Anda di halaman 1dari 26

Thalassemia

Disusun Oleh
Muhammad Aldo Anugrah 1102016130
Muhammad Reza 1102016
Pembimbing
dr. R. Gantira Wijayakusumah Danasasmita, Sp.PD

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Periode 25 April - 25 Juni 2022
Definisi

Talasemia merupakan penyakit hemolitik herediter yang disebabkan


oleh gangguan sintesis hemoglobin di dalam sel darah merah. Penyakit
ini ditandai dengan menurunnya atau tidak adanya sintesis salah satu
rantai α, β dan atau rantai globin lain yang membentuk struktur
normal molekul hemoglobin utama pada orang dewasa.
Epidemiologi
Prevalensi Talasemia terbanyak dijumpai di daerah-daerah yang disebut sebagai sabuk Talasemia yaitu
Mediterania, Timur Tengah, Asia Selatan, Semenanjung Cina, Asia Tenggara, serta Kepulauan Pasifik. WHO
memperkirakan sekitar 7 % dari populasi global (80 sampai 90 juta orang) adalah pembawa Talasemia β, dengan
sebagian besar terdapat di negara berkembang. Data di Indonesia menyebutkan bahwa penyakit genetik ini
paling sering ditemukan diantara penyakit genetik lainnya, dengan prevalensi pembawa gen Talasemia tersebar
antara 3-10 % di berbagai daerah.

Frekuensi pembawa sifat Talasemia di Indonesia yang dilaporkan adalah: Medan dengan pembawa sifat
Talasemia β sebesar 4,07 %, Yogyakarta sebesar 6 %, Banyumas 8 %, Ambon sebesar 6,5 %, Jakarta sebesar 7% ,
Ujung Pandang sebesar 8 %, Banjarmasin sebesar 3 %, Maumere dan Bangka sebesar 6 %, dan beberapa daerah
memiliki prevalensi hingga 10 %, dengan rata-rata frekuensi secara keseluruhan adalah 3-10 %. Dari gambaran
tersebut mengindikasikan bahwa tiap-tiap daerah memiliki jumlah pembawa sifat yang berbeda-beda.
Klasifikasi

1. Talasemia α

Talasemia α terjadi akibat berkurangnya atau tiakadanya rantai globin α pada susunan hemoglobin.
Status Talasemia α terbagi atas jumlah gen globin α yang mengalami abnormalitas. Abnormalitas
utama pada gen α adalah tipe mutasi delesi (-), hanya sebagian kecil bertipe mutasi titik (point
mutation). Tipe delesi disematkan pada jumlah basepair gen yang mengalami delesi. Nama delesi
juga disematkan pada asal mutan dan frekuensi di suatu daerah. Dikenal beberapa nama tipe delesi
Talasemia α yang umum yaitu : -α.3.7 , -α4.2 , α−−SEA, α−−THAI, α−−FIL. Mutasi non delesi adalah
jenis mutasi titik dan juga framesift, dikenal beberapa jenis yang umum yaitu : HbConstant Spring,
HBA2:c.2T>C, HBA2:c.95+2_95+6delTGAGG, HBA2:c.94_95delAG, dan HBA2:c.339C>G.
Klasifikasi
No Varian Delesi gen α Genotipe Simptomatik

1 Silent carrier Delesi 1 dari 4 gen α (α-/αα) Asimptomatik

2 Karier Talasemia Delesi 2 dari 4 gen α (- -/αα)/(α-/-α) Asimptomatik

3 Penyakit HbH Delesi 3 dari 4 gen α (α-/- -) Talasemia


intermedia/mayor

4 Sindrom Hb Bart Delesi 4 gen α (- -/- -) Hidrops fetalis, letal


Klasifikasi

2. Talasemia β

Variabilitas klinis pasien Talasemia β berkorelasi dengan jenis mutasi yang terdapat pada gen globin β.
Klasifikasi alel dibedakan menjadi dua kelas utama yaitu severe allele yang tidak memproduksi rantai globin,
dan mild allele dengan produksi rantai globin yang menurun. Kedua alel tersebut dinotasikan sebagai β0 dan
β+. Mutasi-mutasi yang menyebabkan jenis ini sebagian besar adalah bertipe point mutation (mutasi titik).

Talasemia terjadi karena hilangnya rantai β (Talasemia β0) atau berkurangnya rantai (Talasemia β+) pada
susunan globin darah. Talasemia β menyebabkan ketidakseimbangan produksi antara rantai globin dan rantai
globin yang membentuk hemoglobin A (dewasa). Sintesis globin β yang rusak pada pasien Talasemia β
menyebabkan kelebihan rantai globin α, sehingga terjadi presipitasi di dalam prekursor sel darah merah di
sumsum tulang serta turunannya di sirkulasi perifer.
Klasifikasi Klinis

1. Talasemia Mayor

Talasemia mayor adalah adalah keadaan klinis Talasemia yang paling berat. Kondisi Talasemia mayor terjadi karena
gen penyandi hemoglobin pada 2 alel kromosom mengalami kelainan. Pasien membutuhkan transfusi darah sejak
tahun pertama pertumbuhan pada rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai seumur hidupnya. Rutinitas transfusi
Talasemia mayor berkisar antara 2 minggu sekali sampai 4 minggu sekali.

Gejala Talasemia mayor secara umum muncul pada usia 7 bulan awal pertumbuhan bayi atau setidaknya pada bawah
tiga tahun (batita). Gejala awal adalah keadaan pucat pada kulitnya terlihat pada bagian telapak tangan, konjungtiva,
daerah perut, dan semua permukaan kulit. Lambat laun bayi akan terlihat lebih lemas, tidak begitu aktif, dan tidak
bergairah menyusu. Bayi akan mengalami kegagalan untuk berkembang secara normal dan menjadi semakin pucat.
Beberapa masalah seperti diare, lemah, serangan demam berulang, dan pembesaran perut progresif yang disebabkan
oleh pembesaran limpa dan hati dapat menjadi alasan pasien untuk datang ke pelayanan kesehatan.
Klasifikasi Klinis

2. Talasemia Intermedia

Individu dengan Talasemia intermedia terjadi akibat kelainan pada 2 kromosom yang menurun dari
ayah dan ibunya. Perbedaannya dengan Individu Talasemia mayor menurun 2 gen mutan bertipe
mutan berat, sedangkan pada Talasemia intermedia 2 gen tersebut merupakan kombinasi mutan
berat dan ringan, atau mutan ringan dan mutan ringan. Onset awitan Talasemia intermedia tidak se
awal Talasemia mayor. Diagnosis awal bisa terjadi pada usia belasan tahun, atau bahkan pada usia
dewasa. Secara klinis Talasemia intermedia menunjukkan gejala dan tanda yang sama dengan
Talasemia mayor, namun lebih ringan dari gambaran Talasemia mayor. Pasien intermedia tidak rutin
dalam memenuhi transfusi darah nya, terkadang hanya 3 bulan sekali, 6 bulan sekali atau bahkan 1
tahun sekali.
Klasifikasi Klinis

3. Talasemia Minor

Talasemia minor juga disebut sebagai pembawa sifat, traits, pembawa mutan, atau
karier Talasemia. Karier Talasemia tidak menunjukan gejala klinis semasa hidupnya.
Hal ini karena abnormalitas gen yang terjadi hanya melibatkan salah satu dari dua
kromosom yang dikandungnya, bisa dari ayah atau dari ibu. Satu gen yang normal
masih mampu memberikan kontribusi untuk proses sistem hematopoiesis yang
cukup baik.
Diagnosis
Anamnesis:

1. Pucat kronik umumnya terjadi pada usia 6 bulan - 2 tahun.


2. Riwayat transfusi berulang, anemia berulang yang memerlukan transfusi berkala.
3. Riwayat keluarga dengan Talasemia dan transfusi berulang.
4. Perut buncit dikarenakan hepatosplenomegali terutama pada kasus anemia lama tanpa transfusi.
5. Etnis dan suku tertentu. Angka kejadian Talasemia lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur
Tengah, India, dan Asia Tenggara.
6. Gen penyebab Talasemia paling banyak di Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan
Makasar 8%.
7. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat dikarenakan disturbansi hormon-hormon yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Diagnosis

Pemeriksaan fisik:

1. Pucat, konjungtiva anemis


2. Sklera tampak ikterik
3. Facies Cooley
4. Hepatosplenomegali
5. Gizi kurang, perawakan pendek
6. Hiperpigmentasi kulit
Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium:

1. Darah Perifer Lengkap :


● Anemia dengan kadar Hb bisa mencapai <7g/dL.
● MCV <80 fL dan MCH <27 pg (dapat bernilai normal pada karier). Talasemia mayor biasanya memiliki
MCV 50-60 fL dan MCH 12-18 pg.
● Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan pada Talasemia, dan juga pada anemia defisiensi besi.
MCH lebih sedikit dipengaruhi oleh perubahan cadangan besi. Oleh karena itu pada MCV dan MCH
yang sedikit lebih rendah dari normal, untuk memastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh
Talasemia (minor) atau defiseiensi besi, maka perlu dilakukan uji suplementasi besi.
Diagnosis
2. Gambaran darah tepi:

● Pada Talasemia mayor dapat ditemukan semua jenis kelainan eritrosit. Anisositosis dan poikilositosis
yang nyata (termasuk fragmentosit dan tear drop), mikrositik hipokrom, basophilic stippling, badan
Pappenheimer, sel target, dan eritrosit berinti.
● Total hitung dan neutrofil meningkat. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat ditemukan leukopenia,
neutropenia, dan trombositopenia.
● Pada Talasemia α terutama pada karier badan inklusi HbH (heinz body) dapat ditemukan pada
pemeriksaan.
● RDW pada anemia defisiesi besi memiliki RDW yang meningkat >14,5%, tetapi tidak setinggi seperti
pada Talasemia mayor. Talasemia trait memiliki eritrosit mikrositik yang uniform sehingga tidak / hanya
sedikit ditandai dengan peningkatan RDW.
● Jumlah retikulosit menunjukkan aktivitas sumsum tulang. Pasien Talasemia memiliki aktivitas sumsum
tulang yang meningkat, sedangkan pada anemia defisiensi besi akan diperoleh hasil yang rendah.
Diagnosis

Bentuk heterozigot talasemia biasanya asimtomatik dan hanya menunjukkan gejala


anemia ringan sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan klinis atau pemeriksaan
laboratorium biasa. Untuk mendeteksinya diperlukan diagnosis molekuler untuk
menentukan jenis mutasi yang terjadi.
Diagnosis

Tujuan diagnosis molekuler adalah untuk menentukan perubahan urutan DNA pada seorang
penderita. Untuk keperluan tersebut digunakan berbagai macam metode pemeriksaan, baik
dilakukan secara terpisah maupun secara kombinasi.

1. Polymerase Chain Reaction (PCR). Tujuan penggunaan PCR adalah untuk menggandakan gen
globin yang kemudian hasilnya digunakan untuk menentukan jenis mutasi melalui metode lain.
Dalam keadaan tertentu PCR dapat langsung digunakan untuk menentukan mutasi, yaitu
apabila mutasi berupa delesi yang panjang (Large deletion) misalnya pada talasemia-α tipe
delesi.
Diagnosis

2. DNA Sequencing. Cara ini digunakan untuk menentukan urutan nukleotida dalam DNA yang
dilaksanakan dengan dua metode, yaitu:

a. Metode kimia (Metode Maxam dan Gilbert)

b. Metode dideoksinukleotida (Metode Sanger)

3. Southern blotting. Cara ini digunakan untuk mendeteksi :

a. Delesi yang panjang (Large Deletion)

b. Mutasi titik, bila mutasi tersebut menghapus atau menimbulkan tempat restriksi
Diagnosis

4. Dot blotting. Dipakai untuk mendeteksi mutasi titik. Syarat-syaratnya adalah mutasi
tersebut telah diketahui sebelumnya. Bila mutasi belum diketahui perlu diterapkan
strategi lain, misalnya dengan menggunakan DGGE.

5. Denaturating gradient gel electrophoresis (DGGE). DGGE digunakan untuk mendeteksi


mutan yang sebelumnya tak diketahui. Bila DGGE menunjukkan adanya mutasi, maka
selanjutnya fragmen DNA tersebut ditentukan urutan nukleotidanya. Bila mutan sudah
diketahui, maka DGGE juga dapat dipakai untuk deteksi mutasi tersebut yaitu
membandingkannya dengan pola pada mutan yang sudah diketahui.
Tatalaksana

1. Transfusi darah

Tujuan transfusi darah pada pasien talasemia adalah untuk menekan hematopoiesis
ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Keputusan untuk memulai
transfusi darah sangat individual pada setiap pasien. Transfusi dilakukan apabila dari
pemeriksaan laboratorium terbukti pasien menderita talasemia mayor, atau apabila Hb
<7g/dL setelah 2x pemeriksaan dengan selang waktu >2 minggu, tanpa adanya tanda
infeksi atau didapatkan nilai Hb >7gr/dL dan dijumpai, gagal tumbuh, dan/atau
deformitas tulang akibat talasemia.
Tatalaksana

2. Kelasi besi

Terapi kelasi besi bertujuan untuk detoksifikasi kelebihan besi yaitu mengikat besi yang tidak terikat transferin
di plasma dan mengeluarkan besi dari tubuh. Kelasi dimulai setelah timbunan besi dalam tubuh pasien
signifikan, yang dapat dinilai dari beberapa parameter seperti jumlah darah yang telah ditransfusikan, kadar
feritin serum, saturasi transferin, dan liver iron concentration – LIC (biopsi, MRI, atau feritometer).

LIC minimal 3000 ug/g berat kering hati merupakan batasan untuk memulai kelasi besi. Pemilihan lain seperti
pemberian kelasi besi dimulai bila kadar feritin serum darah sudah mencapai 1000 ng/mL, atau saturasi
transferin >70%, atau apabila transfusi sudah diberikan sebanyak 10-20 kali atau sekitar 3-5 liter. Kelasi besi
kombinasi diberikan jika kadar feritin serum >2500 ng/mL yang menetap minimal 3 bulan, apabila sudah
terjadi kardiomiopati, atau telah terjadi hemosiderosis jantung pada pemeriksaan MRI T2* (<20 ms).
Tatalaksana

Jenis kelasi besi: Target terapi kelasi besi pada pasien thalassemia:

1. Desferoksamin (DFO) ● LIC dipertahankan <7000 ug/g berat kering hati.


2. Deferipron (DFP) ● Feritin serum 1000-2500 ng/mL; namun feritin kurang mampu
3. Deferasiroks (DFX) memperkirakan timbunan besi dalam tubuh secara tepat, karena
kadarnya banyak dipengaruhi faktor eksternal seperti inflamasi dan
Terapi kelasi kombinasi: infeksi.
4. DFO dan DFP
5. DFO dan DFX
6. DFP dan DFX
Tatalaksana

3. Nutrisi dan Suplementasi

Suplementasi vitamin D yang direkomendasikan adalah 50.000 IU sekali seminggu pada pasien dengan kadar 25-
hidroksi vitamin D di bawah 20 ng/dL, diberikan hingga mencapai kadar normal. Suplemen kalsium diberikan pada
pasien dengan asupan kalsium yang rendah.

Rekomendasi diet berbeda pada tiap pasien bergantung pada riwayat nutrisi, komplikasi penyakit, dan status
tumbuh kembang. Hindari suplementasi yang mengandung zat besi. Diet khusus diberikan pada pasien dengan
diabetes, intoleransi laktosa, wanita hamil, dan pasien dalam kelasi besi. Konsumsi rokok dan alkohol harus
dihindari. Rokok dapat menyebabkan remodeling tulang terganggu, dan dapat mengakibatkan osteoporosis.
Konsumsi alkohol menyebabkan proses oksidasi besi terganggu dan memperberat gangguan fungsi hati.
Tatalaksana

Vitamin E berperan untuk mengurangi aktifitas platelet dan mengurangi stres oksidatif. Vitamin E dapat pula
melindungi membran eritrosit sehingga tidak mudah lisis dan secara bermakna meningkatkan kadar Hb.
Suplementasi vitamin E 10 mg/kg atau 2x200 IU/hari selama 4 minggu dipercaya dapat meningkatkan kadar Hb dan
askorbat plasma, dan dapat menjaga enzim antioksidan pada eritrosit sehingga kadarnya mendekati nilai normal.

Vitamin C berperan untuk memindahkan besi dari penyimpanan di intraselular dan secara efektif meningkatkan
kerja DFO. Vitamin C dengan dosis tidak lebih dari 2-3 mg/kg/hari diberikan bersama DFO untuk meningkatkan
ekskresi besi. Pemberian asam folat direkomendasikan pula, karena defisiensi zat ini umum terjadi. Pemberiannya
terutama pada pasien yang merencanakan kehamilan. Asam folat diberikan dengan dosis 1-5 mg/kg/hari atau 2x1
mg/hari.
Tatalaksana

4. Splenektomi

Splenektomi dapat dipertimbangkan pada beberapa indikasi di bawah ini:

a. Kebutuhan transfusi meningkat hingga lebih dari 200-250 mL PRC /kg/tahun atau 1,5 kali lipat dibanding kebutuhan
biasanya.

b. Kondisi hipersplenisme ditandai oleh splenomegali dan leukopenia atau trombositopenia persisten, yang bukan
disebabkan oleh penyakit atau kondisi lain.

c. Splenektomi dapat mengurangi kebutuhan transfusi darah secara signifikan hingga berkisar 30-50% dalam jangka
waktu yang cukup lama. Splenomegali masif yang menyebabkan

5. Transplantasi sumsum tulang


Komplikasi

Anemia yang berat dan lama sering mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang dan adanya proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung,
dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah mengalami ruptur dengan trauma yang ringan.
Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan
trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Pencegahan

Kelahiran penderita talasemia dapat dicegah dengan :

1. Pencegahan primer

Penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan diantara penderita talasemia


agar tidak medapat keturunan yang homozigot atau varian-varian talasemia dengan mortalitas
yang tinggi.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bayi homozigot dari pasangan suami istri dengan talasemia heterozigot.
Daftar Pustaka

● Rujito, L. 2019. Talasemia : Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini. Purwokerto: UNSOED Press.
● Regar, J. 2009. Aspek Genetik Talasemia. Jurnal Biomedik, 1(3), 151-158.
● KEMENKES RI. 2018. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Thalasemia.

Anda mungkin juga menyukai