THALASEMIA
1
c. Delesi 3 gen (penyakit Hb H)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan
pembesaran limpa.
d. Delesi 4 gen (hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah
dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin
terbentuk.
1.1.2 Thalasemia beta ()
Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen
yang bermutasi dikenal thalasemia homozigot bila terdapat mutasi
pada kedua gen dan thalasemia heterozigot bila terdapat mutasi
pada 1 gen , berdasarkan gambaran klinik dikenal tiga macam
thalasemia .
a. Thalasemia mayor
Pada thalasemia mayor terjadi mutasi pada kedua gen
dimana pasien memerlukan tranfusi darah secara berkala,
terdapat pembesaran limpa yang makin lama makin besar
sehingga memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang
disebuts splenektomi. Selain itu pasien mengalami
penumpukan zat besi di dalam tubuh akibat tranfusi berkurang
dan penyerapan besi yang berlebihan, sehingga diperlukan
pengobatan pengeluaran besi dari tubuh yang disebut kelasi.
b. Thalasemia minor
Pada thalasemia minor didapatkam mutasi pada salah satu
dari 2 gen , kelainan ini disebut juga thalasemia trait. Pada
keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin normal atau anemia
ringan dan pasien tidak menunjukan gejala klinik.
c. Thalasemia intermedia
Menunjukan kelainan antara thalasemia mayor dan minor.
Pasien biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu
seperti infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan
tranfusi darah (http://thalasemia.org/).
2
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007).
Apabila salah seorang dari orang tua menderita thalasemia trait sedangkan
yang lain tidak, maka satu dibanding 2 (50%) kemungkinan bahwa setiap
anak-anak mereka akan menderita thalasemia trait, tidak seorang diantara
anak-anak mereka akan menderita thalasemia mayor. Orang dengan
thalasemia trait terlihat sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan
tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat
tersebut ada dikalangan keluarga.
3
1.3.3 Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan
kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan akan kekurangan hemoglobin dalam sel
darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala, frontal, parietal, molar
yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar
atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan
ini disebut facies cooley (Indriati, 2011).
1.3.4 Kelelahan
1.3.5 Kelemahan
1.3.6 Sesak napas
1.3.7 Pucat
1.3.8 Lekas marah
1.3.9 Warna kulit menjadi kuning
1.3.10 Deformitas tulang wajah
1.3.11 Pertumbuhan lambat
1.3.12 Perut bengkak
1.3.13 Urin berwarna gelap
4
Pada thalasemia terjadi gangguan jumlah sintesis rantai hemoglobin, yaitu
pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai globin yang terkena)
dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya jumlah gen yang
mengalami gangguan (Kline dalam Indriati, 2011).
5
Hb berkisar 2-9g/dL, kadar MCV dan MCH berkurang, retikulosit
biasanya meningkat dan fragilitas osmotic menurun. (indriati,
2011).
1.5.2 Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal
pada janin. Atau analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi
penyebab thalasemia.
1.5.3 Bone Marrow Punctional (BMP), akan memperlihatkan perubahan
sel-sel darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan
membantu membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.
1.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas,
2007).
1.6.1 Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta
sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi
dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar
(gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.
1.6.2 Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis).
1.6.3 Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
1.6.4 Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti
leukopenia dan trombopenia.
1.6.5 Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
1.7.1 Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi
darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau
subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan
6
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi
darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, utuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
1.7.2 Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi
250 ml/kg/BB/tahun.
1.7.3 Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5
mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum
tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg/BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
7
1.8 Pathway
Keturunan, Kulit menjadi
Tidak seimbangnya alpha kelabu
dan beta asam amino
Limpa Splenomegali Nyeri
8
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu
diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia.
Jika iya maka anak beresiko terkena thalasemia mayor.
d. Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resiko thalasemia. Apabila diduga ada
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
e. Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk
thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak adanya pertumbuhan bulu pubis dan
ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
f. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga
BB rendah dan tidak sesudai usia.
g. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak
lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
9
d. Mulut
Bibir nampak berwarna kehitaman.
e. Dada
Terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Saat dipalpasi teraba pembesaran pada limfa dan hati
(hepatospeknomegali).
g. Kulit
Kulit terlihat pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat tranfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu
seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10
Ketidakcukupan energi fisiologi atau psikologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus
dilakukan.
2.2.2 Batasan Karkteristik
Subjektif
Ketidaknyamanan atau dipsnea saat beraktifitas.
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai
respon terhadap aktivitas.
Perubahan EKG yang menunjukan aritmia atau iskemia.
2.2.3 Faktor yang Berhubungan
Tirah baring dan imobilitas.
Kelemahan umum.
Ketidakseimbangan antara suolai dan kebutuhan oksigen.
Gaya hidup kurang sehat
11
Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Ketidakmampuan untuk menelan makanan.
Faktor psikologis.
12
Diagnosa IV: hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
2.2.10 Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal..
2.2.11 Batasan karakteristik
Objektif:
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Kejang atau kovulasi
Takikardie
takipnea
2.2.12 Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Bruit
Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
Klaudikasi
Kelambatan penyembuhan
Nadi arteri lemah
Edema
Tanda human positif
13
Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
Diskolorasi kulit
Perubahan suhu kulit
Nadi lemah atau tidak teraba
2.2.13 Faktor yang berubungan
Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
Keracunan enzim
Gangguan pertukaran
Hipervolemia
Hipoventilasi
Hipovolemia
Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane
kapiler
Gangguan aliran arteri atau vena
Ketidak sesuaian antara ventilasi dan alirn darah
2.3 Perencanaan
Diagnosa I: Intoleransi aktivitas
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan intervensi Energy Managemen Energy Management
...x24 jam diharapkan kondisi 1. Tentukan pembatasan 1. Mencegah penggunaan
pasien stabil saat beraktivitas aktivitas fisik pada energi yang berlebihan.
dengan kriteria hasil: pasien.
Mentoleransi aktivitas yang 2. Tentukan persepsi pasien 2. Memudahkan pasien untuk
biasa dilakukan, yang dan perawat mengenai mengenali kelelahan dan
dibuktikan oleh toleransi kelelahan. waktu istirahat.
aktivitas, ketahanan, 3. Tentukan penyebab 3. Mengidentifikasi pencetus
penghematan energi, kelelahan (perawatan, kelelahan.
kebugaran fisik, energi nyeri, pengobatan).
psikomotorik, dan 4. Monitor efek dari 4. Mengetahui apakah
perawatan diri, ADL. pengobatan pasien. pengobatan memiliki efek
Menunjukan toleransi samping membuat
aktivitas yang dibuktikan kelelahan.
oleh indikator. 5. Monitor intake nutrisi 5. Mengetahui sumber asupan
Mendemontrasikan yang adekuat sebagai energi pasien.
penghematan energi yang sumber energi.
dibuktikan oleh indikator. 6. Anjurkan pasien dan 6. Menyamakan persepsi
keluarga untuk mengenali antara pasien dan perawat
tanda dan gejala kelelahan mengetai tanda kelelahan.
14
saat aktivitas.
7. Anjurkan pasien 7. Menghindari timbulnya
membatasi aktivitas yang sesak karena kelelahan.
berat.
8. Monitor respon terapi 8. Mengetahui efektifitas terapi
oksigen pasien. O2.
muntah
Weight: body mass Nausea Management Nausea Management
15
mengalami peningkatan BB. keparahan, penyebab . diberikan.
2. Anjurkan pasien makan 2. Makan sedikit demi sedikit
sedikit demi sedikit tapi tapi sering dapat
sering. meningkatkan intake nutrisi.
3. Anjurkan pasien makan 3. Makan makanan dalam
selagi makanan masih kondisi hangat dapat
hangat. menurunkan rasa mual
sehingga intake nutrisi dapat
ditingkatkan.
4. Delegatif pemberian 4. Antiemetik dapat digunakan
terapi antiemetik. sebagai terapi farmakologis
dalam manajemen mual
dengan menghambat sekresi
asam lambung.
16
pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan
selama prosedur diagnostik atau terapeutik.
Pemantauan tanda-tanda vital.
Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau
cedera otot.
b. Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik.
17
Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan darah
Nadi perifer
Turgor kulit
Suhu, sensasi, elastisitas, hidrasi, keutuhan, dan
ketebalan kulit
Pengisian ulang kapiler
Warna kulit
Integritas kulit
18
1. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi
2. Ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas kulit
Aktivitas kolaboratif
Beri obat nyeri, beritahu dokter jika neri tidak kunjung reda
Aktivitas lain
Hindari trauma kimia, mekanik, atau panas yang melibatkan ekstremitas
Kurangi rokok dan penggunaan stimulan
Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri (NIC): letakkan ekstremitas pada
posisi menggantung, jika perlu
Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena (NIC):
1. Lakukan modaitas terapi kompresi, jika perlu
2. Evaluasi ekstremitas yang terkena 20 derajat atau lebih diatas jantung
jika perlu
3. Dorong latihan rentang pergrakan sendi aktif dan pasif, terutama pada
ekstremitas bawah, saat tirah baring
Penatalaksanaan sensasi perifer (NIC):
1. Hindari atau pantau penggunaan alat yang panas atau dingin
2. Letakkan ayunan diatas bagian tubuh yang terkena dan tidak menyentuh
linen tempat tidur
3. Diskusikan dan identifikasi penyebab sensasi tidak normal atau
perubahan sensasi
19
III. Daftar Pustaka
Ganie, A. (2004). Kajian DNA Thalasemia Alpha di Medan. Skripsi, USU
Press, Medan.
Hasan, Rusepno & Alatas, Husein (editor). (2007). Buku Kuliah Umum Ilmu
Kesehatan Anak jilid III. Jakarta: FKUI.
Rudolph, Abraham M, et al. (2007). Buku Ajar Pediatric Rudolph Ed.20.
Jakarta: EGC.
Sumiarsih, Dwi. (2016). Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Di
Ruang Cempaka RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Skripsi,
Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Supardiman, I. (2002). Hematologi Klinik. Bandung : Alumni Bandung.
Suriadi, & Rita, Y. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Agung
Seto.
Hoffband, A., dkk. (2005). Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
http://thalasemia.org/ (diakses tanggal 3 desember 2016)
20
Banjarmasin, Juni 2017
( ) ( )
21