pappenheimer, sel target, dan eritrosit berinti (menunjukan
defek hemoglobinisasi dan diseritropoiesis)

• Total hitung dan neutrofil meningkat


• Bila telah terjadi hipersplenisme dapat ditemukan leukopenia, neutropenia, dan
trombositopenia.

Red Cell Distribution Width (RDW)

RDW menyatakan variasi ukuran eritrosit. Anemia defisiesi besi memiliki RDW yang meningkat
>14,5%, tetapi tidak setinggi seperti pada thalassemia mayor. Thalassemia trait memiliki eritrosit
mikrositik yang uniform sehingga tidak / hanya sedikit ditandai dengan peningkatan RDW.
Thalassemia mayor dan intermedia menunjukkan peningkatan RDW yang tinggi nilainya.

Retikulosit

Jumlah retikulosit menunjukkan aktivitas sumsum tulang. Pasien thalassemia memiliki aktivitas
sumsum tulang yang meningkat, sedangkan pada anemia defisiensi besi akan diperoleh hasil yang
rendah.

Elektroforesis Hemoglobin

Beberapa cara pemeriksaan elektroforesis hemoglobin yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Hb
varians kuantitatif (electrophoresis cellose acetat membrane), HbA2 kuantitatif (metode
mikrokolom), HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit), atau pemeriksaan elektroforesis
menggunakan capillary hemoglobin electrophoresis.

HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

1. Sebagai alat ukur kuantitatif HbA2 dan HbF, dan dapat dipakai untuk mengidentifikasi dan
menghitung varian haemoglobin secara presumtif. Pemeriksaan alternatif dapat dilakukan jika varian
hemoglobin yang terdeteksi pada HPLC relevan dengan klinis pasien.

2. HbF dominan (>90%) pada hampir semua kasus thalassemia β berat, kecuali pasien telah
menerima transfusi darah dalam jumlah besar sesaat sebelum pemeriksaan. HbA tidak terdeteksi
sama sekali pada thalassemia β0 homozigot, sedangkan HbA masih terdeteksi sedikit pada
thalassemia β+. Peningkatan HbA2 dapat memandu diagnosis thalassemia β trait.

• Kadar HbA2 mencerminkan derajat kelainan yang terjadi.

• HbA2 3,6-4,2% pada thalassemia β+ ringan.

• HbA2 4-9% pada thalassemia heterozigot β0 dan β+ berat.

• HbA2 lebih dari 20% menandakan adanya HbE. Jika hemoglobin yang dominan adalah HbF
dan HbE, maka sesuai dengan diagnosis thalassemia β/HbE.

3. HbA2 normal tidak langsung menyingkirkan diagnosis thalassemia.

• HbA2 dapat menjadi lebih rendah dari kadar sebenarnya akibat kondisi defisiensi besi,
sehingga diperlukan terapi defisiensi besi sebelum melakukan HPLC ulang untuk menilai kuantitas
subtipe Hb.

• Feritin serum rendah merupakan petunjuk adanya defisiensi besi, namun tidak
menyingkirkan kemungkinan thalassemia trait. Bila defisiensi besi telah disingkirkan, nilai HbA2
normal, namun indeks eritrosit masih sesuai dengan thalassemia, maka dapat dicurigai kemungkinan
thalassemia α, atau koeksistensi thalassemia β dan δ.

Analisa DNA
Analisis DNA merupakan upaya diagnosis molekular thalassemia, yang dilakukan pada kasus atau
kondisi tertentu:

1. Ketidakmampuan untuk mengonfirmasi hemoglobinopati dengan pemeriksaan hematologi:

• Diagnosis thalassemia β mayor yang telah banyak menerima transfusi. Diagnosis dapat
diperkuat dengan temuan thalassemia β heterozigot (pembawa sifat thalassemia beta) pada kedua
orangtua

• Identifikasi karier dari thalassemia β silent, thalassemia β dengan HbA2 normal, thalassemia
α0, dan beberapa thalassemia α+.

• Identifikasi varian hemoglobin yang jarang.

2. Keperluan konseling genetik dan diagnosis prenatal.

Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang
dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam
berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma yang ringan. kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti
leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.2,3

Penumpukan besi dalam tubuh juga merupakan komplikasi yang terjadi akibat proses transfusi
maupun jika transfusi dengan kadar Hb yang selalu rendah. Penumpukan besi di organ-organ seperti
hati dan jantung sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian. Selain itu besi juga
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, oleh karena itu penumpukan berlebih
kadar besi dalam tubuh dapat menjadikan anak dengan thalassemia rentan terhadap penyakit
infeksi.5

Alur Diagnosis Thalasemia

Tatalaksana

Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfusi darah dapat diberikan bila
kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chest lating agent, yaitu Desferal secara
intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum
didapatkan tanda hipersplenisme atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka
splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi, frekuensi transfusi darah biasanya
menjadi lebih jarang. Diberikan pula bermacam-macam vitamin, terapi preparat yang mengandungi
besi merupakan indikasi kontra. Dahulu anak thalassemia dengan limpa yang besar selalu dianjurkan
untuk men jalani tindakan spolenektomi, tetapi keadaan tanpa limpa /asplenik sangat jauh lebih
berbahaya, bahkan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Oleh karena itu gaya
hidup sehat penting sekali untuk dilakukan seperti makan makanan yang sehat, dan bagi pasien
thalassemia dianjurkan utnuk tidak mengonsumsi minuman keras ataupun merokok.
Seiring dengan semakin majunya penelitian, perkembangan obat yang dapat mengurangi
penimbunan besi didalam tubuh yang dikenal sebagai obat kelasi besi juga semakin pesat. Jika
dahulu obat kelasi besi hanya dapat diberikan melalui jalur injeksi/suntikan, namun saat ini sudah
dapat dibuat sediaan obat dalam bentuk tablet juga injeksi/suntikan, namun saat ini sudah dapat
dibuat sediaan obat dalam bentuk tablet juga sirup, yang diharapkan dapat meningkatkan
kepatuhan pasien thalassemia, untuk secara rutin mengonsumsinya seumur hidupnya. Namun
adapun efek samping yang dapat timbul selama mengonsumsi obat ini antara lain seperti, mual dan
juga penurunan jumlah sel darah putih atau gangguan fungsi ginjal. Oleh karenanya edukasi
merupakan hal penting diberikan, menerangkan efek samping yang mungkin terjadi, sehingga
kemungkinan terjadinya efek samping dapat dicegah. Departemen Radiologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo saat ini sudah mempunyai perangkat T2*/MRI T2*, yang merupakan salah satu
pemerikasaan baku emas untuk dapat melihat deposit besi di organ seperti hati, jantung dan
pankreas, sebelum munculnya gejala klinis.

Penting diingat untuk tidak menunggu waktu transfusi hingga kadar Hb tubuh terlalu rendah, kadar
Hb pre-transfusi antara 9-10 g/dL adalah nilai yang baik untuk dilakukannya transfusi darah, untuk
memperlambat munculnya komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup mereka. Perlu diperhatikan
kualitas darah yang diberikan, sebaiknya memakai darah yang rendah leukosit, untuk
memperlambat terjadinya reaksi transfusi, juga menggunakan skrining darah terhadap penyakit
infeksi hepatitits B, C, CMV, dan HIV dengan metode nucleic acid test/ NAT Selain itu memakai obat
kelasi besi adekuat sangat dianjurkan untuk mencegah munculnya komplikasi akibat kelebihan zat Fe
yang merupakan suatu zat oksidan yang sangat kuat.

Mengonsumsi makanan yang bergizi sangat diperlukan oleh anak-anak penderita thalassemia.
Pasien thalassemia biasanya mempunyai postur tubuh yang kecil, kurus juga pendek, hal ini dapat
diakibatkan karena kekurangan oksigen yang terjadi terus-menerus pada jaringan. Selain itu,
pembesaran limpa juga menyebabkan turunnya napsu makan. Kesemua kondisi tadi menyebabkan
gangguan penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi yang pada akhirnya menyebabkan gangguan
pertumbuhan juga penurunan imunitas tubuh. Peran orangtua untuk membentuk pola makan yang
baik, yaitu mengonsumsi berbagai bahan pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral
sangatlah penting. Hanya saja yang perlu diingat, hindari bahan pangan yang mengandung besi
dalam jumlah tinggi yaitu hati dan daging merah beserta produk olahannya seperti bakso ataupun
jeroan Bahan pangan tersebut dapat digantikan oleh ikan, ayam ataupun susu yang mempunyai
kandungan besi rendah. Mitos bahwa konsumsi sayuran yang mengandung besi misalnya seperti
bayam tidak diperbolehkan, adalah tidak benar, sebab kandungan besi dalam sayuran sangat sedikit
diserap oleh tubuh. Memperbanyak konsumsi bahan pangan yang mengandung fitat seperti sereal
dan teh juga sangat dianjurkan. Fitat merupakan senyawa yang menghambat absorpsi besi.
Sebaliknya, konsumsi vitamin C sebaiknya dibatasi, karena sifatnya yang membantu meningkatkan
penyerapan besi dalam tubuh.

KONSELING DAN SKRINING

Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir dengan
thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan dalam pencegahan thalassemia yaitu secara retrospektif dan
prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan penelusuran terhadap anggota keluarga
pasien thalassemia mayor, sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan skrining untuk
mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu.

1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam
program pencegahan. Masyarakat harus diberikan pengetahuan tentang penyakit yang bersifat
genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang cukup
tinggi. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala
awal thalassemia. Media massa dapat berperan lebih aktif menyebarluaskan informasi tentang
thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara pencegahannya.15 Program
pencegahan thalassemia harus melibatkan pihak terkait. Sekitar 10% dari total anggaran program
harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.

2. Konseling genetika

Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier dilakukan. Tenaga
kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan harus mampu
menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip
dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan memiliki hak untuk
menentukan pilihan, hak untuk mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka
terjamin penuh.15 Hal yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil,
prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis pranatal. Informasi
tertulis harus tersedia dan catatan medis untuk pilihan konseling harus tersimpan. Pemberian
informasi pada pasangan ini sangat penting karena memiliki implikasi moral dan psikologi ketika
pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia
tidak mudah dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab
utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang
memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka jalani sesuai
kondisi masing-masing.

3. Skrining karier

Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani, dan tempat yang memiliki
fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan
diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara dramatis. Skrining thalassemia
ditujukan untuk menjaring karier thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum
memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan
menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya.. Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik
keluarga berencana, klinik antenatal, saat bimbingan pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada
daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum
memiliki anak.

SIMPULAN

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh ketidaknormalan pada protein
globin yang terdapat di gen. Dapat menyerang siapa aja dengan berbagai etnik ras di seluruh dunia
dan termasuk salah satu penyakit genetik kelainan darah yang terbanyak di Indonesia. Jika globin
alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka
penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga gangguan
tumbuh kembang. Pemeriksaan thalasemia bisa dilakukan melalui pemeriksaan darah lengkap, Hb
elektroforesa, analisis DNA dan rontgen. Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak
berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum
beberapa suplemen asam folat, terapi kelasi besi, hingga splenektomi. Thalasemia bisa diketahui
sedini mungkin dengan proses skrining.

Daftar Pustaka:

1. Herawati, Iskandar, Hary, Sanarko,Richard. Bahagian patologi klinis fakultas kedokteran


Ukrida penuntun patologi klinik hematologi. 4th edt. 2014. H.137-46

2. Chris tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifari, Eka adip. Kapita selekta kedokteran. 4th edt. 2014.
H. 59-61

3. Regar J. Pengaruh Faktor Genetik pada Talasemia. Jurnal Biomedik: Vol 1(3); 2009.h.151-8.

4. Mariani D., Rustina Y., Nasution Y. Analisis faktor yang memengaruhi kualitas hidup anak
thalassemia beta mayor. Jurnal Keperawatan Indonesia: Vol 17(1); 2014.h.1-10.

5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan kedokteran


tatalaksana thalasemia. Tahun 2018.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hari Thalasemia sedunia. 7 Mei 2018. Diunduh
pada 3 Juni 2019 dari http://www.depkes.go.id/article/view/18050800002/hari-thalasemia-sedunia-
2018-bersama-untuk-masa-depan-yang-lebih-baik-.html

7. 11. Nelson W.E., Richard E.B., Robert K., Ann M.A. Ilmu kesehatan anak nelson. 6th edt.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.h.1597-613

Anda mungkin juga menyukai