Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara genetik yang
terjadi karena kurangnya zat pembentuk hemoglobin, sehingga mengakibatkan tubuh
kurang mampu memproduksi sel darah merah yang normal. Hemoglobin berfungsi untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh untuk menghasilkan energi.
Produksi hemoglobin yang kurang atau tidak ada, mengakibatkan pasokan energi untuk
tubuh tidak dapat terpenuhi dan fungsi tubuh pun terganggu sehingga tidak mampu lagi
menjalankan aktifitasnya secara normal.
Penyakit Thalasemia terbagi menjadi dua jenis yaitu thalasemia minor dan
thalasemia mayor. Perbedaan diantara keduanya adalah penderita thalasemia minor dapat
hidup normal dan tidak memerlukan perawatan dan pengobatan khusus. Namun penderita
thalasemia minor dapat menurunkan penyakit thalasemia kepada anak-anaknya.
Sedangkan penderita thalasemia mayor memerlukan perawatan dan pengobatan khusus.
Dikarenakan thalasemia mayor merupakan kelainan darah yang cukup berat. Penderita
thalasemia mayor tidak mampu memproduksi sel darah merah yang cukup dan
kemungkinan besar harus menjalani transfusi darah seumur hidupnya (Nadesul, 2006:
23).
Indonesia menjadi salah satu Negara yang berisiko tinggi untuk penyakit
thalasemia. Di tahun 2009 penderita thalasemia mencapai 4000 jiwa hingga pada tahun
2014 penderita thalasemia mencapai 6000 jiwa. Peningkatan tiap tahunnya mencapai 5-
10 persen. Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal penyakit kelainan darah
tersebut karena penyakit thalasemia memang tidak sepopuler HIV/AIDS, namun bagi
pengidap penyakit ini juga sama berbahayanya hingga mangakibatkan kematian
(Beritasatu, 2011).
Pencegahan dari penyakit thalasemia harus dilakukan sedini mungkin khususnya
bagi pasangan yang ingin menikah atau penderitanya agar dapat ditangani lebih cepat dan
tidak menurunkan penyakit thalasemia kepada keturunannya. Untuk itu diperlukan
sebuah media dalam mempermudah perhitungan resiko penyakit thalasemia untuk

1
menentukan penguna menderita penyakit thalsemia atau tidak dan memberikan informasi
mengenai penyakit thalasemia.

1.2 Rumusan masalah :


1.2.1 Bagiamana tinjauan teori penyakit thalassemia ?
1.2.2 Bagimana konsep asuhan keperawatan anak dengan penyakit thalassemia ?

1.3 Tujuan :
1.3.1 Untuk mengetahui tinjauan teori penyakit thalassemia
1.3.2 Untuk mengtahui konsep asuhan keperawatan anak dengan penyakit thalassemia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR TEORI


2.1.1 Pengertian
Istilah talasemia berasal dari kata “thalassa” yang berarti laut dan
“Haema” yang berarti darah. Talasemia merupakan kelainan darah yang
berhubungan dengan gangguan sintesis dari rantai globin α atau β pada
hemoglobin A (Hb A), diturunkan secara patologis pada satu atau lebih gen dari
rantai globin yang terletak pada kromosom 11 (β) dan 16 (α). Pada talasemia
didapatkan terjadi lebih dari 200 delesi atau mutasi pada kegagalan transkripsi,
proses atau translasi dari mRNA α atau β globin (Rani dkk., 2013). Penurunan
rantai β globin dikenal sebagai talasemia β, sedangkan penurunan rantai α globin
dikenal sebagai talasemia α. Talasemia β merupakan kelompok kelainan darah
yang diturunkan dengan karakteristik adanya penurunan atau tidak adanya sintesis
rantai globin sehingga mengakibatkan penurunan dari kadar hemoglobin pada sel
darah merah, penurunan produksi dari sel darah merah dan anemia. Talasemia
biasanya diturunkan secara resesif (Galanello dan Origa, 2010).
Berdasarkan tingkat keparahan klinis yang berimplikasi terhadap diagnosis dan
tatalaksana, talasemia dibagi menjadi 3 yaitu (Permono dan Ugrasena, 2006):
1. Talasemia mayor sangat tergantung pada transfusi.
2. Talasemia intermedia lebih ringan, onset lebih lambat, tidak atau hanya
membutuhkan sedikit transfusi.
3. Talasemia minor/karier biasanya tidak memberikan gejala.
2.1.2 Epidemologi
Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925), semula
ditemukan disekitar Laut Tengah, menyebar sampai Mediterania, Afrika, Timur
Tengah, India, Asia Tenggara termasuk Cina Selatan dan Indonesia. Jumlah
talasemia karier tertinggi dilaporkan di Cyprus (14%), Sardina (10,3%) dan Asia
Tenggara (Olivieri, 1999). Sampai saat ini, talasemia masih merupakan kelainan
genetik yang paling sering terjadi di dunia, sekitar 4,83% dari populasi di dunia

3
membawa varian globin, 1,67% dari populasi merupakan heterozigot dari
talasemia α dan talasemia β (Rund dan Rachmilewitz, 2005). Setiap tahun
diperkirakan lahir 2500 anak dengan talasemia di Indonesia dan Pusat Talasemia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sampai akhir
2008 terdaftar 1.455 pasien yang terdiri dari 50% talasemia-β, 48,2% talasemia-
β/Hb-E dan 1,8% pasien talasemia-α (Wahidiyat, 2009). Penderita talasemia di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar periode 2000-2005
sebanyak 10 orang dan jumlahnya meningkat menjadi 15 orang pada tahun 2011
(Mudita, 2007; Arimbawa dan Ariawati, 2011).
2.1.3 Patofisiologi
Pada trimester pertama kehidupan intrauterin, zeta, epsilon, alpha, dan
rantai gamma berada pada kadar yang signifikan dan pada beberapa kondisi
membentuk Hb Gower I (ζ2ε2), Hb Gower II (α2ε2), Hb Portland (ζ2γ2), and
hemoglobin F (HbF) (α2γ2 136-G and α2γ2 136-A). Hb Gower dan Hb Portland
segera menghilang, HbF akan menetap dan membentuk pigmen respirasi selama
kehidupan intrauterin. Sebelum lahir, produksi rantai gamma mulai berkurang
sehingga setelah usia 6 bulan setelah kelahiran, hanya tersisa (HbF 2%) dalam
jumlah sedikit yang terdeteksi di dalam darah. Pada fase awal kehidupan
intrauterin, sintesis rantai beta dipertahankan dalam kadar rendah, akan tetapi
secara bertahap meningkat sampai kadar signifikan pada akhir trimester ketiga
dan berlanjut hingga neonatal dan dewasa. Sintesis rantai delta tetap
dipertahankan dalam kadar rendah sampai usia dewasa (<3%). Oleh karena itu
selama perkembangan normal, sintesis Hb Gower janin dan Portland digantikan
oleh sintesis HbF, dan nantinya digantikan oleh hemoglobin dewasa, HbA dan
HbA2 (Marengo-Rowe, 2007).
Pada talasemia terjadi hampir 200 mutasi genetik yang berhubungan
dengan kelainan yang ditimbulkan. Semua mutasi yang terjadi berakibat pada
tidak terjadinya sintesis rantai β-globin yang disebut sebagai talasemia-β o atau
pengurangan sintesis rantai β-globin yang disebut sebagai talasemia-β + (Olivieri,
1999). Talasemia secara klinis bersifat heterogen, hal ini disebabkan karena

4
terjadi berbagai kelainan genetik akibat mutasi, sehingga menyebabkan gangguan
sintesis dari rantai globin. Pada talasemia terjadi hemolisis dan eritropoiesis yang
tidak efektif. Hal ini terjadi secara bersama-sama sehingga mengakibatkan anemia
pada talasemia (Rani dkk., 2013). Anemia yang terjadi akibat hemolisis perifer
disebabkan oleh rantai globin alfa yang tidak larut, sehingga memicu terjadinya
kerusakan membran pada eritrosit. Anemia akan merangsang produksi eritropietin
yang cukup intensif, akan tetapi akibat sumsum tulang yang tidak efektif akan
menyebabkan terjadinya deformitas pada tulang. Anemia yang berat serta
berkepanjangan dan meningkatnya eritropoiesis akan mengakibatkan pembesaran
pada hepar dan lien serta eritropoiesis ekstrameduler.
Pada pasien talasemia, sumsum tulang mengandung 5 sampai 6 kali
jumlah prekursor eritroid lebih banyak dibandingkan pada orang normal yang
sehat, dengan jumlah sel apoptosis 15 kali lebih banyak. Apoptosis yang terjadi
lebih cepat merupakan penyebab utama terjadinya eritropoiesis yang tidak efektif,
hal ini menyebabkan terdapat rantai alfa yang berlebih pada prekursor eritoid
(Mathias dkk., 2000). Meskipun mekanisme apoptosis dari sel tersebut belum
diketahui dengan jelas, akan tetapi diduga jalur tersebut dimediasi oleh interaksi
dari Fas-Fas ligand. Apoptosis yang terjadi secara cepat dihubungkan dengan
peningkatan paparan ekstraseluler dari phosphatidylserine yang merupakan signal
penting untuk aktivasi dari makrofag, dimana hal tersebut meningkat pada pasien
talasemia.
2.1.4 Diagnosis
Talasemia mayor biasanya dicurigai pada bayi usia lebih muda dari 2
tahun dengan anemia mikrositer berat, jaundice yang ringan, dan terdapat
pembesaran hepar dan lien. Talasemia intermedia biasanya muncul pada umur
setelah 2 tahun akan tetapi dengan gejala klinis yang lebih ringan. Pada karier
talasemia biasanya tidak menunjukkan gejala klinis, akan tetapi terkadang muncul
gejala anemia yang ringan (Galanello dan Origa, 2010). Pucat dapat ditemukan
pada anak pada tahun pertama. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu anoreksia,
pembesaran limpa dan hepar yang membesar, wajah mongoloid (dahi dan maksila
yang menonjol), adanya gangguan pertumbuhan yang disebabkan berbagai faktor

5
antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin dan
hipoksia jaringan akibat anemia. Warna kulit menjadi kehitaman. Perawakan
biasanya pendek yang disebabkan kekurangan gizi kronis dan anemia.
Pada pemeriksaan penunjang hapusan darah tepi akan didapatkan anemia
berat tipe mikrositik hipokromik, anisositosis, poikilositosis, sel target. Jumlah
retikulosit, lekosit, trombosit, bilirubin serum meningkat. Pada sumsum tulang
terdapat hiperplasi normoblastik. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya
ikat serum terhadap besi (TIBC) menjadi rendah hingga mencapai nol (Nathan,
2003). Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks
tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak
besar kadang terlihat brush appearance. Pada analisis Hemoglobin (Hb) secara
kualitatif dan kuantitatif menggunakan Hb elektroforesis dan high-performance
liquid chromatography (HPLC) akan menunjukkan jumlah serta tipe dari Hb yang
ada. Pola Hb pada pasien talasemia tergantung dari tipe talasemia beta yang
muncul. Pada talasemia-β o homozigot tidak terdapat HbA dan HbF memenuhi
92-95% dari total Hb. Pada talasemia-β + homozigot dan genetik βo atau β+ kadar
HbA berkisar antara 10-30% dan HbF berkisar antara 70- 90%. Kadar HbA2
bervariasi pada talasemia beta homozigot dan kadarnya meningkat pada talasemia
beta minor (Galanello dan Origa, 2010).
2.1.5 Komplikasi
Berbagai macam komplikasi dapat terjadi pada pasien talasemia, baik
karena penyakitnya sendiri ataupun akibat dari terapi yang diberikan. Pasien
talasemia memerlukan terapi suportif utama yaitu transfusi darah yang berulang
dengan tujuan mempertahankan kadar hemoglobin 9-10 g/dL. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan tumbuh kembang anak dengan sedikit
komplikasi (Tahir dkk., 2011). Komplikasi penimbunan zat besi dalam tubuh
dapat terjadi akibat transfusi darah yang dilakukan terus menerus. Pada pasien
yang jarang mendapatkan transfusi darah risiko penumpukan zat besi tetap terjadi
karena penyerapan zat besi yang abnormal. Penumpukan zat besi berkisar antara
2-5 gram per tahun pada kasus ini.

6
Kelebihan besi menyebabkan kapasitas transferin serum untuk mengikat
besi bebas akan terlampaui, sehingga besi bebas ini akan menghasilkan radikal
bebas yang berbahaya bagi tubuh. Kelebihan besi (iron overload) ini dideposit
dalam berbagai organ terutama di hati dan jantung hingga terjadi disfungsi organ.
Hal tersebut biasanya terjadi pada anak-anak diatas 5 tahun (Yaman dkk., 2013).
Komplikasi pada jantung umumnya terjadi pada usia lebih dari 10 tahun.
Sebagian besar penderita awalnya mengeluh sesak napas saat istirahat, mudah
lelah, nyeri pada dada dan palpitasi. Kelainan jantung yang dapat terjadi seperti
kardiomiopati, hipertensi pulmonal, gagal jantung, aritmia, perikarditis, dan
myokarditis (Sayed dkk., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Fazal-ur-Rahman
Khan dkk. (2006) didapatkan 41,1% pasien talasemia dengan usia 5-12 tahun
mengalami gagal jantung dan kardiomegali. Hasil yang serupa juga didapatkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Eshaqhosseni dkk. (2014) bahwa 33% pasien
talasemia didapatkan mengalami gangguan fungsi ventrikel kiri.
Penumpukan besi pada organ lain juga dapat terjadi seperti endokrin.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan biasanya muncul setelah dekade pertama dan
meningkat seiring bertambahnya usia. Gangguan pada kelenjar endokrin yang
terjadi sebanyak 38% yang meliputi osteoporosis, perawakan pendek, hipotiroid,
diabetes melitus, dan keterlambatan pubertas. Hipotiroid bianya akan muncul
setelah dekade kedua dengan frekuensi sebanyak 6-24%. Gangguan tumbuh
kembang dapat terjadi pada pasien talasemia dengan jumlah kasus sebanyak
19,4% (Yaman dkk., 2013; Inati dkk., 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Cario dkk dilaporkan sebanyak 30% pasien mengalami gangguan tumbuh
kembang dengan usia rata-rata 13,8 tahun dan lebih dari 50% muncul setelah usia
15 tahun.
Gangguan fungsi ginjal pada talasemia terjadi akibat anemia yang kronis serta
hipoksia jaringan yang menimbulkan stres oxidatif sehingga terjadi abnormalitas
fungsi dari sel tubulus. Anemia kronis akan menurunkan resistensi vaskular
sistemik sehingga mengakibatkan peningkatan aliran plasma ginjal dan disfungsi
dari glomerulus (Bakr dkk., 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Hamed
dan ElMelegy (2010) dilaporkan bahwa terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus

7
< 90 ml/ menit/ m2 pada 58,8% kasus. Hasil yang sama juga didapatkan oleh
Aydinok dkk. (2012) sebanyak 5% kasus mengalami peningkatan kadar kreatinin
serum lebih dari 50%.
Sirosis dan karsinoma hepatoseluler sebagai akibat hepatitis kronis ataupun
penumpukan besi yang berat disebabkan oleh pemberian transfusi yang berulang
pada talasemia. Prevalens sirosis akibat penumpukan besi dilaporkan sebanyak
10-40% dan prevalens fibrosis hati dilaporkan sebanyak 40-80% pada 10 dekade
terakhir (Khan dkk., 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Li dkk. (2002)
dilaporkan hemosiderosis grade 3-4 dan fibrosis hati ditemukan sebanyak 44%
dan 30% dan terjadi peningkatan kadar enzim hati yang berhubungan dengan
kadar feritin serum yang tinggi. Transfusi darah yang dilakukan terus-menerus
juga dapat meningkatkan risiko infeksi akibat transfusi, selain itu juga dapat
meningkatkan risiko untuk terjadinya reaksi transfusi lebih besar (Rund dan
Rachmilewitz, 2005). Reaksi darah akibat transfusi yang sering terjadi adalah
reaksi non hemolitik, reaksi alergi, reaksi hemolitik yang bersifat akut,
autoimmune hemolytic anemia, rekasi transfusi tipe lambat, transfusion related
acute lung injury (TRALI), transmisi infeksi akibat transfusi meliputi hepatitis B,
C, human immunodeficiency virus (HIV), malaria, dan sifilis (Aisy dan
Tumbelaka, 2003; Tahir dkk., 2011)
2.1.6 Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis
dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsun tulang ( tidak menentukan diagnosis)
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
b. Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

8
3. Pemeriksaan khusus :Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
a. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait(carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb
total).

4. Pemeriksaan Lain
a. Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 g/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau
sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa
infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.
a. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi
b. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
c. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan  tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya
ruptur
b. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah
atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan
dalam satu tahun.
3. Suportif
Transfusi darah :
a. Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi,  dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita.
b. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

9
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya )
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi

PEMANTAUAN:
1) Terapi
a. Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan
besi sebagai akibat  absorbsi besi meningkat  dan transfusi darah berulang.
b. Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala,
gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
2) Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
3) Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi
jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes
melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


Langkah-Langkah Manajemen Menurut Halen Varney (2007) adalah sebagai
berikut : Pengumpulan atau pengumpulan data dasar adalah mengumpukan semua data
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama untuk
mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaqitan dengan
kondisi pasien
2.2.1 PENGKAJIAN
1) Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
2) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia

10
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.

3) Riwayat kesehatan anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
4) Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
5) Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6) Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat,karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8) Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)

11
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9) Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
A. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
B. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
C. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
D. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
E. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
F. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati (hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu
kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik
anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
G. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapatmencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.

12
H. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusidarah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

2.2.2 DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan O2 dan nutrisi
tidak adekuat.
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
terhambatnya pertumbuhan sel dan otak
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pembentukan ATP
4. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia

2.2.3 PERENCANAAN

N Dx Tujuan Intervensi Rasional


o keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Obervasi tekanan
perfusi jaringan asuhan keperawatan perfusi serebral
perifer selama ...x24 jam - Monitor tekanan
berhubungan diharapkan perfusi intrakanial pasien
dengan O2 dan jaringan perifer kembali dan respon
nutrisi tidak efektif dengan kriteria neurology terhadap
adekuat hasil : aktivitas

13
- Mendemonstrasikan - Monitor intake dan
status sirkulasi output pasien
( tekanan systole dan - Restrain pasien jika
diastole dalam perlu
rentang yang - Monitor suhu dan
diharapkan) angka WBC
- Mendemonstrasikan - Posisikan pasien
kemampuan kognitif pada posisi
- Menunjukan fungsi semifowler
sensori motoric - Edukasi dalam
kranial yang utuh: memberikan
tingkat kesadaran informasi perawatan
membaik tidak ada pada keluarga
gerakan-gerakan - Kolaborasi dalam
involunter pemberikan
analgetik dan
antibiotik

2 Setelah dilakukan - Kaji tingkat tumbuh - Untuk


Keterlambatan
mengatahui
asuhan keperawatan kembang anak
pertumbuhan tingkat tumbuh
selama ...x24 jam - Ajarkan untuk kembang anak
dan
secara dini
diharapkan anak akan intervensi awal
perkembangan untuk
menunjukan tingkat dengan terapi menentukan
berhubungan
intervensi yang
pertumbuhan dan rekreasi dan
dengan tepat
perkembangan sesuai aktivitas sekolah - Mengelompoka
terhambatnya
n anak dengan

14
dengan usia, dengan - Berikan aktivitas kelompok usia
pertumbuhan
akan
kriteria hasil : yang sesuai , menrik
sel dan otak menstimulasi
- Melakukan dan dapat dilakukan proses tumbuh
kembang anak
ketrampilan sesuai oleh anak
- Aktivitas yang
dengan usianya - Rencakanan menarik akan
menambah
- Mampu melakukan bersama anak
kemauan anak
ADL secara mandiri aktivitas dan sasaran untuk mencapai
aktivitas
- Menunjukan yang memberikan
tersebut
peningkatan dalam kesempatan untuk - Untuk
mendorong
berespon keberhasilan
kerjasama dan
- Memberikan citra diri yang
positif
edukasi stimulasi
- Untuk
tumbuh kembang memperkuat
stimulasi
anak pada keluarga
tumbuh dan
- Kolaborasi dengan kembang anak
- Untuk
orang tua untuk
mengetahau
memantau peningkatan
tumbuh
peningkatan
kembang anak
pertumbuhan dan
perkembangan anak

3 Introleransi Setelah dilakukan - Kaji kemampuan - Mempengarui


aktivitas asuhan keperawatan pilihan
pasien untuk
berhubungan selama ...x24 jam intervensi/bantu
dengan ketidak diharapkan toleransi melakukan aktivitas, an
seimbangan terhadap aktivitas - Untuk mencegah
catat kelelahan dan
antara suplai meningkat.
komplikasi lebih
oksigen dan Kreteria hasil: kesulitan dalam
kebutuhan - Menunjukan lanjut dan istirahat
beraktivitas
penurunan tanda
cukup
fisiologi intoleransi, - Ubah posisi pasien
misalnya nadi, - Memberikan konsidi
dengan perlahan dan
pernafasan, dan
yang nyaman
tekanan darah masih pantau terhadap
dalam rentang - Mempercepat
pusing.
normal pasien.
penyembuhan

15
- Anjurkan pasien dan
keluarga untuk
menjaga kebersihan
lingkungan
Kolaborasi dengan tim
medis jika ada
komplikasi
4 Resiko terhadap Setelah dilakukan - Observasi TTV - Untuk
asuhan keperawatan mengetahui
- Kaji semua
infeksi selama ....x24 jam keadaan
diharapkan tidak terjadi sistem (kulit, umum
berhubungna
infeksi dengan Kreteria - Pengendalian
pernafasan)
dengan hasil: dini agar
- Klien bebas dari terhadap dapat segera
menurunnya
tanda dan gejala mencegah
tanda/gejala
imunitas infeksi. progresi pada
infeksi secara situasi/sepsis
- Menunjukkan
yang lebih
kemampuan kontinu
serius
untuk mencegah - Pertahankan - menurunkan
timbulnya infeksi. resiko
teknik aseptic
- Menunjukkan kolonisasi/inf
perilaku hidup ketat pada eksi bakteri
sehat - identifikasi/
prosedur/perwatan
perawatan
jika terjadi luka awal dari
infeksi
sekunder
- Mengajarkan
dapat
keluarga untuk mencegah
terjadinya
memeriksa
sepsis
adanya tanda- - membedakan
adanya
tanda radang
infeksi,
setelah dilakukan mengidentifi
kasi pathogen
prosedur infasif
khusus dan
memengaruhi
- Kalaborasi kepada dalam
pemilihan
petugas lab untuk
pengobatan
pengambilan

16
specimen jika
terjadi tanda-
tanda infeksi
5 Ketidakseimbang Setelah dilakukan - Kaji riwayat - Mengidentifikasi
asuhan keperawatan nutrisi, monitor defisiensi,menga
an nutrisi kurang selama ....x24 jam asupan makanan wasi makanan
kebutuhan diharapkan nafsu makan yang masukdan
dari
klien meningkat dengan menghitung
berhubungan kriteria hasil: - Membantu kalori yang
- Adanya melakukan oral dibutuhkan klien
dengan anoreksia
peningkatan BB hygine sebelum
- Mampu makan - Meningkatkan
nafsu makan ,
mengidentifikasi
- Anjurkan pasien dan mencegah
kebutuhan nutrisi pertumbuhan
- Tidak ada tanda- imakan dalam
bakteri
tanda malnutrisi posisi duduk
- Menunjukkan - Agar klien tidak
peningkatan - Kalaborasi pada tersedak saat
fungsi ahli gizi makan
pengecapan dari
- Membantu
menelan dalam membuat
rencana diet
untuk
memenuhi
nutrisi klien

17
2.2.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan pada anak dengan thalassemia merupakan tindakan
perawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan meliputi
semua aspek bio, psiko, sosio dan spiritual serta ditekankan pada prioritas
masalah keperawatan utama yang muncul pada anak.

2.2.5 EVALUASI
Evaluasi keperawatan pada anak dengan thalassemia adalah memperhatikan
segala hasil dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan
memperhatikan rasional pada setiap intervensi yang telah disusun.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kedimpulan yang dapat di di ambil penyakit thalassemia merupakan penyakit
kelainan darah yang diturunkan secara genetik yang terjadi karena kurangnya zat
pembentuk hemoglobin, sehingga mengakibatkan tubuh kurang mampu memproduksi sel
darah merah yang normal. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh untuk menghasilkan energi. Produksi hemoglobin yang
kurang atau tidak ada, mengakibatkan pasokan energi untuk tubuh tidak dapat terpenuhi
dan fungsi tubuh pun terganggu sehingga tidak mampu lagi menjalankan aktifitasnya
secara normal.
Adapun diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan thalassemia
adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan O2 dan nutrisi tidak
adekuat.
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan terhambatnya
pertumbuhan sel dan otak
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pembentukan ATP
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
5. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas.

3.2 SARAN
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
thalassemia dengan selalu memerhatikan semua aspek bio, psiko, sosio dan spiritual dan
diagnose utama apa saja yang mungkin muncul.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah A, Dahlan A. Talasemia. Dalam: Hasan R (ed). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Edisi ke 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.

Arijanty, L, Nasar, S. Masalah Nutrisi Pada Thalasemia. Journal. Sari Pediatri. 2011

Sumantri AG, Permono B. Talasemia. Dalam: Windiastuti E(ed). Buku Ajar Hematologi
Onkologi Anak. Edisi ke 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.

Taher A, Vichinsky E. Epidemiology of NTDT. Dalam: Capellini DM (ed). Buku Guidlines for
the management of non transfusion dependent thalassemia. Siprus: Thalassaemia International
Federation; 2013.

20
21

Anda mungkin juga menyukai