Anda di halaman 1dari 23

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

A USIA 9 TAHUN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS: THALASEMIA DI RUANG THALASEMIA
RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase keperawatan anak holistik islami

Dosen pembimbing:
Eli Lusiani, S. Kep., Ners., M. Kep.

Oleh:
Zein Al Syurfah
402023149

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit kongenital yang berbeda-beda menimbulkan
terjadinya sintesis salah satu atau lebih sub unit hemoglobin. Dalam arti lain
talasemia adalah penyakit keturunan akibat kekurangan salah satu zat pembentuk
hemoglobin, sehingga produksinya berkurang. Thalasemia adalah sekelompok
penyakit atau kelainan heriditer yang heterogen disebabkan oleh adanya defek
produksi Hb yang tidak normal, akibat adanya kelainan sintesis rantai globin dan
biasanya disertai kelainan indeks-indeks eritrosit (red cell indeks) dan morfologi
eritrosit (Wibowo and Zen, 2019).
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan
(inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan
yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau
dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan
menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah
merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Nur Rachmi
Sausan, 2020).
B. Etiologi Thalasemia
Menurut (Dara Cynthia Mukti, 2019), Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi
yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya
sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada,maka
pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat
terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan
aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang
merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang
sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel
darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100
hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh :
1. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal).
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada
Thalasemia).
C. Patofisiologi Thalasemia
Thalasemia Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan
kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik
yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh (Nur Rachmi Sausan, 2020). Penyebab anemia pada
talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya
sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,
bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil
kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolysis (Nur Rachmi
Sausan, 2020).
D. Klasifikasi Thalasemia
1. Klasifikasi Klinis
Berdasarkan kelainan klinis, thalasemia terbagi atas tiga (3) pembagian utama
yaitu : Thalasemia mayor, thalasemia intermedia, dan thalasemia minor.
Kriteria utama untuk membagi 3 bagian itu berdasar atas gejala dan tanda klinis
serta kebutuhan transfusi darah yang digunakan untuk terapi suportif pasien
thalasemia.
a. Thalassemia Mayor
Thalasemia mayor adalah keadaan klinis thalasemia yang paling berat.
Kondisi thalasemia mayor terjadi karena gen penyandi hemoglobin pada 2
alel kromosom mengalami kelainan. Pasien membutuhkan transfusi darah
sejak tahun pertama pada rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai
seumur hidupnya. Rutinitas transfusi thalasemia mayor berkisar antara 2
minggu sekali sampai 4 minggu sekali. Gejala thalasemia mayor secara
umum muncul pada usia 7 bulan awal pertumbuhan bayi atau setidaknya
pada bawah tiga tahun.
b. Thalassemia Intermedia
Sama seperti halnya dengan thalasemia mayor, individu dengan thalasemia
intermedia terjadi akibat kelainan pada 2 kromosom yang menurun dari
ayah dan ibunya. Perbedaan ada pada jenis gen mutan yang menurun.
Individu thalasemia mayor menurun 2 gen mutan bertipe mutan berat,
sedangkan pada thalasemia intermedia 2 gen tersebut merupakan kombinasi
mutan berat dan ringan, atau mutan ringan. Onset awitan atau kenampakan
klinis dari thalasemia intermedia tidak seawall thalasemia mayor. Diagnosis
awal bisa terjadi pada usia belasan tahun atau bahkan pada usia dewasa.
Secara klinis thalasemia intermedia menunjukan gejala dan tanda yang
sama dengan thalasemia mayor namun lebih ringan dari gambaran
thalasemia mayor. Pasien intermedia tidak rutin dalam memenuhi transfusi
darahnya, terkadang hanya 3 bulan sekali, 6 bulan sekali atau bahkan 1
tahun sekali.
c. Thalassemia Minor
Thalasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat, traits, pembawa
mutan, atau karier thalasemia. Karier thalasemia tidak menunjukan gejala
klinis semasa hidupnya. Hal ini bisa dipahami karena abnormalitas gen
yang terjadi hanya melibatkan salah satu dari dua kromosom yang ada
dikandungannya, bisa dari ayah atau dari ibu. Satu gen yang normal masih
mampu memberikan kontribusi untuk proses hematopiesis yang cukup baik.
Beberapa penelitian bahkan menyebut bahwa diantara pendonor darah rutin
pada unit-unit transfusi darah adalah karier thalasemia (Latip Rujito, 2019).
2. Terdapat 2 tipe utama talasemia, yaitu:
Terdapat 2 tipe utama talasemia, yaitu:
a. Talasemia alfa: penurunan sintesis rantai alfa
Sindrom talasemia α biasanya disebabkan oleh delesi gen globin pada
kromosom 16. Oleh karena pada keadaan normal terdapat empat salinan
gen globin α, keparahan klinis dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah
gen yang tidak ada atau tidak aktif. Jenis talasemia alfa berdasarkan jumlah
gen yang tidak ada.
1) Mutasi empat gen (talasemia α mayor). Hilangnya keempat gen
menekan sintesis rantai α secara keseluruhan dan karena rantai α
esensial pada hemoglobin janin dan dewasa, keadaan ini menyebabkan
kematian dalam rahim (hidrops fetalis).
2) Mutasi tiga gen (penyakit Hb H). Delesi tiga gen α menyebabkan
anemia mikrositik hipokromik dengan tingkat keparahan sedang berat
(hemoglobin 7-11 g/dL). Keadaan ini dikenal sebagai penyakit Hb H
karena hemoglobin H (β4) dapat dideteksi dalam eritrosit pasien-pasien
ini dengan elektroforesis atau preparat retikulosit. Pada kehidupan janin,
ditemui Hb Barts (γ4).
3) Mutasi dua gen. Pembawa sifat (trait) talasemia α disertai dengan
anemia mikrositik ringan menyerupai defisiensi besi tetapi dengan
kapasitas peningkatan besi yang normal dan kadar besi serum yang
meningkat/normal.
4) Mutasi satu gen (silent carrier). Pembawa sifat (trait) talasemia α yang
secara klinis tidak tampak gejala, tanpa adanya mikrositosis atau
anemia.
5) Bentuk talasemia α non-delesi akibat mutasi titik yang menyebabkan
disfungsi gen atau mutasi yang menyebabkan terminasi translasi,
menghasilkan suatu rantai yang lebih panjang tetapi tidak stabil .
b. Thalasemia beta : Penurunan Sintesis Rantai Beta
Gen globin β terletak di lengan pendek kromosom 11. Talasemia β terjadi
oleh karena mutasi resesif dari satu atau dua rantai globin β tunggal pada
kromosom 11. Jenis talasemia β dibagi menjadi :
1) Talasemia β mayor (Cooley’s Anemia). Kedua gen mengalami mutasi
sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala
muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
2) Talasemia intermedia. Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa
memproduksi sedikit rantai beta globin. Derajat anemia tergantung
derajat mutasi gen yang terjadi.
3) Talasemia β minor (trait). Penderita memiliki satu gen normal dan satu
gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia mikrositik
ringan.
E. Manifestasi Klinis
1. Thalsemia minor. Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali
ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai
dengan pada sumsum tulang, anemia ringan. Pada penderita yang berpasangan
harus melakukan pemeriksaan. Hal ini sebabkan karier minor pada kedua
pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan thalasemi mayor. Pada anak
yang sudah besar sering kali ditandai adanya:
a. Gizi buruk.
b. Perut membesar (membuncit) dikarenakan pembesaran limpa dan hati yang
mudah diraba.
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali).
Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
2. Thalasemia mayor Gejala klinis thalasemia mayor sudah dapat terlihat sejak
anak baru berusia kurang dari 1 tahun, yaitu: Anemia simtomatik pada usia 6-12
bulan, yang bersamaan dengan turunnya kadar hemoglobin fetal.
a. Anemia mikrositik berat, yaitu sel hemoglobin rendah mencapai 3 atau
4gram.
b. Tampak lemah dan pucat.
c. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan
tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran
patognomonik “hair on end”.
d. Berat badan berkurang.
e. Tidak dapat hidup tanpa transfusi.
3. Thalassemia Intermedia
a. Anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
b. Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia
mayor.
c. Terjadi anemia sedikit berat 7-9 gram/dL dan splenomegali.
d. d. Tidak tergantung pada tranfusi.

F.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi analisis Hb terhadap kadar HbF, HbA dan
elektroforesis hemoglobin, kadar besi, saturasi transferrin dan ferritin.
Pemeriksaan khusus meliputi :
1. Analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi penyebab thalasemia.
2. Anemia dengan kadar Hb berkisar 2-9g/dL, kadar MCV dan MCH berkurang,
retikulosit biasanya meningkat dan fragilitas osmotic menurun
3. Gambaran darah tepi memperlihatkan mikrositik hipokrom, fragmentasi, sel
target dan normoblast.
4. Kadar HbF meningkat antara 10-19%, kadar HbA2 bisa normal, rendah atau
sedikit meningkat. Peningkatan kadar HbA2 merupakan parameter penting
untuk menegakan diagnosis pembawa sifat thalasemia beta besi serum. Feritin
dan saturasi trasnferin meningkat (Pusponegoro, 2005).
G. Penatalaksanaan
1. Transfusi darah
Tujuan dari transfusi darah yaitu untuk mempertahankan kadar Hb sebagai
dampak adanya anemia berat. Hb pasien diperhatikan antara 8g/dL sampai 95
dimana keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
darah diberikan dalam bentuk PRC 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1g/dL.
Transfusi biasanya setiap dua sampai tiga minggu sekali tergantung dari kondisi
anak.
2. Splenectomy
Transfusi yang terus menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk
dilakukannya tindakan splenectomy karena dapat mengurangi hemolysis.
Adapun indikasi dilakukannya tindakan splenectomy adalah limpa yang terlalu
besar sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan
intra abdomen dan bahaya terjadinya ruptur.
3. Kelasi besi
Kelasi besi harus segera diberikan ketika kadar feritin serum sudah mencapai
1000 mg/L atau saturasi transferrin lebih dari 50% atau sekitar setelah 10
sampai dengan 20 kali pemberian transfusi darah. Kelasi besi yang sering
digunakan yaitu secara parental namun memiliki keterbatasan terutama dalam
biaya dan kenyamanan anak. Desferrioxamine harus diberikan secara subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-50 mg/kg berat
badan atau minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
H. Komplikasi
1. Komplikasi Pada Jantung
Kelaninan jantung, khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari
setengah terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada
penderita thalasemia mungkn bermanifestasi sebagai kardiomiopati
hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi
sistolik atau diastolik, effuse pericardial, miokarditis atau pericarditis.
Pemupukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya kelainan
pada jantung.
2. Komplikasi Endokrin
Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja,
dan dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi
yang terjadi yaitu hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75%
pasien. Perkembangan seksual mengalami keterlambatan dilaporkan 50% anak
laki-laki dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak perempuan
akan mengalami amenorrhea.
3. Komplikasi Hepar
Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan
kolagen dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang
berlebih. Penyakit hati lain yang sering muncul yaitu hepatomegaly, penurunan
konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartate dan alanine transaminase.
Adapun dampak lain yang berkaitan dengan penyakit hati adalah timbulnya
hepatitis B dan hepatitis C akibat pemberian transfusi.
4. Komplikasi Neurologi
Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan
beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang,
kelebihan zat besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian
desferrioxamine. Temuan abnormal dalam fungsi pendengaran, timbulnya
potensi somatosensory terutama disebabkan oleh neurotoksisitas desferioxamin
dan adanya kelainan dalam konduksi saraf.
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nomor RM : 00780647 Sumber Informasi
Nama : An. A Nama : Ny. E
Tanggal lahir : 4 Juni 2014 Umur : 31 Tahun
Usia : 9 tahun Pekerjaan : IRT
Jenis kelamin : Laki-Laki Alamat : Soreang
Tanggal pengkajian : 20 – 11- 2023 Hubungan dengan anak : Ibu
Jam : 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Thalasemia

2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan tidak ada keluhan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat pengakajian tanggal 20 November 2023 pukul 09.00 WIB , pasien mengatakan
saat ini pasien tidak ada keluhan, keadaan umum pasien tampak tenang dan riang,
kesadaran composmentis, pasien datang ke Poli Thalasemia untuk transfuse darah rutin
o
setiap 3 minggu sekali. Suhu : 36,5 TB : 139 cm, BB : 22kg, R :24x/menit, N :
60x/menit, hasil lab : Hb : 8,0 gr/dl, Leukosit : 10360 sel/uL, Hematokrit : 23,9 %,
Eritrosit : 3,50 juta/uL, Trombosit : 395.000 juta/uL, golongan darah B.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien 2,5 tahun yang lalu sering demam, dan pada saat
demam bisa sampai 4 hari lalu sembuh tetapi beberapa hari kemudian demam kembali,
dan pasien juga terlihat lemas dan pucat.
1. Prenatal
Konsumsi obat selama Tidak  Ya, ............................
kehamilan
Adakah ibu jatuh selama hamil Tidak  Ya, ............................
2. Penyakit terdahulu Tidak  Ya
Jika Ya, bagaimana gejala dan Orang tua pasien mengatakan anaknya mengalami
penanganannya? thalasemia sejak usia 6,5 tahun dengan nilai Hb 4
Pernah dioperasi  Tidak  Ya
Jika Ya, sebutkan waktu dan Pasien tidak pernah di lakukan operasi
berapa hari dirawat?
3. Pernah dirawat di RS Tidak Ya
Jika Ya, sebutkan penyakitnya
dan respon emosional saat
dirawat?
Tabel 3.1 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
5. Riwayat Keluarga
1. Riwayat penyakit keturunan √Tidak  Ya, ......................
2. Riwayat penyakit menular Tidak  Ya, ........................
Tabel 1.2 Riwayat Keluarga
6. Pengkajian Fisiologis
Tabel 3.3 Pengkajian Fisiologis
1. OKSIGENASI
Napas pasien teratur, tidak ada sesak napas, RR 24 x/mnt, tidak ada penggunaan otot bantu
napas.
Sirkulasi
Nadi 60 x/mnt, akral teraba hangat, pasien terlihat pucat, kelopak mata anemis.
2. NUTRISI
PERILAKU
BB saat ini BB (22)kg PB/TB (139)cm
Status Nutrisi □ Lebih Baik  kurang □ Buruk
Puasa □ Ya  tidak Frekuensi makan : 3x Posi makan: 1
piring
Cara Makan  oral □ OGT □ NGT □ Gastrostomi □ parenteral
Kualitas Makan □ kurang  cukup  baik
Hepar tidak teraba □ hepatomegali □ lien □ splenomegali
Bising Usus 8x/mnt
3. PROTEKSI
Gangguan Warna Pucat
Kulit
Suhu □ suhu : 36.5o  Hangat
Turgor □Baik □ Jelek
CRT < 3 detik
Gangguan pada Kulit pasien tidak kering
kulit
Luka Tidak terdapat luka
4. SENSASI
Penglihatan  Adekuat □ Menurun [R L]
□ Buta [R L] □ Katarak [R L]
Pupil Simetris □ Tidak Simetris : R < L atau L < R
□ Reaktif □ Non Reaktif [R L]
Pengecapan Baik □ Tidak baik
Kondisi gigi Baik □ Terjadi gangguan □ Jelek
Gusi Pink  Pucat □ Inflamasi
□ Perdarahan □ Kering □ Lembab
Penciuman Baik □ Tidak baik
Hidung □ Berdarah □ Drainage Tidak ditemukan
masalah
Pendengaran  Adekuat □ Menurun [R L] □ Tuli [R
L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Telinga  Bersih [R L] □ Kotor [R L]
□ Discharge [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
5. CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Minum 700 cc/hari jenis: air putih
6. ELIMINASI

Buang air kecil Frekuensi 3x/hr □ oliguri □ disuria □anuria


□incontinensia □ retensi
Eliminasi urin spontan □ dower kateter □ cistostomi □nefrostomi
Nyeri saat berkemih □ ada  tidak
Warna urin √ kuning jernih □ kuning pekat □ merah
buang air besar Frekuensi :1x/hr □ normal □ diare □ konstipasi
Warna feses kuning □ hijau □ merah
Karakteristik feses lembek □ cair □ padat □ berlendir
Anus ada lubang □ tidak berlubang
Hasil laboratorium
7. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Postur tubuh √normal tidak normal ket:


Berjalan normal  tidak normal ket:belum berjalan
Aktivitas anak □ hiperaktif √aktif □ pasif □ leterbatasan □ pembatasan
Gerakan aktif □ tidak aktif
Paralise □ ada √tidak □ tangan kanan/kiri/keduanya
□ kaki kanan/kiri/ keduanya
Tonus otot √normal □ atrofi □ hipertrofi
Mobilisasi □ bedrest total ditempat tidur
Gangguan
neuromuscular
Mobilisasi
Jumalh jam tidur Tidur siang : 2-3 jam jam 13.00-15.00
Tidur malam : 8-10 jam jam 21.00-05.00
Kebiasaan sebelum √tidak ada ada, sebutkan….. minum susu
tidur
Kesulitan tidur □ ada √tidak ada
Tidur dengan □ ya √tidak
bantuan obat
8. NEUROLOGI
Kesadaran E; 4 M: 6 V: 5 CM □ apatis □ somnolen □ koma
Status mental □ terorientasi □ disorientasi □ gelisah □ halusinasi
Pupil  isokor □ anisokor

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nama pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 8,0 11.5-13 g/dL
Leukosit 10360 4500-9000 / uL
Eritrosit 3.50 4.88 – 5.5 juta/uL
Hematokrit 23.9 35-40%

Trombosit 395000 150000 mL


8. PENATALAKSANAAN MEDIS/KEPERAWATAN
Tabel 3.10 Penatalaksanaan Medis
Tranfusi Darah 260cc

Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS Destruksi eritrosit oleh
- Keluarga pasien retrikuloendotelial
mengatakan pasien Mutasi DNA
rutin transfusi 3
minggu sekali Produksi rantai alfa dan
DO: beta HB berkurang
- Pasien kulitnya
tampak pucat Kelainan pada eritrosit
- Kelopak mata
anemis Pengikatan O2 berkurang
- TTV
Suhu : 36,5o Kompesator pada rantai a
R :24x/menit
N : 60x/menit Rantai b produksi terus
- TB : 139 cm menerus
- BB : 22kg Perfusi Perifer Tidak
- Hasil lab : HB defektif Efektif
Hb : 8,0 gr/dl,
Leukosit : 5400 Ketidakseimbangan
sel/Ul polipeptida
Hematokrit : 23,9
% Eritrosit tidak stabil
Eritrosit : 3,50
juta/uL, Hemolisis
Trombosit :
395.000 juta/uL Suplay O2 ke jaringan
perifer

Perfusi perifer tidak efektif


DS : Mutasi DNA
- Keluarga pasien
mengatakan pasien Produksi rantai alfa dan
transfusi darah sejak beta HB berkurang
2,5 tahun yang lalu
DO : Konpensator meningkat
- Pasien terpasang pada rantai alfa
transfusi darah
- Pasien transfusi Rantai beta produksi terus
sebanyak 260cc menerus
- Leukosit : 10360
sel/uL HB detectic
Risiko Infeksi
Ketidakseimbangan
polipeptida

Eritrosit tidak stabil

Hemolisis

Tranfusi darah berulang

Risiko Infeksi

Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d Warna kulit
pucat, hb 8,0 gr/dl
b. Risiko Infeksi b.d penyakit kronis, penurunan hemoglobin, tindakan tranfusi darah
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Tranfusi darah 1.02089 1. Untuk mengetahui dimulainya
tidak efektif b.d transfusi darah 1x 4 jam tranfusi
Observasi
penurunan diharapkan Hemoglobin 2. Untuk mengetahui tanda tanda
konsentrasi meningkat pada pasien 1. Identifikasi rencana tranfusi vital
hemoglobin d.d membaik dengan kriteria 2. Monitor tanda tanda vital 3. Untuk mehindari salah
Warna kulit hasil : 3. Melakukan pengecekan double check memberikan tranfusi
pucat, hb 8,0 gr/dl - Pasien tidak terlalu pada label darah 4. Untuk menghindari
pucat Terapeutik perkembangbiakan bakteri
- Kelopak mata tidak 4. Berikan tranfusi dalam waktu 4 jam 5. Untuk menjamin kontiutias
anemis 5. Dokumentasi tanggal jam jumlah darah asuhan keperawatan
- Hb 11.5-13 g/dL dan reaksi tranfusi
Edukasi
Edukasi diit rendah kalori dan
tinggi protein
2 Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539) 1. Untuk mengetahi tanda dan
penyakit kronis, transfuse darah 1x 4 jam gejala infeksi local
Observasi
penurunan diharapkan risiko infeksi sistemik
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
hemoglobin, pada pasien menurun 2. Cuci tangan bertujuan
local sistemik
tindakan tranfusi dengan kriteria hasil : untuk menjaga kebersihan ,
darah - Kadar sel darah mencegah infeksi dan
putih membaik pelindung diri
Terapeutik 3. Prosedur aseptic dilakukan
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah untuk mencegah
kontak dengan pasien dan mikroorganisme masuk ke
lingkungan pasien dalam tubuh
3. Pertahankan tehnik aseptic pada 4. Agar pasien mengathui
pasien beresiko tinggi tanda dan gejala infeksi
Edukasi 5. Agar pasien mengetahui
4. Jelaskan tanda dan gejal infeksi cuci tangan yang baik dan
5. Ajakan cara mencuci tangan benar
dengan benar
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
NO
DX Hari/ Tanggal Jam Implememtasi Hari / Tanggal Jam Evaluasi
KEP
1 Senin / 20 08.00 1. Identifikasi rencana Senin / 20 14.00
November November 2023 S:
tranfusi
2023
- Klien mengatakan tidak ada
Respons : tranfusi
keluhan dan menjadi lebih
diberikan pada pukul
08.10 enakan
10.15
O:
2. Monitor tanda tanda
- TTV ;
vital
RR : 45x/menit
Respons :
Nadi : 85x menit
TB : 139 cm
10.00 Suhu : 36,5 C
BB : 22 kg
A:
RR : 24x/menit
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Nadi : 60x menit
Teratasi Sebagian
Suhu 35,3 C
P:
3. Melakukan pengecekan
10.15 Lanjutkan intervensi tranfusi
double check pada label
darah tanggal 4 Desember 2023
darah
Respons :
Pengecekan dengan
10.30
nomer 264929714
4. Berikan tranfusi dalam
waktu 4 jam
10.45 Respons :
Tranfusi diberikan
dengan jumlah darah
260cc
11.15 5. Observasi TTV 15
menit pertama
Respons :
RR : 24x/mnt
12.15 Nadi 84x menit
Suhu 36,5 C
6. Observasi TTV 30
13.15 menit
Respons :
RR : 26 x/mnt
Nadi 88x menit
14.00 Suhu 36,3C
7. Observasi TTV 1 jam
pertama
Respons :
RR : 24x/mnt
Nadi 85x menit
Suhu 36,1 C
8. Observasi TTV 2 jam
Respons :
RR : 25x/mnt
Nadi 88x menit
Suhu 36,3 C
9. Observasi TTV 3 jam
Respons :
RR : 45x/mnt
Nadi 85x menit
Suhu 36,5 C
10. Dokumentasi tanggal
jam jumlah darah dan
reaksi tranfusi
Respons
Pada tanggal 20
November 2023
dilakukan tranfusi
dengan jumlah darah
260 cc dan tidak ada
reaksi selama tranfusi
dilakukan baik dalam 15
menit pertama maupun
4 jam .

Anda mungkin juga menyukai