Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN I DENGAN THALASEMIA 1

DI RUANG PERAWATAN ANAK RS PREMIER JATINEGARA

Laporan Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas

Praktek Profesi Ners Kelas NR

Pada Mata Ajar Keperawatan Anak

Dibuat oleh

CHRISTINA BATTI

NIM:21219091

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PERTAMEDIKA

PROGRAM PROFESI NERS KELAS NR

2020
LAPORAN PENDAHULUAN 2

THALASEMIA

A.    DEFINISI

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana
hemoglobin dalam eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang
relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang (Supardiman, 2012).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan
tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2014).

Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan
dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini
pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF,
2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2016).
Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena
kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik
pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
3
B.     KLASIFIKASI

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan
produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom
(total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom
(total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua
subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas
protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.
Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak
seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen,
sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2017).

1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat
menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2017).

a.      Thalassemia α

Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan
terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka
terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu
gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel
α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2016).

1)      Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)

Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum
kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk
mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2017).

2)      Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)


Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. 4
Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier
yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2017).

3)      Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah
untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan
akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2017).

4)      Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam
kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop
fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu
Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007)
atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).

b.      Thalasemia β

Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak,
2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan
akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya
terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang
endemik (Wiwanitkit, 2007).

Thalassemia βo

Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2017). Satu pertiga
penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2016).

Thalassemia β+

Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50%
dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada: 5

1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)


 Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau
βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan
biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat
ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu
gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal
masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik,
hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai
globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan
diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan
membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan
selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya
(Sachdeva, 2016)
2) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+)
Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007). HbA
langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini
berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja
(Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah
(Rodak, 2017) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir
dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb
F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).

3).   Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)

Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).

 Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)

a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan


penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya,
penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih
lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga
yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan
akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain 6
seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah
dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia
mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

b.      Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor
tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis
keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai
ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami
pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang
hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya

Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2014)

 Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)


 Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
 Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
 Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

Menurut Setianingsih (2015), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan


gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).

 Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan 7
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (Nuckeus precise, 2010)

Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2014)

Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh berkurang nya
sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut
hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA
memiliki rantai polipeptida α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan
sebagai α - atau β –thalassemia (Rudolph  et al, 2012)

ETIOLOGI

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang
terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen
globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.
Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat
thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang
pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi
pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah
gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia)
dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya
mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit
ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2011) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang8
tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai
darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka
anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor
9

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D.    PATOFISIOLOGI

Hemoglobin

Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi
(atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin
manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu
HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira
0,5%.

Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan
sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung
jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh gen 10
tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu
kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster
gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin-α
secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’ (Evans et
al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’

Hemoglobin normal adalah terdiri dari  dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpha dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam
molekul hemoglobin, sehingga  ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan  polipeptida
ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Patofisiologi

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh
system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya
mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses 11
hemolisis

Pathway :
12

E.       GEJALA KLINIS

Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang
tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2015).

Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis
rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2012)

Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni
(1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β
mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β
intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa
sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2015).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen 13
dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut
adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-
α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2015).

Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya
membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang,
terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas
lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat
dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan mengendap
dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2012).

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan
mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :

1.      Thalasemia Mayor:

 Pucat
 Lemah
 Anoreksia
 Sesak napas
 Peka rangsang 14
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
 Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
 Disritmia
 Epistaksis
 Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
 Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
 Kadar besi serum tinggi
 Ikterik
 Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.

2.      Thalasemia Minor

 Pucat
 Hitung sel darah merah normal
 Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F.     KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2012)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2012)

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.


1.      Screening test 15

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia
(Wiwanitkit, 2017).

a.       Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

b.      Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan
kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand,
sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2017).

c.       Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika
dibangunkan (Wiwanitkit, 2017).

d.      Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah


eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x
MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan
untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan
anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
 2.      Definitive test 16

a.       Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada
dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2%
(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb
A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F
10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S
dan Hb J (Wiwanitkit, 2017).

b.      Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan


menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2017).

c.       Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular


diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan
mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2017).

H.    PENCEGAHAN

WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan
(screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang
diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005)
konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak
yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui
menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia
juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu
defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk
menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening) 17

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:

a.       Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa
menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.

b.      Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan Talasemia β berat.

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan premarital


yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun
tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2012).

Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang
efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia, perkiraan
kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan
Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko
mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah
memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh,
kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β dengan HbA2 normal.
Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk
memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi
struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2014).

 2. Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang
sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion
(CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah
untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2014).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami 18
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk
mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini
sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara
langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan
kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam
pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi
label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak
sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi
sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2014).

Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Contohnya,
tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan pengamatan bahwa
pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2014).

Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%. Sumber
kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi
genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena, 2014).

Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini
menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri
dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi
genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat
dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif
pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan 19
antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi


darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal),
yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang
lama dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

 Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan


rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam
folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat
yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain

1. Medikamentosa

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.

Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.


Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel 20
darah merah 

2. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

  Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan


peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan
lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada
anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok
dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

3.  Suportif

Tranfusi Darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
21

J.      PENGKAJIAN

1.      Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2.      Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3.      Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan 22

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh


kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.

5.      Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6.      Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7.      Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko
menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.

8.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti
setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9.      Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:

a.       Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya 23
yang normal.

b.      Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

c.       Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d.      Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e.       Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung
yang disebabkan oleh anemia kronik.

f.       Perut

Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).

g.      Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

h.      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas


Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.

i.        Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
24

K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler


yang menghantarkan oksigen/nutrisi

2.      Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen

3.      Resiko perdarahan

4.      Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

5.      Kelelahan b.d  malnutrisi, kondisi sakit

6.    Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

     

 RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI

1. Ketidakefektifan NOC NIC


perfusi jaringan b.d
berkurangnya ·   Perfusi Jaringan : Perifer
komponen seluler ·   Status sirkulasi 1.    Monitor Tanda Vital
yang menghantarkan
oksigen/nutrisi Kriteria Hasil: Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis sistem
·   Klien menunjukkan kardiovaskuler, pernafasan dan
perfusi jaringan yang suhu untuk menentukan  dan
adekuat yang ditunjukkan mencegah komplikasi
dengan terabanya nadi
perifer, kulit kering dan Aktifitas:
hangat, keluaran urin
adekuat, dan tidak ada 1. Monitor tekanan darah ,
distres pernafasan. nadi, suhu dan RR tiap 6
jam atau sesuai indikasi

2. Monitor frekuensi dan


irama pernapasan
3. Monitor pola 25
pernapasan abnormal

4. Monitor suhu, warna dan


kelembaban kulit

5. Monitor sianosis perifer

2. Monitor status neurologi

Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi

Aktifitas:

1. Monitor ukuran, bentuk,


simetrifitas, dan reaktifitas
pupil

2. Monitor tingkat kesadaran


klien

3. Monitor tingkat orientasi

4. Monitor GCS

5. Monitor respon pasien


terhadap pengobatan

6. Informasikan pada dokter


tentang perubahan kondisi
pasien

3. Manajemen cairan

Definisi:    Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.

Aktifitas:

1. Mencatat intake dan output


cairan

2. Kaji adanya tanda-tanda


dehidrasi (turgor kulit 26
jelek, mata cekung, dll)

3. Monitor status nutrisi

4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya
alat transfusi)

5. Awasi pemberian
komponen darah/transfusi

6. Awasi respon klien selama


pemberian komponen 
darah

7. Monitor hasil laboratorium


(kadar Hb, Besi serum,
angka trombosit)

2. Intoleransi aktifitas NOC NIC


b.d tidak
seimbangnya ·         Konservasi Energi
kebutuhan dan suplai ·         Perawatan Diri: 1.    Manajemen energi
oksigen ADL
Definisi: Mengatur penggunaan
Kriteria Hasil: energi untuk mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan fungsi
·         Klien dapat
melakukan aktifitas yang Aktifitas:
dianjurkan dengan tetap
mempertahankan tekanan 1. Tentukan keterbatasan
darah, nadi, dan frekuensi aktifitas fisik pasien
pernafasan dalam rentang 2. Kaji persepsi pasien
normal tentang penyebab kelelahan
yang dialaminya

3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya kelemahan fisik

4. Monitor intake nutrisi


untuk meyakinkan sumber
energi yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli 27
gizi tentang cara
peningkatan energi melalui
makanan

6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)

7. Monitor pola dan kuantitas


tidur

8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas

9. Monitor respon oksigenasi


pasien selama aktifitas

10. Ajari pasien untuk


mengenali  tanda dan
gejala kelelahan sehingga
dapat mengurangi
aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen

Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya

Aktifitas:

1. Bersihkan mulut, hidung,


trakea bila ada secret

2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas

3. Atur alat oksigenasi


termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen 28
sesuai program

      5. Secara periodik, monitor


ketepatan pemasangan alat

3. Ketidakseimbangan NOC NIC


nitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d ·         Status Nutrisi
anoreksia ·         Status Nutrisi: 1.    Manajemen Nutrisi
Energi
Definisi: Membantu dan atau
·         Kontrol Berat Badan menyediakan asupan makanan dan
cairan yang seimbang
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan Aktifitas:

·         Pencapaian berat 1.      Tanyakan pada pasien


badan normal yang tentang alergi terhadap makanan
diharapkan
2.      Tanyakan makanan kesukaan
·         Berat badan sesuai pasien
dengan umur dan tinggi
badan 3.      Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang jumlah kalori dan tipe
·         Bebas dari tanda nutrisi yang dibutuhkan (TKTP)
malnutrisi
4.      Anjurkan masukan kalori
yang tepat yang sesuai dengan
kebutuhan energi

5.      Sajikan diit dalam keadaan


hangat

2.    Monitor  Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan


menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi

Aktifitas:

1. Monitor adanya penurunan


BB
2. Ciptakan  lingkungan 29
nyaman selama klien
makan.

3. Jadwalkan pengobatan dan


tindakan, tidak selama jam
makan.

4. Monitor kulit (kering) dan


perubahan pigmentasi

5. Monitor turgor kulit

6. Monitor mual dan muntah

7. Monitor kadar albumin,


total protein, Hb, kadar
hematokrit

8. Monitor kadar limfosit dan


elektrolit

9. Monitor pertumbuhan dan


perkembangan.

4. Kelelahan b.d  NOC NIC


malnutrisi, kondisi
sakit ·         Konservasi Energi

Kriteria Hasil: Klien 1.  Manajemen energi


menunjukkan
Definisi: Mengatur penggunaan
·         Istirahat dan energi untuk mencegah kelelahan
aktivitas seimbang dan mengoptimalkan fungsi

·         Mengetahui Aktifitas:
keterbatasanan energinya
1. Tentukan keterbatasan
·         Mengubah gaya aktifitas fisik klien
hidup sesuai tingkat energi
2. Kaji persepsi pasien
·         Memelihara nutrisi tentang penyebab kelelahan
yang adekuat
3. Dorong pengungkapan 
·         Energi yang cukup perasaan tentang
untuk beraktifitas kelemahan fisik

4. Monitor intake nutrisi


untuk meyakinkan 30
sumber energi yang cukup

5. Konsultasi dengan ahli gizi


tentang cara peningkatan
energi melalui makanan

6. Monitor respon
kardiopumonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna kulit,
tekanan darah)

7. Monitor pola dan kuantitas


tidur

8. Bantu klien  menjadwalkan


istirahat dan aktifitas

2. Terapi Oksigen

Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya

Aktifitas:

1. Bersihkan mulut, hidung,


trakea bila ada secret

2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas

3. Atur alat oksigenasi


termasuk humidifier

4. Monitor aliran oksigen


sesuai program

5. Secara periodik, monitor


ketepatan pemasangan alat
31

3.  Manajemen cairan

Definisi:  Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar
cairan yang abnormal.

Aktifitas:

1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti mengecek
darah dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat transfusi)

2. Awasi pemberian
komponen  darah/transfusi

3. Awasi respon klien selama


pemberian komponen 
darah

4. Monitor hasil laboratorium


(kadar Hb, Besi serum)

5. Resiko Perdarahan Mencegah/ meminimalkan  Aktifitas


terjadinya perdarahan
1.    Monitor tanda-tanda
perdarahan dan perubahan tanda
vital

2.    Monitor hasil laboratoium,


seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll

3. Gunakan alat-alat yang aman


untuk mencegah perdarahan  
(sikat  gigi yang lembut, dll)

    (
6. Nyeri b.d penyakit NOC NIC 32
kronis
·         Mengontrol Nyeri 1.    Manajemen nyeri

·         Menunjukkan Definisi : mengurangi nyeri dan


tingkat nyeri menurunkan tingkat nyeri yang
dirasakan pasien.
Kriteria Hasil: Klien
dapat Aktfitas:

·         Mengenali faktor 1. Lakukan pengkajian nyeri


penyebab secara komprehensif
termasuk tingkat nyeri
·         Mengenali lamanya ( dengan “face scale”),
(onset ) sakit lokasi, karakteristik, durasi,
·         Menggunakan cara frekuensi, dan faktor
non analgetik untuk presipitasi
mengurangi nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal
·         Menggunakan dari        ketidaknyamanan
analgetik sesuai kebutuhan pasien (misalnya menangis,
meringis, memegangi
bagian tubuh yang nyeri,
dll)

3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien

4. Jelaskan pada pasien


tentang nyeri yang
dialaminya, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri mungkin akan
dirasakan, metode
sederhana untuk
mengalihkan rasa nyeri,
dll.

5. Evaluasi bersama pasien


dan tim kesehatan lain
tentang pengalaman nyeri
dan ketidakefektifan
kontrol nyeri pada masa
lampau
6. Atur lingkungan yang 33
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan

7. Kurangi faktor pencetus


nyeri pada pasien

2. Pemberian analgetik

Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk menghentikan
atau mengurangi nyeri.

Aktifitas:

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.

2. Cek instruksi dokter


tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi pada


pasien

4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri, rute
pemberian, dan dosis
optimal

5. Monitor tanda vital


sebelum dan sesudah
pemberian analgesik

6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat

7. Monitor respon klien


terhadap penggunaan
analgetik 34

7. Kecemasan (orang NOC : NIC


tua) b.d kurang
pengetahuan ·         Kontrol Kecemasan 1.    Menurunkan cemas

Kriteria Hasil : Definisi: Meminimalkan rasa


takut, cemas, merasa dalam bahaya
·         Klien mampu atau ketidaknyamanan terhadap
mengidentifikasi dan sumber yang tidak diketahui.
mengungkapkan gejala
cemas Aktifitas:

·         Mengidentifikasi, 1.      Gunakan pendekatan dengan


mengungkapkan, dan konsep atraumatik care
menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas 2.      Jangan memberikan jaminan
tentang prognosis penyakit
·         Vital sign (TD, nadi,
respirasi) dalam batas 3.      Jelaskan semua prosedur dan
normal dengarkan keluhan klien

·         Postur tubuh, 4.      Pahami harapan pasien


ekspresi wajah, bahasa dalam situasi stres
tubuh, dan tingkat aktivitas 5.      Temani pasien untuk
menunjukkan memberikan keamanan dan
berkurangnya kecemasan. mengurangi takut
·         Menunjukkan 6.      Bersama tim kesehatan,
peningkatan konsentrasi berikan informasi  mengenai
dan akurasi dalam berpikir diagnosis, tindakan prognosis

7.      Anjurkan keluarga untuk


menemani anak dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan

8.      Lakukan massage pada leher


dan punggung, bila perlu

9.      Bantu pasien mengenal


penyebab kecemasan

10.  Dorong pasien/keluarga  untuk


mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi tentang
penyakit

11.  Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi 35
(sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)

12.  Kolaborasi pemberian obat


untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2014. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan

Supardiman, I, 2012. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2015. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media Aesculapius
FKUI.

Hartoyo, Edi, dkk. 2016. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD
Ulin Banjarmasin.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2011, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.

North American Nursing Diagnosis Association., 2011. Nursing Diagnoses : Definition &


Classification 2001-2002. Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, EGC, Jakarta 

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240
Telp. (021) 7234122, 7207184, Fax. (021) 7234126
Website: www.stikes-pertamedika.ac.id
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK

FORMAT PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa : Christina Batti


NIM : 21219091
Tempat praktek : Ruang Perawatan Anak, RS Premier Jatinegara
Tanggal praktek : 9 November 2020
36
I. IDENTITAS DATA
Nama Anak : An. I Nama Ayah – Pendidikan : Tn. S (Alm)
Tempat – tanggal lahir : 10/5/2008 Nama Ibu – Pendidikan : Ny S- D3
Usia : 12 tahun, 5 bulan Pekerjaan Ayah :-
Agama : Islam Pekerjaan Ibu : karyawan swasta
Suku – Bangsa : Jawa
Alamat rumah – Nomor telpon : Duren Sawit, Jakarta Timur
Masuk RS : 9/11/2020 jam 13.30
Tanggal Pengkajian : 9/11/2020 jam 15.00

II. KELUHAN UTAMA DIRAWAT

Keluhan utama: Ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh lemas, pusing, pucat
Keluhan saat ini: Ibu pasien mengatakan ankanya lemas, mengeluh pusing, dan pucat,
dibawa ke poli anak tanggal 9/11/2020 jam 08.00, kemudian oleh dokter anak dianjurkan cek
Hb dan hasilnya 7,6mg/dl, dan pasien disarankan rawat inap untuk tranfusi darah.
Menurut ibu pasien, pasien di diagnosaThalasemia sejak umur 4 tahun, dan sampai sekarang
rutin melakukan tranfusi darah setiap bulan.

III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN (Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


dilakukan hanya pada anak-anak dengan kasus kebutuhan khusus, pada neonatus dan
bayi)

A. Prenatal : Orang tua pasien mengatakan saat hamil an I tidak pernah ada
keluhan sakit apapun, dan rutin kontrol ke dr kandungan
B. Intranatal : Orang tua pasien mengatakan saat melahirkan an I tidak ada
masalah, lahir normal, spontan, BB: 2900gr, PB: 48cm, jenis kelamin laki-laki
C. Postnatal : Orang tua pasien mengatakan tidak ada keluhan, dan bayi juga
diberi ASI

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LAMPAU

A. Penyakit yang pernah diderita waktu kecil : batuk, pilek, demam


B. Pernah di rawat di Rumah sakit : pernah
C. Obat-obatan yang digunakan : Tidak ada
D. Tindakan operasi : Tidak pernah
E. Alergi : Tidak ada
F. Imunisasi : Lengkap 37

V. RIWAYAT KELUARGA (BUAT GENOGRAM 3 GENERASI KEATAS)

Keterangan
: Perempuan
: Laki Laki
: Pasien
:meninggalkarena
thalasemia

VI. RIWAYAT SOSIAL

A. Yang mengasuh : Ibu Kandung


B. Hubungan dengan anggota keluarga : Baik
C. Hubungan dengan teman sebaya : Baik
D. Pembawaan secara umum : anak tampak lemas
E. Lingkungan rumah : Bersih

VII. KEBUTUHAN DASAR

A. Makan
1. Makanan yang disukai/tidak disukai : makanan yang disukai: keju, makanan yang tidak disukai:
ikan
2. Pola makan / jam makan : makan 3 kali sehari ( pagi, siang, sore)
B. Tidur
1. Lama tidur siang : 2- 3 jam
2. Lama tidur malam : 8 jam
3. Kebiasaan sebelum tidur : main gadget
C. Personal hygiene 38
1. Mandi : 2 kali sehari (pagi dan sore)
2. Mencuci rambut : 1 kali sehari
D. Menggosok gigi : 2 kali sehari (pagi dan sebelum tidur malam)
E. Eliminasi
1. BAB – karakteristik feses : lembek, 1 kali/hari, warna kuning
2. BAK – Karakteristik urine : Kuning pekat (4 kali sehari)
F. Aktivitas bermain – jenis permainan : pasien tidak pernah main keluar rumah, sering bermain gadget

VIII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

A. Diagnosis Medis : Thalasemia


B. Tindakan operasi : Tidak ada
C. Status nutrisi : di rumah: makanan yang disajikan tidak pernah habis, hanya setengah porsi, minum:
1000ml
D. BB saat ini: 38kg, TB: 132 cm
BB seharusnya menurut Behrman (usia 7-12 tahun)
Umur (tahun)x7-5
2
12x7-5 = 39,5
2
E. Status cairan : Nacl 500ml/24 jam
F. Obat-obatan :
1. Tranfusi PRC 1x125cc (125cc/hari), dilanjutkan hari ke 2 tranfusi PRC 2x125cc (250cc/hari)
2. Perifrox 3x1 tab (PO)
3. Pycin inj 3x1 gr (IV)
G. Aktivitas : tidur di tempat tidur

H. Hasil pemeriksaan penunjang – laboraturium …………………………………………………….


1. HB: 7,6mg/dl, HT 22,9%, lecosit 8.400 / ul, trombosit 129.000, gds 102 mg / dl
2. Sgot: 50, SGPT: 15, Bilirubun direc: 0,37, Bil total: 4,63, Hbs Ag; negativ

IX. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum : komposmentis, sakit sedang


B. TB/BB (persentile) : 132cm, BB: 38 kg (sebelum sakit), BB: 38kg (sesudah sakit)
C. Lingkar kepala : 50 cm, LLA: 20cm
D. Mata : Konjungtiva anemis
E. Hidung : simetris, batang hidung masuk ke dalam
F. Mulut : Bibir mukosa lembab, pucat
G. Telinga : Tidak ada kelainan
H. Tengkuk : Tidak ada kelainan 39
I. Dada : Normal, simetris
J. Jantung : Normal
K. Paru-Paru : Ronchi negatif
L. Perut : Abdomen bentuk buncit, bising usus 11kali per menit
Pada palpasi
Kwadran I : teraba organ hepar (hepatomegali) 2 jari dibawah arcus costa paling bawah, tepi tajam
Kwadran II: tidak teraba organ
Kwadran III: teraba organ limfa (splenomegali)
Kwadran IV: tidak teraba organ
M. Punggung : Tidak ada kelainan
N. Genitalia : Bersih, tidak ada kelainan, anus kemerahan
O. Ekstremitas : Tidak ada kelainan
P. Kulit : Kering, warna kehitaman, tidak elastis
Q. Tanda-tanda Vital : Td; 100/70mmhg, Nadi: 65x/mnt, Suhu 36,7 derajat celsius, dan
RR 22 kali
R. Lingkar Lengan Atas (LLA) : 16 cm

X. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


(Gunakan Format DDST untuk anak usia ≤ 6 tahun)

A. Personalsosial : Pasien dapat melakukan sosialisasi dengan teman sebayanya, sudah


dapat bergaul secara aktif
B. Motorik halus :, perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh
yang berhubungan dengan pubertas mulain tampak
C. Motorik kasar : mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti cuci piring
D.Bahasa & kognitif : Pasien sudah dapat ngobrol dengan orang tua

XI. DAMPAK HOSPITALISASI

Pasien mengeluh bosan setiap bulan harus ke RS dan tranfusi, ingin cepat pulang dan
bisa bermain dengan adiknya

XII. RESUME HASIL PENGKAJIAN (RIWAYAT MASUK HINGGA SAAT INI)

Ibu pasien mengatakan ankanya lemas, mengeluh pusing, dan pucat, dibawa ke poli anak
tanggal 9/11/2020 jam 08.00, kemudian oleh dokter anak dianjurkan cek Hb dan hasilnya
7,6mg/dl, dan pasien disarankan rawat inap untuk tranfusi darah.
Menurut ibu pasien, pasien di diagnosa Thalasemia sejak umur 4 tahun, dan sampai 40
sekarang rutin melakukan tranfusi darah setiap bulan.
KU: sedang, kesadaran: CM, TD: 100/70mmhg, Nadi: 65x/mnt, Suhu 36,7 derajat celsius,
dan RR 22 kali
BB saat ini: 38kg, TB: 132 cm
Terapi :
Status cairan : Nacl 500ml/24 jam
Obat-obatan :
1. Tranfusi PRC 1x125cc (125cc/hari), dilanjutkan hari ke 2 tranfusi PRC 2x125cc
(250cc/hari)
2. Perifrox 3x1 tab (PO)
3. Pycin inj 3x1 gr (IV)

XIII. FOKUS DATA

DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF

1. Ibu pasien mengatakan anaknya pucat, 1. Keadaan umum baik, kesadaran


2. Pasien mengatakan pusing, lemas compos mentis
3. Ibu pasien mengatakan anaknya 2. Abdomen buncit, bising usus 11kali
didiagnosa Thalasemia sudah sejak umur per menit
4 tahun dan rutin tranfusi darah setiap 3. Pasien terlihat lemas
bulan 4. Hasil TTV :
4. Pasien mengeluh bosan setiap bulan a. Suhu : 36,7 derajat celsius
dirawat di rumah sakit dan harus tranfusi b. Nadi: 65 kali per menit
5. Ibu pasien mengatakan di rumah: c. Respirasi : 22 kali per menit
makanan yang disajikan tidak pernah d. Td: 100/70mmhg
habis, hanya setengah porsi, minum: BB saat ini: 38kg, TB: 132 cm
1000ml BB seharusnya: 39,5kg
5. Mukosa bibir tampak kering
6. Akral hangat
7. Mata : konjungtiva anemis
8. Turgor kulit kurang elastis
9. Tampak pucat
10. Kulit kering
41
XIV. ANALISA DATA

N DATA KLIEN MASALAH KEPERAWATAN


O
1
DS : perfusi jaringan perifer tidak
- Ibu pasien mengatakan anaknya pucat, efektif
- Pasien mengatakan pusing, lemas
- Ibu pasien mengatakan anaknya didiagnosa
Thalasemia sudah sejak umur 4 tahun
dan rutin tranfusi darah setiap bulan
DO :
- KU baik, kes CM,
- pasien terlihat lemas,
- konjungtiva pucat

2 DS: Defisit nutrisi


- Ibu pasien mengatakan anaknya didiagnosa
Thalasemia sudah sejak umur 4 tahun dan
rutin tranfusi darah setiap bulan
- Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan
perkembangan anaknya lebih lambat dari
anak lain yang seumuran dengan
anaknyaturgor kulit menurun
- TTV: TD: 100/70, nadi 65 x / menit,
RR :22
- Hasil lab: HB: 7,6mg/dl, HT 22,9%,
leucosit 8.400 / ul, trombosit 129.000,
gds 102 mg / dl

3 DS:- Klien mengatakan tidak nafsu makan, Resiko infeksi


- Ibu pasien mengatakan di rumah: makanan
yang disajikan tidak pernah habis, hanya
setengah porsi, minum: 1000ml
42
DO:
- TB/BB : 132cm, BB: 38 kg (sebelum
sakit), BB: 38kg (sesudah sakit)
- BB seharusnya: 39,5
- LLA: 20cm
- Konjungtiva anemis
- Bibir kering
- Kulit kering

DS: pasien mengeluh pusing, dan lemas


4 DO:
Keterlambatan pertumbuhan dan
- Tampak lemas
perkembangan
- Tampak pucat
- Hasil lab: HB: 7,6mg/dl, HT 22,9%,
leucosit 8.400 / ul, trombosit 129.000, gds
102 mg / dl

DS:
- Ibu pasien mengatakan anaknya didiagnosa
Thalasemia sudah sejak umur 4 tahun dan
rutin tranfusi darah setiap bulan
- Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan
perkembangan anaknya lebih lambat dari
anak lain yang seumuran dengan anaknya
DO:
- Hidung tampak pesek
- Tulang pipi menonjol
- Anak bertingkah seperti anak usia 10 tahun
- TB/BB : 132cm, BB: 38 kg (sebelum
sakit), BB: 38kg (sesudah sakit)
- BB seharusnya: 39,5 kg (WHO, 2016)
- TB seharusnya: 144cm (WHO, 2016)
- Nafsu makan kurang
43
-

XV. PRIORITAS MASALAH KEPERWATAN

1. Gangguan perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan suplai O2, konsentrasi Hb, dan
darah ke jaringan perifer
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah
3. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d abnormalitas produksi globin
dalam hemoglobin menyebabkan hiperplasi sumsum tulang (penyakit kronis)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA 44
(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240
Telp. (021) 7234122, 7207184, Fax. (021) 7234126
Website: www.stikes-pertamedika.ac.id
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : An. I Nama Ruangan : Perawatan Anak


Umur : 12 tahun 5 bulan Diagnosa Medis : Thalasemia
Jenis Kelamin : laki-laki Dokter : Dr.S SpA
No. Rekam Medis : Tanggal Pengkajian : 9 November 2020

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TINDAKAN


O (DS DAN DO) KRITERIA HASIL KEPERAWATAN

1 Setelah dilakukan Observasi


Risiko perfusi perifer tidak
efektif b.d penurunan suplai O2, tindakan  Periksa sirkulasi perifer mengobservasi untuk mengetahui
konsentrasi Hb dan darah ke keperawatan 3 kali
adanya ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer  Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
24 jam diharapkan  Monitor adanya panas, kemerahan, nyeri
DS : perfusi meningkat
- Ibu pasien mengatakan atau bengkak, pada ekstremitas
Nadi perifer teraba
anaknya pucat,
Kulit hangat Terapeutik
- Pasien mengatakan
Tidak terjadi  Hindari pemasangan infus atau
pusing, lemas menghindari terjadinya luka dan
sianosis pengambilan darah di area keterbatasan infeksi pada area keterbatasan
- Ibu pasien mengatakan - perfusi perfusi 45
anaknya didiagnosa  Hindari penekanan dan pemasangan
Thalasemia sudah sejak torniquet pada area yang cedera
umur 4 tahun dan rutin  Lakukan pencegahan infeksi
tranfusi darah setiap  Lakukan hidrasi
bulan
DO : Edukasi
- KU baik, kes CM, dengan olah raga diharapkan alran
 Anjurkan berolahraga sesuai toleransi
darah lancar
- pasien terlihat lemas,
- konjungtiva pucat
- kulit pucat Kolaborasi
dengan tranfusi darah akan
 Berikan tranfusi darah sesuai kebutuhan
- turgor kulit menurun meningkatkan Hb
- TTV: TD: 100/70, nadi 65
x / menit,
RR :22
- Hasil lab: HB: 7,6mg/dl,
HT 22,9%, leucosit
8.400 / ul, trombosit
129.000
Setelah dilakukan 1. Observasi mengetahui status kurang nutrisi
2.
tindakan - Identifikasi status
Defisit nutrisi berhubungan
keperawatan 2 kali - Identifikasi makanan yang disukai
dengan ketidakmampuan
24 jam diharapkan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
absorbsi nutrien yang
nutrisi membaik,
diperlukan untuk pembentukan dengan kriteria hasil nutrien 46
sel darah merah : - Monitor BB
DS:- Klien mengatakan tidak - Status nutrisi - Monitor asupan makanan
nafsu makan, (porsi makan yang - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Ibu pasien mengatakan di dihabiskan, BB
rumah: makanan yang anak sesuai umur) 2. Terapeutik dengan melakukan oral hygiene
disajikan tidak pernah - turgor kulit elastis - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika dan menyajikan makanan yang
habis, hanya setengah perlu
disukai diharapkan dapat
porsi, minum: 1000ml - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
meningkatkan nafsu makan pasien
yang sesuai
DO: - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
- TB/BB : 132cm, BB: 38 protein
kg (sebelum sakit), BB:
38kg (sesudah sakit) 3. Edukasi dengan melibatkan orang tua
- BB seharusnya: 39,5 - Ajarkan kepada OT menu makanan sesuai diharapkan dapat mencai tujuan
- LLA: 20cm program intervensi
- Konjungtiva anemis 4. Kolaborasi
- Bibir kering - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
- Kulit kering makan
- Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan

dengan memonitor akan


Setelah dilakukan
tindakan Observasi mengetahui intervensi lebih lanjut 47
Resiko infeksi b.d keperawatan 3x24  Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal
ketidakadekuatan pertahanan jam infeksi tidak dengan membatasi jumlah
3
sekunder terjadi Edukasi pengunjung, dan cuci tangan
DS: pasien mengeluh pusing, Kriteria hasil  Batasi jumlah pengunjung
meminimal infeksi silang
dan lemas Lab: Hb dalam  Berikan perawatan kulit
DO: batas normal (11-  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
- Tampak lemas 13g/dl) dengan pasien dan lingkungan pasien
- Tampak pucat Tidak lemas  Pertahankan teknik aseptik
- Kulit kering
Kolaborasi
- Hasil lab: HB: 7,6mg/dl,
 Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
HT 22,9%, leucosit
8.400 / ul, trombosit
129.000, gds 102 mg / dlSetelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24 mengetahui kebutuhan khusus dan
Keterlambatan pertumbuhan dan jam kemampuan
berkembang dan Observasi adaptasi anak
4 perkembangan b.d abnormalitas
bertumbuh  Identifikasi kebutuhan khusus anak dan
produksi globin dalam membaik
kemampuan adaptasi anak
hemoglobin menyebabkan Kriteria Hasil:
keterampilan/ Terapeutik dengan memberi dukungan
hiperplasi sumsum tulang. perilaku sesuai  Dukung anak berinteraksi dengan anak kepada anak akan meningkatkan
(penyakit kronis) usia
-respon sosial lain
rasa percaya diri anak dan dapat
DS: meningkat  Dukung anak mengekspresikan perasaan
Berat badan dan membangun pertumbuhan
- Ibu pasien mengatakan tinggi secara positif
badan
anaknya didiagnosa sesuai usia  Diskusikan dengan anak tentang psikososialnya 48
Thalasemia sudah sejak harapannya

umur 4 tahun dan rutin Edukasi Dengan memberikan edukasi akan


tranfusi darah setiap  Ajarkan sikap kooperatif bukan kompetisi meningkatkan pengetahuan orang
diantara anak
bulan tua dan anak
 Ajarkan teknik asertip pada anak dan
- Ibu pasien mengatakan
remaja
pertumbuhan dan
 Ajarkan kegiatan yang meningkatkan
perkembangan anaknya
perkembangan pada orang tua atau
lebih lambat dari anak lain
pengasuh
yang seumuran dengan Kolaborasi
anaknya  Rujuk untuk konseling, jika perlu
DO:
- Hidung tampak pesek
- Tulang pipi menonjol
- Anak bertingkah seperti
anak usia 10 tahun
- TB/BB : 132cm, BB:
38 kg (sebelum sakit),
BB: 38kg (sesudah
sakit)
- BB seharusnya: 39,5 kg
(WHO, 2016) 49
- TB seharusnya: 144cm
(WHO, 2016)
- Nafsu makan kurang
lampiran K 50
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah Kusir – Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240
Telp. (021) 7234122, 7207184, Fax. (021) 7234126
Website: www.stikes-pertamedika.ac.id
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : An. I Nama Ruangan : Perawatan anak


Umur : 12tahun 5 bulan Diagnosa Medis : Thalasemia
Jenis Kelamin : laki-laki Dokter : Dr. S SpA
No. Rekam Medis : Tanggal Pengkajian : 9 November 2020

TGL/ DIGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


PARAF
JAM KEPERAWATAN KEPERAWATAN (SOAP)
10/11 S : pasien Chris
/2020 Risiko perfusi perifer Observasi mengatakan
tidak efektif b.d
penurunan suplai O2,  memeriksa sirkulasi masih lemas, tapi
konsentrasi Hb, dan perifer pusing berkurang
darah ke jaringan
 mengidentifikasi faktor
risiko gangguan O : Pasien masih
sirkulasi terlihat lemas,
 Memonitor adanya mukosa bibir
panas, kemerahan, nyeri kering
atau bengkak, pada
ekstremitas A: Masalah
belum teratasi
Terapeutik
 menghindari P : Intervensi
pemasangan infus atau dilanjutkan
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
 menghindari penekanan
dan pemasangan
torniquet pada area yang 51
cedera
 melakukan pencegahan
infeksi
 melakukan hidrasi

Edukasi
 menganjurkan
berolahraga sesuai
toleransi

Kolaborasi
 memberikan tranfusi
darah sesuai
kebutuhan
(1x125cc/hari)

S: orang tua

10/11/ pasien
Defisit nutrisi berhubungan Observasi
2020 mengatakan
dengan ketidakmampuan - mengidentifikasi status Chris
absorbsi nutrien yang pasien makan
nutrisi
diperlukan untuk - mengidentifikasi habis setengah
pembentukan sel darah makanan yang disukai porsi
merah - mengidentifikasi O: tampak
kebutuhan kalori dan makan habis ½
jenis nutrien porsi
- Memonitor BB BB: 38kg
- Memonitor asupan
kulit kering
makanan
- Memonitor hasil
A: masalah
pemeriksaan
belum teratasi
laboratorium
P: lanjutkan

Terapeutik intervensi
- melakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu 52
- menyajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein

Edukasi
- mengajarkan kepada OT
menu makanan sesuai
program
Kolaborasi
- berkolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
- berkolaborasi ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

Resiko infeksi b.d Observasi S: pasien Chris


3
ketidakadekuatan  Memonitor tanda dan mengatakan
pertahanan sekunder gejala infeksi lokal sudah tidak
pusing, tetapi
Edukasi
lemas
 membatasi jumlah
O:
pengunjung
- Tampak
 memberikan perawatan
lemas
kulit
- Tampak
 mencuci tangan sebelum
pucat
dan sesudah kontak
dengan pasien dan - Kulit
lingkungan pasien 53
 mempertahankan teknik kering
aseptik - Hasil lab:
Kolaborasi HB
 berkolaborasi pemberian
7,6mg/dl,
imunisasi jika perlu
HT
22,9%,
leucosit
8.400 / ul,
trombosit
129.000,
gds 102
mg / dl

A: masalah
belum teratasi

P: lanjutkan
intervensi

Keterlambatan Observasi Chris


4
pertumbuhan dan  Mengidentifikasi S: Orangtua
perkembangan b.d kebutuhan khusus pasien
abnormalitas produksi anak dan kemampuan mengatakan
globin dalam hemoglobin adaptasi anak anaknya mau
menyebabkan hiperplasi Terapeutik
mengikuti yang
sumsum tulang.(penyakit  mendukung anak telah diajarkan
kronis) berinteraksi dengan
perawat
anak lain
O: - tampak
 mendukung anak
antusias
mengekspresikan
-tampak mau
perasaan secara positif
berkomunikasi
 mendiskusikan dengan
anak tentang dengan 54
harapannya pasien anak
Edukasi yang lain
 mengajarkan sikap A: masalh
kooperatif bukan
teratasi
kompetisi diantara
P: edukasi
anak
orangtua untuk
 mengajarkan teknik
melanjutkan
asertip pada anak dan
remaja
intervensi di

 mengajarkan kegiatan rumah.


yang meningkatkan
perkembangan pada
orang tua atau
pengasuh
Kolaborasi
 merujuk untuk
konseling, jika perlu

TGL/ DIGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


PARAF
JAM KEPERAWATAN KEPERAWATAN (SOAP)
11/11 S : pasien Chris
/2020 Risiko perfusi perifer Observasi mengatakan
tidak efektif b.d
penurunan suplai O2,  memeriksa sirkulasi sudah tidak
konsentrasi Hb, dan perifer lemas, dan tidak
darah ke jaringan pusing
 mengidentifikasi faktor
risiko gangguan
sirkulasi O : Pasien
 Memonitor adanya terlihat lebih
panas, kemerahan, nyeri segar
atau bengkak, pada Hb post 55
ekstremitas tranfusi:
10,2mg/dl
Terapeutik
A: Masalah
 menghindari teratasi
pemasangan infus atau
pengambilan darah di P : Intervensi
area keterbatasan stop, pasien
perfusi direncanakan
 menghindari penekanan pulang
dan pemasangan
torniquet pada area yang
cedera
 melakukan pencegahan
infeksi
 melakukan hidrasi

Edukasi
 menganjurkan
berolahraga sesuai
toleransi

Kolaborasi
 memberikan tranfusi
darah sesuai
kebutuhan
(2x125cc/hari)

Chris
Defisit nutrisi berhubungan Observasi
11/11/ S: orang tua
2020 dengan ketidakmampuan - mengidentifikasi status
nutrisi pasien
absorbsi nutrien yang
- mengidentifikasi mengatakan
diperlukan untuk
pembentukan sel darah pasien makan
merah makanan yang disukai habis satu 56
- mengidentifikasi porsi
kebutuhan kalori dan O: tampak
jenis nutrien
makan habis 1
- Memonitor BB
porsi
- Memonitor asupan
BB: 38kg
makanan
- Memonitor hasil
pemeriksaan
A: masalah

laboratorium teratasi
P: intervensi
Terapeutik stop.
- melakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
- menyajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein

Edukasi
- mengajarkan kepada OT
menu makanan sesuai
program
Kolaborasi
- berkolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
- berkolaborasi ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan Chris
Resiko infeksi b.d 57
ketidakadekuatan S: pasien
3
pertahanan sekunder Observasi mengatakan
 Memonitor tanda dan sudah tidak
gejala infeksi lokal
pusing, dan
tidak lemas
Edukasi
O:
 membatasi jumlah
- Tampak
pengunjung
lebih
 memberikan perawatan
kulit segar

 mencuci tangan sebelum - Hasil lab:


dan sesudah kontak HB
dengan pasien dan 10,2mg/d
lingkungan pasien - Tidak ada
 mempertahankan teknik tanda
aseptik infeksi
Kolaborasi
seperti
 berkolaborasi pemberian
demam,
imunisasi jika perlu
bengkak

A: masalah
teratasi

P: intervensi
stop

Keterlambatan
pertumbuhan dan Observasi S: Orangtua
4
perkembangan b.d  Mengidentifikasi
pasien
abnormalitas produksi kebutuhan khusus
mengatakan
globin dalam hemoglobin anak dan kemampuan
anaknya mau Chris
menyebabkan hiperplasi adaptasi anak
mengikuti yang
sumsum tulang.(penyakit Terapeutik
kronis)  mendukung anak telah 58
berinteraksi dengan diajarkan
anak lain perawat
 mendukung anak O: - tampak
mengekspresikan
antusias
perasaan secara positif
-tampak mau
 mendiskusikan dengan
berkomunikasi
anak tentang
dengan pasien
harapannya
anak yang lain
Edukasi
 mengajarkan sikap
A: masalah

kooperatif bukan teratasi


kompetisi diantara P: edukasi
anak orangtua untuk
 mengajarkan teknik melanjutkan
asertip pada anak dan intervensi di
remaja rumah.
 mengajarkan kegiatan
yang meningkatkan
perkembangan pada
orang tua atau
pengasuh
Kolaborasi
 merujuk untuk
konseling, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai