Dibuat oleh
CHRISTINA BATTI
NIM:21219091
2020
LAPORAN PENDAHULUAN 2
THALASEMIA
A. DEFINISI
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana
hemoglobin dalam eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang (Supardiman, 2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan
tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2014).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan
dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini
pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF,
2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2016).
Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena
kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik
pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
3
B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan
produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom
(total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom
(total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua
subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas
protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.
Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak
seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen,
sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2017).
1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2017).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka
terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu
gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel
α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2016).
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2017).
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah
untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan
akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2017).
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop
fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007)
atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak,
2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan
akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya
terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang
endemik (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2017). Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2016).
Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50%
dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada: 5
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor
tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis
keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang
hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan 7
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (Nuckeus precise, 2010)
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2014)
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya
sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut
hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA
memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan
sebagai α - atau β –thalassemia (Rudolph et al, 2012)
ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang
terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen
globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.
Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat
thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang
pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi
pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah
gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya
mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit
ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2011) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang8
tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai
darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka
anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor
9
D. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi
(atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin
manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu
HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira
0,5%.
Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan
sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung
jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen 10
tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu
kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster
gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin-α
secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’ (Evans et
al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpha dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam
molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida
ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya
mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses 11
hemolisis
Pathway :
12
E. GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang
tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2015).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis
rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2012)
Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni
(1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β
mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β
intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa
sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2015).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen 13
dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut
adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-
α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2015).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas
lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat
dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap
dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2012).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan
mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
1. Thalasemia Mayor:
Pucat
Lemah
Anoreksia
Sesak napas
Peka rangsang 14
Tebalnya tulang kranial
Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
Disritmia
Epistaksis
Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
Kadar besi serum tinggi
Ikterik
Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2012)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2017).
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan
kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2017).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2017).
d. Model matematika
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan
anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test 16
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F
10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2017).
b. Kromatografi hemoglobin
c. Molecular diagnosis
H. PENCEGAHAN
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan
(screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang
diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005)
konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak
yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui
menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia
juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu
defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk
menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening) 17
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa
menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan Talasemia β berat.
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang
efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia, perkiraan
kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan
Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko
mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah
memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh,
kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β dengan HbA2 normal.
Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk
memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi
struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2014).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang
sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion
(CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah
untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2014).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami 18
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk
mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini
sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara
langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan
kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam
pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi
label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak
sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi
sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2014).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Contohnya,
tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan pengamatan bahwa
pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2014).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%. Sumber
kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi
genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena, 2014).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini
menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri
dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi
genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat
dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif
pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan 19
antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
2. Bedah
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan
lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok
dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
21
J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan 22
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko
menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti
setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya 23
yang normal.
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
24
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Resiko perdarahan
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
4. Monitor GCS
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.
Aktifitas:
4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya
alat transfusi)
5. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya kelemahan fisik
6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)
8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Monitor Nutrisi
Aktifitas:
· Mengetahui Aktifitas:
keterbatasanan energinya
1. Tentukan keterbatasan
· Mengubah gaya aktifitas fisik klien
hidup sesuai tingkat energi
2. Kaji persepsi pasien
· Memelihara nutrisi tentang penyebab kelelahan
yang adekuat
3. Dorong pengungkapan
· Energi yang cukup perasaan tentang
untuk beraktifitas kelemahan fisik
6. Monitor respon
kardiopumonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna kulit,
tekanan darah)
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti mengecek
darah dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi
(
6. Nyeri b.d penyakit NOC NIC 32
kronis
· Mengontrol Nyeri 1. Manajemen nyeri
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan
atau mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri, rute
pemberian, dan dosis
optimal
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi 35
(sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
DAFTAR PUSTAKA
Ganie, A, 2014. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Hoffband, A, dkk, 2015. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media Aesculapius
FKUI.
Hartoyo, Edi, dkk. 2016. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD
Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2011, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
Keluhan utama: Ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh lemas, pusing, pucat
Keluhan saat ini: Ibu pasien mengatakan ankanya lemas, mengeluh pusing, dan pucat,
dibawa ke poli anak tanggal 9/11/2020 jam 08.00, kemudian oleh dokter anak dianjurkan cek
Hb dan hasilnya 7,6mg/dl, dan pasien disarankan rawat inap untuk tranfusi darah.
Menurut ibu pasien, pasien di diagnosaThalasemia sejak umur 4 tahun, dan sampai sekarang
rutin melakukan tranfusi darah setiap bulan.
A. Prenatal : Orang tua pasien mengatakan saat hamil an I tidak pernah ada
keluhan sakit apapun, dan rutin kontrol ke dr kandungan
B. Intranatal : Orang tua pasien mengatakan saat melahirkan an I tidak ada
masalah, lahir normal, spontan, BB: 2900gr, PB: 48cm, jenis kelamin laki-laki
C. Postnatal : Orang tua pasien mengatakan tidak ada keluhan, dan bayi juga
diberi ASI
Keterangan
: Perempuan
: Laki Laki
: Pasien
:meninggalkarena
thalasemia
A. Makan
1. Makanan yang disukai/tidak disukai : makanan yang disukai: keju, makanan yang tidak disukai:
ikan
2. Pola makan / jam makan : makan 3 kali sehari ( pagi, siang, sore)
B. Tidur
1. Lama tidur siang : 2- 3 jam
2. Lama tidur malam : 8 jam
3. Kebiasaan sebelum tidur : main gadget
C. Personal hygiene 38
1. Mandi : 2 kali sehari (pagi dan sore)
2. Mencuci rambut : 1 kali sehari
D. Menggosok gigi : 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam)
E. Eliminasi
1. BAB – karakteristik feses : lembek, 1 kali/hari, warna kuning
2. BAK – Karakteristik urine : Kuning pekat (4 kali sehari)
F. Aktivitas bermain – jenis permainan : pasien tidak pernah main keluar rumah, sering bermain gadget
Pasien mengeluh bosan setiap bulan harus ke RS dan tranfusi, ingin cepat pulang dan
bisa bermain dengan adiknya
Ibu pasien mengatakan ankanya lemas, mengeluh pusing, dan pucat, dibawa ke poli anak
tanggal 9/11/2020 jam 08.00, kemudian oleh dokter anak dianjurkan cek Hb dan hasilnya
7,6mg/dl, dan pasien disarankan rawat inap untuk tranfusi darah.
Menurut ibu pasien, pasien di diagnosa Thalasemia sejak umur 4 tahun, dan sampai 40
sekarang rutin melakukan tranfusi darah setiap bulan.
KU: sedang, kesadaran: CM, TD: 100/70mmhg, Nadi: 65x/mnt, Suhu 36,7 derajat celsius,
dan RR 22 kali
BB saat ini: 38kg, TB: 132 cm
Terapi :
Status cairan : Nacl 500ml/24 jam
Obat-obatan :
1. Tranfusi PRC 1x125cc (125cc/hari), dilanjutkan hari ke 2 tranfusi PRC 2x125cc
(250cc/hari)
2. Perifrox 3x1 tab (PO)
3. Pycin inj 3x1 gr (IV)
DS:
- Ibu pasien mengatakan anaknya didiagnosa
Thalasemia sudah sejak umur 4 tahun dan
rutin tranfusi darah setiap bulan
- Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan
perkembangan anaknya lebih lambat dari
anak lain yang seumuran dengan anaknya
DO:
- Hidung tampak pesek
- Tulang pipi menonjol
- Anak bertingkah seperti anak usia 10 tahun
- TB/BB : 132cm, BB: 38 kg (sebelum
sakit), BB: 38kg (sesudah sakit)
- BB seharusnya: 39,5 kg (WHO, 2016)
- TB seharusnya: 144cm (WHO, 2016)
- Nafsu makan kurang
43
-
1. Gangguan perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan suplai O2, konsentrasi Hb, dan
darah ke jaringan perifer
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah
3. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d abnormalitas produksi globin
dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi sumsum tulang (penyakit kronis)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA 44
(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240
Telp. (021) 7234122, 7207184, Fax. (021) 7234126
Website: www.stikes-pertamedika.ac.id
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
RENCANA KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN
Edukasi
menganjurkan
berolahraga sesuai
toleransi
Kolaborasi
memberikan tranfusi
darah sesuai
kebutuhan
(1x125cc/hari)
S: orang tua
10/11/ pasien
Defisit nutrisi berhubungan Observasi
2020 mengatakan
dengan ketidakmampuan - mengidentifikasi status Chris
absorbsi nutrien yang pasien makan
nutrisi
diperlukan untuk - mengidentifikasi habis setengah
pembentukan sel darah makanan yang disukai porsi
merah - mengidentifikasi O: tampak
kebutuhan kalori dan makan habis ½
jenis nutrien porsi
- Memonitor BB BB: 38kg
- Memonitor asupan
kulit kering
makanan
- Memonitor hasil
A: masalah
pemeriksaan
belum teratasi
laboratorium
P: lanjutkan
Terapeutik intervensi
- melakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu 52
- menyajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
Edukasi
- mengajarkan kepada OT
menu makanan sesuai
program
Kolaborasi
- berkolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
- berkolaborasi ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
A: masalah
belum teratasi
P: lanjutkan
intervensi
Edukasi
menganjurkan
berolahraga sesuai
toleransi
Kolaborasi
memberikan tranfusi
darah sesuai
kebutuhan
(2x125cc/hari)
Chris
Defisit nutrisi berhubungan Observasi
11/11/ S: orang tua
2020 dengan ketidakmampuan - mengidentifikasi status
nutrisi pasien
absorbsi nutrien yang
- mengidentifikasi mengatakan
diperlukan untuk
pembentukan sel darah pasien makan
merah makanan yang disukai habis satu 56
- mengidentifikasi porsi
kebutuhan kalori dan O: tampak
jenis nutrien
makan habis 1
- Memonitor BB
porsi
- Memonitor asupan
BB: 38kg
makanan
- Memonitor hasil
pemeriksaan
A: masalah
laboratorium teratasi
P: intervensi
Terapeutik stop.
- melakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
- menyajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
Edukasi
- mengajarkan kepada OT
menu makanan sesuai
program
Kolaborasi
- berkolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
- berkolaborasi ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan Chris
Resiko infeksi b.d 57
ketidakadekuatan S: pasien
3
pertahanan sekunder Observasi mengatakan
Memonitor tanda dan sudah tidak
gejala infeksi lokal
pusing, dan
tidak lemas
Edukasi
O:
membatasi jumlah
- Tampak
pengunjung
lebih
memberikan perawatan
kulit segar
A: masalah
teratasi
P: intervensi
stop
Keterlambatan
pertumbuhan dan Observasi S: Orangtua
4
perkembangan b.d Mengidentifikasi
pasien
abnormalitas produksi kebutuhan khusus
mengatakan
globin dalam hemoglobin anak dan kemampuan
anaknya mau Chris
menyebabkan hiperplasi adaptasi anak
mengikuti yang
sumsum tulang.(penyakit Terapeutik
kronis) mendukung anak telah 58
berinteraksi dengan diajarkan
anak lain perawat
mendukung anak O: - tampak
mengekspresikan
antusias
perasaan secara positif
-tampak mau
mendiskusikan dengan
berkomunikasi
anak tentang
dengan pasien
harapannya
anak yang lain
Edukasi
mengajarkan sikap
A: masalah