Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

A. Definisi
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis
yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh
karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang
sedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang
timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta
(Hoffbrand, 2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan
protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi
sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian
tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun
terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).

B. Klasifikasi
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek
secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak,
2007).
1. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom
16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering
terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α
tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua
gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang
delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans).
Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo
(Sachdeva, 2006).
a. Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu
tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada
anaknya (Wiwanitkit, 2007).
b. Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik
dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan
merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan
gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
c. Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar
antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di
dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu
Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
d. Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan,
yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat
rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa
kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing
hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti
terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak
stabil) (Sachdeva, 2006).
2. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006).
Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di
daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria
yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
a. Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak,
2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen,
2006).
b. Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β
terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal
dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).

C. Etiologi

Thalasemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang


diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen
yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11.
Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini
yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.
Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut
pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia
tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan
normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua
belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-
masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya
mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari
ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa
kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta
yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan
menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalasemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari
kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalasemia adalah
penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya /
faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalasaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-
anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang
normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka
akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak
seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor.
Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-
anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki
darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalasaemia
mayor.

D. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia.
Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan
Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara
terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi
RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. Penyebab anemia pada
talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah
karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler
yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan
adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari
hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi
antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
E. Pathway

Kelainan Genetik
- Gangguan rantai peptida
- Kesalahan letak asam amino polipeptida

Rantai β dalam molekul Hb

G3 Eritrosit Mbw O2

Kompensator naik pada rantai α

Β produksi terus-menerus

Hb defeclife

Ketidak seimbangan polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis Kurang Informasi

Suplai O2 kejar berkurang

Ketidakseimbangan antara Gangguan perfusi


suplay O2 dan kebutuhan Jaringan

Intoleransi Kelemahan Defisit pengetahuan


aktivitas
Anoreksia

Nutrisi kurang dari


Kebutuhan tubuh
F. Manifestasi Klinis
1. Thalasemia Mayor:
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Peka rangsang
f. Tebalnya tulang kranial
g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
i. Disritmia
j. Epistaksis
k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
m. Kadar besi serum tinggi
n. Ikterik
o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung
lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

G. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai
jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia
disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan
Alatas, 2002) Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah
transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi
kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin (Herdata, 2008)

H. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi
sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita
Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia
tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV
rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin
di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin
adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah
6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%).
Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%,
Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-
90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga
mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan
Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual
Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini
berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung
konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit,
2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan
tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang
berlaku (Wiwanitkit, 2007).
I. Penatalaksanaan
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini
dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan


Alatas, 2002; Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
a. Splenektomi, dengan indikasi:
b. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
c. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.
d. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi
besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak
usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik
dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan
transplantasi ini.
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan
ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed
red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

J. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik.
1. Indentitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
e. Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan tumbuh kembang
5. Pemeriksaan penunjang

K. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
dan suplai oksigen
3. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

L. Intrevensi Keperawatan
Diagnosa Kreteria Hasil Intervensi
No
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Gangguan perfusi NOC NIC
jaringan  Perfusi Jaringan :  Monitor Tanda Vital
Perifer Definisi: Mengumpulkan dan
berhubungan
 Status sirkulasi menganalisis sistem
dengan
Kriteria Hasil: kardiovaskuler, pernafasan dan
berkurangnya
 Klien suhu untuk menentukan dan
komponen seluler
menunjukkan mencegah komplikasi
yang perfusi jaringan Aktifitas:
menghantarkan yang adekuat Monitor tekanan darah , nadi,
oksigen/nutrisi yang ditunjukkan suhu dan RR tiap 6 jam atau
dengan sesuai indikasi
terabanya nadi 1. Monitor frekuensi dan irama
perifer, kulit pernapasan
kering dan 2. Monitor pola pernapasan
hangat, keluaran abnormal
urin adekuat, dan 3. Monitor suhu, warna dan
tidak ada distres kelembaban kulit
pernafasan. 4. Monitor sianosis perifer

 Monitor status neurologi


Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien terhadap
pengobatan
6. Informasikan pada dokter
tentang perubahan kondisi
pasien
 Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat
kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan output
cairan
2. Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit jelek,
mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti mengecek
darah dengan identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya alat
transfusi)
5. Awasi pemberian komponen
darah/transfusi
6. Awasi respon klien selama
pemberian komponen darah
7. Monitor hasil laboratorium
(kadar Hb, Besi serum, angka
trombosit)
2. Intoleransi aktifitas NOC NIC

berhubungan · Konservasi  Manajemen energi


Energi Definisi: Mengatur penggunaan
dengan tidak
· Perawatan energi untuk mencegah kelelahan
seimbangnya
Diri: ADL dan mengoptimalkan fungsi
kebutuhan dan
Kriteria Hasil: Aktifitas:
suplai oksigen
· Klien dapat 1. Tentukan keterbatasan
melakukan aktifitas aktifitas fisik pasien
yang dianjurkan 2. Kaji persepsi pasien tentang
dengan tetap penyebab kelelahan yang
mempertahankan dialaminya
tekanan darah, 3. Dorong pengungkapan
nadi, dan frekuensi peraaan klien tentang adanya
pernafasan dalam kelemahan fisik
rentang normal 4. Monitor intake nutrisi untuk
meyakinkan sumber energi
yang cukup
5. Konsultasi dengan ahli gizi
tentang cara peningkatan
energi melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia, diaporesis,
frekuensi pernafasan, warna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan kuantitas
tidur
8. Bantu pasien menjadwalkan
istirahat dan aktifitas
9. Monitor respon oksigenasi
pasien selama aktifitas
10. Ajari pasien untuk mengenali
tanda dan gejala kelelahan
sehingga dapat mengurangi
aktifitasnya.

3. Ketidakseimbangan NOC NIC


nitrisi kurang dari · Status Nutrisi  Manajemen Nutrisi

kebutuhan tubuh · Status Definisi: Membantu dan atau


Nutrisi: Energi menyediakan asupan makanan
berhubungan
· Kontrol Berat dan cairan yang seimbang
dengan anoreksia
Badan Aktifitas:
Kriteria Hasil : 1. Tanyakan pada pasien
Klien menunjukkan tentang alergi terhadap
· Pencapaian makanan
berat badan 2. Tanyakan makanan
normal yang kesukaan pasien
diharapkan 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
· Berat badan tentang jumlah kalori dan tipe
sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan
umur dan tinggi (TKTP)
badan 4. Anjurkan masukan kalori
· Bebas dari yang tepat yang sesuai
tanda malnutrisi dengan kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan
hangat

 Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan nyaman
selama klien makan.
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan, tidak selama jam
makan.
4. Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, kadar hematokrit
8. Monitor kadar limfosit dan
elektrolit
9. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.

Defisit NOC: Exercise thearpy


4.
pengetahuan Knowledge : 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
berhubungan disease process dan keluarga
dengan kurang - Pasien dan 2. Jelaskan patofisiologi dari
informasi keluarga penyakit dan bagaimana hal ini
menyatakan berhubungan dengan anatomi
pemahaman dan fisiologi, dengan cara yang
tentang penyakit, tepat.
kondisi prognosis3. Gambarkan tanda dan gejala
dan program yang biasa muncul pada
pengobatan penyakit, dengan cara yang
tepat
Kowledge : health 4. Gambarkan proses penyakit,
- Pasien dan dengan cara yang tepat
keluarga 5. Identifikasi kemungkinan
mampu penyebab, dengan cara yang
melaksanakan tepat
prosedur yang 6. Sediakan informasi pada pasien
dijelaskan tentang kondisi, dengan cara
secara benar yang tepat
- Pasien dan 7. Sediakan bagi keluarga
keluarga informasi tentang kemajuan
mampu pasien dengan cara yang tepat
menjelaskan 8. Diskusikan pilihan terapi atau
kembali apa penanganan
yang dijelaskan 9. Dukung pasien untuk
perawat/tim mengeksplorasi atau
kesehatan mendapatkan second opinion
lainnya dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3 J i l i d


2 . Media Aesculapius Fkul.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas


KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.

McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition.


Mosby Year Book: USA

North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :


Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA.

info.services@nucleus-precise.com

Anda mungkin juga menyukai